Preskas IMA Setengah Jadi
Preskas IMA Setengah Jadi
PENDAHULUAN
Infark miokard akut (IMA) atau yang lebih dikenal dengan serangan jantung
adalah keadaan dimana suplai darah pada suatu bagian jantung terhenti sehingga sel otot
jantung mengalami kematian (Robbins, 2007). Satu juta orang di Amerika Serikat
diperkirakan menderita infark miokard akut tiap tahunnya dan 300.000 orang meninggal
karena infark miokard akut sebelum sampai ke rumah sakit ( Christofferson, 2009).
Penyakit jantung cenderung meningkat sebagai penyebab kematian di Indonesia.
Laporan Profil Kesehatan Kota Semarang tahun 2010 menunjukkan bahwa kejadian
penyakit jantung dan pembuluh darah sebanyak 96.957 kasus dan sebanyak 1.847 (2%)
kasus merupakan kasus infark miokard akut. Penyakit jantung dan pembuluh darah
merupakan penyakit tidak menular yang menjadi penyebab utama kematian dan selama
periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 telah terjadi kematian sebanyak 2.941
kasus dan sebanyak 414 kasus (14%) diantaranya disebabkan oleh infark miokard akut
(Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2010).
Infark miokard akut dapat menimbulkan berbagai komplikasi antara lain
gangguan irama dan konduksi jantung, syok kardiogenik, gagal jantung, ruptur jantung,
regurgutasi mitral, trombus mural, emboli paru, dan kematian (Sugiri , 1994; Sudoyo,
2010). Angka mortalitas dan morbiditas serta komplikasi IMA masih tinggi. Hal ini
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung
yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti
setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari
pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak
mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat
mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark (Guyton, 2007).
Terdapat beberapa klasifikasi tipe IMA, menyebabkan evolusi definisi IMA.
IMA terdiri dari lima tipe. Tipe I yaitu infark miokard spontan, tipe II, infark akibat
proses iskemia, tipe III, infark yang menyebabkan kematian tanpa adanya nilai
biomarker, tipe IV berkaitan dengan tindakan intervensi perkutan, dan tipe V yang
berhubungan dengan Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) (Thygesen et al,
2012).
Dari anamnesis didapatkan nyeri dada khas angina berupa nyeri dada rasa
berat/ ditindih/dihimpit di daerah retrosternal menjalar kelengan kiri, leher rasa
tercekik atau rasa ngilu rahang bawah yang timbul saat aktivitas dan berkurang saat
istirahat. Untuk nyeri dada angina lamanya <20 menit. Untuk nyeri dada infark
nyeri >20 menit dan tidak berkurang walau dengan pemberian nitrat. Adanya nyeri
tipikal ini 24% kemungkinan IMA akut, dan kemungkinan menurun 1% jika nyeri
bersifat posisional atau pleuritik pada pasien tanpa riwayat PJK. Nyeri yang muncul
dapat berupa sensasi tajam, tertusuk, atau terbakar. Nyeri tipe ini memiliki
probabilitas 23 % terjadinya IMA. Nyeri epigastrium dan nyeri dada tidak khas,
tidak disertai penjalaran, atau kadang-kadang hanya keringat dingin dan lemas saat
aktivitas biasanya terjadi pada orang tua atau pada penderita diabetes melitus
(Christofferson, 2009; Burke dan Virmani, 2007; Rhee et al,2011).
Gejala sistemik yang muncul berupa mual, muntah dan keringat dingin dan
kadang-kadang bisa sampai pingsan. Nyeri dada angina ekivalen yaitu presentasi
klinis tidak berupa nyeri dada tetapi sesak napas. Dapat disertai pingsan terutama
pada orang tua (Christofferson, 2009; Burke dan Virmani, 2007; Daubert et al,
2010).
Pemeriksaan EKG memegang peranan penting dalam mendiagnosa IMA, dan
harus dilakukan dalam 10 menit setelah berada pada pusat kesehatan. Pada
otak, menunjukkan adanya dua fase adaptasi, yang disebut pertahanan jangka
pendek dan penyelamatan jangka panjang. Tujuan mekanisme pertahanan jangka
pendek adalah membentuk keseimbangan baru antara ketersediaan dan kebutuhan
oksigen, dengan kombinasi down regulation kontraksi dan upregulation produksi
energi anaerobik melalui glikolisis. Penyelamatan jangka panjang sampai saat ini
belum diketahui jelas, tetapi bahwa tampaknya iskemia melalui hipoksia mampu
menginduksi serangkaian sinyal seluler yang menyebabkan mekanisme protektif
genetik reprogramming. Bila dua fase adaptasi ini gagal, karena iskemi yang terjadi
sangat berat maka akan terjadi nekrosis sel. Adaptasi jangka panjang merupakan
reaksi protektif terhadap terjadinya iskemi, seperti hibernasi dan stunning (H.Opie,
2004; Rhee et al, 2011).
Pada iskemia dengan onset sangat cepat, terdapat ketidakseimbangan energi,
khususnya phospocreatinin, yang menjaga kadar Adenosine Triphosphat (ATP)
selama mungkin melalui peningkatan phosphat inorganik intraseluler. Substrat ini
juga merupakan sinyal utama untuk downregulation kontraksi. Secara simultan
penurunan status energi merupakan sinyal utama peningkatan glikolisis anaerob.
Dari glikolisis anaerob ini pulalah didapat sumber utama pemecahan glikogen pada
onset akut, segera diikuti oleh peningkatan transport glukosa akibat translokasi dari
transporter glukosa GLUT 1 dan GLUT 4 ke sarkolema (H.Opie, 2004).
Pada saat terjadi iskemia, terdapat perkembangan asidosis intraseluler yang
berperan pada penurunan kontraksi. Jadi miokard yang mengalami iskemik dapat
bertahan dalam waktu tertentu melalui kombinasi inhibisi kontraksi dan inisiasi
glikolisis anaerob. Bila dilakukan reperfusi, maka akan terjadi perbaikan fungsi
mekanis, dan perbaikan abnormalitas metabolik (H.Opie, 2004).
Iskemia tidak dipulihkan dapat menjadi infark. Umumnya patofisiologi
terjadi dalam dua tahap, yaitu terjadinya perubahan awal dan terjadinya perubahan
yang terjadi belakangan. Pada fase awal, terdapat evolusi infark dan gangguan
fungsional penurunan oksigen pada kontraktilitas miokard. Perubahan awal ini
puncaknya pada terjadinya nekrosis koagulatif miokard dalam 2-4 hari. Seiring
dengan penurunan oksigen pada miokard dimana pembuluh darah yang
memberinya nutrisi teroklusi, terdapat pergeseran cepat dari metabolisme aerob ke
arah metabolisme anaerob (H.Opie, 2004; Weil dan Tang, 2011).
Mitokondria tidak mampu mengoksidasi lemak atau produk glikolisis, oleh
karena itu terjadi penurunan phosphat energi tinggi dan metabolisme anaerob
narkotik
untuk
menghilangkan
rasa
nyeri
sering
BAB III
STATUS PASIEN
A. Anamnesis
1. Identitas Penderita
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Suku
Status Perkawinan
No. Rekam Medis
2. Keluhan Utama
3. Riwayat Penyakit Sekarang
: Tn. S
: 45 tahun
: Laki-laki
: Tangerang
: Islam
: Jawa
: Menikah
: 451844
: Nyeri dada
: disangkal
: disangkal
: disangkal
d. Riwayat diabetes mellitus : disangkal
e.Riwayat sakit jantung : disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
c.Riwayat sakit jantung : disangkal
: disangkal
e. Riwayat alergi
f. Riwayat asma
6. Riwayat Kebiasaan
: disangkal
: disangkal
a.Riwayat merokok
: satu bungkus/hari
Kepala
kering (-), teleangiektasis (-), petechie (-), ikterik (-), ekimosis (-)
: bentuk normocephal, rambut mudah rontok (-), luka (-), atrofi m.
Mata
temporalis (-).
: mata cekung (-/-), oedem palpebra (-/-), konjungtiva pucat (-/-),
sklera ikterik (-/-), perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor
dengan diameter (3 mm/3 mm), edema palpebra (-/-), strabismus
Telinga
Hidung
Mulut
(-/-)
: sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-)
: nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
: sianosis (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi(-), gusi berdarah (-),
Leher
Axilla
Thorax
Jantung
Inspeksi :
Palpasi :
medioklavicularis sinistra
Perkusi :
Batas jantung kanan atas: SIC II linea parasternalis dextra
Batas jantung kanan bawah: SIC IV linea parasternalis dekstra
Batas jantung kiri atas: SIC II linea parasternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah: SIC IV linea medioklavicularis sinistra
Auskultasi
: bunyi jantung I-II intensitas meningkat, reguler,
bising (-), gallop (-).
Pulmo
a. Depan
Inspeksi
- Statis:
tidak mendatar
- Dinamis
:
simetris
:
pergerakan kanan = kiri, fremitus raba
kanan = kiri
Perkusi
- Kanan
medioclavicularis sinistra
Auskultasi
- Kanan
- Dinamis
kiri
Perkusi
- Kanan
X
- Kiri : Sonor, mulai redup pada batas paru bawah V. Th XI
- Peranjakan diafragma 4 cm kanan = kiri
Auskultasi
- Kanan
: Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah halus (+)
1/3 basal paru, krepitasi (-)
- Kiri : Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan wheezing
(-), ronkhi basah kasar (-),ronkhi basah halus (+) 1/3 basal
paru, krepitasi (-)
Abdomen
Inspeksi
venektasi (-), sikatrik (-), striae (-), caput medusae (-), ikterik
(-)
Auskultasi :
Akral Dingin -
C. Assesment
Diagnosis : Infark miokard akut
D. Penatalaksanaan
Nonmedikamentosa
Tirah baring sampai 24 jam bebas angina
Diet = rendah natrium, rendah lemak, tinggi kalium, tinggi
serat
Edukasi pasien untuk tidak mengejan
Medikamentosa
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
O2 2-3 lpm
Infus RL 10 tpm
Injeksi Streptokinase
Injeksi morfin sulfat 4 mg
Isosorbid dinitrate 3x5 mg
Aspilet320 mg
Clopidogrel 300 mg
E. Pembahasan Obat
1. Oksigen
Suplemen oksigen terutama diberikan segera bagi mereka dengan
saturasi O2 arteri <95% atau yang mengalami distres respirasi. Selain itu,
oksigen juga dapat diberikan pada semua pasien infark miokard akut dalam
6 jampertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri. Oksigen
diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan suply oksigen di tubuh.
2. Infus RL
RL merupakan cairan yang paling fisiologis yang dapat diberikan
pada kebutuhan volume dalam jumlah besar. RL banyak digunakan sebagai
replacement therapy, antara lain untuk syok hipovolemik, diare, trauma, dan
luka bakar.
Laktat yang terdapat di dalam larutan RL akan dimetabolisme oleh
hati menjadi bikarbonat yang berguna untuk memperbaiki keadaan seperti
asidosis metabolik. Kalium yang terdapat di dalam RL tidak cukup untuk
pemeliharaan sehari-hari, apalagi untuk kasus defisit kalium.
Larutan RL tidak mengandung glukosa, sehingga bila akan dipakai
sebagai cairan rumatan, dapat ditambahkan glukosa yang berguna untuk
mencegah terjadinya ketosis.
Kemasan larutan kristaloid RL yang beredar di pasaran memiliki
komposisi elektrolit Na+ (130 mEq/L), Cl- (109 mEq/L), Ca+ (3 mEq/L),
dan laktat (28 mEq/L). Osmolaritasnya sebesar 273 mOsm/L. Sediaannya
adalah 500 ml dan 1.000 ml.
Cara kerja:
a. Ringer laktat merupakanlarutan isotoni natrium klorida, kalium klorida,
kalsium klorida, dan natrium laktat yang komposisinya mirip dengan
cairan ekstraseluler.
b. Merupakan cairan pengganti pada kasus-kasus kehilangan cairan
ekstraseluler.
dapat
digunakan
adalah
Streptokinase.
Streptokinase
dapat
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung
yang menyebabkan sel otot jantung mati. Terdapat berbagai mekanisme
patofisiologi penyebab terjadinya IMA, antara lain aterosklerosis, sindrom
vaskulitis, emboli koroner (contoh dari endokarditis, katup buatan), anomali
kongenital arteri koroner, trauma koroner atau aneurisma, spasme pembuluh darah
DAFTAR PUSTAKA
Antman EM, Hand M, Armstrong PW, Bates ER, Green LA, Hochman JS, et al.
Focused update of the ACC/AHA 2004 guidelines for the management of patients
with ST-elevation myocardial infarction: a report of the American College of
Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines:
developed in collaboration with the Canadian Cardiovascular Society, endorsed by
the American Academy of Family Physicians: 2007 Writing Group to Review
New Evidence and Update the ACC/AHA 2004 Guidelines for the Management
of Patients With ST-Elevation Myocardial Infarction, writing on behalf of the
2004 Writing Committee. J Am Coll Cardiol. 2008;51:210247.
Burke AP, Virmani R. 2007. Pathophysiology of Acute Myocardial Infarction. Med Clin
North Am, 91, 553-572; ix.
Christofferson RD. Acute Myocardial Infarction. In : Griffin BP, Topol EJ, eds. Manual
of cardiovascular medicine. 3rd ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.
2009. p.1-28.
Daubert MA, Jeremias A., et al. 2010. Diagnosis of Acute Myocardial Infarction. In:
Jeremias, A. danBrown, D. L. (eds.) Cardiac Intensive Care 2nd Ed. 2 ed. United
States of America: Saunders Elsevier.
Dinas Kesehatan Kota Semarang. Profil Kesehatan Kota Semarang tahun 2010.
Available from: http://dinkes-kotasemarang.go.id/
Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. 17th Edition Harrisons
Principles of Internal Medicine. New South Wales : McGraw Hill; 2010.
Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 2007.
H.Opie, L. 2004. Aerobic and Anaerobic Metabolism. In: H.Opie, L. (ed.) Heart
Physiology : from Cell to Circulation. 4th ed. United States of America:
Lippincolt Williams & Wilkins.
Hamm, C. W., Bassand, J. P., et al. 2011. ESC Guidelines for the management of acute
coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-segment
elevation: The Task Force for the management of acute coronary syndromes
(ACS) in patients presenting without persistent ST-segment elevation of the
European Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J, 32, 2999-3054.
Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwalds Heart Disease : A textbook of
Cardiovascular Medicine. Philadephia: Elsevier; 2008.
Rhee, J. W., Sabatine, M. S., et al. 2011. Acute Coronary Syndrome. In: S.Lilly, L. (ed.)
Pathophysiology of Heart Disease. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta: EGC; 2007.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V.
Jakarta: Interna Publishing; 2010.
Sugiri. Penggunaan Trombolisis pada Penderita Infark Miokard Akut. Jurnal Kardiologi
Indonesia. 1994;28(3).
Thygesen, K., S.Alpert, J., et al. 2012. Third Universal Definition of Myocardial
Infarction. European Heart Journal, 1-17.