LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : P. Tn
Umur : 55 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Tegalwuni 03/06
No RM : 059629
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal Masuk : 4 Juni 2014
A. ANAMNESIS
Dilakukan secara autonanmnesis.
Keluhan Utama : Nyeri uluhati & perut kanan & kiri.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan & kiri sejak 2 minggu SMRS. Nyeri
dirasakan hilang timbul. Membaik dengan istirahat. Pasien sebelumnya kiriman dari RS Bina
Kasih dengan diagnosis Nefritis.
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
Riwayat Kebiasaan
Kebiasaan makan olahan istri (masakan diolah di rumah sendiri)
Makan sembarang
: di akui (sekali-kali)
Riwayat minum obat-obatan
: disangkal
Kebiasaan makan pedas
: disangkal
Kebiasaan minum alkohol
: disangkal
Kebiasaan merokok
: disangkal
Tanda Vital
: 110x/mnt
RR : 24x/mnt
Kulit
Kepala
:
:
S
: 36,7o C
Turgor kulit baik
Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak
mudah dicabut.
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
:
:
:
:
Dada
ASSESMENT : NEFRITIS
PLANNING
TERAPI
Terapi Non Farmakologis
Bedrest
Diet Lambung II, diet rendah serat
Terapi Farmakologis
Infus RL 20 tpm
Injeksi Ranitidin 1 ampul (50 mg) / 12 jam
Injeksi Ketorolac 1 ampul (30 mg) / 12 jam
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 5 Juni 2014
Pemeriksaan
Hasil
Nilai rujukan
Satuan
Hemoglobin
14.5
11.5-14.5
g/dl
Lekosit
15.8 (H)
5.0-11
Ribu
Eritrosit
4.29 (L)
4.0-5.4
Juta
Hematokrit
43.4
37-45
Trombosit
354
150-400
Ribu
MCV
101.2 (H)
77-91
Mikro m3
MCH
33.8 (H)
24-30
Pg
MCHC
33.4
32-36
g/dl
RDW
12.5
10-16
MPV
6.3 (L)
7-11
Mikro m3
Limfosit
0.9 (L)
1.5-6.5
10^3/mikroL
Monosit
3.8 (H)
0-0.8
10^3/mikroL
Eosinofil
0.1
0-0.6
10^3/mikroL
Basofil
0.1
0-0.2
Neutrofil
11.0 (H)
1.8-8.0
Limfosit%
5.9 (L)
25-40
Hematologi
Monosit %
23.8 (H)
2-8
Eosinofil %
0.4 (L)
2-4
Basofil %
0.5
0-1
Neutrofil %
69.4
50-70
PCT
0.231
0.2-0.5
PDW
10.2
10-18
SGOT
29
0-50
U/L
SGPT
49
0-50
U/L
Total Protein
5.44 (L)
6-8
g/dl
Albumin
2.34 (L)
3.4-4.8
g/dl
Globulin
3.10
2.0-4.0
g/dl
Cholesterol
60
<200 dianjurkan
mg/dl
Kimia Klinik
200-239 dengan
resiko sedang
240 resiko tinggi
Trigliserida
10 (L)
30-150
mg/dl
6 Juni 2014
Feses Rutin
Pemeriksaan
Warna
Konsistensi
Lendir
Darah
Mikroskopis
Lekosit
Eritrosit
Amoeba
Telur cacing
Sisa makanan
Lain-lain
Hasil
Merah
Cair
Negatif
Positif
Nilai Rujukan
Negatif
Negatif
>30
5-10
Positif (+1)
Negatif
Positif
Negatif
0-1
Negatif
Satuan
/LPB
/LPB
-
Urin Rutin
Pemeriksaan
Warna
Kekeruhan
Protein Urine
Glucose Urine
pH
Bilirubin Urine
Urobilinogen
Berat Jenis Urine
Keton Urine
Lekosit
Eritrosit
Nitrit
Sedimen
Epitel
Eritrosit
Lekosit
Silinder
Kristal
Lain-lain
Hasil
Kuning
Jernih
1+
Sputum
6
Negatif
Negatif
1020
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Nilai Rujukan
2-4
1-2
3-6
Granula+
Negatif
Enang Mukosa
<4
<5
<5
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
1000-1030
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Satuan
mg/dl
mg/dl
mg/dl
/LPB
/LPB
-
D. FOLLOW UP
Tanggal
5/6/14
Subjective
Nyeri perut
seperti diremasremas pada ulu
hati & perut
kanan kiri
Sesak (+)
Demam (+)
Objective
TD : 150/70, nadi
120 x/mnt, RR 24
x/mnt, suhu 38,50C
Konjungtiva Pucat
+/+
Sklera Ikterik -/Abdomen : BU(+),
supel, Nyeri tekan di
uluhati dan di regio
lumbal dextra &
sinistra
Nyeri Ketok Costo
Vertebral Angle +/+
Assesment
Nefritis
6/6/14
Nyeri perut
seperti diremasremas pada ulu
hati & perut
kanan kiri
TD : 140/10, nadi
100 x/mnt, RR 20
x/mnt, suhu 36,50C
Konjungtiva Pucat
+/+, Sklera Ikterik
-/Abdomen : BU(+),
supel, Nyeri tekan di
uluhati dan di regio
lumbal dextra &
sinistra
Nyeri Ketok Costo
Vertebral Angle +/+
Amebiasis
- Terapi lanjut
- Inj Ceftriaxon
1gr/12 jam
- Inj
Metronidazol
500 mg/ 8 jam
7/6/14
Nyeri perut
seperti diremasremas
BAB cair >3x,
lendir (+), darah
(+) merah segar
30cc
Mual (+)
Muntah (-)
Perih saat BAB
Badan lemas.
TD 140/80 mmHg,
nadi 82 x/mnt, RR
22 x/mnt, suhu
36,80C
Konjungtiva Pucat
+/+, Sklera Ikterik
-/Abdomen : BU(+)
6x/menit, supel,
Nyeri tekan di
uluhati dan di regio
lumbal dextra &
Amebiasis
- Terapi Lanjut
- Inj Asam
Traneksamat
500 mg/ 8 jam
Planning
Inf RL 20 tpm
Inj Ketorolac
30 mg/8 jam
Inj. Ranitidin
50 mg/ 8 jam
Paracetamol
3x500 mg tab
sinistra
Nyeri Ketok Costo
Vertebral Angle +/+
8/6/14
Nyeri perut
seperti diremasremas semakin
bertambah
BAB cair >2x,
darah (+), lendir
(+), mual (-),
muntah (-), nafsu
makan menurun
TD 130/80 mmHg,
nadi 78 x/mnt, RR
20 x/mnt, suhu 370 C
CA +/+, SI -/-, lidah
tampak kotor
Abdomen Tampak
tegang, BU(+)
meningkat 8x/menit,
hiper timpani dan
nyeri tekan di
seluruh lapang
abdomen
Amebiasis
9/6/14
Nyeri perut di
seluruh lapang
abdomen
bertambah, perut
kencang
BAB cair >2x,
darah (+), lendir
(+), mual (-),
muntah (-), nafsu
makan menurun
TD 140/90 mmHg,
nadi 88 x/mnt, RR
20 x/mnt, suhu 370 C
CA +/+, SI -/Abdomen Tampak
tegang, BU(+)
meningkat 8x/menit,
hiper timpani dan
nyeri tekan di
seluruh lapang
abdomen
Peritonitis ec
Amebiasis
Perforata
10
- Terapi Lanjut
- Planning : Foto
BNO 3 posisi,
pasang NGT,
pasang DC
- Planning :
Konsul Bedah
Cito
Laparatomi
- Antibitotik
Spektrum Luas
Inj Ceftriaxon
1 gr/12 jam
- Inj
Metronidazol
500 mg/8 jam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
AMEBIASIS
A. DEFINISI
Amebiasis (disentri ameba, enteritis ameba, kolitis ameba) adalah penyakit infeksi usus
besar yang disebabkan oleh parasit usus Entemoeba histolytica.
B. EPIDEMIOLOGI
Ditularkan secara fekal oral baik secara langsung (melalui tangan) maupun tidak
langsung (melalui air minum atau makanan yang tercemar). Sebagai sumber penularan
adalah tinja yang mengandung kista amuba yang berasal dari carrier (cyst passer). Laju
infeksi yang tinggi didapatkan di tempat-tempat penampungan anak cacat atau pengungsi
dan di negara-negara sedang berkembang dengan sanitasi lingkungan hidup yang buruk.
Di negara tropis lebih banyak didapatkan strain patogen dibandingkan di negara maju
beriklim sedang. Oleh karena itu di negara maju banyak yang asimptomatik sedangkan di
negara yang berkembang banyak dengan simptomatik. Di negara maju, prevalensi di
Amerika Serikat sekitar 1-5 %.
Di Indonesia, laporan mengenai insidensi amebiasis sampai saat ini masih belum
ada. Akan tetapi berdasarkan laporan mengenai abses hati ameba pada beberapa rumah
sakit besar dapat diperkirakan kejadiannya cukup tinggi. Penularan dapat terjadi melalui
berbagai cara, misalnya : pencemaran air minum, pupuk kotoran manusia, juru masak,
vektor lalat dan kecoak, serta kontak langsung seksual oral-anal pada homoseksual.
Penyakit ini cenderung endemik, jarang menimbulkan epidemi. Epidemi sering terjadi
lewat air minum yang tercemar.
C. ETIOLOGI
- E. histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai mikroorganisme
komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat
berubah menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di dinding usus dan
menembus dinding usus sehingga menimbulkan ulserasi.
11
Siklus hidup ameba ada 2 macam bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat bergerak
dan bentuk kista. Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (<10 mm)
Bentuk kista bertanggung jawab terhadap penularan penyakit, dapat hidup lama di
luar tubuh manusia, tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standard di dalam
sistem air minum. Diduga faktor kekeringan akibat penyerapan air sepanjang usus
besar menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista. Entamoeba hystolitica oleh
beberapa penulis dibagi menjadi dua ras yaitu ras besar dan kecil bergantung pada
diameternya lebih besar atau lebih kecil dari 10 mm. Strain kecil ternyata tidak
12
patogen terhadap manusia dan dinyatakan sebagai spesies tersendiri yaitu Entamoeba
-
hartmanni.
Dengan teknik elektroforesis, enzim yang dikandung trofozoit dapat diketahui. Pola
enzim dapat menunjukkan patogenesis ameba (zymodene). Ameba yang didapat dari
Apabila tinja dalam usus besar padat, maka trofozoit menjadi kista & dikeluarkan
bersama tinja, sementara apabila cair, pembentukan kista akan terjadi di luar tubuh.
13
Bentuk histolitika ini dapat hidup dijaringan usus besar, hati, paru, otak, kulit, &
vagina.
14
2. Bentuk Minuta
Merupakan bentuk pokok, tanpa bentuk minuta daur hidup tidak dapat
berlangsung.
Berukuran 10-20 m.
3. Bentuk Kista
Berbentuk bulat atau lonjong, memiliki dinding kista & ada inti entameba.
Bentuk kista ini tidak patogen, tetapi dapat merupakan bentuk infektif.
Ukuran 10-20 m
Sebagai bentuk dorman pertahanan terhadap lingkungan, dapat hidup lama luar
tubuh manusia, tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standar di dalam
sistem air minum.
E. PATOFISIOLOGI
15
Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di dalam lumen usus besar,
dapat berubah menjadi patogen, menembus mukosa usus dan menimbulkan ulkus. Faktor
yang menyebabkan perubahan sifat trofozoit tersebut sampai saat ini masih belum
diketahui. Diduga faktor kerentanan tubuh pasien, sifat keganasan (virulensi) ameba,
maupun lingkungannya mempunyai peran. Faktor-faktor yang dapat menurunkan
kerentanan tubuh misalnya kehamilan, gizi yang kurang, penyakit keganasan, obat-obat
imunosupresif dan kortikosteroid. Sifat keganasan ameba ditentukan oleh strainnya.
Strain ameba di daerah tropis ternyata lebih ganas daripada strain di daerah sedang. Akan
tetapi sifat keganasan tersebut tidak stabil, dapat berubah apabila keadaan lingkungan
yang diduga berpengaruh misalnya suasana anaerob dan asam (pH 0,6-6,5), adanya
bakteri, virus dan diet tinggi kolesterol, tinggi karbohidrat dan rendah protein. Ameba
yang ganas dapat menghasilkan enzim fosfoglukomutase dan lisozim yang dapat
mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus.
Bentuk ulkus ameba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil tetapi di
lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi ulkus di
permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang minimal. Mukosa
usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Gambaran ini sangat berbeda dengan disentri
basiler, dimana mukosa usus antara ulkus meradang. Pada pemeriksaan mikroskopik
eksudat ulkus, tampak sel leukosit dalam jumlah banyak akan tetapi lebih sedikit jika
dibandingkan dengan disentri basiler. Tampak pula Charcot leyden dan kadang-kadang
ditemukan trofozoit. Ulkus yang terjadi dapat menimbulkan perdarahan dan apabila
menembus lapisan muskular akan terjadi perforasi dan peritonitis. Ulkus dapat terjadi di
semua bagian usus besar tetapi berdasarkan frekuensi dan urutan tempatnya adalah
16
sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apensik dan ileum terminalis. Infeksi kronik
dapat menyebabkan jaringan granulasi yang disebut dengan ameboma yang sering terjadi
di daerah sekum dan sigmoid. Dari ulkus di dalam dinding usus besar, ameba dapat
mengadakan metastasis ke hati lewat cabang vena porta dan menimbulkan abses hati.
Embolisasi lewat pembuluh darah atau pembuluh getah bening dapat pula terjadi ke paru,
otak atau limpa dan menimbulkan abses di sana, akan peritiwa ini jarang terjadi.
F. KLASIFIKASI
Berdasarkan berat ringannya gejala yang ditimbulkan, amebiasis dibagi menjadi :
carrier (cyst passer), amebiasis intestinal ringan (disentri ameba ringan), amebiasis
intestinal sedang (disentri ameba sedang), disentri ameba berat, disentri ameba kronik.
G. MANIFESTASI KLINIS
17
Masa inkubasi disentri amoeba sukar ditentukan, karena sering penderita telah mengidap
infeksi laten dengan ameba yang bersifat komensal. Manifestasi klinis dapat timbul
sewaktu-waktu oleh beberapa faktor :
Carrier
- Tidak menunjukkan gejala klinis disebabkan karena ameba yang berada di dalam
lumen usus besar tidak invasi ke dinding usus
Amebiasis Intestinal Ringan (Disentri Ameba Ringan)
-
18
- Serangan diare biasanya muncul karena kelelahan, demam atau makanan yang sukar
dicerna.
H. DIAGNOSIS
Selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menilai gejala dan tanda, diagnosis
amebiasis yang akurat membutuhkan pemeriksaan tinja untuk mengidentifikasi bentuk
tropozoit dan kista serta mengetahui adanya eritrosit. Metode yang paling sering
digunakan adalah teknik konsentrasi dan pembuatan sediaan permanen stain. Untuk
screening cukup menggunakan sediaan basah dengan bahan saline dan diawarnai lugol
agar terlihat jelas. Pemeriksaan endoscopi bermanfaat untuk menegakkan diagnosis
pasien amebiasis akut.
Pemeriksaan penunjang :
- Hasil pemeriksaan tinja yaitu bau busuk, bercampur darah dan lendir, trofozoit (+).
Untuk pemeriksaan mikroskopik, perlu tinja yang masih baru. Kadang-kadang
diperlukan pemeriksaan berulang-ulang, minimal 3 kali seminggu dan dilakukan
sebelum penderita mendapat pengobatan. Pemeriksaan tinja yang berbentuk
(penderita tidak diare), perlu dicari bentuk kista, karena bentuk trofozoit tidak akan
ditemukan. Dengan sediaan langsung tampak kisata berbentuk bulat, berkilau seperti
mutiara. Di dalamnya terdapat badan-badan kromotoid yang berbentuk batang dengan
ujung tumpul, sedang inti tidak tampak. Untuk melihat intinya dibuat sediaan dengan
larutan lugol.
- Serologi
Pemeriksaan ini banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hati amebic dan
epidemologis. Uji ini berhasil apabila amoeba berhasil menembus jaringan. Oleh
karena itu uji ini positif pada penderita abses hati dan disentri amoeba, dan negative
pada carrier. Indirect fluorescent antibody (IFA), enzyme linked immunosorbant assay
(ELISA) merupakan uji yang paling sensitive. Dan agar gel diffusion precipitin.
Sedang uji serologi yang cepat hasilnya adalah latex agglutination test dan cellulose
acetate diffusion.
- Sigmoidoskopi dan kolonoskopi berguna untuk membantu diagnosis penderita dengan
gejala disentri terutama bila ada pemeriksaan tinja tidak ditemukan ameba Tampak
ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat kekuningan, mukosa usus
antara ulkus-ulkus tampak normal.
- Foto rontgen tidak banyak membantu karena ulkus tidak tampak pada foto polos.
I.
KOMPLIKASI
19
J.
PENATALAKSANAAN
Amoeba dapat ditemukan di dalam lumen usus, di dalam dinding usus maupun di luar
usus. Hampir semua obat amebisid tidak dapat bekerja efektif di semua tempat tersebut,
20
terutama bila dipakai tunggal. Sering digunakan kombinasi obat untuk meningkatkan
hasil pengobatan.
Amebiasis asimtomik (carrier atau cyst passer)
Carrier atau cyst passer, walaupun tanpa keluhan dan gejala klinis, sebaiknya diobati. Hal
ini disebabkan karena amoeba yang hidup sebagai komensal di dalam lumen usus besar,
sewaktu-waktu dapat berubah menjadi patogen. Disamping itu carrier juga merupakan
sumber infeksi utama. Trofozoit banyak dijumpai di lumen usus besar tanpa atau sedikit
sekali menimbulkan kelainan mukosa usus. Ulkus yang ditimbulkan hanya superficial,
tidak mencapai lapisan submukosa. Kelainan tersebut tidak menyebabkan gangguan
peristaltik usus, sehingga tidak menimbulkan keluhan dan gejala klinis. Obat yang
diberikan adalah amebisid luminal, misalnya:
1. Diloksanid furoat (Diloxanite furoate) : Dosis : 3x500 mg sehari, selama 10 hari. Saat
ini obat ini merupakan amebesid luminal pilihan, karena efektivitasnya cukup tinggi
(80-85 %), sedang efek sampingnya sangat minimal hanya berupa berupa mual dan
kembung.
2. Diyodohidroksikin(diiodohydroxyquin) : Dosis 3 x 600 mg sehari, selama 10 hari.
3. Yodoklorohidroksikin (Iodochlorohydroxyquin) atau kliokinol (clioquinol) : Dosis ; 3
x 250 mg sehari, selama 10 hari.
halogenated
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Harrison. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC
2. IDI. 2013. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
3. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :
EGC
4. Aru, Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
5. Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
6. Silbernagl, Stefan., dan Lang, Florian. 2006. Teks dan Atlas dan Berwarna
Patofisiologi. Jakarta : EGC
7. Rasmaliah. 2003. Epidemiologi Amebiasis dan Upaya Pencegahan. Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3770/1/fkm.rasmaliah.pdf
8. Brown HW. 1983. Dasar Parasitologi Klinis. Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia
9. Willmana, Freddi., dan Gan, Sulistian. 2009. Farmakologi dan Terapi Edisi 5.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
23