PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penulisan
Kesehatan gigi merupakan suatu masalah yang selayaknya mendapatkan
perhatian dalam porsi besar, sampai saat ini masalah kesehatan gigi maasih
banyak ditemukan seperti misalnya kasus karies gigi, karena prevalensinya
cukup tinggi dalam ilmu Kedokteran Gigi di Indonesia. Berdasarkan hasil studi
morbiditas Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)-Survey Kesehatan
Nasional (SURKENAS) tahun 2004 menyebutkan bahwa prevalensi penyakit gigi
di Indonesia adalah 90,05 %. Hal ini merupakan salah satu bukti tidak terawatnya
kondisi gigi dan mulut masyarakat Indonesia. Namun masyarakat di Indonesia
masih belum mempertimbangkan kesehatan gigi dan mulutnya. Terbukti dari
separuh masyarakat Indonesia berusia 10 tahun mengidap masalah gangguan
gigi dan mulut yang masih banyak belum teratasi (Soemariyah, 2010).
Kesehatan gigi sangat berkaitan erat dengan keutuhan serta kesehatan
jaringan pendukungnya. Jaringan pendukung gigi (jaringan periodontal) yang
terdiri dari gingiva (gusi), sementum, ligamen periodontal serta tulang alveolar
merupakan struktur yang menjaga gigi terlindung serta terfiksasi pada tempatnya.
Namun demikian, jaringan periodontal justru dapat menjadi media bagi transmisi
penyakit-penyakit infeksi rongga mulut, bahkan kerusakan jaringan periodontal
sendiri dapat menjadi faktor predisposisi bagi gangguan kesehatan
gigi (Simarmata, 2008).
Infeksi dapat mengenai dentin dan pulpa melalui sulcus gingiva maupun
sirkulasi apikal yang berasal dari ligamen periodontal. Infeksi maupun tekanan
kunyah dapat menyebabkan tulang alveolar turun sampai dibawah hubungan
sementum-enamel, yang akan diikuti oleh resesi gingiva dan terbentuk poket.
Keberadaan poket ini meningkatkan potensi stagnasi bakteri pada kalkulus yang
berakhir dengan gingivitis atau karies. Dengan demikian menjaga keutuhan dan
kesehatan struktur pendukung gigi adalah sama pentingnya dengan perawatan
gigi itu sendiri (Simarmata, 2008).
Dari penjelasan diatas menunjukkan bahwa sesungguhnya pengetahuan
mendalam tentang struktur anatomi jaringan periodontal dalam mendukung
kesehatan gigi sangat diperlukan terutama bagi tenaga kesehatan gigi, hal ini
disebabkan oleh adanya fungsi penting dari struktur tersebut terhadap
kelangsungan gigi-geligi. Maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam
mengenai anatomi serta fungsi jaringan periodontal dalam sistem stomatognasi
terutama dalam kepentingannya di dunia kedokteran gigi praktis.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah struktur anatomi dan histologi dari jaringan pendukung gigi?
TINJAUAN PUTAKA
2.1 Struktur Jaringan Periodontal
Jaringan periodontal terdiri dari gingiva dan jaringan periradikuler. Jaringan
periradikular terdiri dari sementum, yang menutupi akar gigi, prosesus alveolar
yang membentuk saluran tulang yang berisi akar gigi, dan ligament periodontal,
yang serabut kolagennya, tertanam di dalam sementum akar dan di dalam
prosesus alveolar, mengikatkan akar pada jaringan di sekelilingnya. Pada daerah
ini terletak jalan masuk dan keluar antara saluran akar dan jaringan disekitarnya
dan muncul reaksi patologik terhadap penyakit pulpa(Grossman, 1995).
2.2 Gingiva
2.2.1 Klasifikasi Anatomi Gingiva
Pada orang dewasa, gingiva normal menutupi tulang alveolar dan akar gigi kearah
koronal dari hubungan sementum enamel. Secara anatomis, gingiva dibagi menjadi
marginal, attached, dan area interdental. Meskipun masing-masing gingiva memiliki
perbedaan kekerasan dan struktur histologi, tetapi secara umum gingiva berperan
untuk melindungi kerusakan mekanik maupun bacterial. Karena itu, spesifisitas dari
struktur gingiva menunjukkan efektivitasnya untuk menjadi tameng dari penetrasi
mikroba maupun agen berbahaya untuk masuk ke jaringan yang lebih
dalam (Carranza, 2006).
Marginal Gingiva. Marginal gingiva merupakan bagian tepi gingiva yang
menyelimuti gigi seperti kerah pada baju. Pada 50% kasus, Lapisan ini terletak pada
daerah koronal dari bagian gingiva yang lain, batas marginal gingiva dengan
attached gingiva ditandai dengan adanya cerukan dangkal yang disebut free gingival
groove. Marginal gingiva umumnya memiliki lebar 1mm, membentuk dinding
jaringan lunak dari sulkus gingiva. Marginal gingiva dapat dipisahkan dengan
permukaan gigi dengan menggunakan probe periodontal.
Marginal ginggiva berbatasan dengan gingiva cekat oleh suatu indentasi (lekukan)
yang dinamakan alur gusi bebas (free gingival groove). Alur gusi bebas berada pada
level yang setentang dengan tepi apikal epitel penyatu, tetapi tidak berarti bahwa
level-nya setentang dengan dasar sulkus gingiva. Alur gusi bebas hanya dijumpai
pada 50% individu, dan ada atau tidaknya alur tersebut pada individu tidak dapat
dikaitkan dengan terinflamasi atau tidaknya gingiva. (Carranza, 2006).
Berdasarkan aspek morfologis dan fungsionalnya dibedakan atas tiga bagian, epitel
oral/luar (oral/outer epithelium), epitel sulkular/krevikular (sulcular/crevicular
epithelium), epitel penyatu/jungsional (junctional ephitelium) (Carranza, 2006).
Fungsi utama epitel gingival adalah melindungi struktur yang berada dibawahnya,
serta memungkinkan terjadinya perubahan selektif dengan lingkungan
oral. Perubahan tersebut dimungkinkan oleh adanya proses proliferasi dan
diferensiasi(Carranza, 2006).
Epitel gingiva disatukan ke jaringan ikat oleh lamina basal. Lamina basal terdiri atas
lamina lamina basal. Lamina basal terdiri atas lamina lamina basal. Lamina basal
terdiri atas lamina lusida dan lamina densa. Hemidesmosom dari sel-sel epitel basal
mengikat lamina lusida.Komposisi utama dari lamina lusida adalah laminin
glikoprotein, sedangkan lamina densa adalah berupa kolagen tipe IV. Lamina basal
berhubungan dengan fibril-fibril jaringan ikat dengan bantuan fibril-fibril penjangkar
(anchoring fibrils) (Carranza, 2006).
Epitel oral. Epitel oral merupakan epitel skuama berlapis yang berkeratin
(keratinized) atau berparakeratin (parakeratinized) yang membalut permukaan
vestibular dan oral gingiva.Meluas dari batas mukogingival ke krista tepi gingiva
(crest gingival margin), kecuali pada permukaan palatal dimana epitel ini menyatu
dengan epitel palatum. Lamina basal yang menyatukan epitel gingiva ke jaringan
ikat gingiva bersifat permeabel terhadap cairan, namun dapat menjadi penghalang
bagi bahan partikel tertentu. Mempunyai rete peg yang menonjol ke arah lamina
propria. (Carranza, 2006).
f. Vaskularisasi gingiva
Suplai darah pada gingiva melalui 3 jalan yaitu:
a. Arteri yang terletak lebih superfisial dari periosteum, mencapai
gingiva pada daerah yang berbeda di rongga mulut dari cabang
arteri alveolar yaitu arteri infra orbital, nasopalatina, palatal, bukal,
mental dan lingual (Grossman, 1995).
b. Pada daerah interdental percabangan arteri intraseptal (Grossman,
1995).
c. Pembuluh darah pada ligamen periodontal bercabang ke luar ke arah
gingival. Suplai saraf pada periodontal mengikuti pola yang sama
dengan distribusi suplai darah (Grossman, 1995).
2.3 Sementum
Jaringan Interstisial
Jaringan interstisial adalah jaringan penghubung longgar yang mengelilingi
pembuluh darah dan limfatik, saraf, dan bundle serabut. Jaringan ini berisi
serabut kolagen, lepas dari ikatan serabut ligament periodontal. Perubahan di
dalam bundle serabut yang terus menerus. Ruang ini dalam ligament periodontal,
terisi dengan jaringan interstisial, pembuluh darah, pembuluh limfa, dan saraf,
disebut ruang interstisial (Grossman, 1995).
Inervasi
Saraf alveolar yang dimulai pada saraf trigeminal, menginervasi ligamen
peridontal dan dibagi dalam saraf peridontal mendaki (ascending) atau saraf gigi,
saraf interalveola dan saraf intraradikular. Saraf ligamen periodontal, seperti pada
jaringan konektif lainnya, mengikuti distribusi arteri. Cabang cabang alveolar
menginervasi daerah apikal, cabang interalveolar menginervasiligamen
peridontal lateral, dan cabang-cabang saraf interadikular menginervasi ligamen
periodontal furkasi gigi posterior (Grossman, 1995).
Saraf berakhir sebagai serabut dengan diameter kecil atau besar. Serabut
berdiameter kecil, baik yang bermielin atapun yang tidak bermielin, berakhir
sebagai ujung bebas pada ruang interstisial dan berhubungan dengan rasa sakit.
Serabut berdiameter besar bermielin, berakhir sebagai ujung khusus berupa
tombol atau kumparan dekat serabut utama ligamen peridontal, dan merupakan
mekanoseptor yang berhubungan dengan sentuhan, tekanan dan
propriosepsi (Grossman, 1995).
Saraf simpapetik mengikuti pembuluh darah arterial dalam ligamen
periodontal. Saraf-saraf itu berhubungan dengan kontrol vasomotor aliran darah
di dalam arteri dan kapiler (Grossman, 1995).
Ujung saraf ligamen peridontal memungkinkan seseorang merasakan
sakit, sentuhan, tekanan, propriosepsi. Propiosepsi, yang memberikan informasi
pada gerakan dan posisi dalam ruang, memungkinkan seseorang merasakan
kekuatan yang diberikan pada gigi-gigi, gerakan gigi dan tempat benda asing
pada atau diantara permukaan gigi. Rasa propioseptif ini dapat menggerakkan
mekanisme refleks protektif yang membuka rahang bawah untuk mencegah injuri
pada gigi atau ligamen periodontal bila seseorang menggigit suatu benda keras.
Propiosepsi memungkinkan lokalisasi daerah inflamasi pada ligamen periodontal.
Reaksi inflamasi semacam itu pada ligamen peridontal dapat diketahui dengan
ujian perkusi dan palpasi(Grossman, 1995).
Kalsifikasi
dengan
osteositnya,
dan
kanalikuli
memberikan
tulang
sifat
histologiknya (Grossman, 1995).
Tulang alveolar yang sebenarnya terdiri dari bundel tulang di tepi alveoli
dan tulang yang berlamela ke daeah pusat prosesus alveolar. Tulang disebelah
tepi disebut bundel tulang karena serabut Sharpey ligament periodontaltertanam
didalamnya. Karena serabut Sharpey di sebelah tepi dapat mengapur dan karena
lamela hampir tidak jelas, tulang ini tebal dan mempunyai penampilan yang lebih
radiopak dalam radiograf daripada tulang kanselus atau ruang ligament
periodontal. Gambaran radiogfrafik tulang alveolar sebenarnya disebut
lamina dura (Grossman, 1995).
Tulang alveolar yang sebenarnya dapat juga dianggap sebagai plat
kribriform. Istilah ini timbul karena banyaknya foramina yang melubangi tulang.
Foramina ini berisi pembuluh darah dan saraf yang mensuplai gigi-gigi, ligament
periodontal dan tulang (Grossman, 1995).
JARINGAN
PERIODONTAL
FUNGSI STOMATOGNASI
BAB IV
PEMBAHASAN
Jaringan periodontal adalah jaringan yang mengelilingi gigi dan berfungsi sebagai
penyangga gigi, terdiri dari gingiva, sementum, ligament periodontal dan tulang
alveolar. Sebelum memahami kerusakan jaringan periodontal, sebaiknya dimulai
dengan gingiva yang sehat dan tulang pendukung yang normal. Gingiva yang sehat
dapat menyesuaikan diri dengan keadaan gigi.
Sebagai contoh hubungan gangguan gigi dengan jaringan periodontal adalah terjadinya
penyakit infeksi periodontal. Permulaan terjadinya kerusakan timbul saat plak bakterial
terbentuk dimahkota gigi, meluas disekitarnya dan menerobos sulkus gingiva kemudian
merusak gingiva sekitarnya. Plak menghasilkan sejumlah zat yang secara langsung atau tidak
terlibat dalam perkembangan penyakit periodontal. Peradangan pada gingiva dan
perkembangannya di bagian tepi permukaan gigi terjadi saat koloni mikroorganisme
berkembang.
Gigi yang sehat harus didukung oleh akar gigi dan jaringan periodontal yang sehat.
Dalam kaitannya sistem pertahanan, gingiva menjadi tameng dari penetrasi mikroba maupun
agen berbahaya untuk masuk ke jaringan yang lebih dalam. Sementum juga mempunyai fungsi
protektif karena lebih resisten terhadap rasorpsi daripada tulang, yang mungkin disebabkan
avaskularitasnya.
Ligamen periodontal, sebagaimana telah disebutkan, merupakan daerah vaskuler yang
dipersyarafi oleh serabut-serabut saraf simpapetik mengikuti pembuluh darah arterial dalam
ligamen periodontal. Saraf-saraf itu berhubungan dengan kontrol vasomotor aliran darah di
dalam arteri dan kapiler. Pengaturan aliran darah ini sangat diperlukan dalam kaitannya
dengan control tekanan intrapulpa dan jaringan disekitarnya. Telah dimaklumi bahwa ruang
pulpa adalah daerah yang relatif tertutup, sehingga peningkatan tekanan hidrolik dalam ruang
pulpa dapat mempengaruhi dinamika seluler dan nervus yang tinggi. Dalam hal ini saraf-saraf
simpatetik memiliki kepekaan untuk mengatur diameter pembuluh darah dalam tujuannya
untuk mengatur keseimbangan tekanan intrapulpal.
Selain itu, rasa propioseptif dapat menggerakkan mekanisme refleks protektif yang
membuka rahang bawah untuk mencegah injuri pada gigi atau ligamen periodontal bila
seseorang menggigit suatu benda keras.
Penyakit pulpa dapat mempengaruhi jaringan daerah periradikular. Perubahan radang
akut pada ligament periodontal yang dimulai dalam pulpa menyebabkan ekstrusi gigi.
Perubahan radang kronis yang berasal dari pulpa pada ligamen periodontal dapat
menyebabkan resorpsi lamina dura, resorpsi akar eksternal, daerah resopsi tulang, atau
daerah pemadatan tulang. Penyakit sistemik dapat juga menyebabkan perubahan tulang pada
daerah peradikular.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Gigi difiksasi dan dilindungi pada tempat perlekatannya dengan tulang rahang
oleh jaringan periodontal atau jaringan penyangga gigi.
2. Jaringan penyangga gigi terdiri dari gingiva dan jaringan periradikuler.
3. Jaringan periradikuler terdiri dari atas cementum, ligamen periodontal, serta
processus alveolaris.
4. Kesehatan dan keutuhan jaringan penyangga gigi ini sangat menentukan
kesehatan gigi-geligi.
5.2 Saran
1. Mengingat
betapa
pentingnya
kesehatan
jaringan
periodontal
terhadap
sangat
diperlukan
mengingat