Anda di halaman 1dari 26

Mei 2012

No

Hal

: Undangan

Kepada
Yth. Bapak/ibu Staf Puskesmas
Kecamatan Pasar Minggu
Di
Jakarta

Dalam rangka peningkatan wawasan staf Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu tentang TB-HIV
dengan ini kami akan mengadakan sosialisasi yang akan diadakan pada:
Tanggal

Hari

Jam

Tempat

: Aula lantai III Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu

Demikian disampaikan atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih

Kepala Puskesmas Kecamatan


Pasar Minggu

dr.Eliza Rachmi
NIP

NOTULEN RAPAT

Tanggal

Hari

Tanggal

Acara

: Sosialisasi tentang TB-HIV

HASIL RAPAT
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50
tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3
sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya
sekitar
20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun.
Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial
stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:

Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara negara yang
sedang berkembang.

Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:

Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan

Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat,


penemuan kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya,
tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar, dan sebagainya).

Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang tidak standar,
gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis)

Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.

Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis


ekonomi atau pergolakan masyarakat.

Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur


umur kependudukan.

Dampak pandemi HIV.

Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak
berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan
masalah TB besar (high burden countries). Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, WHO
mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency).
Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi dengan
HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan. Pada saat yang sama,
kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug resistance = MDR) semakin
menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada
akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani.
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di
Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien
sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun
ada 539.000 kasus
baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000
penduduk.
Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS
Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti
pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan pasien TB yang
tidak disertai HIV/AIDS.
Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan TB.
Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV sesuai dengan
standar WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus memperhatikan Prinsip-prinsip

Universal Precaution (Kewaspadaan Keamanan Universal) Pengobatan pasien TB-HIV


sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu UPK untuk menjaga kepatuhan
pengobatan secara teratur.
Pasien TB yang berisiko tinggi terhadap infeksi HIV perlu dirujuk ke pelayanan VCT
(Voluntary Counceling and Testing = Konsul sukarela dengan test HIV).

NOTULIS

Irrny Aviyanti

Mei 2012
No

Hal

: Undangan

Kepada
Yth. Bapak/ibu Pengelola Obat
Puskesmas Kel...........................
Di
Jakarta

Dalam rangka peningkatan wawasan staf Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu tentang Pengelolaan
Obat dengan ini kami akan mengadakan sosialisasi yang akan diadakan pada:
Tanggal

Hari

Jam

Tempat

: Aula lantai III Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu

Demikian disampaikan atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih

Kepala Puskesmas Kecamatan


Pasar Minggu

dr.Eliza Rachmi
NIP

NOTULEN RAPAT

Tanggal

Hari

Tanggal

Acara

: Sosialisasi tentang pengelolaan obat

HASIL RAPAT
A. DESKRIPSI

Obat merupakan komponen yang esensial dari suatu pelayanan


kesehatan. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan yang baik dan benar serta
efektif dan efisien secara berkesinambungan. Pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan meliputi kegiatan perencanaan dan permintaan,
penerimaan, penyimpanan dan distribusi, pencatatan dan pelaporan, serta
supervisi dan evaluasi pengelolaan obat.
Obat dan perbekalan kesehatan hendaknya dikelola secara optimal untuk
menjamin tercapainya tepat jumlah, tepat jenis, tepat penyimpanan, tepat
waktu pendistribusian, tepat penggunaan dan tepat mutunya di tiap unit
Penyimpanan dan Distribusi Obat di Puskesmas
1. Penyimpanan Obat di Puskesmas
a. Deskripsi
Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengamanan terhadap obatobatan
yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari
kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin.
b. Tujuan
Penyimpanan bertujuan agar obat yang tersedia di Unit pelayanan
kesehatan terjamin mutu dan keamanannya.

c. Kegiatan
1) Persyaratan gudang
a) Luas minimal 3 x 4 m2 dan atau disesuaikan dengan jumlah obat
yang disimpan.
b) Ruangan kering dan tidak lembab.
c) Memiliki ventilasi yang cukup.
d) Memiliki cahaya yang cukup, namun jendela harus mempunyai
pelindung untuk menghindarkan adanya cahaya langsung dan
berteralis.
e) Lantai dibuat dari semen/tegel/keramik/papan (bahan lain) yang
tidak memungkinkan bertumpuknya debu dan kotoran lain.
Harus diberi alas papan (palet).
f) Dinding dibuat licin dan dicat warna cerah.
g) Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam.
h) Gudang digunakan khusus untuk penyimpanan obat.
i) Mempunyai pintu yang dilengkapi kunci ganda.
j) Tersedia lemari/laci khusus untuk narkotika dan psikotropika
yang selalu terkunci dan terjamin keamanannya.
k) Harus ada pengukur suhu dan higrometer ruangan.
2) Pengaturan penyimpanan obat
a) Obat di susun secara alfabetis untuk setiap bentuk sediaan.
b) Obat dirotasi dengan sistem FEFO dan FIFO.
c) Obat disimpan pada rak.
d) Obat yang disimpan pada lantai harus di letakan diatas palet.
e) Tumpukan dus sebaiknya harus sesuai dengan petunjuk.
f) Sediaan obat cairan dipisahkan dari sediaan padatan.
g) Sera, vaksin dan supositoria disimpan dalam lemari pendingin.
h) Lisol dan desinfektan diletakkan terpisah dari obat lainnya.
Untuk menjaga mutu obat perlu diperhatikan kondisi
penyimpanan sebagai berikut :
a) Kelembaban
Udara lembab dapat mempengaruhi obat-obatan sehingga
mempercepat kerusakan. Untuk menghindari udara lembab
tersebut maka perlu dilakukan upaya-upaya berikut :

Ventilasi harus baik, jendela dibuka.


Simpan obat ditempat yang kering.
Wadah harus selalu tertutup rapat, jangan dibiarkan terbuka.
Bila memungkinkan pasang kipas angin atau AC. Karena
makin panas udara di dalam ruangan maka udara semakin
lembab.
Biarkan pengering (silica gel) tetap dalam wadah tablet dan
kapsul.
Kalau ada atap yang bocor harus segera diperbaiki

Bila ruang penyimpanan kecil :


Dapat digunakan sistem dua rak. Bagi obat menjadi dua bagian.
Obat yang siap dipakai diletakkan di bagian rak A sedangkan
sisanya di bagian rak B. Pada saat obat di rak A hampir habis maka
pesanan mulai dikirimkan ke gudang farmasi, sementara itu obat di
rak B digunakan. Pada saat obat di rak B hampir habis diharapkan
obat yang dipesan sudah datang. Jumlah obat yang disimpan di rak
A atau rak B tergantung dari berapa lama waktu yang diperlukan
saat mulai memesan sampai obat diterima (waktu tunggu).
Misalnya permintaan dilakukan setiap satu bulan dan waktu
yang diperlukan saat mulai memesan sampai obat tiba adalah dua
minggu. Maka jumlah pemakaian satu bulan dibagi sama rata untuk
rak A dan rak B. Apabila waktu tunggu yang diperlukan hanya satu
minggu maka bagian obat disimpan di rak A dan bagian di rak B.
3) Tata Cara Penyusunan Obat
a) Penerapan sistem FEFO dan FIFO
Penyusunan dilakukan dengan sistem First Expired First
Out (FEFO) untuk masing-masing obat, artinya obat yang lebih
awal kadaluwarsa harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang
kadaluwarsa kemudian, dan First In First Out (FIFO) untuk
masing-masing obat, artinya obat yang datang pertama kali

harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang datang kemudian.


Hal ini sangat penting karena obat yang sudah terlalu lama
biasanya kekuatannya atau potensinya berkurang. Beberapa
obat seperti antibiotik mempunyai batas waktu pemakaian
artinya batas waktu dimana obat mulai berkurang efektivitasnya.
b) Pemindahan harus hati-hati supaya obat tidak pecah/rusak.
c) Golongan antibiotik harus disimpan dalam wadah tertutup
rapat, terhindar dari cahaya matahari, disimpan di tempat kering.
d) Vaksin dan serum harus dalam wadah yang tertutup rapat,
terlindung dari cahaya dan disimpan dalam lemari pendingin
(suhu 4 8 oC). Kartu temperatur yang ada harus selalu diisi
setiap pagi dan sore.
e) Obat injeksi disimpan dalam tempat yang terhindar dari
cahaya matahari langsung.
f) Bentuk dragee (tablet salut) disimpan dalam wadah tertutup
rapat dan pengambilannya menggunakan sendok.
g) Untuk obat dengan waktu kadaluwarsa yang sudah dekat
supaya diberi tanda khusus, misalnya dengan menuliskan waktu
kadaluarsa pada dus luar dengan mengunakan spidol.
h) Penyimpanan obat dengan kondisi khusus, seperti lemari
tertutup rapat, lemari pendingin, kotak kedap udara dan lain
sebagainya.
i) Cairan diletakkan di rak bagian bawah.
j) Kondisi penyimpanan beberapa obat.
Beri tanda/kode pada wadah obat.
Beri tanda semua wadah obat dengan jelas.
Apabila ditemukan obat dengan wadah tanpa etiket, jangan
digunakan.
Apabila obat disimpan di dalam dus besar maka pada dus
harus tercantum :
Jumlah isi dus, misalnya : 20 kaleng @ 500 tablet.
Kode lokasi.
Tanggal diterima.
Tanggal kadaluwarsa.

Nama produk/obat.
Beri tanda khusus untuk obat yang akan habis masa pakainya
pada tahun tersebut. Jangan menyimpan vaksin lebih dari satu
bulan di unit pelayanan kesehatan (Puskesmas).
4) Pengamatan mutu
Setiap pengelola obat, perlu melakukan pengamatan mutu obat
secara berkala, setiap bulan. Pengamatan mutu obat dilakukan
secara visual dengan melihat tandatanda sebagai berikut :
a) Tablet
Terjadi perubahan warna, bau dan rasa, serta lembab.
Kerusakan fisik seperti pecah, retak, sumbing, gripis dan
rapuh.
Kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi
mutu obat.
Untuk tablet salut, disamping informasi di atas, juga basah
dan lengket satu dengan lainnya.
Wadah yang rusak.
b) Kapsul
Cangkangnya terbuka, kosong, rusak atau melekat satu
dengan lainnya.
Wadah rusak.
Terjadi perubahan warna baik cangkang ataupun lainnya.
c) Cairan
Cairan jernih menjadi keruh, timbul endapan.
Cairan suspensi tidak bisa dikocok.
Cairan emulsi memisah dan tidak tercampur kembali.
d) Salep
Konsistensi warna dan bau berubah (tengik).
Pot/tube rusak atau bocor.
e) Injeksi
Kebocoran
Terdapat partikel untuk sediaan injeksi yang seharusnya
jernih sehingga keruh atau partikel asing dalam serbuk untuk
injeksi.

Wadah rusak atau terjadi perubahan warna.


Laporkan perubahan yang terjadi kepada Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota untuk diteliti lebih lanjut.
Jangan menggunakan obat yang sudah rusak atau
kadaluwarsa
Hal ini penting untuk diketahui terutama penggunaan
antibiotik yang sudah kadaluwarsa karena dapat menimbulkan
resistensi mikroba. Resistensi mikroba berdampak terhadap
mahalnya biaya pengobatan.

NOTULIS

Irrny Aviyanti

Mei 2012
No

Hal

: Undangan

Kepada
Yth. Bapak/ibu Bidan KIA
Puskesmas Kel...........................
Di
Jakarta

Dalam rangka peningkatan wawasan staf Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu tentang Penanganan
Ibu Hamil dengan faktor risiko, dengan ini kami akan mengadakan sosialisasi yang akan diadakan
pada:
Tanggal

Hari

Jam

Tempat

: Aula lantai III Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu

Demikian disampaikan atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih

Kepala Puskesmas Kecamatan


Pasar Minggu

dr.Eliza Rachmi

NIP

NOTULEN RAPAT

Tanggal

Hari

Tanggal

Acara

: Sosialisasi tentang ANEMIA IBU HAMIL

HASIL RAPAT
Anemia adalah kondisi dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam sel darah merah sangat kurang.
Normalnya, kadar hemoglobin dalam darah seseorang sekitar 12 g/100 ml. Bila kadar
hemoglobin dalam darah berkisar 9-11 g/100 ml, penderita digolongkan anemia ringan.
Sedangkan bila kadar hemoglobin 6-8 g/100 ml, berarti menderita anemia sedang. Kita bisa
dimasukkan kelompok anemia berat bila kadar hemoglobin kurang dari 6 g/100 ml.
Sebenarnya, seberapa penting sih , kadar hemoglobin dalam darah?
Sangat penting. Sebab, jumlah kadar hemoglobin dalam setiap sel darah akan menentukan
kemampuan darah untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Seperti kita
tahu, oksigen diperlukan demi kelancaran seluruh fungsi organ tubuh.
Lalu, apa yang menyebabkan terjadinya anemia?
Pertama, akibat kekurangan zat besi dan asam folat yang disebut anemia defisiensi besi.
Selain itu bisa juga karena kekurangan asam folat dan vitamin B12 (anemia megaloblastik).
Anemia bisa juga terjadi karena akibat sumsum tulang belakang yang kurang mampu
membuat sel-sel darah baru (anemia hipoplastik), dan akibat penghancuran sel darah merah

berlangsung lebih cepat dari pembuatannya (anemia hemolitik). Dalam kehamilan, yang
paling sering dijumpai adalah anemia defisiensi besi.
Mengapa ibu hamil mudah mengalami anemia?
Saat hamil, volume darah dalam tubuh meningkat sekitar 50%. Ini karena tubuh memerlukan
tambahan darah untuk mensuplai oksigen dan makanan bagi pertumbuhan janin.
Meningkatnya volume darah berarti meningkat pula jumlah zat besi yang dibutuhkan untuk
memproduksi sel-sel darah merah. Selama hamil, dibutuhkan zat besi sebanyak 800 mg,
dimana 500 mg digunakan untuk pertambahan sel darah merah ibu sedang 300 mg untuk
janin dan plasenta.
Apa akibatnya bagi ibu hamil?
Kemungkinan besar ia akan mengalami banyak gangguan, misalnya mudah pingsan, mudah
mengalami keguguran, atau proses melahirkan yang berlangsung lama akibat kontraksi yang
tidak bagus.
Bagaimana pula akibatnya bagi janin?
Kondisi anemia ibu hamil yang tidak segera diatasi bisa menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, lahir prematur, lahir dengan cadangan zat besi yang kurang, atau lahir dengan
cacat bawaan.
Bagaimana ciri penderita anemia?
Kalau kekurangan kadar hemoglobin hanya sedikit , penderita hampir tidak menampakkan
gejala. Tetapi bila kekurangannya cukup banyak, secara fisik penderita akan terlihat pucat
terutama pada selaput lendir kelopak mata, bibir, juga kuku. Selain itu, tubuh terasa lesu,
lemah, mudah lelah, sering menderita pusing disertai pandangan berkunang-kunang terutama
ketika bangkit dari posisi duduk atau membungkuk. Konsentrasi pun jadi menurun.
Bisakah kondisi anemia diketahui sejak dini?
Bisa. Umumnya, pada pemeriksaan kehamilan pertama kali, dokter akan meminta Anda
untuk melakukan periksa darah. Dari sinilah diketahui bagaimana kondisi Anda sebenarnya.

Apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi anemia?


Sejak sebelum hamil hingga selama kehamilan, dianjurkan memperbanyak konsumsi
makanan yang kaya akan zat besi, asam folat juga vitamin B, seperti hati, daging, kuning
telur, ikan teri, susu, dan kacang-kacangan seperti tempe dan susu kedelai, serta sayuran
berwarna hijau tua seperti bayam, dan katuk.
Selain itu, konsumsi juga jenis makanan yang mempermudah penyerapan zat besi, misalnya
makanan yang mengandung vitamin C tinggi. Yang perlu dihindari adalah makanan/minuman
yang dapat menghambat penyerapan zat besi, misalnya kopi serta teh.
(Konsultasi ilmiah: dr. J.M. Seno Adjie, SpOG(K), POGI Jaya, FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo,
Jakarta. )

NOTULIS

Irrny Aviyanti

Mei 2012
No

Hal

: Undangan

Kepada
Yth. Bapak/ibu DOKTER
Puskesmas Kel...........................
Di
Jakarta

Dalam rangka peningkatan wawasan dokter di Puskesmas Kecamatan dan Kelurahan Tentang
Rasional Pemberian Obat kepada pasien, dengan ini kami akan mengadakan sosialisasi yang akan
diadakan pada:
Tanggal

Hari

Jam

Tempat

: Aula lantai III Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu

Demikian disampaikan atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih

Kepala Puskesmas Kecamatan


Pasar Minggu

dr.Eliza Rachmi
NIP

NOTULEN RAPAT

Tanggal

Hari

Tanggal

Acara

: Sosialisasi tentang Rasional Pemberian Obat

HASIL RAPAT
Kita mungkin pernah mendengar seorang pasien tiba-tiba menderita shock setelah diberikan
obat atau ada petugas medis yang dilaporkan ke Polisi karena salah memberikan obat kepada
pasiennya. Tentunya kejadian-kejadian seperti itu sangat merugikan kedua belah pihak baik
petugas medisnya maupun pasiennya, Untuk itu perlu upaya mencegah agar tidak terjadi
kasus yang terjadi akibat penggunaan/pemakaian obat yang tidak sesuai. Salah satunya
adalah pentingnya mengetahui penggunaan obat yang aman dan rasional baik oleh pembuat
resep, penyerah obat (dispenser) maupun oleh pasien/masyarakat pengguna obat.
Penggunaan obat dikatakan rasional jika tepat secara medik dan memenuhi persyaratanpersyaratan tertentu. Masing-masing persyaratan mempunyai konsekuensi yang berbedabeda. Sebagai contoh, kekeliruan dalam menegakkan diagnosis akan memberi konsekuensi
berupa kekeliruan dalam menentukan jenis pengobatan. Sedangkan menurut WHO (1985),
penggunaan obat dikatakan rasional bila : a)Pasien menerima obat yang sesuai dengan
kebutuhannya. b) Untuk periode waktu yang adekuat. c) Dengan harga yang paling murah
untuknya dan masyarakat
Secara praktis penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria :
1) Tepat diagnosis yaitu penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis
yang tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar maka pemilihan obat akan terpaksa
mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya obat yang diberikan juga tidak
sesuai dengan indikasi yang seharusnya.

2) Sesuai dengan indikasi penyakit maksudnya adalah setiap obat memiliki spectrum terapi
yang spesifik. Antiobitika, misalnya diindikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian
pemberian obat ini hanya dianjurkan untuk pasien yang memberi gejala adanya infeksi
bakteri.
3) Tepat pemilihan obat yaitu keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah
diagnosis ditegakkan dengan benar. Dengan demikian obat yang dipilih haruslah yang
memiliki efek terapi sesuai dengan spectrum penyakit.
4) Tepat dosis yaitu dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek
terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang
terapi yang sempit misalnya theofilin akan sangat berisiko timbulnya efek samping.
Sebaliknya dosis yang terlau kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang
diharapkan.
5) Tepat cara pemberian yaitu obat antacid seharusnya dikunyah dulu baru ditelan.
Demikian pula antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu karena akan membentuk ikatan
sehingga menjadi tidak dapat diabsorbsi dan menurunkan efektifitasnya.
6)Tepat interval waktu pemberian yaitu cara pemberian obat hendaknya dibuat
sesederhana mungkin dan praktis agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi
pemberian obat per hari (misalnya 4 kali sehari)semakin rendah tingkat ketaatan minum obat.
Obat yang harus diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum
dengan interval setiap 8 jam.
7) Tepat lama pemberian yaitu lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masingmasing. Untuk tuberculosis lama pemberian paling singkat 6 bulan. Lama pemberian
kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10 14 hari.
8) Waspada terhadap efek samping yaitu pemberian obat potensial menimbulkan efek
samping yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi,
karena itu muka merah setelah pemberian atropine bukan alergi tetapi efek samping
sehubungan vasodilatasi pembuluh darah di wajah.

9) Tepat penilaian kondisi pasien maksudnya respon individu terhadap efek obat sangat
beragam, misalnya pada penderita kelainan ginjal, pemberian aminoglikosida sebaiknya
dihindarkan karena resiko terjadinya nefrotoksik pada kelompok ini secara bermakna.
10)Tepat informasi yaitu informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat
penting dalam menunjang keberhasilan terapi.
11) Tepat tindak lanjut maksudnya pada saat memutuskan pemberian terapi harus sudah
dipertimbangkan upaya tindak lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak sembuh atau
mengalami efek samping.
12) Tepat penyerahan obat maksudnya penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser
sebagai penyerah obat dan pasien sendiri sebagai konsumen. Proses penyiapan dan
penyerahan harus dilakukan secara tepat agar pasien mendapatkan obat sebagaimana
mestinya.
13) Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan maksudnya pemberian
obat dalam jangka waktu lamatanpa informasi/ supervisi tentu saja akan menurunkan
ketaatan penderita. Kegagalan pengobatan tuberkulosis secara nasional menjadi salah satu
bukti bahwa terapi jangka panjang tanpa disertai informasi/ supervisi yang memadai tidak
akanpernah memberikan hasil seperti yang diharapkan.
Masalah penggunaan obat yang tidak rasional masih cukup menonjol di beberapa pusat
pelayanan kesehatan. Di samping berakibat pada pemborosan biaya, ketidakrasionalan
penggunaan obat juga meningkatkan risiko terjadinya efek samping. Dampak lainnya adalah
berupa ketergantungan pasien terhadap pemberian antibiotik yang selanjutnya secara luas
akan meningkatkan risiko terjadinya resistensi bakteri akibat penggunaan antibiotik yang
tidak tepat pada populasi. Dampak negatif penggunaan obat yang tidak rasional sangat
beragam dan bervariasi tergantung dari jenis ketidakrasionalan penggunaannya. Dampak
negatif ini dapat saja hanya dialami oleh pasien (efek samping dan biaya yang mahal)
maupun oleh populasi yang lebih luas (resistensi kuman terhadap antibiotika tertentu) dan
mutu pelayanan pengobatan secara umum.
Untuk mengatasi masalah penggunaan obat yang tidak rasional diperlukan beberapa upaya
perbaikan, baik di tingkat provider yaitu pembuat resep (prescriber) dan penyerah obat
(dispenser) dan pasien/ masyarakat (consumer) hingga sistem kebijakan obat nasional. Masih
kurang tertatanya sistem informasi pengobatan dari dokter ke pasien menjadi salah satu

masalah dalam proses terapi. Di satu sisi salah satu alasan dokter mengapa tidak rasional
adalah akibat tekanan dan permintaan pasien terhadap obat tertentu (misalnya penggunaan
injeksi). Sementara itu di pihak pasien sebenarnya tidak pernah ada keberatan terhadap setiap
proses pengobatan yang dilakukan oleh dokter. Dengan demikian, selama dokter dapat
memberikan informasi yang benar kepada pasien maka tidak munis terapi tertentu.
(sumber : Penggunaan Obat Rasional, Dep.Kes, 2006)

NOTULIS

Irrny Aviyanti

Mei 2012
No

Hal

: Undangan

Kepada
Yth. Bapak/ibu STAF
Puskesmas Kec/Kel...........................
Di
Jakarta

Dalam rangka meningkatkan wawasan petugas dalam pengelolaan sampah infeksius (sampah medis)
di Puskesmas Kecamatan dan Kelurahan, dengan ini kami akan mengadakan sosialisasi yang akan
diadakan pada:
Tanggal

Hari

Jam

Tempat

: Aula lantai III Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu

Demikian disampaikan atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih

Kepala Puskesmas Kecamatan


Pasar Minggu

dr.Eliza Rachmi
NIP

NOTULEN RAPAT

Tanggal

Hari

Tanggal

Acara

: Sosialisasi tentang PENGELOLAAN SAMPAH MEDIS

HASIL RAPAT
Pengelolaan sampah terdiri dari pengumpulan, pengangkutan, pemprosesan, pendaurulangan, atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya mengacu pada
material sampah yang dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola untuk
mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan. Pengelolaan sampah
juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam. Pengelolaan sampah bisa melibatkan
zat padat, cair, gas, atau radioaktif dengan metoda dan keahlian khusus untuk masing-masing
jenis zat.
Praktik pengelolaan sampah berbeda beda antara negara maju dan negara
berkembang, berbeda juga antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan, berbeda juga
antara daerah perumahan dengan daerah industri. Pengelolaan sampah yang tidak berbahaya
dari pemukiman dan institusi di area metropolitan biasanya menjadi tanggung jawab
pemerintah daerah, sedangkan untuk sampah dari area komersial dan industri biasanya
ditangani oleh perusahaan pengolah sampah.
Metode pengelolaan sampah berbeda beda tergantung banyak hal, diantaranya tipe zat
sampah, tanah yang digunakan untuk mengolah dan ketersediaan area. Pengelolaan sampah
medis akan memiliki penerapan pelaksanaan yang berbeda-beda antar fasilitas-fasilitas
kesehatan, yang umumnya terdiri dari penimbulan, penampungan, pengangkutan, pengolahan
dan pembuangan.
Penimbunan ( Pemisahan Dan Pengurangan )

Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu
yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan penampungan
sampah, pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3
(bahan berbahaya dan beracun seperti baterai bekas, bekas toner, dan sebagainya),
dan non B3 serta menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian
label yang jelas dari berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.
Penampungan
Penampungan sampah ini merupakan wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah
bocor atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload.
Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi kantong
dan kontainer seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam warna seperti telah
ditetapkan dalam Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna
kuning dengan lambang biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu
dengan simbol citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol
radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan
domestik.
Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal.
Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke
incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta
dorong sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas
pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus.
Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di luar
(off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus
dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan
lokal. Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus.
JENIS-JENIS LIMBAH MEDIS
Limbah rumah sakit bisa dibedakan menjadi berbagai jenis, antara lain:
a. Limbah Padat Medis
Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin, pembedahan dan di unit-unit risiko
tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan risiko tinggi infeksi kuman dan
populasi umum dan staf rumah sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai

risiko tinggi. Contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau pembungkus yang kotor, cairan
badan, anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantong urin dan
produk darah, botol infus, ampul, botol bekas injeksi, kateter, plester, dan masker.
b. Limbah cair medis
Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia
dan biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme,
tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan
jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll). Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme
tersebut ada yang bersifat patogen. Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan
mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat
ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, TTS, pH, mikrobiologik,
dan lain-lain. Contoh air bilas ruang bedah dan otopsi
c. Limbah Patologi
Limbah ini juga dianggap berisiko tinggi dan sebaiknya diotoklaf sebelum keluar dari unit
patologi. Limbah tersebut harus diberi label biohazard. Contohnya : Jaringan yang diambil
pada waktu biopsy, jaringan dan organ tubuh, potongan tungkai badan, plasenta dan cairan.
d. Limbah Padat Non Medis
Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkontak
dengan cairan badan, tissue, kaleng, botol,kayu dan logam. Meskipun tidak menimbulkan
risiko sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk
mengangkut dan mambuangnya.
e. Limbah Cair Non Medis
Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan, air kotor dan kotoran manusia. Berbagai serangga
seperti kecoa, kutu dan hewan pengerat seperti tikus merupakan gangguan bagi staf maupun
pasien di rumah sakit.
f. Limbah Radioaktif
Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di rumah sakit,
pembuangannya secara aman perlu diatur dengan baik . Upaya pengelolaan limbah rumah
sakit pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume, konsentrasi atau bahaya limbah,
setelah proses produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau hayati.
Semua jenis limbah tersebut sangatlah berbahaya dan dibutuhkan penanganan secara khusus
dan perlu perhatian dari lembaga yang menghasilkan limbah medis. Karena akan
menyebabkan banyak permasalahan seperti penularan penyakit dan mencemarkan

lingkungan. Apalagi dengan limbah Radioaktif. Limbah tersebut perlulah ditangani dengan
seksama.
PENANGANAN, PENYIMPANAN, DAN PENGANGKUTAN SAMPAH MEDIS
Cara terbaik untuk mengurangi resiko terjadinya penularan adalah dengan menjaga agar
sampah medis tersebut tetap tertutup dengan rapat. Ada beberapa prinsip dasar dan prosedur
yang dapat membantu pencapaian tujuan pengurangan dari pemapaian.
Prinsip-prinsip dan prosedur tersebut adalah :
1. Sampah dikemas dengan baik.
2. Menjaga agar sampah tetap dalam kemasan dan tertutup rapat serta menghindarkan hal-hal
yang dapat merobek atau memecahkan kontainer sampah.
3. Menghindari kontak fisik dengan sampah.
4. Menggunakan alat pelindung perorangan ( sarung tangan, masker, dsb )
5. Usahakan agar tidak sedikit mungkin memegang sampah.
6. Membatasi jumlah orang yang berpotensi untuk tercemar.
PENGOLAHAN SAMPAH MEDIS
Pemusnahan sampah medis haruslah dengan menggunakan cara pembakaran, perlu dijaga
keutuhan kemasannya pada waktu sampah tersebut ditangani. Banyak sistem pembakaran
atau insenerasi yang menggunakan peralatan mekanik untuk perorangan sampah medisnya,
seperti sistem ban berjalan. Namun, usahakan untuk melakukan pengolahan limbah medis
yang sesuai dengan peraturan berlaku dan pengolahan ramah lingkungan.
Jadi, hati-hatilah dengan limbah medis tersebut. Lakukan penanganan, penyimpanan,
pengangkutan, dan pengolahan sampah medis dengan konsep ramah lingkungan.

NOTULIS

Irrny Aviyanti

Anda mungkin juga menyukai