BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Epilepsi adalah gangguan otak kronis yang mempengaruhi orang-orang di
2.1. Definisi
Epilepsi adalah Cetusan listrik lokal pada substansia grisea otak yang
terjadi sewaktu-waktu, mendadak, dan sangat cepat yang dapat mengakibatkan
serangan penurunan kesadaran, perubahan fungsi motorik atau sensorik, perilaku
atau emosional yang intermiten dan stereotipik.5 Epilepsi adalah suatu kelainan di
otak yang ditandai adanya bangkitan epileptik yang berulang (lebih dari satu
episode). International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau
for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 merumuskan kembali definisi epilepsi yaitu
suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat
mencetuskan bangkitan epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis,
dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan
sedikitnya satu riwayat bangkitan epileptik sebelumnya. Sedangkan bangkitan
epileptik didefinisikan sebagai tanda dan / gejala yang timbul sepintas (transien)
akibat aktivitas neuron yang berlebihan atau sinkron yang terjadi di otak.6
Terdapat beberapa elemen penting dari definisi epilepsi yang baru
dirumuskan oleh ILAE dan IBE yaitu6 :
a. Riwayat sedikitnya satu bangkitan epileptik sebelumnya.
b. Perubahan di otak yang meningkatkan kecenderungan terjadinya bangkitan
selanjutnya.
c. Berhubungan dengan gangguan pada faktor neurobiologis, kognitif, psikologis,
dan konsekuensi sosial yang ditimbulkan.
Ketiga elemen di atas harus diperhatikan karena dalam menatalaksana
seorang penyandang epilepsi, tidak hanya faktor bangkitan atau kejang yang perlu
diperhatikan namun konsekuensi sosial yang ditimbulkan juga harus diperhatikan
seperti dikucilkan oleh masyarakat, stigma bahwa penyakit epilepsi adalah
penyakit menular, dan sebagainya.6
2.2. Etiologi
Kejang Parsial
motorik
- Kejang parsial sederhana dengan gejala
somatosensorik atau sensorik khusus
- Kejang parsial sederhana dengan gejala
psikis
Kejang parsial
kompleks
parsial
sederhana
diikuti
gangguan
kesadaran
- Kejang parsial kompleks dengan gangguan
kesadaran saat onset
- Kejang parsial sederhana menjadi kejang
umum
Kejang parsial
sederhana yang
menjadi kejang
Kejang Umum
umum
- Kejang parsial sederhana menjadi kejang
generalisata
sekunder
- Kejang absans
kejang umum
- Absans atipikal
- Kejang mioklonik
- Kejang klonik
- Kejang tonik-klonik
3
- Kejang atonik
Yang tidak tergolongkan
Klasifikasi International League Against Epilepsy (ILAE) 1981 untuk
(berhubungan
dengan usia awitan)
Simtomatis
Epilepsi umum
Kriptogenik
Idiopatik (berurutan
awitan)
Kriptogenik
(berurutan sesuai
dengan peningkatan
usia)
Simtomatis
Epilepsi dan
Bangkitan umum
- Bangkitan neonatal
dan fokal
dapat ditentukan
Tanpa gambaran
tegas fokal atau
4
Sindroma khusus
umum
Bangkitan yang
berkaitan dengan
situasi tertentu
- Kejang demam
- Bangkitan kejang/status epileptikus yang
timbul hanya sekali isolated
- Bangkitan yang hanya terjadi bila
terdapat kejadian metabolic akut, atau
toksis, alkohol, obat-obatan, eklamsia,
hiperglikemi nonketotik.
- Bangkitan berkaitan dengan pencetus
spesfik (epilepsi refrektorik)
2.4. Patofisiologi
Neuron memiliki potensial membran, hal ini terjadi karena adanya
perbedaan muatan ion-ion yang terdapat di dalam dan di luar neuron. Perbedaan
jumlah muatan ion-ion ini menimbulkan polarisasi pada membran dengan bagian
intraneuron yang lebih negatif. Neuron bersinapsis dengan neuron lain melalui
akson dan dendrit. Suatu masukan melalui sinapsis yang bersifat eksitasi akan
menyebabkan terjadinya depolarisasi membran yang berlangsung singkat,
kemudian inhibisi akan menyebabkan hiperpolarisasi membran. Bila eksitasi
cukup besar dan inhibisi kecil, akson mulai terangsang, suatu potensial aksi akan
dikirim sepanjang akson, untuk merangsang atau menghambat neuron lain,
sehingga terjadilah epilepsi.4
Epilepsi ditandai oleh bangkitan berulang yang diakibatkan oleh aktivitas
listrik yang berlebihan pada sebagian atau seluruh bagian otak. Seorang penderita
dikatakan menderita epilepsi bila setidaknya mengalami dua kali bangkitan tanpa
provokasi. Bangkitan epilepsi disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor
eksitasi dan inhibisi serebral, bangkitan akan muncul pada eksitabilitas yang tidak
terkontrol. Pada sebagian besar kasus tidak dijumpai kelainan anatomi otak,
namun pada beberapa kasus epilepsi disertai oleh kerusakan struktural otak yang
mengakibatkan disfungsi fisik dan retardasi mental.11
2.5. Diagnosis
Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu3:
a. Langkah pertama : Memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksisimal
merupakan bangkitan epilepsi.
b. Langkah kedua : Apabila benar terdapat bangkitan epilepsi, maka tentukanlah
bangkitan tersebut termasuk tipe bangkitan yang mana.
c. Langkah ketiga : tentukan sindrom epilepsi apa yang ditunjukkan oleh
bangkitan tadi, atau penyakit epilepsi apa yang diderita oleh pasien dan
tentukan etiologinya.
Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya bangkitan epilepsi
berulang (minimum 2 kali) tanpa provokasi, dengan atau tanpa adanya gambaran
epileptiform pada EEG.3
Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menuju ke diagnosis adalah sebagai
berikut :
a. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh.
Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah
serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi yang
sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis.12
Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi3:
1) Gejala sebelum, selama dan paska bangkitan
a) Keadaan penyandang saat bangkitan : duduk / berdiri / berbaring / tidur /
berkemih.
b) Gejala awitan (aura, gerakan / sensasi awal / speech arrest).
c) Apa yang tampak selama bangkitan (Pola / bentuk bangkitan) : gerakan tonik
/ klonik, vokalisasi, otomatisme, inkontinensia, lidah tergigit, pucat,
berkeringat, maupun deviasi mata.
d) Keadaan setelah kejang : bingung, terjaga, nyeri kepala, tidur, gaduh gelisah,
atau Todds paresis.
e) Apakah terdapat lebih dari satu pola bangkitan, atau terdapat perubahan pola
bangkitan.
2) Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang, maupun riwayat penyakit
neurologik dan riwayat penyakit psikiatrik maupun penyakit sistemik yang
mungkin menjadi penyebab.
3) Usia awitan, durasi, frekuensi bangkitan, dan interval terpanjang antar
bangkitan.
4) Riwayat bangkitan neonatal / kejang demam.
b. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab terjadinya serangan dengan
menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada pasien anak,
pemeriksa
harus
memperhatikan
adanya
keterlambatan
perkembangan,
- Rutin diulang setiap tahun sekali untuk memonitor samping OAE, atau bila
timbul gejala klinis akibat efek samping OAE.3
o Pemeriksaan kadar OAE
Pemeriksaan ini idealnya untuk melihat kadar OAE dalam plasma saat
bangkitan belum terkontrol, meskipun sudah mencapai dosis terapi maksimal atau
untuk memonitorkepatuhan pasien.3
2) Elektro ensefalografi (EEG)
Rekaman EEG merupakan pemeriksaan yang paling berguna pada dugaan suatu
bangkitan untuk:
o Membantu menunjang diagnosis
o Membantu penentuan jenis bangkitan maupun sintrom epilepsi.
o Membatu menentukanmenentukan prognosis
o Membantu penentuan perlu/ tidaknya pemberian OAE. 3
3) Pemeriksaan pencitraan otak
Berguna untuk mendeteksi lesi epileptogenik diotak. MRI beresolusi tinggi
( minimal 1,5 Tesla) dapat mendiagnosis secara non-invasif berbagai macam lesi
patologik misalnya mesial temporal sclerosis, glioma, ganglioma, malformasi
kavernosus, DNET (dysembryoplastic neuroepithelial tumor ), tuberous
sclerosiss.3
Fuctional brain imaging seperti Positron Emission Tomography (PET),
Singel Photon Emission Computed Tomography (SPECT) dan Magnetic
Resonance Spectroscopy (MRS) bermanfaat dalam memberikan informasi
tambahan mengenai dampak perubahan metabolik dan perubahan aliran darah
regional di otak berkaitan dengan bangkitan.3
Indikasi pemeriksaan neuroimaging( CT scan kepala atau MRI kepala)
pada kasus kejang adalah bila muncul kejang unprovoked pertama kali pada usia
dewasa. Tujuan pemeriksaan neuroimaging pada kondisi ini adalah untuk mencari
adanya lesi structural penyebab kejang. CT scan kepala lebih ditujukan untuk
kasus kegawatdaruratan, karena teknik pemeriksaannya lebih cepat. Di lain pihak
10
MRI kepala diutamakan untuk kasus elektif. Bila ditinjau dari segi sensitivitas
dalam menentukan lesi kasus elektif. Bila ditinjau dari segi sensitivitas dalam
menentukan lesi structural, maka MRI lebih sensitive dibandingkan CT scan
kepala.3
4) Pemeriksaan neuropsikologi
Pemeriksaan
ini
mungkin
dilakukan
terhadap
pasien
epilepsi
dengan
epilepsi
terdapat
penatalaksanaan
farmakologi
dan
nonfarmakologi.
Prinsip Penatalaksanaan Farmakologi3
- Obat anti epilepsi (OAE) diberikan apabila:
1. Diagnosis epilepsi sudah dipastikan
2. Terdapat minimum dua bangkitan dalam setahun
3. Penyandang dan atau keluarganya sudah menerima penjelasan tentang tujuan
pengobatan.
4. Penyandang dan/ atau keluarga telah diberitahu tentang kemungkinan efek
samping yang timbul dari OAE.
5. Bangkitan terjadi berulang walaupun factor pencetus sudah dihindari
(misalnya: alcohol, kurang tidur, stress, dll)
10
11
12
Levetiracetam, Acetazolamide,
clobazam, clonazepam,
ethosuximide*, gabapentin,
lamotrigine, , oxcarbazepine,
phenobarbital, primidone*,
tiagabine*, topiramate, vigabatrin
Valproate, ethosuximde*
Acetazolamide, clobazam,
12
13
clonazepam , lamotrigine,
phenobarbital, primidone*
Atypical absence, tonic and
clonic seizures
Valproate
Acetazolamide, carbamazepine,
clobazam, clonazepam,
ethosuximide* , lamotrigine,
oxcarbazepine, phenobarbital,
phenytoin, primidone*, topiramate
Myoclonic seizures
Valproate
Clobazam, clonazepam,
ethosuximide* , lamotrigine,
phenobarbital, piracetam, primidone*
OBAT
INDIKASI
DOSIS
AWAL
DOSIS
HARIAN
UMUM
(Miligram)
DOSIS
RUMATAN
JUMLAH
DOSIS PER
HARI
WAKTU
PARUH
PLASMA
(Jam)
Carbamazepine
400
600
600-1200
2-3*
16-36
Phenytoin
300
300
300-500
24-40
Valproic acid
500-1000
1000
1000-3000
8-16
Phenobarbital
60-90
120
90-120
72-120
Primidone
Ethosuximide
Clonazepam
48
100-125
500
250-1500
500
1000
1000-2000
Epilepsi mioklonik,
sindroma L-G,
spasme infantil, atau
status epilepsticus
2-8
1 or 2
: dewasa
: anak-anak
13
14
OBAT
INDIKASI
DOSIS AWAL
DOSIS
RUMATAN
WAKTU
PARUH
DALAM
PLASMA
(JAM)
Levetiracetam
2 X 1000 mg/hari
1000 mg/hari q 2 wk
1000-3000 mg/hari
not established
Gabapentin
300 mg/hari ;
900-3600 mg/hari
6
25 (12-14 dengan
obat-obat induksi
enzim ; 60
dengan VPA)
300mg/hari q1-3d
Lamotrigine
25-50mg/d;
50mg q1-2 wk; or
25mg q2d; with VPA
Sampai 700
mg/hari (100-150
mg/hari dengan
VPA)
Felbamate
1800-4800 mg/d
Sindroma L-G
Clobazam
20-23
sampai 45 mg/kg/d
3-4 x 15 mg/kg/d; (
concomitant PHT,
CBZ,VPA tiap 2033%), dengan dosis
15 mg/kg/d q1-2 wk
10mg qb atau
20-30mg/hari
2 X10 mg/hari
sampai 60mg/d
30-46
1200-2400mg/hari
8-24
32-56mg/hari
6-8
400-1000mg/hari
20-24
Oxcarbazepine
2 X 300mg/d
Tiagabine**
Tidak Tersedia
Topiramate
100 mg/hari ;
Vigabatrine**
2 X 500 mg/hari
Sampai 3 g/hari
4-8 (efek
berlangsung
sampai 3 hari)
Zonisamide*
100-200 mg/hari
100 mg/hari q1-2 wk
400-600 mg/hari
50-68 (27-38
dengan obat-obat
induksi enzim)
14
15
OBAT
INDIKASI
DOSIS
AWAL
DOSIS RUMATAN
STANDAR
(RANGE)
JUMLAH
DOSIS/
HARI
Mg/kg/hari
TARGET
KONSENTRASI
OBAT DALAM
DARAH (RANGE)
g/mgG
Carbamazepine
10-25
2-4
6-12
Phenytoin
5-15
1 or 2
10-20
Valproic acid
15-40
1-3
50-100
Phenobarbital
4-8
1 or 2
10-40
Primidone
10
20-30
1 or 2
5-12
Ethosuximide
10
15-30
1 or 2
40-100
Clonazepam
0.025
0.025-0.1
2 or 3
none
SIDE EFFECT
TERKAIT DOSIS
IDIOSINKRETIK
Carbamazepin
Ruam morbiliform,
agranulositosis, anemia aplastik,
efek hepatotoksik, Sindroma
Stevens-Johnson, teratogenecity
Phenytoin
15
16
Valproic acid
Phenobarbital
Pirimidone
Ruam, agranulositosis,
trombositopenia, lupus-like
syndrome, teratogenicity
Ethosuximide
Clonazepam
Ruam, trombositopenia
OBAT
Levetiracetam
Gabapentin
16
17
Lamotrigine
Clobazam
Vigabatrin
Oxcarbazepine
Zonisamide
Tiagabine
Topiramate
Psikosis
Route
Clomethiazole
IV Infusa dalam
0,8% cairan
0,1 ml/kg/menit
meningkat tiap 2-4 jam
sesuai yang dibutuhkan
Clonazepam
IV Bolus
250-500 g pada
pemberian < 2 mg/menit
IV Infusa
Adult Dose
Pediatric Dose
17
18
IV Bolus
Rectal
10-30 mg
0,5-0,75 mg/kg
IV Infus
3 mg/kg/hari
200-300 g/kg/hari
Fosphenytoin
IV Bolus
Isoflurane
Inhalasi
Lidocaine
IV Bolus
Diazepam
IV Infus
Lorazepam
IV Bolus
0,1 mg/kg
0,15-0,3 mg/kg
Midazolam
IM atau Rectal
5-10 mg
IV Bolus
IV Infusa
Buccal
0,05-0,4 mg/kg/jam
10 mg
Paraldehyde
IM atau Rectal
Pentobarbital
IV Infusa
0,07-0,35 ml/kg
18
20
CARBAMAZEPIN
CLOBAZAM
CLONAZEPAM
ETHOSUXIMIDE
GABAPENTIN
CLB
CZP
ESM
GB
P
LAM
LE
V
OX
C
PB
PHT
PRM
TPM
VPA
VGB
AI
CL
B
CZP
ESM
LAM
/ PHT
PRM
TPM
PB
/PHT
PRM
VPA
VPA
/PHT
O
VPA
PHT
CZP
ESM
/ PHT
NCP
TPM
CZP
ESM
LA
M
PB
TPM
CZP
ESM
NCP
/PR
M
-
VPA
VPA
VPA
VPA
-
/ES
M
O
PB
PRM
PB
PRM
CBZ
O
O
O
O
O
O
LAMOTRIGINE
LEVETIRACETAM
OXCARBAZEPINE
PHENOBARBITAL
O
O
O
O
O
AI
PHENYTOIN
CBZ
PRIMIDONE
CBZ
TOPIRAMATE
VALPROATE
VIGABATRINE
CB
Z
CB
Z
CBZE
O
CB
Z
O
O
O
O
O
LA
M
LA
M
O
LA
M
/ PHT
PHT
/ PHT
PHT
TPM
O
O
O
O
O
-
20
22
O
O
O : none anticipated, : infrequently decrease in concentration, : frequently decrease, : infrequently increase, : frequently increase, AI : autoinduction,
AED : antiepileptic drug, NCP : not commonly prescribed, CBZE : carbamazepine epoxide
22
24
PENGHENTIAN OAE17,18,19
Pada dewasa; penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan
setelah 3-5 tahun bebas bangkitan. OAE dapat dihentikan tanpa kekambuhan pada
60% pasien. Dalam hal penghentian OAE, maka ada hal penting yang perlu
diperhatikan, yaitu syarat umum untuk menghentikan OAE dan kemungkinan
kambuhan bangkitan setelah OAE dihentikan.
Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai
berikut3:
- Setelah minimal 3 tahun bebas bangkitan dan gambaran EEG normal
- Penghentian OAE disetujui oleh penyandang atau keluarganya.
- Harus dilakukan secara bertahap, 25% dari dosis semula setiap bulan dalam
jangkat waktu 3-6 bulan
- Bila dilakukan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang
bukan utama.
Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinannya
pada keadaan sebagai berikut3:
- Semakin tua usia kemungkinan timbul kekambuhan semakin tinggi
- Epilepsi simtomatis
- Gambaran EEG yang abnormal
- Bangkitan yang sulit terkontrol dengan OAE
- Tergantung bentuk sindrom epilepsi yang diderita, sangat jarang pada sindrom
epilepsi benigna dengan gelombang tajam pada daerah sentrotemporal, 5-25%
pada
epilepsi
lena
masa
anak
kecil,25-75%,
epilepsi
parsial
24
26
26
28
Indikasi
Bangkitan Lena
Bangkitan parsial/kompleks
Bangkitan parsial/bangkitan umum
Bangkitan parsial/bangkitan umum
2.7. Prognosis
Prognosis epilepsi tergantung pada beberapa hal, diantaranya jenis
epilepsi, faktor penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat.
Prognosis epilepsi cukup bagus. Pada 50-70% penderita epilepsi serangan dapat
dicegah dengan obat-obat, sedangkan sekitar 50% pada suatu waktu akan dapat
berhenti minum obat.20 Prognosis epilepsi dihubungkan dengan terjadinya remisi
serangan baik dengan pengobatan maupun status psikososial, dan status
neurologis penderita. Batasan remisi epilepsi yang sering dipakai adalah 2 tahun
bebas serangan (kejang) dengan terapi. Pada pasien yang telah mengalami remisi
2 tahun harus dipertimbangkan untuk penurunan dosis dan penghentian obat
secara berkala.21
Batasan lain yang dipakai untuk menggambarkan remisi adalah bebas
serangan (remisi terminal) minimal 6 bulan dalam terapi OAE. Setelah tercapai
bebas serangan selama >6 bulan atau >2 tahun dengan terapi, maka perlu
dipikirkan untuk menurunkan dosis secara berkala sampai kemudian obat
dihentikan, perlu mempertimbangkan risiko terjadinya relaps setelah penghentian
obat. Berbagai faktor prediktor yang meningkatkan risiko terjadinya relaps adalah
usia awitan pada remaja / dewasa, jenis epilepsi sekunder, dan adanya gambaran
abnormalitas EEG. Berbagai penelitian memperlihatkan bahwa penderita epilepsi
memiliki risiko kematian yang lebih tinggi dibanding populasi normal. Risiko
kematian yang paling tinggi adalah pada penderita epilepsi yang disertai defisit
neurologi akibat penyakit kongenital. Kematian pada penderita epilepsi anak-anak
paling sering disebabkan oleh penyakit susunan saraf pusat yang mendasari
timbulnya bangkitan epilepsi.21
2.8. STATUS EPILEPTIKUS
28
30
Definisi
Status epileptikus (SE) adalah bangkitan yang berlangsung lebuh dari 30
menit, atau adanya dua bangkitan atau lebih dan diantara bangkitan-bangkitan tadi
tidak terdapat pemulihan kesadaran. Namun demikian penanganan bangkitan
konvulsif harus dimulai bila bangkitan konvulsif sudah berlangsung lebih dari 510 menit. SE merupakan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan
penanganan dan terapi segera guna menghentikakn bangkitan ( dalam waktu 30
menit).24-26 Dikenal dua tipe SE; SE konvusif (terdapat bangkitan motorik) dan
SE non-konfusif (tidak terdapat bangkitan motorik).3
Definisi Operasional Status Epileptikus Konvulsif20
Status epileptikus konvulsif adalah bangkitan dengan durasi lebih dari 5 menit,
atau bangkitan berulang 2 kali atau lebih tanpa pulihnya kesadaran diantara
bangkitan.
Definisi Status Epileptikus Nonkonvulsif20
Status epileptikus nonkonvulsif adalah sejumlah kondisi saat aktivitas bangkitan
elektrografik memanjang (EEG status) dan memberikan gejala klinis nonmotorik
termasuk perubahan perilaku atau awareness.
SE dibedakan dari bangkitan serial ( frequent seizures), yaitu bangkitan tonik
klonik yang berulang tiga kali atau lebih dalam satu jam.
Klasifikasi Status Epileptikus3
Berdasarkan klinis:
- SE fokal
- SE general
Berdasarkan durasi:
- SE Dini( 5-30 menit)
- SE menetap/ Established(>30 menit)
- SE Refrakter ( bangkitan tetap ada setelah mendapat dua atau tiga jenis
antikonvulsan awal dengan dosis adekuat )
Status epileptikus nonkonvulsivus (SE-NK) dibagi menjadi dua kelompok utama:
- SE-NK Umum
- SE-NK fokal
30
32
SE Dini
32
34
Berika glukosa (D50% 50 ml) dan/atau thiamine 250 mg i.v bila ada
kecurigaan penyalahgunaan alkohol atau defisiensi nutrisi
Terapi asidosis bila terdapat asidosis berat
Stadium 3(0-60 menit)
SE Menetap
Pastikan etiologi
Siapkan untuk rujuk ke ICU
Identifikasi dan terapi komplikasi medis yang terjadi
Vasopressor bila diperlukan
Stadium 4 (30-90 menit)
Pindah ke ICU
Perawatan intensif dan monitor EEG
Monitor tekanan intrakranial bila dibutuhkan
Berikan antiepilepsi rumatan jangka panjang
Pemeriksaan emergensi
Pemeriksaan gas darah, glukosa, fungsi liver, fungsi ginjal, kalsium,
magnesium, darah lengkap, faal hemostasis, kadar obat antiepilepsi. Bila
diperlukan pemeriksaan toksikologi bila penyebab status epileptikus tidak
jelas. Foto toraks diperlukan untuk evaluasi kemungkinan aspirasi.
Pemeriksaan lain tergantung kondisi klinis, bisa meliputi pencitraan otak dan
dan pungsi lumbal
Pengawasan
Observasi status neurologis, tanda vital, ECG, biokimia, gas darah,
pembekuan darah, dan kadar OAE. Pasien memerlukan fasilitas ICU penuh
dan dirawat oleh ahli anestesi bersama ahli neurologi.
Monitor EEG perlu pada status epileptikus refrakter. Pertimbangkan
kemungkinankan status epilepsi nonkonvulsif. Pada status epileptikus
konvulsif refrakter, tujuan utama adalah supresi aktivitas epileptik pada EEG,
dengan tujuan sekunder adalah munculnya pola burst suppression.
34
36
SE Dini
SE Menetap
SE Refraktera
KESIMPULAN
36
38
mengupayakan penderita epilepsi dapat hidup normal dan tercapai kualitas hidup
optimal untuk penyandang mental yang dimilikinya. Harapannya adalah bebas
bangkitan, tanpa efek samping. Untuk tercapainya tujuan tersebut diperlukan
beberapa upaya, antara samping/dengan efek samping yang minimal, menurunkan
angka kesakitan dan kematian.
DAFTAR PUSTAKA
38
40
40
42
O,
Leppik
Comprehensive
IF.
Initiating
Textbook
and
Epilepsi.
Discontinuing
Treatment
Lippincott-Raven
1st
in
ed.
Philadelphia.1998; 1237-46
18. Brodie MJ,Schacter SC,Kwan P. Fast Facts: Epilepsi 3rd Ed. Health Press
Limited. UK 2005:37-84
19. Sorvon S Handbook Epilepsi of Treatment. Blacwell science. Toronto
2000;34-84
20. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press; 2005.
42