Anda di halaman 1dari 76

ASKEP KEPERAWATAN

Rabu, 07 Agustus 2013


ASKEP TBC

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. D.M


DENGAN TUBERKOLOSIS PARU DI IRINA C2
RSU Prof. DR. R.D. KANDOU MANADO

Disusun Oleh:
DEPARTEMEN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DEPKES MANADO
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
2008

LAPORAN PENDAHULUAN
TUBERKULOSIS PARU

1.

Pengertian

Tuberkolosis adalah infeksi penyakit menular yan disebabkan oleh mycobacterium


tuberculosis, suatu basil aerobik tahan asam yang ditularkan melalui udara
(airborne). Pada hampir semua kasus infeksi tuberculosis didapatkan melalui
inhalasi partikel kuman yang kecil (sekitar 1-5 mm).
2.

Etiologi

Penyebab dari penyakit tuberculosis paru adalah kuman (bakteri) yang hanya dapat
dilihat dengan miroskop, yaitu mycobacterium tuberculosis. Microbakteri adalah
bakteri aerob, berbentuk batu yang membentuk spora.
3.

Patofisiologi

Penyebab tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan


keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam
udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet,
ventilasi yang buruk dan kelembaman. Dalam suasana lembab dan gelap kuman
dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. BCG partikel infeksi ini terhisap
oleh orang sehat, maka akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Kuman
akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag.
Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag kewar dari
cabang trakea bronchial bersama gerakan silia dalam sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, maka akan berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Disini kuman dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya.
Bila, masukke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru
menjadi TB milier.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus dan
juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening virus. Semua proses ini memakan
waktu 3-8 minggu.
4.

Manifestasi Klinik

Gejala klinik tuberculosis dapat dibagi dalam dua golongan yaitu gejala respiratorik
dan gejala sistemik.
a.

Gejala respiratorik

1.

Batuk lebih dari 3 minggu

2.

Batuk darah

3.

Nyeri dada

b.

Gejala sistemik

1.

Demam

2.
Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan
menurun.
5.
a.
b.

Pemeriksaan diagnostic
Kultur sputum : positif untuk mycrobacterium tuberculosis
Ziehl-Neelsen : positif untuk basil-basil asam cepat

c.
Teskulit (PPD, Mantoux, Potongan volumer) menunjukkan : infeksi masa lalu
dan adanya anti bodi, tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif.
d.
e.

Foto thorax : menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas.
Histologi atau kulutr jaringan: positif untuk mycobacterium tuberculosis.

f.
Pemeriksaan fungsi paru: penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara residu dan kapasitas paru total, dan penurunan satuarasi
desigen sekunder terhadap infiltrasi perenkim atau fibrosis, kehilangan jaringan
paru dan penyakit pleural.
6.

Penatalaksanaan / Pengobatan

Penilaian keberhasilan pengobatan didasarkan pada hasil pemeriksaan bakteriologi


dan klinis. Kesembuhan tuberculosis paru yang baik akan memperhatikan sputum
BTA(-), adanya perbaikan radiology dan menghilangkan gejalah.
7.

Komplikasi

a.

Batuk darah

b.

Pneumothorax

c.

Luluh paru

d.

Gagal nafas

e.
f.

Gagal jantung
Efusi pleura

8.

Pencegahan

Dapat dilakukan dengan cara;


a.
b.

Vaksinasi BCG pada bayi dan anak.


Terapi pencegahan

c.
Diagnosis dan pengobatan tuberculosis pengobatan (+) untuk mencegah
penularan.

PENGKAJIAN KEPERAWATAN

A.

Pengkajian

Identitas Pasien
Yang terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, dan lain-lain.
Riwayat Kesehatan
a.

Keluhan utama

Kebanyakan kasus dijumpai klien masuk dengan keluhan batuk yang lebih dari 3
minggu.
b.

Riwayat keluhan utama

Biasanya batuk dialami lebih dari 1 minggu disertai peningkatan suhu tubuh,
penurunan nafsu makan dan kelemahan tubuh.
B.
a.

Kebutuhan Dasar Manusia (Gordon)


Resepsi Kesehatan dan Manajemen Kesehatan

Pandangan pasien tentang penyakitnya dan cara yang dilakukan pasien menangani
penyakitnya.
b.

Aktifitas dan latihan

Biasanya pasien mengalami penurunan aktifitas berhubungan dengan kelemahan


tubuh yang dialami.
c.

Istirahat dan tidur

Istirahat dan tidur sering mengalami gangguan karena batuk yang dialami pada
malam hari
d.

Nutrisi metabolic

Kemampuan pasien dalam mengkonsumsi makanan dmengalami penurunan akibat


nafsu makan yang kurang / malaise.
e.

Eliminasi

Pasien dengan TB Paru jarang ditemui mengalami gangguan eliminasi BAB dan BAK.
f.

Kognitif Perseptual.

Daya ingat pasien TB Paru kebanyakan dijumpai tidak mengalami gangguan.


g.

Konsep Diri

Perasaan menerima dari pasien dengan keadaannya, kebanyakan pasien tidak


mengalami gangguan konsep diri.

h.

Pola Koping

Mekanisme pertahanan diri yang biasa digunakan oleh pasien adalah dengan
meminta pertolongan orang lain.
i.

Pola seksual reproduksi

Kemampuan pasien untuk melaksanakan peran sesuai dengan jenis kemalin.


Kebanyakan pasien tidak melakukan hubungan seksual karena kelemahan tubuh
j.

Pola peran Hubungan

Perubahan pola peran hubungan dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas
fisik untuk melakukan peran.

k.

Nilai dan kepercayaan

Agama yang dianut oleh pasien dan ketaatan pasien dalam melaksanakan ajaran
agama biasanya pasien tidak mengalami gangguan dalam sisitem nilai dan
kepercayaan.

ASUHAN KEPERAWATAN
No
.

Diagnosa
Keperawatan

Tujuan

1.

Bersihan jalan nafas Bersihan


tidak
efektif nafas
berhubungan dengan efektif
penumpukan sekret
purulen pada jalan
nafas.

Intervensi

Rasional

jalan 1.
kaji fungsi pernafasan, Penurunan b
kembali contoh
bunyi
nafas, dapat
m
kecepatan dan irama.
atelektasis, ro
menunjukkan
sekret ketidak
membersihkan

Posisi
memaksimalka
2.
berikan pasien posisi paru
dan
semi fowler atau fowler upaya pernafas
tinggi bantu pasien untuk
batuk efektif dan latihan
nafas dalam.

Pemasukan ti
3.
pertahankan masukan membantu
cairan
sedikitnya
2500 mengencerkan
ml/hari,
kecuali
kontra membuatnya
dikeluarkan.
indikasi

Agen
menurunkan
dan perlengke
4.
kolaborasi
untuk paru untuk m
pemberian
obat
sesuai pembersihan.
indikasi, obat mukolitik

2.

Perubahan
nutrisi Menunjukkan berat
kurangn
dari badan meningkat.
kebutuhan
tubuh
berhubungan dengan
produksi
sputum,
anoreksia

1.
catat
status
nutrisi
pasien, catat turgor kulit,
berat badan dan derajat
kekurangan berat badan,
kemampuan
/
ketidak
mampuan menelan, riwayat
mual-muntal.

2.
awasi masukan atau
pengeluaran
dan
berat

Berguna
mendefinisikan
masalah
menentukan
interfensi yang

badan secara periodic

Berguna dalam
keefektifan
n
dukungan caira

3.
berikan
perawatan
mulut sebelum dan sesudah
tindakan pernapasan.
Menurunkan
enak karena s
atau sisa obat.
4.
dorong makan sedikit
dan sering dengan makanan
TKTP
Memaksimalka
nutrisi sebaga
energi dan
iritasi gaster.

5.
Kolaborasi dengan ahli
gizi
untuk
menentukan
Memberikan
komposisi diet.
dalam perenc
dengan nutri
untuk
metabolic dan
3.

Kurang pengetahuan
mengenai
kondisi,
aturan tindakan dan
perpindahan.

Menyatakan
1.
Kaji
kemampuan
pemahaman proses pasien
untuk
belajar.
penyakit
/ Contoh
:
masalah
prognosis
dan kelemahan,
tingkat
kebutuhan
partisipasi dan lingkungan
pengobatan.
yang terbaik.

2.
tekankan
pentingnya
mempertahankan
protein
tinggi dan diit karbohidrat
dan
masukan
cairan
adekuat.

Belajar tergan
emosi dan ke
ditingkatkan pa
individu.

Memenuhi
metabolic,
meminimalkan
dan
m
penyembuhan.

3.
Jelaskan dosis obat,
frekwensi,
kerja
yang Meningkatkan
diharapkan
dan
alasan dalam
pengobatan lama
pengobatan
mencegah
obat.
4.
Tekankan untuk tidak
minum alkohol dan tidak
merokok
Kombinasi INH

telah
m
peningkatan
hepatitis.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. D.M


DENGAN TUBERKOLOSIS PARU DI IRINA C2
RSU Prof. DR. R.D. KANDOU MANADO

A.

Pengkajian

Identitas Pasien
Nama

: Tn. D.M

Umur

: 55 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Kr. Protestan

Pendidikan

: SD (tamat)

Pekerjaan

: Tani

Status

: Kawin

Suku/ bangsa

: Minahasa/ Indonesia

Tgl. MRS
Tgl. Pengkajian
Diagnosa medis
No. Med. Reg

: 15 - 07- 2008
: 10 - 08-2008, jam 08.00 wita
: TB Paru
: 19 09 69

Riwayat Kesehatan
a.

Keluhan Utama

Batuk berlendir.
b.

Riwayat Kesehatan Sekarang

Batuk dialami sejak + 6 bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit, batuk disertai
sesak nafas, keringat dingin pada malam hari dan kelemahan tubuh. Saat dikaji
klien mengeluh batuk berlendir, lendir kental dan berwarna putih, disertai sesak
nafas dan aktivitas dibantu orang lain.
c.

Riwayat Kesehatan Dahulu

Klien belum pernah dirawat di rumah sakit dan baru pertama kali dirawat di rumah
sakit.
d.

Riwayat Kesehatan Keluarga

Hanya pasien yang menderita penyakit seperti ini di dalam keluarga. Klien memiliki
satu orang istri dan satu orang anak, tinggal di dalam satu rumah, jenis rumah
permanen memiliki kamar tidur 2, dapur 1 dan ruang tamu 1, ventilasi cukup,
pencahayaan cukup.

Genogram

Keterangan :
A : Pihak ayah
B : Pihak Ibu
: Laki-laki

: Perempuan
: Pasien
+ : Sudah meninggal

Pengkajian Kasus Kelolaan

a.

Persepsi Kesehatan/ Manajemen Kesehatan

Klien menganggap batuk yang dialami selama kurang lebih 6 bulan sebelum masuk
rumah sakit hanya batuk biasa dan menanggulanginya dengan membeli obat di
warung. Klien mempunyai riwayat merokok dan berhenti setelah sakit.
b.

Pola Nutrisi Metabolik

Klien makan 3x sehari, diit TRTB, pagi makan bubur, siang dan malam makan nasi,
ikan, sayur. Klien minum air putih kurang lebih 2000 ml/ hari. BB sebelum masuk
rumah sakit 46 kg, BB setelah sakit 40 kg. Mengalami penurunan BB, nafsu makan
menurun, IVFD dextrose 5% 20 gtt/ mnt, HB 5,7 g/ dl, albumin 2,2 mg/dl, protein
total 7,6 mg/ dl, GDS 67 mg/ dl.
c.

Eliminasi

Perkemihan
: klien BAK 5-6x sehari, tidak ada kesulitan BAK, konsistensi urine
warna kuning pekat dan bau khas, BAK menggunakan urinal dan dilakukan di
tempat tidur.
Pencernaan
: klien BAB 1x sehari dengan konsistensi lembek warna kuning,
tidak ada kesulitan BAB, BAB menggunakan alat bantu dan dilakukan di tempat
tidur.
Integumen

: klien mengatakan sering berkeringat dingin pada malam hari.

d.

Aktivitas dan Latihan


Aktivitas

Mandi

Berpakaian

Eliminasi
Mobiliasasi

Pindah

Ambulasi

Naik tangga

Ket : 0 : mandiri, 1 : dibantu sebagian, 2 : dibantu orang lain, 3 : dibantu orang lain
dan alat, 4 : tidak mampu. Klien mengalami sesak nafas, frekuensi pernafasan 24x/
mnt. Jenis pernafasan torakul abdominal.
e.

Kognitif Perseptual

Klien mengatakan tidak mengerti tentang penyakitnya, kesadaran compos mentis,


merespon terhadap rangsangan nyeri, pendengaran baik, penglihatan baik,
pembicaraan terarah dapat berinteraksi dengan orang lain.
f.

Pola Istirahat dan Tidur

Sebelum sakit : klien beristirahat dengan baik, tidur siang 15.00-7.00 wita, tidur
malam 20.00-06.00 wita, tidak pernah menggunakan obat tidur
Saat dikaji
: klien tidur siang pukul 13.00-16.00 wita, tidur malam 20.00-05.00
wita, klien sering terbangun sekali-kali jika batuk.
g.

Konsep Diri

Identitas
: klien berjenis kelamin laki-laki dan senang dengan identitasnya
sebagai laki-laki.
Harga diri
: klien merasa bahwa ia berharga bagi anggota keluarga yang lain
dan ingin segera cepat sembuh.
Ideal diri
sakit.

: klien tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai petani karena

Gambaran diri : klien merasa ia adalah seorang anggota masyarakat yang baik
dan kepala keluarga yang baik.
Peran
: klien bekerja sebagai petani yang rajin dan sebagai kepala
keluarga yang baik bagi anggota keluarganya.
h.

Pola Koping Intoleransi Stres

Klien mengatakan menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan dan tim medis tentang
kondisi penyakitnya, tingkat kecemasan ringan dengan tanda-tanda klien
menyerahkan kesembuhannya pada Tuhan Yang Maha Esa dan tim medis, N : 80x/
mnt, R : 22x/ mnt, ekspresi wajah tampak tenang karena klien percaya ia bisa
disembuhkan. Dalam mengatasi masalah klien sering meminta bantuan orang lain.
i.

Pola Peran Hubungan

Hubungan klien dengan anggota keluarga berjalan dengan baik. Klien bekerja
sebagai seorang petani, sudah menikah. Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
baik.
j.

Pola Seksual Reproduksi

Klien sudah menikah, mempunyai 1 orang anak, istri masih hidup. Klien tidak lagi
melakukan hubungan seksual karena keadaan yang sedang sakit.
k.

Pola Nilai dan Kepercayaan

Klien beragama Kristen Protestan, klien percaya dan yakit pada TYME.

Pemeriksaan Fisik

TTV
TD : 130/80 mmHg
N

: 80 x/ mnt

: 24 x/ mnt

SB : 36,5oC
BB : 40 kg
Head to Toe
-

Kepala

Inspeksi

: warna rambut hitam, kebersihan terjaga, bentuk kepala bulat

Palpasi

: nyeri tekan tidak ada

Mata

Inspeksi

: sclera tidak ikterus, konjungtiva anemis, pupil bulat

Palpasi

: nyeri tekan tidak ada

Hidung

Inspeksi

: bentuk simetris, sekret tidak ada

Palpasi

: nyeri tekan tidak ada

Mulut

Inspeksi
ada
-

Leher

Inspeksi
-

: bibir tampak kering, gigi berlubang, mukosa lembab, bau mulut tidak

: tidak ada pembesaran kelenjar tyroid

Thorax/ dada

Inspeksi

: simetris kiri dan kanan

Palpasi

: stem fremitus kiri dan kanan

Perkusi

: sonur kiri dan kanan

Auskultasi : ronchi +/ +, wheezing +/ +a


-

Abdomen

Inspeksi

: datar

Palpasi

: lemas, nyeri tekan tidak ada, tidak ada massa

Perkusi

: tidak kembung

Auskultasi : bising usus normal


-

Ekstremitas

Atas
: akral hangat, tidak ada oedem, tangan kanan terpasang infuse
dextrose 5% 20 gtt/ mnt
Bawah

: akral hangat, tidak ada odem

Pemeriksaan Penunjang
a.

Pemeriksaan laboratorium tgl. 8-8-2008


Jenis

Hasil

Normal

HB

5,7 g/ dL

13-17 g/ dL

Eritrosit

2,03 uL

4,20-5,40 uL

Leukosit

7400 uL

5.000-10.000 uL

Trombosit

230.000 uL

GDS

67 mg/ dL

150.000-450.000
uL

Ureum

31 mg/ dL

Creatinin

1,1 mg/ dL

Asam urat

8,5 mg/ dL

Protein total

7,6 mg/ dL

Albumin

2,2 mg/ dL

110-160 mg/ dL
10-50 mg/ dL
0,6-1,1 mg/ dL
2,4-7,0 mg/ dL
6,6-8,3 mg/ dL
3,7-5,3 mg/ dL

b.

Foto thorax

Hasil : tampak TB Paru


c.

Sputum BTA

Pemeriksaan sputum BTA 3x positif Mycobakterium Tuberkolosis

Terapi
Tgl. 11-08-2008
IVFD Dextrose 5% 20 gtt/ mnt

Cefixime 2 x 100 mg tab


Ranitidine 2 x 1 amp inj
Codein 3 x 20 gr tab
Rifampisin 150 mg 1 x 3 tab
INH 750 mg 1 x 3 tab
PZA 400 mg 1 x 3 tab
Etambutol 275 mg 1 x 3 tab
B6 1 x 1 tab
Alupurinol 100 mg tab 1-0-0

Klasifikasi Data
DS : - klien mengeluh batuk berlendir
- klien mengeluh sesak nafas
- klien mengeluh aktivitasnya perlu bantuan orang lain
- klien mengeluh mengalami penurunan nafsu makan
- klien mengeluh mengalami penurunan berat badan
- klien mengatakan tidak mengerti tentang penyakitnya
DO

: -

TTV

TD : 130/80 mmHg

N : 80 x/ mnt

R : 24 x/ mnt

SB : 36,5oC

- auskultasi paru ronchi +/ +, wheezing +/ +


- aktivitas dibantu orang lain
- BAB dan BAK dilakukan di tempat tidur
- terpasang infuse di lengan kanan dextrose 5%
- BB sebelum sakit : 46 kg, BB sesudah sakit : 40 kg
- pendidikan klien tamat SD

ANALISA DATA
N
o

Data

Dampak Masalah

DS : - klien
mengeluh Peradangan
batuk berlendir
parenkim paru

DO : TD

Bersihan
nafas
efektif

mengeluh

- klien
sesak nafas

Masalah
jalan
tidak

Keluarnya eksudut
dalam alveoli

TTV

130/80

mmHg
N : 80 x/ mnt

Peningkatan
produksi sputum

R : 24 x/ mnt

SB : 36,5oC

Kemampuan batuk
menurun

- auskultasi
ronchi +/ +

paru

- sputum kental

Tertahannya sekresi

Jalan
terganggu

nafas

DS : - klien mengatakan Proses penyakit


aktivitasnya dibantu

DO : BAB
dan
Kelemahan tubuh
BAK dilakukan di tempat
tidur

Intoleransi
aktivitas

- terpasang
IVFD Terpasang infuse di
dextrose 5% di lengan lengan kanan
kanan

Aktivitas terbatas
3

DS : - klien
mengalami
nafsu makan
- klien
mengalami
berat badan

mengeluh Adanya
sputum
penurunan pada
saluran
pernafasan dan di
bagian mulut
mengeluh
penurunan
Batuk produktif

Ketidakseimbang
an nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh

N
o

Data

Dampak Masalah

DO : BB
sebelum sakit : 46 kg, BB
sesudah sakit : 40 kg

Masalah

Peningkatan
frekuensi
pernafasan

Nafsu
menurun

makan

DS : - klien mengatakan Tingkat pendidikan Kurang


tidak mengerti tentang tamat SD
pengetahuan
penyakitnya

DO : pendidikan
Kurang
informasi
klien tamat SD
tentang
penyakitnya

Kurang
pengetahuan

Prioritas Masalah :
1.

Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d produksi sputum yang kental

2.

Intoleransi aktivitas b/d kelemahan tubuh dan proses pengobatan

3.

Ketidakseimbangan nutrisi b/d produksi sputum yang kental

4.

Kurang pengetahuan tentang penyakitnya b/d kurangnya informasi

ASUHAN KEPERAWATAN

osa
awatan

Tujuan

an jalan nafas
efektif
b/d
ksi
sputum
ai dengan :

Bersihan
jalan
nafas
kembali
efektif
setelah
diberikan
tindakan
klien
keperawatan
eluh
batuk
selama 3 hari
dir
dengan kriteria
hasil:
klien
eluh
sesak
batuk
berlendir
berkurang atau
TTV
hilang
TD
:
sekret encer
0mmHg
N :

80

R :

24

Intervensi

1. Kaji
fungsi
pernafasan seperti
bunyi,
kecepatan
dan irama setiap
jam 06.00, 12.00,
18.00 setiap hari

Rasional

Evaluasi

11-8-08, jm.08.00

S : - klien
mengatak
berkurang
diatur pa
semi fowle

1. Melakukan
pengkajian
frekuensi
pernafasan
24x/
mnt,
iramanya
- klien
teratur, terdengar mengatak
ronchi dan jenis sputum y
pernafasan torakal banyak
abdominal
O : - TTV
11-8-08, jm.12.00
TD : 130/8
2. Mengukur TTV
N : 82 x/
2. Penyimpangan
TD
:
130/80mmHg
2. Observasi
normal
TTV
R : 24 x/
tanda-tanda
vital
tanda-tanda
x/
menunjukkan
N : 84 x/ mnt
SB : 36,2o
vital
dalam setiap jam 06.00, perubahan status
12.00,
18.00
setiap
R
:
24
x/
mnt
putus normal
pasien.
A : masala
x/
hari
SB
:
36,2oC
teratasi
ronchi -/-

SB : 36,5oC

auskultasi
onchi +/ +
sputum

3. Atur
posisi
klien dengan posisi
semi fowler setiap
kali klien merasa
sesak nafa

4. Ajarkan teknik
nafas dalam dan
batuk efektif pada
pertemuan

1. Penurunan
fungsi nafas dapat
menunjukkan
ketidakmampuan
untuk
membersihkan
jalan nafas.

Implementasi

P : - kaji
pernafasa
- Mengawasi klien
jam 06.0
minum obat codein
18.00
1
tablet
dan
cefixime 1 tablet
- obse
setiap 8 ja
11-8-08, jm.12.15
- pert
3. Merubah posisi
posisi
ti
3. Posisi
tidur klien dari tidur
fowler
membantu
satu bantal menjadi
ekspansi paru dan
posisi semi fowler
- anju
menurunkan upaya
untuk m
pernafasan.
putih yang
11-8-08, jm.13.15
- anju
untuk
4. Mengajarkan
teknik nafas dalam mengguna
4. Memaksimalka
dan batuk efektif teknik ba
n
ventilasi
dan
setiap bat
pada klien
meningkatkan
gerakan sekret ke
dalam jalan nafas

osa
awatan

Tujuan

Intervensi

Rasional

pertama

besar
sebagai
mudah dikeluarkan

Implementasi

11-8-08, jm.13.30
5. Melatih pasien
5. Menganjurkan
untuk dapat belajar
pasien
untuk
mengatasi
batuk
gunakan
teknik
yang dialaminya.
batuk efektif setiap
5. Anjurkan
batuk
pasien
untuk
gunakan
teknik
11-8-08, jm.13.45
batuk efektif setiap
ingin batuk
6. Pemasukan
6. Menganjurkan
cairan
yang keluarga dan klien
banyak membantu untuk
memenuhi
mengencerkan
asupan cairan yang
sekret.
cukup bagi klien
6. Anjurkan klien
dengan minum air
untuk
putih
yang
meningkatkan
banyak +2500 ml/
asupan
cairan
hari
sedikitnya
2.500
11-8-08, jm.18.00
ml/ hari
7. Beri
obat
dengan
teratur
mempercepat
proses
7. Kolaborasi beri penyembuhan
obat
sesuai
instruksi dokter
Ranitidine inj 2x1
amp
(06.00
&
18.00)
Cefixime
(06.00,
18.00)
Codein
(06.00,
18.00)

2x1 tab
12.00,
3x1

tab
12.00,

Rifampisin 1x3 tab

7. Memberikan
obat
sesuai
instruksi ranitidine
inj 1 ampul/ 3 cc
melalui IVFD
Menganjurkan klien
untuk minum obat
tablet
secara
teratur dan tidak
boleh berhenti

Evaluasi

osa
awatan

ansi aktivitas
lemahan tubuh
roses penyakit
ai dengan :

klien
atakan
asnya dibantu

BAB
AK dilakukan di
t tidur

terpasang
dextrose 5% di
n kanan

Tujuan

Intervensi

Rasional

Implementasi

Evaluasi

(06.00)
INH 1x3 tab (06.00)
PZA 1x3 tab (06.00)
Etambutol 1x3 tab
(06.00)
B6 1x1 tab (06.00)
Alupurinol
(06.00)

1-0-0

Klien
dapat
beraktivitas
1. Monitor derajat 1. Untuk
dengan
baik
mobilitas
dengan mengetahui tingkat
dengan kriteria
menggunakan skala ketergantungan
hasil :
ketergantungan
Klien dapat
beraktivitas
secara mandiri
BAB
dan
BAK
dilakukan
sendiri di toilet

11-8-08, jm.08.00

S : - klien
mengeluh
1. Melakukan
bisa
se
observasi
derajat
beraktivit
ketergantungan
terbatas
pada klien. mandi
mobilisasi
= 4, berpakaian =
4, eliminasi = 3,
- klien
mobilisasi
=
2, mengeluh
pindah
=
4, lelah
ambulasi = 4, naik
O : - klien
tangga = 4. Hasil :
bisa
terjadi
seluruh ak
ketergantungan
- BAB
di tempat
11-8-08, jm.08.10

2. Membantu
pasien dalam
eliminasi
BAK
dengan
menyediakan urinal
2. Bantu
pasien
dan pispot pada
2. Memenuhi
dalam pemenuhan
kebutuhan sehari- saat BAB
kebutuhan
hari klien
11-8-08, jm.08.15
berdasarkan tingkat
ketergantungannya
3. Menganjurkan
klien untuk bisa
melakukan
mobilisasi
miring

A : masala
teratasi

P : - ban
dalam p
kebutuhan

- anju
untuk b
secara ma

osa
awatan

Tujuan

klien
eluh
alami
unan

Rasional

3. Anjurkan klien
untuk beraktivitas
3. Melatih
klien
secara bertahap
untuk
tidak
tergantung
dan
secara
bertahap
bisa mandiri

Implementasi

Evaluasi

kiri, miring kanan


dan duduk secara
mandiri
tanpa
bantuan orang lain.
Hasil : klien bisa
melakukan
mobilisasi
miring
kiri
dan
miring
kanan
11-8-08, jm.08.15
4. Memberikan
pujian pada klien
karena klien sudah
bisa
mobilisasi
secara mandiri

4. Beri
reinforcement
positif
terhadap 4. Pujian
tingkat
membangkitkan
keberhasilan klien
semangat
pasien
untuk bisa mandiri

kseimbangan
kurang dari
uhan
b/d
ksi sputum dan
ksia
ditandai
n:

klien
eluh
alami
unan
n

Intervensi

nafsu

Menunjukkan
peningkatan
1. Catat
nutrisi
nutrisi
dengan
klien
pada
kriteria hasil :
penerimaan,
BB,
Peningkatan turgor kulit, adanya
BB
riwayat
mual
muntah atau tidak
Bebas tanda
malnutrisi

12-8-08, jm.08.00
1. Berguna dalam
mendefinisikan
derajat
masalah
dan
pilihan
intervensi
yang
tepat

S : - klien
mengatak
1. Mencatat status
bisa
nutrisi klien, hasil
walaupun
nutrisi
pasien
dalam por
kurang
dari
kebutuhan, BB saat O : - pors
masuk : 40 kg, dihabiskan
turgor kulit baik,
- frek
mual muntah tidak
makan me
ada, nafsu makan
menurun
- BB 4
12-8-08, jm.08.058

berat

A : masala
sebagian

2. Mengganti
cairan infuse dari P : - awa
NaCl 0,9% diganti

osa
awatan

Tujuan

BB
m sakit : 46
B sesudah sakit
g

g pengetahuan
g penyakitnya
kurangnya
asi
ditandai
n:

Klien
mengerti
tentang
penyakitnya
setelah
diberikan
penyuluhan
klien
dengan kriteria
atakan
tidak
hasil :
erti
tentang
kitnya
Klien
mengungkapkan
tingka
pemahaman
ndidikan klien
tentang

Intervensi

Rasional

2. Awasi masukan
makanan
dan
cairan.
Awasi
pengeluaran urine,
keringat
timbang
BB setiap hari

Implementasi

Evaluasi

dextrose 5% 20 gtt/ masukan


mnt, BB : 40 kg
pengeluar

2. Berguna
mengukur
- timb
keefektifan nutrisi
setiap har
12-8-08, jm.08.10
dan
dukungan
- men
cairan
3. Menganjurkan
klien un
klien untuk makan
memperta
sedikit tapi sering
3. Anjurkan klien
masukan
makan dalam porsi
sedikit tapi sering
dengan
makanan
3. Memaksimalka
TKTP
n masukan nutrisi
sebagai kebutuhan
energi
12-8-08, jm.12.00
4. Kolaborasi ahli
gizi komposisi diit
Pagi : bubur dan
telur,

4. Memberikan
Siang : nasi, telur/ bantuan
dalam
ikan, sayur, sup, perencanaan
diit
buah,
dengan
nutrisi
yang adekuat
Sore : ekstra telur,

4. Mengawasi pola
makan pasien, hasil
klien
menghabiskan
makanannya, porsi
makan sedikit

Malam : nasi, telur/


ikan, sayur
13-8-08, jm.08.00

S : - klien
keluarga
1. Kaji
1. Belajar
1. Mengukur
mengatak
pengetahuan klien tergantung
pada kemampuan klien
mengerti
tentang
penyakit emosi
dan untuk belajar, hasil
penyakit
TBC
yang kesiapan fisik
klien mau diberikan
diderita
dialaminya
penyuluhan
O : - klien
menjelask
kembali p
13-8-08, jm.08.20
putus
o
2. Memberikan
akibat put
penyuluhan kepada
2. Jelaskan pada

osa
awatan

SD

Tujuan

Intervensi

penjelasan yang klien


pentingnya
diberikan
perawatan
dan
pengobatan
di
Klien dapat
rumah sakit
menjelaskan
kembali secara
umum
penjelasan yang
diberikan
3. Jelaskan pada
klien
tentang
proses
penyakit,
pengobatan
dan
pencegahan

Rasional

Implementasi

2. Perawatan
pengobatan
di
rumah
sakit
penting
untuk
mengurangi
komplikasi

klien dan keluarga A : masala


tentang pentingnya
P : - anju
perawatan
di
dan
rumah sakit
berobat
13-8-08, jm.09.00
teratur d
boleh putu
3. Memberikan
penyuluhan
pada
klien dan keluarga
tentang
penyakit
yang diderita klien

3. Memberikan
pengetahuan pada
klien
tentang
penyakitnya

13-8-08, jm.09.30

4. Jelaskan pada
klien dan keluarga
tentang dosis obat,
frekuensi,
alasan
pengobatan
lama
dan akibat putus
obat

4. Menjelaskan
pada
klien
dan
keluarga
tentang
pentingnya
pengobatan
dan
4. Mencegah
berhenti
pasien putus obat, dampak
minum
obat
yaitu
dan meningkatkan
kerja sama dalam pengobatan dimulai
dari pertama dan
pengobatan
penyakit
yang
diderita
bisa
bertambah parah.

Evaluasi

CATATAN PERKEMBANGAN

Hari/
Tgl.

Dx

Jam

Implementasi

Senin,

08.0
0

Mengkaji fungsi S : - klien


pernafasan klien
mengatakan
masih
batuk berlendir
Hasil : pernafasan
cepat, frekuensi 24
- klien mengeluh
x/
mnt,
irama masih sesak nafas
teratur,
jenis
O : - TTV
pernafasan torakal/
abdominal
TD : 130/80mmHg

11-0808

Melakukan
pengukuran TTV :

I, II
08.1
5

TD : 130/80mmHg
N : 82 x/ mnt
R : 24 x/ mnt

Evaluasi

N : 82 x/ mnt
R : 22 x/ mnt
SB : 36,2oC
A : masalah
teratasi

belum

SB : 36,2oC

I
13.1
5

P : - kaji
fungsi
pernafasan
setiap
Mengajarkan
jam 06.00, 12.00,
teknik nafas dalam
18.00
dan batuk efektif
- observasi TTV
Hasil : klien dapat
setiap pukul 06.00,
melakukan
dengan
12.00, 18.00
baik,
klien
dapat
mengeluarkan
- anjurkan klien
sekret, warna putih, untuk menggunakan
encer
jumlah + teknik batuk efektif
sendok makan
setiap ingin batuk
Merubah
posisi
- anjurkan klien
tidur klien dari tidur untuk
tetap
terlentang
menjadi mengkonsumsi cairan
semi fowler
yang banyak
Menganjurkan
- pertahankan
klien
untuk posisi semi fowler
menggunakan teknik
batuk efektif setiap
kali ingin batuk

13.2

Menganjurkan

Hari/
Tgl.

Dx

Jam

Implementasi

keluarga dan klien


untuk
memenuhi
asupan cairan yang
cukup
bagi
klien
dengan minum air
yang banyak

13.3
0

Memberikan obat
sesuai instruksi

13.4
5

Evaluasi

Ranitidine 1 ampul
dan
menganjurkan
klien untuk minum
obat tablet secara
teratur dan
tidak
boleh putus
Mengkaji TTV dan
fungsi pernafasan
Hasil :

I, II, III

TD : 130/80mmHg
N : 82 x/ mnt
R : 22 x/ mnt
SB : 36,2oC
18.0
0

Fungsi
pernafasan
baik, irama teratur,
frekuensi 22 x/ mnt

I, II

18.0
0
Selasa,

II

08.0
0

Melakukan
Diagnosa I
observasi
derajat

Hari/
Tgl.

Dx

Jam

12-8-08

III

08.0
0

Implementasi

ketergantungan pada S : - klien


klien
mengatakan
masih
batuk berlendir
Hasil :
- klien
Mandi
=
2,
mengatakan
sesak
berpakaian
=
2,
nafas berkurang
eliminasi
=
3,
mobilisasi
=
2, O : - sputum
putih
pindah = 3, ambulasi kental
= 2, naik tangga = 3
- R : 22 x/ mnt
Mencatat status
A : masalah teratasi
nutrisi klien
sebagian
Hasil : nutrisi kurang
P : - pertahankan
dari kebutuhan, BB
posisi semi fowler
saat masuk RS : 40
kg, turgor kulit baik,
- kaji
frekuensi
mual muntah tidak pernafasan, jenis dan
ada, nafsu makan irama
setiap
jam
menurun
06.00, 12.00, 18.00
Melakukan
pengkajian frekuensi
pernafasan 22x/ mnt,
irama teratur, jenis
pernafasan
torakal
abdominal

I
08.0
0

III
08.0
5

Evaluasi

Diagnosa II

S : - klien
mengatakan
aktivitasnya
masih
dibantu
Mengganti cairan
infuse dari NaCl 0,9% O : - BAK dilakukan
diganti dextrose 5% di tempat tidur
20
gtt/
mnt,
belum
menimbang BB hasil A : masalah
teratasi
BB : 40 kg
P : - bantu
klien
Membantu
pemenuhan
pasien
untuk dalam
kebutuhan
sehari
eliminasi BAK dan
mobilisasi
- anjurkan untuk
beraktivitas
secara
Menganjurkan
dengan
klien untuk makan mandiri
bertahap
sedikit tapi sering
Menganjurkan
klien
untuk
bisa

Hari/
Tgl.

Dx

Jam

II, III

08.1
0

Implementasi

melakukan mobilisasi Diagnosa III


sendiri
tanpa
S : - klien
bantuan orang lain
mengatakan
sudah
Hasil : klien mau bisa makan walaupun
melakukan aktivitas
dalam porsi
yang
sedikit
Mengukur TTV
O : - porsi
makan
TD : 130/80mmHg
dihabiskan
N : 82 x/ mnt
- frekuensi
makan
meningkat
R : 22 x/ mnt
SB : 36,5oC

II

Mengawasi
makan pasien
08.1
5

Hasil
:
menghabiskan
makanannya
makan sedikit

pola

A : masalah
sebagian

P : - awasi
pemasukan
klien pengeluaran
porsi

teratasi

dan

- timbang BB tiap
hari

- anjurkan klien
Menganjurkan
untuk
tetap makan
klien untuk tetap
menggunakan teknik dalam porsi sedikit
batuk efektif setiap tapi sering
ingin batuk

I, III

12.0
0

Evaluasi

Memberikan
suntikan
ranitidine
inj 1 ampul via IVFD,
menganjurkan klien
untuk minum obat
tablet secara teratur

Hari/
Tgl.

Dx

I, II

Jam

Implementasi

Evaluasi

Melakukan
pengkajian frekuensi
pernafasan
24
x/
mnt, irama teratur,
jenis
pernafasan
torakal abdominal

Diagnosa I

13.1
5

18.0
0
Rabu,
13-8-08

I, II, III, 08.0


IV
0

Observasi derajat
ketergantungan,
mandi
=
2,
berpakaian
=
2,
eliminasi
=
2,
mobilisasi
=
0,
pindah = 3, ambulasi
= 2, naik tangga = 3
Mengukur
kemampuan
untuk belajar
Hasil : klien
diberikan
penyuluhan

III

S : - klien mengeluh
batuk berlendir
O : - sputum kental
- TTV
TD : 130/80mmHg
N : 80 x/ mnt
R : 22 x/ mnt
SB : 36,5oC
A : masalah
teratasi

belum

klien P : - pertahankan
posisi semi fowler
mau

- anjurkan klien
untuk meningkatkan
asupan cairan

Memberikan
- anjurkan untuk
penyuluhan kepada tetap gunakan teknik
klien
tentang batuk efektif
pentingnya
perawatan di rumah
sakit,
proses Diagnosa II
penyakit,
alasan

Hari/
Tgl.

Dx

Jam

Implementasi

08.2
0

pengobatan
dan
akibat
obat

08.3
0

09.0
0

lama S : - klien
putus mengatakan
belum
bisa
beraktivitas
sepenuhnya
masih
Mengatur posisi
terbatas
pada
pasien semi fowler
mobilisasi
Mengganti cairan
O : - BAB dan BAK di
dari dextrose 5%
tempat tidur
dengan dextrose 5%
- berpakaian
Menganjurkan
dibantu oleh keluarga
klien
untuk
menggunakan teknik A : masalah
belum
batuk efektif setiap teratasi
ingin batuk
P : - anjurkan klien
Menganjurkan
beraktivitas mandiri
klien
untuk
terus secara bertahap
meningkatkan
aktivitas
secara
mandiri
Diagnosa III
Mengobservasi
TTV

10.0
0

TD : 130/80mmHg
N : 80 x/ mnt
R : 22 x/ mnt
SB : 36,5oC

10.1
0

12.0
0

Evaluasi

S : - klien
mengatakan
bisa
dalam
sedikit

sudah
porsi

- klien
mengatakan
makan

sering

O : - porsi
makan
Mengawasi pola
sedikit,
makanan
makan klien, klien
dihabiskan
makan dengan porsi
sedikit
makanan
- BB : 40 kg
dihabiskan
A : masalah teratasi
Menimbang
BB sebagian
pasien
P : - anjurkan klien
Hasil : BB = 40 kg
tetap
mempertahankan
Memberikan
asupan nutrisi yang
suntikan via IVFD
ranitidine 1 ampul
- timbang
BB
setiap hari
Menganjurkan

Hari/
Tgl.

Dx

Jam

Implementasi

Evaluasi

untuk minum obat


secara teratur jangan
Diagnosa IV
sampai putus obat
dan
akibat
putus S : - klien
obat
mengungkapkan
mengerti
tentang
Menjelaskan
cara
pencegahan
bahwa
tugas
di
penularan
penyakit
ruangan telah selesai
dan akibat putus obat

13.0
0

O : - klien
dapat
menjelaskan kembali
cara pencegahan dan
akibat putus obat
- klien
dapat
minum obat sendiri
A : masalah teratasi

18.0
0

P :-

RENCANA PENDIDIKAN KESEHATAN


Topik

: Tuberkolosis Paru, Pencegahan dan Akibat Putus Obat

Tujuan

: Meningkatkan Pengetahuan dan Mencegah Klien Putus Obat

Sasaran

: Klien dan Keluarga

Tempat

: Irina C2 Kamar 212 RSU Prof. R.D. Kandou Manado

Tanggal

: 13 Agustus 2008 jam 08.20 wita

Aktivitas KMB

Tujuan
Khusus

Materi

Klien dan
keluarga
memahami
penyakit
tuberkulosi
s paru

Konsep
Paru

Metode
TB Cera
mah

1. Pengerti
an
2.
b

Penyeba

3.

Gejala

Tany
a jawab

Evaluasi

Media

Petugas
Kesehatan

Klien

Proses

Flip
chart

Menjelaskan
kepada klien
dan
keluarga
konsep
tuberkolosis
paru

Memperhatik
an
penjelasan
petugas dan
bertanya jika
tidak
mengerti

Apa
itu Klien
d
penyakit
keluarga
tuberkolosis?
memaham
tentang
Penyebab
konsep
nya?
penyakit
tuberkolos
Gejalany
paru
a?

Lea
flet

Cara
penularan?

4. Cara
penularan
Klien dan
keluarga
mengerti
tentang
alasan
dirawat di
RS,
pentingnya
pengobata
n
dan
akibat dari
putus obat

Alasan
Cera
dirawat
di mah
RS
Tany
Penting a jawab
nya
pengobatan
dan
akibat
putus obat

DAFTAR PUSTAKA

Hasil

Flip
chart
Lea
flet

Menjelaskan
:

Memperhatik
an
penjelasan
Alasan
petugas dan
dirawat
di
bertanya jika
RS
putus
obat
hari
Penting satu
saja
nya
pengobatan
dan akibat
putus obat

Mengapa
dirawat di RS?
Kenapa
pentingnya
pengobatan?

Klien
dan
keluarga
mengerti
mengapa
dirawat
RS

Akibat
dari
putus
Klien
obat
dan
keluarga
mengerti
pentingny
pengobata
dan akib
putus oba

Rencana Asuhan Keperawatan, EGC. 1999 : Jakarta.


Marilynn Doenges. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC. 2001 : Jakarta.
Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Jilid I, EGC. 1999 : Jakarta.
Arjatmo Tjokronegoro, Prof, dr. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI. 2001

ASUHAN KEPERWATAN (ASKEP) TB PARU


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit pada sistem pernafasan merupakan masalah yang sudah umum terjadi di
masyarakat. Dan TB paru merupakan penyakit infeksi yang menyebabkan
kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi, angka
kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama. Penyakit ini
biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat
sosial ekonomi menengah ke bawah.
Di Indonesia TB paru merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan
dengan urutan teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah
India dan China dalam jumlah penderita TB paru di dunia.
Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia,
menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta
orang per tahun (WHO, 1993). Di negara berkembang kematian ini merupakan 25%
dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan
95% penderita TB berada di negara-negara berkembang. Dengan munculnya
epidemi HIV/AIDS di dunia jumlah penderita TB akan meningkat. Hasil survey
kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis
merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan
penyakit saluran pernapasan pada semua golongan usia dan nomor I dari golongan
infeksi. Antara tahun 1979-1982 telah dilakukan survey prevalensi di 15 propinsi
dengan
hasil
200-400
penderita
tiap
100.000
penduduk.

Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB dimana sekitar 1/3 penderita
terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah sakit/klinik
pemerintah dan swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangku unit
pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian karena TB diperkirakan 175.000 per
tahun.
Penyakit TB menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif, penderita TB
kebanyakan dari kelompok sosio ekonomi rendah. Dari 1995-1998, cakupan
penderita TB Paru dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse
Chemotherapy) atau pengawasan langsung menelan obat jangka pendek/setiap hari
baru mencapai 36% dengan angka kesembuhan 87%. Sebelum strategi DOTS
(1969-1994) cakupannya sebesar 56% dengan angka kesembuhan yang dapat
dicapai hanya 40-60%. Karena pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat
yang tidak cukup di masa lalu kemungkinan telah timbul kekebalan kuman TB
terhadap OAT (obat anti tuberkulosis) secara meluas atau multi drug resistance
(MDR).

1.2 Rumusan masalah


Bagaimana TB Paru pada klien dewasa bisa terjadi ?
Apa tanda dan gejala yang muncul (manifestasi klinis) dari TB Paru pada klien
dewasa ?
Apa pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan TB Paru pada klien dewasa?
Bagaimana cara menangani gangguan pernapasan akibat penyakit TB Paru klien
dewasa ?
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan TB Paru pada klien dewasa?

1.3 Tujuan
Tujuan Umum
Mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dewasa dengan gangguan TB
Paru.
Tujuan Khusus
Menjelaskan konsep dasar TB paru
Menjelaskan asuhan keperawatan klien dewasa dengan TB paru, meliputi :

a)

pengkajian TB paru

b)

Mengidentifikasi diagnosa keperawatan pada klien dewasa dengan TB paru

c)

Melakukan perencanaan pada klien dewasa dengan TB paru

1.4 Manfaat
Manfaat yang ingin diperoleh dalam penyusunan makalah ini adalah:
Mendapatkan pengetahuan tentang TB Paru
Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada klien dewasa dengan
TB Paru

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian TB Paru

TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB


(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman menyerang Paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lain (Dep Kes, 2003). Kuman TB berbentuk batang
mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pewarnaan yang disebut pula
Basil Tahan Asam (BTA).

2.2 Etiologi

Penyakit TB Paru disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Kuman


ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB
cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa
jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat
Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak).
Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar
selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup
kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia
melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh
lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas, atau
penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang
penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin
tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut.

Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita
tersebut dianggap tidak menular.
Faktor-faktor yang
tuberculosis :

menyebabkan

seseorang

terinfeksi

oleh

Mycobacterium

1. Herediter: resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan


secara genetik.
2. Jenis kelamin: pada akhir masa kanak-kanak dan remaja, angka kematian
dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan.
3. Usia : pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi.
4. Pada masa puber dan remaja dimana masa pertumbuhan yang cepat,
kemungkinan infeksi cukup tingggi karena diit yang tidak adekuat.
5. Keadaan stress: situasi yang penuh stress (injury atau penyakit, kurang
nutrisi, stress emosional, kelelahan yang kronik)
6. Meningkatnya sekresi steroid adrenal yang menekan reaksi inflamasi dan
memudahkan untuk penyebarluasan infeksi.

7. Anak yang mendapat terapi kortikosteroid kemungkinan terinfeksi lebih


mudah.
8. Nutrisi ; status nutrisi kurang
9. Infeksi berulang : HIV, Measles, pertusis.
10.Tidak mematuhi aturan pengobatan.

2.3 Patofisiologi
Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak sengaja
keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat
terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi menguap.
Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan
membuat bakteri tuberkolosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke
udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi
terkena infeksi bakteri tuberkolosis. Penularan bakteri lewat udara disebut
dengan air-borne infection. Bakteri yang terisap akan melewati pertahanan
mukosilier saluran pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik lokasi di mana
terjadi implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan diri (multiplying). Bakteri
tuberkolosis dan fokus ini disebut fokus primer atau lesi primer (fokus Ghon). Reaksi

juga terjadi pada jaringan limfe regional, yang bersama dengan fokus primer
disebut sebagai kompleks primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru
terkena infeksi akan menjadi sensitif terhadap tes tuberkulin atau tes Mantoux.
Berpangkal dari kompleks primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui
berbagai jalan, yaitu:
1)

Percabangan bronkhus

Dapat mengenai area paru atau melalui sputum menyebar ke laring (menyebabkan
ulserasi laring), maupun ke saluran pencernaan.
2)

Sistem saluran limfe

Menyebabkan adanya regional limfadenopati atau akhirnya secara tak langsung


mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus dan
menimbulkan tuberkulosis milier.

Aliran darah
Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat membawa atau mengangkut
material yang mengandung bakteri tuberkulosis dan bakteri ini dapat mencapai
berbagai organ melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal, otak, dan
meningen.
Rektifasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)
Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang lebih
jauh dan bakteri tuberkulosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan menjadi
dorman atau tidur. Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat sakit lama/keras
atau memakai obat yang melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama, maka bakteri
tuberkulosis yang dorman dapat aktif kembali. Inilah yang disebut reaktifasi infeksi
primer atau infeksi pasca-primer. Infeksi ini dapat terjadi bertahun-tahun setelah
infeksi primer terjadi. Selain itu, infeksi pasca-primer juga dapat diakibatkan oleh
bakteri tuberkulosis yang baru masuk ke tubuh (infeksi baru), bukan bakteri dorman
yang aktif kembali. Biasanya organ paru tempat timbulnya infeksi pasca-primer
terutama berada di daerah apeks paru.
Infeksi Primer
Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum mempunyai
reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar
pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya,
sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan
sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB
berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang
mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran limfe akan membawa kuman TB
ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer.

Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6
minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi
tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung
kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada
umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan
kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman
persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu
mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang
bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu
yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB)
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat
terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer
adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
Perjalanan Alamiah TB yang Tidak Diobati
Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan meninggal, 25
% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 % sebagai kasus
kronik yang tetap menular (WHO 1996).
Pengaruh Infeksi HIV
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular
Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang
bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila
jumlah horang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB akan
meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

2.4 Klasifikasi TB Paru


Menurut Dep.Kes (2003), klasifikasi TB Paru dibedakan atas :
1.

Berdasarkan organ yang terinvasi

a.
TB Paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk
pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi
menjadi 2, yaitu :
TB Paru BTA Positif
Disebut TB Paru BTA (+) apabila sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS
(Sewaktu Pagi Sewaktu) hasilnya positif, atau 1 spesimen dahak SPS positif disertai
pemeriksaan radiologi paru menunjukan gambaran TB aktif.

2. TB Paru BTA Negatif


Apabila dalam 3 pemeriksaan spesimen dahak SPS BTA negatif dan pemeriksaan
radiologi dada menunjukan gambaran TB aktif. TB Paru dengan BTA (-) dan
gambaran radiologi positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan, bila menunjukan
keparahan yakni kerusakan luas dianggap berat.
b.
TB ekstra paru yaitu tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe,
tulang persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing dan alat kelamin. TB ekstra
paru dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya yaitu :
a)
TB ekstra paru ringan yang menyerang kelenjar limfe, pleura, tulang (kecuali
tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal
b)
TB ekstra paru berat seperti meningitis, pericarditis, peritonitis, TB tulang
belakang, TB saluran kencing dan alat kelamin.

Berdasarkan tipe penderita


Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe penderita :
Kasus baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kurang dari satu bulan.
Kambuh (relaps) adalah penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali berobat dengan hasil
pemeriksaan BTA positif.
Pindahan (transfer in) yaitu penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu
kabupaten lain kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan
tersebut harus membawa surat rujukan/pindah.
Kasus berobat setelah lalai (default/drop out) adalah penderita yang sudah berobat
paling kurang 1 bulan atau lebih dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang
kembali berobat.

PERBEDAAN TB ANAK DAN DEWASA


TB anak lokasinya pada setiap bagian paru, sedangkan pada dewasa di daerah
apeks dan infra klavikuler
Terjadi pembesaran kelenjar limfe regional sedangkan pada dewasa tanpa
pembesaran kelenjar limfe regional
Penyembuhan dengan perkapuran sedangkan pada dewasa dengan fibrosis

Lebih banyak terjadi penyebaran hematogen, pada dewasa jarang

2.5 Manifestasi Klinis


Diagnosa TB berdasarkan gejala/manifestasi klinis dibagi menjadi 3, diantaranya:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur
darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b.Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau
bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat
banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya
batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c.Sesak nafas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada halhal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul
apabila sistem persarafan di pleura terkena.

2. Gejala sistemik meliputi:


a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari
mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya
sedang masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain :
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta
malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan
tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat
juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

3.

Gejala Tuberkulosis ekstra Paru

Tergantung pada organ yang terkena, misalnya : limfedanitis


Meningitsis tuberkulosa, dan pleuritis tuberkulosa.

tuberkulosa.

Gejala klinis Hemoptoe :


Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara
membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
1.
Batuk
a.
Darah
dibatukkan
dengan
rasa
panas
di
b.
Darah
berbuih
bercampur
c.
Darah
segar
berwarna
merah
d.
Darah
bersifat
e.
Anemia
kadang-kadang
f. Benzidin test negatif
2.
Muntah
a.
Darah
dimuntahkan
b.
Darah
bercampur
c.
Darah
berwarna
hitam
karena
d.
Darah
e.
Anemia
f. Benzidin test positif
3.
a.
Darah
b.
Batuk
c.
Darah
d.
Darah
e. Anemia jarang terjadi

menetes
pelan
berwarna

dengan
sisa
bercampur
bersifat
seriang

dari
kadang
merah
bersifat

rasa
asam

darah
tenggorokan
udara
muda
alkalis
terjadi
darah
mual
makanan
lambung
asam
terjadi
Epistaksis
hidung
keluar
segar
alkalis

Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain TBC. Oleh
sebab itu orang yang datang dengan gejala diatas harus dianggap sebagai seorang
suspek tuberkulosis atau tersangka penderita TB, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Selain itu, semua kontak
penderita TB Paru BTA positif dengan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


2.6.1 Pemeriksaan sputum (S-P-S)
Pemeriksaan sputum penting untuk dilakukan karena dengan pemeriksaan tersebut
akan ditemukan kuman BTA. Di samping itu pemeriksaan sputum juga dapat
memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini
mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi

kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak
batuk atau batuk yang non produktif Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum
pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak + 2 liter dan diajarkan
melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan tambahan obat-obat
mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30
menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoieh dengan cara bronkos kopi diambil
dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (bronchn alveolar lavage). BTA
dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering
dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum
yang akan diperiksa hendaknya sesegar mungkin. Bila sputum sudah didapat.
kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman bant dapat dkcmukan bila
bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang
mengandung kuman BTA mudah ke luar.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang
kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1
mil sputum Hasil pemeriksaan BTA (basil tahan asam) (+) di bawah mikroskop
memerlukan kurang lebih 5000 kuman/ml sputum, sedangkan untuk mendapatkan
kuman (+) pada biakan yang merupakan diagnosis pasti, dibutuhkan sekitar 50 100 kuman/ml sputum. Hasil kultur memerlukan waktu tidak kurang dan 6 - 8
minggu dengan angka sensitiviti 18-30%.
Rekomendasi WHO skala IUATLD :
Tidak ditemuukan BTA dalam 100 lapang pandangan :negative
Ditemukan 1-9 BTA : tulis jumlah kuman
Ditemukan 10-99 BTA : 1+
Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandangan : 2+
Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandangan : 3+

2.6.2 Pemeriksaan tuberculin


Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering
digunakan dalam "Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC
dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.
Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin
positif 100%, umur 12 tahun 92%, 24 tahun 78%, 46 tahun 75%, dan umur 612
tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak
maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara melakukan uji
tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi
penyuntikan uji mantoux umumnya pada bagian atas lengan bawah kiri bagian
depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48

72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi)


yang terjadi.

2.6.3

Pemeriksaan Rontgen Thoraks

Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi
sebelum ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum pemeriksaan fisik
menemukan kelainan pada paru. Bila pemeriksaan rontgen menemukan suatu
kelainan, tidak ada gambaran khusus mengenai TB paru awal kecuali di lobus
bawah dan biasanya berada di sekitar hilus. Karakteristik kelainan ini terlihat
sebagai daerah bergaris-garis opaque yang ukurannya bervariasi dengan batas lesi
yang tidak jelas. Kriteria yang kabur dan gambar yang kurang jelas ini sering diduga
sebagai pneumonia atau suatu proses edukatif, yang akan tampak lebih jelas
dengan pemberian kontras.
Pemeriksaan rontgen thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil pengobatan
dan ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap
obat antituberkulosis, apakah sama baiknya dengan respons dari klien.
Penyembuhan yang lengkap serinng kali terjadi di beberapa area dan ini adalah
observasi yang dapat terjadi pada penyembuhan yang lengkap. Hal ini tampak
paling menyolok pada klien dengan penyakit akut yang relatif di mana prosesnya
dianggap berasal dari tingkat eksudatif yang besar.

2.6.4 Pemeriksaan CT Scan


Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB inaktif/stabil
yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik ireguler, pita
parenkimal, kalsifikasi nodul dan adenopati, perubahan kelengkungan beras
bronkhovaskuler, bronkhiektasis, dan emifesema perisikatriksial. Sebagaimana
pemeriksaan Rontgen thoraks, penentuan bahwa kelainan inaktif tidak dapat hanya
berdasarkan pada temuan CT scan pada pemeriksaan tunggal, namun selalu
dihubungkan dengan kultur sputum yang negatif dan pemeriksaan secara serial
setiap saat. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya
pembentukan kavasitas dan lebih dapat diandalkan daripada pemeriksaan Rontgen
thoraks biasa.

2.6.5 Radiologis TB Paru Milier


TB paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier akut dan TB paru milier
subakut (kronis). Penyebaran milier terjadi setelah infeksi primer. TB milier akut
diikuti oleh invasi pembuluh darah secara masif/menyeluruh serta mengakibatkan
penyakit akut yang berat dan sering disertai akibat yang fatal sebelum penggunaan
OAT. Hasil pemeriksaan rontgen thoraks bergantung pada ukuran dan jumlah

tuberkel milier. Nodul-nodul dapat terlihat pada rontgen akibat tumpang tindih
dengan lesi parenkim sehingga cukup terlihat sebagai nodul-nodul kecil. Pada
beberapa klien, didapat bentuk berupa granul-granul halus atau nodul-nodul yang
sangat kecil yang menyebar secara difus di kedua lapangan paru. Pada saat lesi
mulai bersih, terlihat gambaran nodul-nodul halus yang tak terhitung banyaknya
dan masing-masing berupa garis-garis tajam.

2.6.6 Pemeriksaan Laboratorium


Diagnosis terbaik dari penyakit diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi melalui
isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies Mycobacterium antara yang satu
dengan yang lainnya harus dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia
pada berbagai media, perbedaan kepekaan terhadap OAT dan kemoterapeutik,
perbedaan kepekaan tehadap binatang percobaan, dan percobaan kepekaan kulit
terhadap berbagai jenis antigen Mycobacterium. Pemeriksaan darah yang dapat
menunjang diagnosis TB paru walaupun kurang sensitif adalah pemeriksaan laju
endap darah (LED). Adanya peningkatan LED biasanya disebabkan peningkatan
imunoglobulin terutama IgG dan IgA.

2.7

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan tuberkulosis antara lain :


2.7.1

Pencegahan Tuberkulosis Paru

Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan
penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin, klinis,
dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thorax
diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG
vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan
kemoprofilaksis.
Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok populasi
tertentu misalnya: karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan, penghuni
rumah tahanan, dan siswa-siswi pesantren.
Vaksinasi BCG
Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan
tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.
Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu pada ibu
dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok
berikut: bayi di bawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena resiko
timbulnya TB milier dan meningitis TB, anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan
hasil tes tuberkulin positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang menular,
individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif menjadi positif,

penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat imunosupresif jangka


panjang, penderita diabetes mellitus.
Komunikasi,
masyarakat
pemerintah
Tuberkulosis

2.7.2

informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis kepada


di tingkat Puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh petugas
maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan
Paru Indonsia PPTI).

sPengobatan Tuberkulosis Paru

Mekanisme kerja obat anti-tuberkulosis (OAT) :


Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat
Aktivitas sterilisasi, terhadap the pesisters (bakteri semidormant)
Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis
terhadap bakteri tahan asam.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu
1.

Fase intensif (2-3 bulan) :

Tujuan tahapan awal adalah membunuh kuman yang aktif membelah sebanyakbanyaknya dan secepat-cepatnya dengan obat yang bersifat bakterisidal. Selama
fase intensif yang biasanya terdiri dari 4 obat, terjadi pengurangan jumlah kuman
disertai perbaikan klinis. Pasien yang infeksi menjadi noninfeksi dalam waktu 2
minggu. Sebagian besar pasien dengan sputum BTA positif akan menjadi negatif
dalam waktu 2 bulan. Menurut The Joint Tuberculosis Committee of the British
Thoracic Society, fase awal diberikan selama 2 bulan yaitu INH 5 mg/kgBB,
Rifampisin 10 mg/kgBB, Pirazinamid 35 mg/kgBB dan Etambutol 15 mg/kgBB.
2.

Fase lanjutan (4-7 bulan).

Selama fase lanjutan diperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam waktu yang lebih
panjang. Penggunaan 4 obat selama fase awal dan 2 obat selama fase lanjutan
akan mengurangi resiko terjadinya resistensi selektif. Menurut The Joint Tuberculosis
Committee of the British Thoracic Society fase lanjutan selama 4 bulan dengan INH
dan Rifampisin untuk tuberkulosis paru dan ekstra paru. Etambutol dapat diberikan
pada pasien dengan resistensi terhadap INH.
Pada pasien yang pernah diobati ada resiko terjadinya resistensi. Paduan
pengobatan ulang terdiri dari 5 obat untuk fase awal dan 3 obat untuk fase lanjutan.
Selama fase awal sekurang-kurangnya 2 di antara obat yang diberikan haruslah
yang masih efektif.

Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan. Jenis obat
utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin,
Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI, 2004).

Untuk program nasional pemberantasan TB paru, WHO menganjurkan panduan obat


sesuai dengan kategori penyakit. Kategori didasarkan pada urutan kebutuhan
pengobatan dalam program. Untuk itu, penderita dibagi dalam empat kategori
sebagai berikut:
1.

Kategori I (2HRZE/4H3R3)

Kategori I adalah kasus baru dengan sputum positif dan penderita dengan keadaan
yang berat seperti meningitis, TB milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis massif
atau bilateral, spondiolitis dengan gangguan neurologis, dan penderita dengan
sputum negatif tetapi kelainan parunya luas, TB usus, TB saluran perkemihan, dan
sebagainya. Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan
etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan
rifampisin tiga kali dalam seminggu ( tahap lanjutan ).
2.

Kategori II ( HRZE/5H3R3E3 )

Kategori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap positif.
diberikan kepada :
Penderita kambuh
Penderita gagal terapi
Penderita dengan pengobatan setelah lalai minun obat
3.

Kategori III ( 2HRZ/4H3R3 )

Kategori III adalah kasus sputum negatif tetapi kelainan parunya tidak luas dan
kasus TB di luar paru selain yang disebut dalam kategori I.
4. Kategori IV
Kategori IV adalah tuberkulosis kronis. Prioritas pengobatan rendah karena
kemungkinan keberhasilan rendah sekali.

Obat-obatan anti tuberkulostatik


1.
Isoniazid (INH) : merupakan obat yang cukup efektif dan berharga murah.
Seperti rifampisin, INH harus diikutsertakan dalam setiap regimen pengobatan,
kecuali bila ada kontra-indikasi. Efek samping yang sering terjadi adalah neropati
perifer yang biasanya terjadi bila ada faktor-faktor yang mempermudah seperti
diabetes, alkoholisme, gagal ginjal kronik dan malnutrisi dan HIV. Dalam keadaan ini
perlu diberikan peridoksin 10 mg/hari sebagai profilaksis sejak awal pengobatan.
Efek samping lain seperti hepatitis dan psikosis sangat jarang terjadi.
2.
Rifampisin : merupakan komponen kunci dalam setiap regimen pengobatan.
Sebagaimana halnya INH, rifampisin juga harus selalu diikutkan kecuali bila ada
kontra indikasi. Pada dua bulan pertama pengobatan dengan rifampisin, sering
terjadi gangguan sementara pada fungsi hati (peningkatan transaminase serum),
tetapi biasanya tidak memerlukan penghentian pengobatan. Kadang-kadang terjadi

gangguan fungsi hati yang serius yang mengharuskan penggantian obat terutama
pada pasien dengan riwayat penyakit hati. Rifampisin menginduksi enzim-enzim
hati sehingga mempercepat metabolisme obat lain seperti estrogen, kortikosteroid,
fenitoin, sulfonilurea, dan anti-koagulan. Penting : efektivitas kontrasepsi oral akan
berkurang sehingga perlu dipilih cara KB yang lain.
3.
Pyrazinamid : bersifat bakterisid dan hanya aktif terhadap kuman intrasel
yang aktif memlah dan mycrobacterium tuberculosis. Efek terapinya nyata pada
dua atau tiga bulan pertama saja. Obat ini sangat bermanfaat untuk meningitis TB
karena penetrasinya ke dalam cairan otak. Tidak aktif terhadapMycrobacterium
bovis. Toksifitas hati yang serius kadang-kadang terjadi.
4.
Etambutol : digunakan dalam regimen pengobatan bila diduga ada resistensi.
Jika resiko resistensi rendah, obat ini dapat ditinggalkan. Untuk pengobatan yang
tidak diawasi, etambutol diberikan dengan dosis 25 mg/kg/hari pada fase awal dan
15 mg/kg/hari pada fase lanjutan (atau 15 mg/kg/hari selama pengobatan). Pada
pengobatan intermiten di bawah pengawasan, etambutol diberikan dalam dosis 30
mg/kg 3 kali seminggu atau 45 mg/kg 2 kali seminggu. Efek samping etambutol
yang sering terjadi adalah gangguan penglihatan dengan penurunan visual, buta
warna dan penyempitan lapangan pandang. Efek toksik ini lebih sering bila dosis
berlebihan atau bila ada gangguan fungsi ginjal. Gangguan awal penglihatan
bersifat subjektif; bila hal ini terjadi maka etambutol harus segera dihentikan. Bila
segera dihentikan, biasanya fungsi penglihatan akan pulih. Pasien yang tidak bisa
mengerti perubahan ini sebaiknya tidak diberi etambutol tetapi obat alternative
lainnya. Pemberian pada anak-anak harus dihindari sampai usia 6 tahun atau lebih,
yaitu disaat mereka bisa melaporkan gangguan penglihatan. Pemeriksaan fungsi
mata harus dilakukan sebelum pengobatan.
5. Streptomisin : saat ini semakin jarang digunakan, kecuali untuk kasus
resistensi.
Obat ini diberikan 15 mg/kg, maksimal 1 gram perhari.
Untuk berat badan kurang dari 50 kg atau usia lebih dari 40 tahun, diberikan 500700 mg/hari. Untuk pengobatan intermiten yang diawasi, streptomisin diberikan 1 g
tiga kali seminggu dan diturunkan menjadi 750 ng tiga kali seminggu bila berat
badan kurang dari 50 kg. Untuk anak diberikan dosis 15-20 mg/kg/hari atau 15-20
mg/kg tiga kali seminggu untuk pengobatan yang diawasi. Kadar obat dalam
plasma harus diukur terutama untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Efek
samping akan meningkat setelah dosis kumulatif 100 g, yang hanya boleh
dilampaui dalam keadaan yang sangat khusus. Obat-obat sekunder diberikan untuk
TBC yang disebabkan oleh kuman yang resisten atau bila obat primer menimbulkan
efek samping yang tidak bisa ditoleransi. Termasuk obat sekunder
adalah kapreomisin, sikloserin, makrolid generasi baru (azitromisin dan
klaritromisin), 4-kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin) dan protionamid.

Tabel Panduan Pemberian Obat Anti-Tuberkulosis


Obat

anti-TB Aksi

Potensi

Rekomendasi

Dosis

(mg/kgBB)
esensial

Per hari

Per minggu
3x

2x

Isoniazid (INH)

Bakterisidal

Tinggi

10

15

Rifampisin (R)

Bakterisidal

Tinggi

10

10

10

Pirazinamid (Z)

Bakterisidal

Rendah

25

35

50

Streptomisin (S) Bakterisidal

Rendah

15

15

15

Etambutol (E)

Rendah

15

30

45

Bakteriostatik

Kombinasi dosis combination ( fixed dose combination )


Dosis tiap hari :
RHZE : R (150 mg) + H (75 mg) + Z (400 mg) + E (75 mg)
RHZ : R (150 mg) + H (75 mg) + Z (450 mg)
RH : R (300 mg) + H (150 mg)
R (150 mg) + H (75 mg)
EH : H (150 mg) + E (400 mg)
RHZ : R (150 mg) + H (150 mg) + Z (500 mg)
RH : R (150 mg) + H (150 mg)
Dosis 3X/ minggu :

2.7 Komplikasi
Penyakit TB Paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi,
diantaranya :
Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, faringitis.
Komplikasi lanjut :
Obstruksi jalan nafas, seperti SOPT ( Sindrom Obstruksi Pasca Tubercolosis)
Kerusakan parenkim berat, seperti SOPT atau fibrosis paru, Cor pulmonal,
amiloidosis, karsinoma paru, ARDS.

2.8 WOC (Web of Caution)


DOWNLOAD : WOC ASKEP TB PARU

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1

PENGKAJIAN

Pengkajian dengan TB Paru pada klien dewasa, meliputi :


3.1.1 Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan
penanggung biaya.

Riwayat Sakit dan Kesehatan


1.

Keluhan utama

Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta pertolongan dari
tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1)
-

Keluhan respiratoris, meliputi:


Batuk, nonproduktif/ produktif atau sputum bercampur darah

Batuk darah, seberapa banyak darah yang


berupa bloodstreak, berupa garis, atau bercak-bercak darah
-

Sesak napas

Nyeri dada

keluar

atau

hanya

Tabrani Rab (1998) mengklasifikasikan batuk darah berdasarkan jumlah darah yang
dikeluarkan:
-

Batuk darah masif, darah yang dikeluarkan lebih dari 600 cc/24 jam.

Batuk darah sedang, darah yang dikeluarkan 250-600 cc/24 jam.

Batuk darah ringan. Darah yang dikeluarkan kurang dari 250 cc/24 jam.

2)

Keluhan sistematis, meliputi:

Demam, timbul pada sore atau malam hari mirip demam influenza, hilang
timbul, dan semakin lama semakin panjang serangannya, sedangkan masa bebas
serangan semakin pendek
Keluhan sistemis lain: keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan,
dan malaise.

2. Riwayat penyakit saat ini


Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan perawat dalam
melengkapi pengkajian.
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab sesak
napas, apakah sesak napas berkurang apabila beristirahat?
Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau digambarkan
klien, apakah rasa sesaknya seperti tercekik atau susah dalam melakukan inspirasi
atau kesulitan dalam mencari posisi yang enak dalam melakukan pernapasan?
Region: di mana rasa berat dalam melakukan pernapasan?
Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien?
Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah buruk pada malam
hari atau siang hari, apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika
itu juga, apakah timbul gejala secara terus-menerus atau hilang timbul
(intermitten), apa yang sedang dilakukan klien saat gejala timbul, lama timbulnya
(durasi), kapan gejala tersebut pertama kali timbul (onset).

3.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien


pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, tuberkulosis dari
organ lain, pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang memperberat TB paru
seperti diabetes mellitus. Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh
klien pada masa lalu yang relevan, obat-obat ini meliputi obat OAT dan antitusif.
Catat adanya efek samping yang terjai di masa lalu. Kaji lebih dalam tentang
seberapa jauh penurunan berat badan (BB) dalam enam bulan terakhir. Penurunan
BB pada klien dengan TB paru berhubungan erat dengan proses penyembuhan
penyakit serta adanya anoreksia dan mual yang sering disebabkan karena
meminum OAT.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah
penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor
predisposisi di dalam rumah.

5. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat
untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan
perilaku klien. Perawat mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal klien tentang
kapasitas fisik dan intelektual saat ini. Data ini penting untuk menentukan tingkat
perlunya pengkajian psiko-sosio-spiritual yang seksama. Pada kondisi, klien dengan
TB paru sering mengalami kecemasan bertingkat sesuiai dengan keluhan yang
dialaminya.

6. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )


Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru meliputi pemerikasaan fisik umum per
system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1
(breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone) serta
pemeriksaan yang focus pada B2 dengan pemeriksaan menyeluruh system
pernapasan.
Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital
Keadaan umum pada klien dengan TB paru dapat dilakukan secara selintas pandang
dengan menilai keadaaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu di nilai secara
umum tentang kesadaran klien yang terdiri atas compos mentis, apatis, somnolen,
sopor, soporokoma, atau koma.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru biasanya
didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat
apabila disertai sesak napas, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan
peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan, dan tekanan darah biasanya
sesuai dengan adanya penyulit seperti hipertensi.

B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru merupakan pemeriksaan fokus yang
terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Inspeksi

Bentuk dada dan pergerakan pernapasan. Sekilas pandang klien dengan TB paru
biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter
bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila ada
penyulit dari TB paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka terlihat adanya
ketidaksimetrian rongga dada, pelebar intercostals space (ICS) pada sisi yang sakit.
TB paru yang disertai atelektasis paru membuat bentuk dada menjadi tidak
simetris, yang membuat penderitanya mengalami penyempitan intercostals space
(ICS) pada sisi yang sakit. Pada klien dengan TB paru minimal dan tanpa komplikasi,
biasanya gerakan pernapasan tidak mengalami perubahan. Meskipun demikian, jika
terdapat komplikasi yang melibatkan kerusakan luas pada parenkim paru biasanya
klien akan terlihat mengalami sesak napas, peningkatan frekuensi napas, dan
menggunakan otot bantu napas.
Batuk dan sputum. Saat melakukan pengkajian batuk pada klien dengan TB paru,
biasanya didapatkan batuk produktif yang disertai adanya peningkatan produksi
secret dan sekresi sputum yang purulen. Periksa jumlah produksi sputum, terutama
apabila TB paru disertai adanya brokhiektasis yang membuat klien akan mengalami
peningkatan produksi sputum yang sangat banyak. Perawat perlu mengukur jumlah
produksi sputum per hari sebagai penunjang evaluasi terhadap intervensi
keperawatan yang telah diberikan.
Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru tanpa komplikasi
pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernapas biasanya normal
seimbang antara bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan gerakan dinding
pernapasan biasanya ditemukan pada klien TB paru dengan kerusakan parenkim
paru yang luas.
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat meletakkan
tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan oleh
penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon bronchial untuk membuat
dinding dada dalam gerakan resonan, teerutama pada bunyi konsonan. Kapasitas
untuk merasakan bunyi pada dinding dada disebut taktil fremitus.
Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan
resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang
disertai komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak
pada sisi yang sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai
pneumothoraks, maka didapatkan bunyi hiperresonan terutama jika pneumothoraks
ventil yang mendorong posisi paru ke sisi yang sehat.
Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi) pada sisi
yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil
auskultasi di daerah mana didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui
stetoskop ketika klien berbica disebut sebagai resonan vokal. Klien dengan TB paru

yang disertai komplikasi seperti efusi pleura dan pneumopthoraks akan didapatkan
penurunan resonan vocal pada sisi yang sakit.

B2 (Blood)
Pada klien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi:
Inspeksi

: Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik.

Palpasi

: Denyut nadi perifer melemah.

Perkusi
: Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi
pleura masif mendorong ke sisi sehat.
Auskultasi
: Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan.

B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer apabila
gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien tampak dengan
meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan
pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya kengjungtiva anemis pada TB
paru dengan gangguan fungsi hati.

B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena
itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda
awal dari syok. Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna
jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai
ekskresi karena meminum OAT terutama fifampisin.

B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat
badan.

B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala yang
muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, jadwal
olahraga menjadi tak teratur.

3.2. DIAGNOSA
Beberapa diagnosa yang bisa diangkat :
Bersihan jalan nafas tak efektif, berhubungkan dengan sekret kental / sekret darah,
upaya batuk buruk, dapat ditandai dengan:
- Frekuensi pernafasan, irama, kedalaman tak normal.
- Bunyi nafas tak normal, ( ronchi, mengi ) stridor.
- Dispnoe.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif,
atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret kental, tebal, dan edema
bronchial.
Resiko tinggi infeksi ( penyebaran / aktivitas ulang ) berhubungan dengan
pertahanan primer tak adekuat, penurunan kerja silia / statis sekret, penurunan
pertahanan / penekanan proses imflamasi, malnutrisi, kurang pengetahuan untuk
menghindari pemajanan patogen.
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan proses peradangan ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh (hypertermi).
Resiko regimen terapi berhubungan dengan banyaknya kombinasi obat yang harus
diminum.

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN


Bersihan jalan nafas tak efektif, berhubungkan dengan sekret kental / sekret darah,
kelemahan, upaya batuk buruk, edema tracheal / faringeal dapat ditandai dengan:
- Frekuensi pernafasan, irama, kedalaman tak normal.
- Bunyi nafas tak normal, ( ronchi, mengi ) stridor.
- Dispnoe.
Rencana jangka pendek :
- Membersihkan nafas pasien.
- Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
Rencana jangka panjang : Menunjukan
mempertahankan bersihan jalan nafas.
Rencana keperawatan

perilaku

untuk

memperbaiki

Berikan pasien posisi semi atau fowler tinggi, bantu pasien untuk latihan nafas
dalam.
Bersihkan sekret dari mulut dan trakea ; pengisapan sesuai dengan keperluan.
Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif, catat karakter,
jumlah sputum dan adanya hemoptisis.
Kaji fungsi pernafasan, contoh bunyi nafas, kecepatan, irama dan kedalaman serta
penggunaan otot aksesori.

Rasionalisasi

Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya


pernafasan, ventilasi meksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan
gerakan sekret kedalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan.
Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal ( misalnya ; efek infeksi dan atau tidak
adekuat hydrasi ) sputum berdarah kental atau darah cerah diakibatkan oleh
kerusakan ( kapitasi ) paru atau luka bronkial, dan dapat memerlukan evaluasi /
intervensi lanjut.

Mencegah obstruksi / aspirasi, penghisapan dapat diperlukan bila pasien tidak


mampu mengeluarkan sekret.
Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis, ronchi, mengi, menunjukan
akumulasi sekret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat
menimbulkan pengguanaan otot aksesori pernafasan dan peningkatan kerja
pernafasan.

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif,


atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret kental, tebal, dan edema
bronchial.
Rencana jangka pendek : Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan
adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
Rencana jangka panjang : Bebas dari gejala distres pernafasan.
Rencana tindakan.
Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai
dengan keperluan.

Tunjukan / dorong bernafas bibir selama ekhalasi, khususnya untuk pasien dengan
fibrosis atau kerusakan parenkhim.
Kaji diespnoe, tachipnoe, tak normal / menurunnya bunyi nafas, peningkatan
upaya pernapasan, terbatasnya ekspansi dinding dada & kelemahan.
Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sianosis dan / atau perubahan
pada warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku.
Rasionalisasi.
Menurunkan konsumsi O2 / kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat
menurunkan beratnya gejala.
Membuat tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps / penyempitan jalan
nafas, sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan /
menurunkan nafas pendek.
TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagian kecil bronchopneomonia
sampai inflamasi difus luas, necrosis, effusi pleural dan fibrosis luas, efek
pernafasan dapat dari ringan sampai diespnoe berat sampai diestres pernafasan.
Akumulasi sekret / pengaruh jalan nafas dapat mengganggu oksigenisasi organ vital
dan jaringan.

3. Resiko tinggi infeksi ( penyebaran / aktivitas ulang ) berhubungan dengan


pertahanan primer tak adekuat, penurunan kerja silia / statis sekret, penurunan
pertahanan / penekanan proses imflamasi, malnutrisi, kurang pengetahuan untuk
menghindari pemajanan patogen.
Tujuan jangka pendek : Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan
resiko penyebaran infeksi.
Tujuan jangka panjang : Menunjukan tehnik / melakukan perubahan pola hidup
untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Rencana tindakan.

Anjurkan pasien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tissue & menghindari
meludah di tempat umum serta tehnik mencuci tangan yang tepat.
Kaji patologi / penyakit ( aktif / tak aktif diseminasi infeksi melalui bronchus untuk
membatasi jaringan atau melalui aliran darah / sistem limfatik ) dan potensial
penyebaran melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah,bicara, dll.
Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, anggota, sahabat karib
/ teman.

Rasionalisasi.
Perilaku yng diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi dapat membantu
menurunkan rasa terisolir pasien & membuang stigma sosial sehubungan dengan
penyakit menular.
Membantu pasien menyadari / menerima perlunya mematuhi program pengobatan
untuk mencegah pengaktifan berulang / komplikasi. pemahaman begaiman
penyakit disebarkan & kesadaran kemungkinan tranmisi membantu pasien / orang
terdekat mengambil langkah untuk mencegah infeksi ke orang lain.
Orang orang yang terpajan ini perlu program therapy obat untuk mencegah
penyebaran infeksi.

4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan proses peradangan ditandai


dengan peningkatan suhu tubuh (hypertermi).
Tujuan jangka pendek
tubuh.

: Mengidentifikasi intervensi untuk menurunkan suhu

Tujuan jangka panjang : Meminimalisir proses peradangan untuk meningkatkan


kenyamanan.
Rencana tindakan :
Mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh dengan pemasangan infus
Monitoring perubahan suhu tubuh
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik guna mengurangi proses
peradangan (inflamasi)
Anjurkan pada pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang optimal sehingga
metabolisme dalam tubuh dapat berjalan lancar
Rasionalisasi :
Cairan dalam tubuh sangat penting guna menjaga homeostasis (keseimbangan)
tubuh. Apabila suhu tubuh meningkat maka tubuh akan kehilangan cairan lebih
banyak.
Suhu tubuh harus dipantau secara efektif guna mengetahui perkembangan dan
kemajuan dari pasien.
Antibiotik berperan penting dalam mengatasi proses peradangan (inflamasi)
Jika metabolisme dalam tubuh berjalan sempurna maka tingkat kekebalan/ sistem
imun bisa melawan semua benda asing (antigen) yang masuk.

5. Resiko regimen terapi berhubungan dengan banyaknya kombinasi obat yang


harus diminum
Tujuan jangka pendek

: memperbaiki gejala, mengurangi resiko infeksi.

Tujuan jangka panjang

: terapi regimen obat

Rencana tindakan :

Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian kombinasi obat.


Kaji dari efek penggunaan regimen terapi.
Berikan penyuluhan dan pendidikan kesehatan tentang ketidakteraturan berobat
akan menyebabkan resistensi.
Rasionalisasi :
Pengobatan terhadap penyakit TBC memerlukan kombinasi berbagai obat (obat
antituberkulosis/ OAT) yang diberikan selama 6 bulan atau lebih untuk dinyatakan
sembuh.
Efek dari penggunaan regimen terapi dapat menyebabkan berbagai komplikasi.
Kombinasi obat yang telah diberikan telah disesuaikan dengan fase TB paru.
Sehingga ketidakteraturan akan menyebabkan resiko resistensi.

BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN

TB paru dapat terjadi dengan peristiwa sebagai berikut:


Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak sengaja
keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat
terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi menguap.
Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan
membuat bakteri tuberkolosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke
udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi
terkena infeksi bakteri tuberkolosis.
5.2 SARAN
Hendaknya mewaspadai terhadap droplet yang dikeluarkan oleh klien dengan TB
paru karena merupakan media penularan bakteri tuberkulosis

Memeriksakan dengan segera apabila terjadi tanda-tanda dan gejala adanya TB


paru.
Sebagai perawat hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan sesuai
dengan rencana keperawatan pada penderita TB Paru.
DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo, Aruw. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 Edisi IV. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Soeparman dan sarwono Waspadji. 1990. Ilmu Penyakit Dalam jilid 2. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
http://www.rajawana.com/artikel/kesehatan/264-tuberculosis-paru-tb-paru.html
diakses pada tanggal 16 November 2010
http://jarumsuntik.com/asuhan-keperawatan-dengan-tb-paru diakses pada tanggal
16 November 2010

Top of Form
Search

Bottom of Form
Home
About
Archives
Sallindry Widyasari
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TBC
undefinedundefined

1.2

Tuberculosis Paru (TBC)

A.

Definisi

Tuberculosis Paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman
mycrobacterium tuberculosis. Tuberculosis paru termasuk suatu pneumonia, yaitu
pneumonia yang disebabkan oleh M. tuberculosis. Tuberculosis Paru mencakup 80%
dari keseluruhan kejadian penyakit tuberculosis, sedangkan 20% selebihnya
merupakan tuberculosis ekstrapulmonar. Diperkirakan bahwa 1/3 penduduk dunia
pernah terinfeksi kuman M. tuberculosis.

B.

Etiologi

Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran


panjang 1-4mm dg tebal 0,3-0,6mm. sebagian besar komponen M. Tuberculosis
adalah berupa lemak atau lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta
sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat
aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, M. Tuberculosis
senang tinggal di daerah apex paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi.
daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberculosis.

C.

Patofisiologi

Infeksi diawali Karena seseorang menghirup basil M.Tuberculosis. bakteri menyebar


melalui jalan nafas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk.
Perkembangan M.Tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari
paru-paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui system limfe dan aliran darah
ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks cerebry). Selanjutnya system
kekebalan tubuh memberikan respon dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil
dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit
spesifik tuberculosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi
jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang
menyebabkan bronchopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10
minggu setelah terpapar bakteri.
Interaksi antara M. tuberculosis dan system kekebalan tubuh pada masa awal
infeksi membentuk sebuah masa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma
terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti
dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jangringan fibrosa.
Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas
makrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang
penampakannya seperti keju (necrotizing caseosa) hal ini kan menjadi kalsifikasi
dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi non aktif.

Setelah infeksi awal, jika respon system imun tidak adekuat maka penyakit akan
menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang
atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasusu ini,
ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa
didalam brounkhus. Tubercle yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan
membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang
mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus
dan basil terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Makrofag mengadakan
infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel
epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10 20 hari). Daerah yang
mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan
fibroblas akan menimbulkan respons berbeda, pada akhirnya akan membentuk
suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.

Patway

D.

Tanda gejala

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang
timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas
terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa
secara klinik.
Gejala sistemik/umum, antara lain sebagai berikut:


Gejala umum Tb paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau
tanpa sputum , malaise , gejala flu , demam ringan , nyeri dada , batuk darah .

Gejala lain yaitu kelelahan, anorexia, penurunan Berat badan

Gejala khusus, antara lain sebagai berikut:

Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar
getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi, suara nafas
melemah yang disertai sesak.

Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat


disertai dengan keluhan sakit dada.

Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang
yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di
atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.

Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan


disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi,
adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
E.

Komplikasi

Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada


penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :

Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat


mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan
napas.

Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari


lobus akibat retraksi bronchial.

Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan


jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.

ginjal.
F.
a.

Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium

Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif


penyakit

Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan
darah) : Positif untuk basil asam-cepat.

Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm


atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen)
menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti

menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit
berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh
mikobakterium yang berbeda.

Anemia bila penyakit berjalan menahun

Leukosit ringan dengan predominasi limfosit

LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali
normal pada tahap penyembuhan.

paru.

GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan

Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel
raksasa menunjukkan nekrosis.

Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi;
contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan
pada TB paru kronis luas.

b.

Radiologi

Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium
lesi sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas TB dapat
termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikanTB yang lebih berat
dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi
yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.

Bronchografi : merupakan pemeriksaan


kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.

khusus

untuk

melihat

Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah penebalan


pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam radio lusen
dipinggir paru atau pleura).

c.

Pemeriksaan fungsi paru

Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu:
kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigensekunder terhadap infiltrasi
parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural.

G.

Penatalaksanaan medis dan keperawatan

1.

Farmakologi

Terdapat 2 macam sifat/aktivitas obat terhadap tuberculosis , yaitu sebagai berikut:

Aktivitas bakterisid

Disini
obat
bersifat
membunuh
kuman-kuman
yang
sedang
tumbuh
(metabolismenya masih aktif). Aktivitas bakteriosid biasanya diukur dengan
kecepataan obat tersebut membunuh atau melenyapkan kuman sehingga pada
pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif (2 bulan dari permulaan
pengobatan).

Aktivitas sterilisasi

Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat


(metabolismenya kurang aktif). Aktivitas sterilisasi diukur dari angka kekambuhan
setelah pengobatan dihentikan.
Pengobatan penyakit Tuberculosis dahulu hanya dipakai satu macam obat saja.
Kenyataan dengan pemakaian obat tunggal ini banyak terjadi resistensi. Untuk
mencegah terjadinya resistensi ini, terapi tuberculosis dilskukan dengan memakai
perpaduan obat, sedikitnya diberikan 2 macam obat yang bersifat bakterisid.
Dengan memakai perpaduan obat ini, kemungkinan resistensi awal dapat diabaikan
karena jarang ditemukan resistensi terhadap 2 macam obat atau lebih serta pola
resistensi yang terbanyak ditemukan ialah INH

b.

keperawatan

Penyuluhan

Pencegahan

Pemberian obat-obatan

OAT (obat anti tuberculosis)

Bronchodilator

Ekspectoran

OBH (obat batuk hitam)

Vitamin

Fisioterapi dan rehabilitasi

Konsultasi secara teratur

H.

Asuhan keperawatan TBC

a.
1)

Pengkajian
Identitas klien

Nama

: Ny. B

Jenis Kelamin

: perempuan

Usia

: 37 Tahun

Status Perkawinan

: Kawin

Agama

: Kristen

Suku Bangsa

: Jawa

Bahasa Yang Digunakan

: Bahasa Indonesia

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Alam

: Jl. Miapa Mioleng no.4 rt 02/03

Sumber biaya

: Jamkesmas

2)

Keluhan utama

Pada saat pengkajian Ny. B mengeluh batuk berdarah, cepat lelah, letih,
keringat dimalam hari.

3)

Riwayat penyakit sekarang

Pasien masuk rumah sakit. Pada pemeriksaan pasien ditemukan tanda dan
gejala penyakit tuberculosis paru, kemudian dilakukan pemeriksaan diagnostic
seperti sputum, poto thoraks terlihat adanya gumpalan putih, hasil tuberculin test
positif (+), segera dilakukan penatalaksanaan untuk menangani penyakit TB.

4)

Riwayat penyakit terdahulu

5)

Riwayat kesehatan lingkungan

Klien mengatakan bahwa klien tinggal di daerah yang pandat penduduk, lingkungan
kumuh dan rumahnya tidak ada ventilasi dan kurang pencahayaan.

6)

Riwayat Psikososial

Klien merasa takut akan penyakitnya dan menganggap penyakitnya itu mematikan.

7)

Riwayat pekerjaan dan pola hidup

Klien mengatakan bekerja sebagai buruh cuci dan klien tidak memakai
masker saat keluar rumah.

8)

Data Fokus
DATA SUBJEKTIF
Klien
mengatakan
mengalami
demam
(meriang)

DATA OBJEKTIF
sering - Suhu = 38,5 oC
ringan
- Berat badan menurun dari 60
kg menjadi 48 kg,turun 12 kg
(anoreksia)

Badan terasa letih

Berat badan menurun

Keringat pada malam hari (+)

Keringat pada malam hari

Sputum disertai darah (+)

Batuk berdarah

Tuberculin test (+)

- Photo thorax terlihat


putih di apeks paru
-

RR = 24 x permenit

bercak

b.

TD = 110/70 mmHg

HR = 80 x permenit

Diagnosa Keperawatan

DATA FOKUS

PROBLEM

DS

Bersihan jalan
tidak efektif

klien mengatakan:

ETIOLOGI
nafas Berkaitan
dengan Secret kental
/ secret darah

- Batuk berdarah
- Demam
- Keringat pd malam
hari

DO
klien terlihat :
- Batuk dgn Sputum
bercampur darah
- Tuberculin test (+)
- Suhu = 38,5 oC
- HR = 78 x permenit
- RR = 24 x permenit
- TD = 110/70 mmHg
- Rongent Thorax (+)
- Terlihat bercak putih
DS
klien mengatakan :
- Tidak nafsu makan
- Cepat letih
- Berat badan turun 12

Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan

Berkaitan
dengan
intake yang tidak ade
kuat

kg
- Mual
- Tidak suka
rumah sakit

makan

DO
klien terlihat :
- Antropometri : berat
badan turun 12 kg (6048)
- Biokimia ; Eritrosit : 4

5
(juta/ul)
Haemoglobin (Hb) : 12

15
(g/dl)
Hematokrit (Ht) : 36
47
(%)
Trombo sit : 150.000
400.000(/ul)
Leukosit : 5.000
10.000(/ul)
Laju
Endap
Darah
(LED) : < 15 (mm/jam)
- Chemical
sain
:
Rhonki
(+),
konjungtivaanemis
(+) , mukosa bibir
(kering), togor kulit
jelek
- Diathistori
: klien
tidak suka makan telur,
dan sayuran

DS
klien mengatakan :
- Tidak
tentang
penyakit
- Pasien

mengetahui
proses
tidak

punya

Ketidaktahuan tentang Berkaitan


dengan
penyakit
kurangnya informasi

dana untuk berobat


DO
klien terlihat :
- Tinggal di daerah
padat penduduk, di
pinggir kali,
- Perkampungan
kumuh
- Dirumahnya
ventilasi
pencahayaan

c.

kurang
dan

Intervensi Keperawatan
DX
1

TUJUAN
HASIL

DAN

KRITERIA

INTERVENSI KEPERAWATAN

Setelah
dilakukan MANDIRI
tindakan
keperawatan
1. Mengkaji fungsi respirasi antara
selama
3x24
jam,
lain suara, jumlah, irama, dan
diharapkan :
kedalaman nafas, serta catatan pula
Pasien
menyatakan mengenai penggunaan otot nafas
bahwa batuk berkurang tambahan
atau hilang, tidak ada
Rasionalnya : adanya perubahan
sesak
dan
secret
fungsi respirasi dan penggunaan otot
berkurang.
tambahan
menandakan
kondisi
Suara nafas normal penyakit yang masih dalam kondisi
(vesikular)

Tanda-tanda Vital :

penanganan penuh

Tekanan Darah : 100/60


130/80 mmHg
RR
:
normal
X/menit),

2. Mencatat
(12-20 mengeluarkan
secara efektif

Suhu normal (36-370C),


-

Tidak ada dipsnue

kemampuan
secret atau

untuk
batuk

Rasional
:
ketidak
mampuan
mengeluarkan
secret menjadikan
timbulnya penumpukan berlebihan
pada saluaran penafasan
3. Mengatur posisi tidur semi/ high
fowler. Membantu pasien untuk
berlatih batuk secara efektif dan
menarik nafas dalam
Rasional : posisi semi atau high
fowler
memberikan
kesempatan
paru-paru
berkembang
secara
maksimal akibat diagfagma turun
kebawah.
Batuk
efektif
mempermudah ekspetorasi mucus.
4. Membersihkan secret dari mulut
dan
trakea,
suction
jika
memungkinkan
Rasional ; pasien dalam kondisi sesak
cenderung bernafas melalui mulut
yang jika tidak di tindak lanjuti akan
mengakibatkan stomatitis.
Kolaborasi
1.
Memberikan O2 udara inspirasi
yang lembab.
Rasional: berfungsi meningkatkan
kadar tekanan parsial O2 dan saturasi
O2 dalam darah.
2.
Memberikan pengobatan atas
indikasi:
a.

Agen mukolitik
Missal: Acetilcystein

b.

Bronkodilator:

c.

Kortokosteroid (prednison)

Rasional:berfungsi untuk
mengencerkan
dahak
dan
meningkatkan atau memperlebar
saluran udara
2

Setelah
dilakukan MANDIRI
tindakan
keperawatan
1. Mendokumentasikan
status
selama
3x24
jam,
nutrisi pasien serta mencatat tugor
diharapkan :
kulit, berat badab saat ini, tingkat
Diharapkan perasaan kehilangan berat badan, integritas
mual
berkurang
atau mukosa mulut, tonus perut
hilang
Rasional:
menjadi
data
focus
Pasien
mengatakan merencanakan tindakan selanjutnya
nafsu makan meningkat
2. Memberikan
oral
care
Berat badan pasien sebelumdan
sesudah
tidak
mengalami penatalaksanaan respiration
penurunan drastic (stabil)
Rasional: meningkatkan kenyamanan
Pasien terlihat dapat daerah
mulut
sehingga
akan
menghabiskan
porsi meningkatkan perasaan nafsu makan
makan yang disediakan
Hasil
analisis
laboratorium menyatakan
protein
darah/albumin
darah
dalam
rentang
normal

3. Anjurkan
sering

makan

sedikit

tapi

Rasional:
meningkatkan
intake
makanan
dan
nutrisi
pasien,
terutama kdar protein tinggi yang
dapat
meningkatkan
mekanisme
tubuh dalam proses penyembuhan.

Kolaborasi:
1. Menganjurkan kepada ahli gizi
untuk menentukan komposisi diet
Rasional: menentukan kebutuhan
nutrisi yang tepat bagi pasien
2. Monitor
laboratorium:
albumin

serum

pemeriksaan
protein, dan

Rasioanl:
mengontrol
ketidak
efektifan tindakan terutama dengan

kadar protein darah.


3

Setelah
dilakukan MANDIRI
tindakan
keperawatan
1. Beri penyuluhan kepada pasien
selama
3x24
jam,
dan keluarga tentang penyakit TBC
diharapkan :
Rasional: dengan pengetahuan maka
Pasien
mengerti
penyakit dapat di cegah.
proses
terjadinya
penyakit TBC
Pasien
menciptakan
yang sehat
keluarganya

dapat
lingkungan
di dalam

Pasien
penyakit TBC

mengerti

Pasien
pencegahan
TBC.

mengerti
penyakit

Anda mungkin juga menyukai