Bab 4
Bab 4
Banyak remaja yang merasa tidak puas dengan penampilan dirinya. Usaha
yang dilakukannya untuk bentuk tubuh yang diinginkannya seperti melakukan
diet dengan mengurangi konsumsi makanan, sehingga akan menyebabkan
gangguan makan. Masalah gangguan makan merupakan suatu masalah yang
ditandai dengan pola makan yang menyimpang terkait dengan karakteristik
psikologik yang berhubungan dengan makan, bentuk tubuh, dan berat badan yang
lebih mengedepankan persepsi tubuh dibandingkan kesehatan jasmani. Sehingga
dengan dorongan yang kuat untuk mempertahankan bentuk tubuh yang menurut
mereka ideal namun tanpa adanya pengetahuan yang baik maka yang terjadi
adalah justru perilaku gangguan makan. Selain itu faktor psikologis seperti
masalah keluarga, low self-esteem, stress, dan karena tidak puas dengan apa yang
ada pada dirinya dapat menyebabkan seseorang mempunyai gangguan makan.
Gangguan makan seperti anorexia nervosa, bulimia nervosa, binge-eating
disorder dan gangguan makan yang tidak spesifik (EDNOS) merupakan masalah
gangguan makan yang sudah umum terjadi di suatu negara maju. Berbagai
penelitian mengenai perilaku gangguan makan sudah banyak dilakukan dan hasil
penelitian menunjukan prevalensi rata-rata untuk anoreksia nervosa dan bulimia
nervosa yaitu masing-masing 0.3% dan 1% pada perempuan muda di barat (Van
Hoeken et al. 2003), tetapi lebih tinggi hingga 5.7 persen dari wanita muda
termasuk sindrom parsial. Insiden anorexia nervosa telah terjadi sebanyak 8 kasus
per 100 000 populasi per tahun, sementara jumlah insiden tahunan untuk bulimia
nervosa dilaporkan sekitar 12 per 100 000 (Van Hoeken et al. 2003).
Gangguan makan
merupakan kebiasaan makan yang abnormal
dimana
ditandai dengan
kekurangan atau kelebihan konsumsi makanan
se
hingga
menyebabkan penurunan kesehatan fisik dan emosional individu
. Hal ini semakin
banyak dijumpai dan menjadi
masalah
di seluruh dunia
. Penyebab
ganguan makan
adalah kompleks dan masih tidak dip
ahami sepenuhnya dan
mencakup banyak
individu
terutama
golongan remaja perempuan
(Fairburn dan Harrison, 2003).
Data p
enelitian tentang
gangguan makan
di Indonesia
m
asih belum
mencukupi, padahal
globalisasi itu juga
memberikan dampak pada Indonesia dan
prevalensi yang tinggi dikaitkan dengan urbanisasi dan kepadatan penduduk
Contohnya, di Jepang, dilaporkan kebanyakan pasien ganggua n makan
dijumpai
di kota dengan ukuran sedang dengan populasi: 60.000 hingga 250.000
dibandingkan dengan daerah yang kecil dan di pedesaan (Nadaoka
et al
, 1996).
Di
I
ndonesia, 12
22% wanita berusia 15
29 tahun menderita defisiensi
energi kronis (
IMT
<18,5) di beber
apa kawasan (Atmarita, 2005)
. Apakah
defisiensi ini disebabkan oleh gangguan makan atau hal lain tidaklah
dijelaskan