Anda di halaman 1dari 18

SEJARAH MASUKNYA TASAWUF KEINDONESIA

Tasawuf merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari


pengkajian islam di Indonesia, irak, paletina, dan lain-lain. sejak masuknya
islam ke Indonesia, unsur taswuf telah tewarnai kehidupan keagamaan
masrakat, bahkan hingga saat ini pun, nuansa taswuf masih kelihatan
menjadi bagian yang tidak terhapuskan dari pengalaman keagamaan
sebagian kaum muslimin di Indonesia. Hal ini terbukti dengan semakin
maraknya kajian islam dibidangnya dan juga melalui gerakan tarekat
muktabarah yang masih berpengaruh di masrakat.1

Hawash Abdullah menyebutkan beberapa bukti tentang besarnya


peranan para sufi dalam penyebaran islam pertama kalinya di Nusantara. Ia
menyebutkan tokoh sufi syakh Abdullah Arif yang menyebarkan islam untuk
pertama kalinya di Aceh sekitar abad ke 12 M. Ia adalah seorang pendatang
kenusantara bersama para mubalig lainya yang diantaranya bernama Syekh
Ismail Zaffi. Lebih jauh lagi, hawasha Abdullah menegaskan bahwa kalau
mau meneliti secara jujur, kita akn berkesimpulan bahwa pada tahu-tahun
pertamanya masuk islam ke Nusantara, para sufilah yang paling banyak
jasanya, hapir yang pertama memeluk islam bersedia menukar kepercayaan
asalnya dari Animisme, Diamisme, Budhanisme, dan Hindunisme Karena
tertarik pada ajaran tasawuf.

Sebagian pendapat hawash di atas, A.H. Johans sebaga mana dikutip


Azyumardi Azra, berpendap[at bahwa para sufi pengembara yang pertama
melakukan penyiaran islam di Nusantara. Para sufi ini berhasil
mengislamkan jumlah besar penduduk nisantara setidaknya sejak abad ke
13 fakor utama keberhasilan konversi adalah kemampuan para sufi
menyajikan islam dalam keemasan atraktif, khususnya dengan menekankan

1
1 Sri Mulyani, Tasawuf Nusantara, Kencana, Jakarta, 2006, hal, 1.
kesesuaian dengan islam atau kontinuitas, ketimbang perubahan dalam
kepercayaan dan peraktik kegamaan lokal.2

Menurut Azyumardi Azra, tasawuf yang pertama kali menyebar dan


dominan dinusantara adalah yang bercorak falsafi, yakni tasawuf yang
sangat filosofis dan cenderung sepekulatif seperti konsep al-itihad (Abu Yazid
Al-Bustami), hulul (Al- hallaj), dan wahdah al- wujud (ibnu arabi). Dominasi
tasawuf falsafi terlihat jelas pada kasus syekh siti jenmar yang dihukum mati
oleh wali songo karena dipandang menganut paham taswuf yang sesat.

 Tokoh-tokoh sufi indonesia

a. Hamjah Fansuri (w. 1016 H/ 1607 M)

b. Nuruddin (W. 1068 H/1658)

c. Syekh Abdul Rauf As-Sinkili(1024-1105 H/1615-1930 M)

d. Abd Shamad Al-Palimbani (W. 1203 H/1788 M)

e. Syekh Yusup Al-Makasari (W. 1037-1111 H/1627-1699 M)

f. Nawawi Al-Bantani (1613-1897 M

g. Hamka (1908-1981 M)

 Riwayat hidup hamzah pansuri

Nama hamzah pansuri di nusantara bagi kalangan ulama dan sarjana


penyelidik keislaman tidak asing lagi. Hampir semua sejarawan islam
mencatat bahwa syekh hamzah Pansuri dan muridnya Syekh Samsudin
Sumatrani termasuk tokoh sufi yang sepaham dengan Al- Hallaj. Paham hulul
ittihad, mahabah dan lain-lain adalah seirama. Syekh Hamjah Pansuri diakui
sebagai salah seoarang pujangga islam yang sangat populer pada jamanya.
Dan hingga kini namanya menghiiasi lembaran-lembaran sejarah
2
Azyumardi Azra, Jaringan ulma tengah dan kepulauan Nusantara abad XV11 dan XV111,
Mizan, Bandung, 1995. Hal. 35.
kesuastraan Melayu dan Indonesia. Namanya tercatat sebagai seorang
kaliber besar dalam perkembangan islam di Nusantara dari abadnya hingga
keabad kini. Dalam buku-uku sejarah mengenai Aceh, namanya selalu
diuraikan dengan panjang. Dada Meurexa pernah mengatakan dalam
“Seminar Masuknya Islam ke Indonesia” sebagai berikut:

Memerhatikan Ulama-Ulama Islam bermunculan di zaman dahulu


berasal dari Fansuri, misalnya Sekh Hamzah Fansuri, Syekh Adujl Murad,
Syekh Burhanuddin,(Murid Syekh Abdul Rauf Fansuri) semua asal Barus,
Samsudin Pasai, adalah murid dari Hamzah Fansuri, ini memebuktikan,
ternyata abad ke 16 saja telah targambarkan dengan jelas dimana sumber-
sumber ulama besar itu berada yang masih masyhur sampai sekarang.3

Meskipun keberadaanya Pansuri diyakini para ahli, tempat kelahiranya


hingga sekarang belum di ketahui. Ketidak jelasan riwayat Pansuri ini
disebabkan tidak dimasukanya nama Pansuri dalam dua sumber pentig
sejarah Aceh, yakni hikayat Aceh dan Bustanus Salatin karangan Nurdin
Araini. Kedua sumber tersebut tidak menyebut sepatah kata pun tentang
Pansuri dan perananya didalam kehidupan keagamaan pada akhir abad ke
16. Apalagi murid-muridnya cukup cemerlang seperti Syekh Samsudin Pasai.
Syekh Hasan Fansuri, Syekh Abdul Djamal, Syekh Daud, dan lain-lain. belum
lagi pengaruh tasawufnya diberbagai pelosok kepulauan Nusantara.

Berdasarkan pada “Pansur” yang menempel pada namanya, serbagian


peneliti bneranggapan bahwa ia berasal dari Fansur, sebutan orang arab
terhadap barus yang sekarang merupakan pantai barat Sumatra Utara yang
terletak di antara sibolga dan singkel.

 Riwayat Hidup Ar-Raini

Ar-Raini dilahirkan di Ranir, kota pelabuhan tua di pantai Gujarat, India.


Nama lengkapnya adalah Nuruddin Muhamad bin Hasanjin Al-Hamid Asy-

3
Abdullah, perkembangan ilmu tasawuf, hal. 35.
Syafi’I Ar-raini. Tahun kelahiranya tidak dapat diketahui dengan pasti, tetapi
kemungkinan besar menjelang akhi abad ke 16. Ia mengikuti keluarganya
dalam hal pendidikanya. Pendidikan pertamanya diperoleh di Ranir dan
kemudian dilanjutkan ke Hadhramaut. Sewaktu masih dinegri asalnya ia
sudah menguasai banyak ilmu agama. Diantara guru yang banyak
mempengaruhinya adalah Abu Nafs Sayyid imam bin Abdullah bin
Syban,seorang guru tarekhat rifa’iyah keturunan Hadhramaut Gajarat, India.
4

Menurut catatan azyumardi azra, Ar- Raini merupakan pembaharu di


Aceh. Ia mulai melanacarkan pembaharuan islamnya setelah mendapat
pijakan yang kuat di istina Aceh. Pembaharuan utamanya adalah
membrantas aliran wujudiah yang di anggap sebagai aliran sesat. Araini
dikenal juga sebagai Syekh Islam yang mempunyai otoritas untuk
mengeluarkan fatwa untuk menentang aliran wujudiah ini bahkan, lebih jauh,
ia mengeluarkan fatwa yang mengarah kepada semacam perburuan
terhadap orang-orang sesat.

− Di antara karya-karya yang ditulis araini adlah;

a. Ash-Shirath al- Mustakin (fiqih bahasa Melayu)

b. Bustan Ash-Salatin fi Dzikir Al-Awwalin wa Al-Akhirin (bahasa


Melayu)

c. Durrat Al-Fari’idah bi Syarhi Al- Aqa’id (Aqidah bahasa Melayu)

d. Syifa Al- Qulub (cara-cara berdikir bahasa Melayu)

 Riwayat hidup As-Sinkili

Abdul Rauf As-Sinkili adalah seorang ulama besar dan ufti besar
kerajaan Aceh pada abad ke 17 [1606-1637 M]. Nama Lengkapnya Adalah

4
Ahmad Daudi, Allah dan manusia dalam konsepsi Syekh Nurddin Ar-Raini, Rajawali, Jakarta,
1983, hal. 36.
Syekh Abdul Rauf bin Pansuri. Sejarah mencatat bahwa ia merupakan murid
dari dua ulama sufi yang menetap di Makah dan Madinah itu. Ia sempat
menerima ba’iat syathariah, di samping ilmu-ilmu yang lain, termasuk sekte
dan bidang diruang lingkup ilmu pengetahuan yang ada hubungan
denganya.

Menurut Hasyimi, sebagai mana azumardi Azra, ayah As-Simkili


berasal dari Persia yang datang ke Samudra Pasai pada akhir abad ke -13,
kemudian menetap di Fansur, Barus, sebuah pelabuhan tua di pantai barat
Sumatra. Pendidikan pertananya dimulai dari ayahnya disimpang kanan
[Sinkili]. Kepada ayahnya ia beljar ilmu-ilmu agama, Sejarah, bahasa Arab,
Mantiq, Filsafat, sastra Arab/Melayu, dan bahasa Persia. Pendidikanya
kemudian dilanjutkan ke Samudra Pasai dan belajar di Dayah tinggi pada
Syekh Samsuddin AS-Sumatri. Setelah itu, ia melanjutkan perjalanan ke
Arabia.

Berdasarkan dengan perjalanan rohaninya, As-Sinkili boleh memekai


“khirqah”, yaitu sebagai pertanda telah lulus dalam pengkajian secara Suluk.
Ia telah diberi selendang berwarna putih oleh gurunya sebagai pertanda pula
bahwa ia telah di beri selendang berwarna putih oleh gurunya sebagai
pertanda pula bahwa ia telah dilantik sebagai Khlifah Mursyid. Dalam orde
tarekat syathariah. Yang berarti pula, ia boleh memba’iat orang lain. telah di
akui bahwa ia telah mempunyai silsilah yang bersamung dari gurunya
hingga pada Nabi Muhamad.5

As-Sinkili mempunyai banyak murid, di antaranya adalah Syekh


Burhanuddin Ulakkan [wafat 1111 H/ 1691 M] yang aktif mengembangkan
terekat Syathariah. Tersebarnya tarekat Syathariah mulai Aceh melalui
jaluran yang tepat hingga ke Sumatra Selatan, dan berkembang pula hingga
ci Rebon jawa barat mana kala kita kaji dengan teliti, selalu akan ada
persambungan silsilah As-Sinkili tersebut.

5
Abdullah perkembangan ilmu tasawuf hal. 50.
− Di antara karya-karya Asinkili adalah:

a. Mir’at Ath-thullab ( Fiqih Safi’I Bidang Mu’amalat)

b. Hidayat Al-Blighah (fiqih tentang sumfah, kesaksian, pertadilan,


pembuktian, dan lain-lain).

c. Umdat Al-Muhtazin (tasawuf).

d. Syam Al-Ma’rifah (tasawuf tentang makrifat).

e. Kifayat Al-Muhtazin (tasawuf).

f. Daqa’iq Al-Huruf (tasawuf).

g. Turjuman Al-Mustafidh (tafsir).

 Riwayat hidup Al-palimbani

Riwayat hidup Al-Palimbani tidak banyak diketahui, karena tulisan-


tulisan yang ada sekarang, ia hampir tidak memberikan ketrangan tentang
dirinya. Walau pun demikian, kehidupan Al-Palimbani tidak seluruhnya
berada dalam kegelapan, karena didalam tulisa-tulisanya, ia selalu
mencantumkan tempat dan tanggal.

Abd Shamad Al-Palimbani adalah seorang ulama sufi kelahiran


Palembang pada pernulaan abad ke -18, kira-kira tiga atau emat tahun 1700
M dan meninggal tidak lama setelah tahun 1203 H/1788 M. ia adalah putra
dari yaman, seorang ulama sufi di san’a’, dan juga pernah diankat menjadi
mufti besar di Kedah. Ketika berada di Palembang, abd Al-Jalil menikah
dengan seorang wanita negri ini. Dari hasil pernikahan ini, lahirlah abd Ash-
Shamad Al-Palimbani. 6

6
Lihat Abd Rahim Yunus, posisi taswuf dalam kekuasaan di sultanan Buton pada Abad ke-
19, INIS, Jakarta, 1995, hlm.64.
Abd Ashamad lama belajar di Makah dan Madinah dari ulama-ulama
sufi, diantaranya Syekh Muhamad As-Samman. Menurut Yusuf Hlindi,
sebagai mana di kuttif khatib Quzwain bahwa Al-Palimbani menuntut ilmu
bersama-sama dengan Muhmad Arsyad Al-Banjari, Abd Hawab Bugis dari
Sulawesi Selatan, dan Abd Rahman Masri dari Jakarta. Mereka menjadi
“empat serangkai” yang sama-sama belajar tarekat di Madinah kepada
Syekh Muhamad As-Samman.7

Abd Ash-Shamad Al-Palimbani pernah bermukim bertahun-tahun di


mekah untuk mempelajari agama Islam. Pada akhir abad ke-18 Masehi, ia
kemali ketanah kelahiranya dengan membawa mutiara baru dalam agama
islam. Mutiara yang di maksud adalah pendekatan (metode) untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan yang Maha Kuasa. Sebagai anak didik
jebolan dari seorang ulama terkenal di Madinah bernama Syekh Muhamad
Ibnu Abdul karim As-Samani Al-Madani, ia pernah menulis sebuah kitab
tentang ilmu tauhid dengan judul Surat Al-Murad Fi Bayani Kalimat At-
Tauhid. Karya besar ini di tulis ketika sedang belajar kepada seorang ulama
yang bernama Ahmad Ibn Abn Mun`Im Ad-Damuri (118 H). sementara itu ia
juga pernah menterjemahkan beberapa kitab yang di tulis oleh AL-Ghazali
seperti Hidayat As-Salikin Fi Suluk Masalah Al-Mutaqin, Bidayah Al-Hidayah,
dan Sijar Al-Salikinila Ibadah Al-Abidin (1203 H). kitab-kitab ini ternyata
banyak mewarnai alam pikiran Abd-Asy-Syamad Al-Palimbani, sehingga bisa
jadi pemikiran tasawuf yang di konsepsikanya cenderung mengikuti gaya Al-
Ghazali.

− Mengenai karya tulis Al-Plimbani

Mengenai karya tulis Al-Plimbani, Muhamad Usman Al-Muhamady dan


G.W.J. Drewes seperti dikutip Chotib Quzwain, menyeut ada 7 kitab yaitu:

1. Hidayat As-Salikin.

7
Quzwain, Syekh Abd Shamad, hal. 181.
2. Sair As-Salikin (keduanya berbahasa melayu) yang masing-masing
secara berurutan merupakan terjemaah dari bidayat Al-Hidayat dan
Lubab Ihya Ulum Ad-Din karangan Al-aGozali.

3. Zahrat Al-Murid fi Bayan Kalimat At-Tauhid.

4. Tuhfat Al-Raghibin fi wa Tadzikirat Al-MU’minin.

5. Nashihat Al-Muslimin wa Tadzikirat Al-Mu’minin fi Fadha’il Al-Izhad fi


Sabililah.

6. Al-Urwat Al-Mutsaqa wa Silsilat Uni Al-Itiqa.

7. Ratib Abd Shamad Al-palimbani.

8. Zad Al-muttaqin fi Tauhid rabb Al-Alamin.

 Riwayat Hidup Syekh Yusuf Al-Makasari

Syekh Yusuf Al-Makasari adalah seorang tokoh sufi agung yang berasal
dari Sulawesi. Ia dilahirkan pada tanggal 8 syawal 1036 H. atau bersamaan
dengan 3 juli 1629 M. yang berarti tidak berapa lama setelah kedatangan
tiga orang penyebar islam ke Sulawesi yaitu Datuk RI bandang dan kawan-
kawanya dari minang kabau. Dalam salasatu karanganya, ia menulis ujung
namanya dengan bahasa Arab “Al-Makasari”,yaitu nama kota di Sulawesi
Selatan (ujung padang).8 Naluri fitrah pribadi Syekh Yusuf sejak kecil telah
menampakan diri cinta akan pengetahuan keisalaman. Dalam tempo relative
singkat, ia telah tamat mempelajari Al-Quran 30 juz. Setelah lancar benar
tentang Al-Quran dan mungkin termasuk seorang penghapal. Ia mempelajari
pengetahuan-pengetahuan lain, seperti Ilmu Nahu, Ilmu Sharaf, Ilmu Bayan,
Maani, Badi’, Balagah, dan Mantiq. Ia pun belajar pula Ilmu Fiqih, Ilmu

8
Abdullah, perkembangan ilmu tasauf, hal. 60.
Ushuluddin dan Ilmu Tasawuf. ilmu yang terakhir ini tampaknya lebih serasi
pada pribadinya.9

Pada masa Syekh Yusuf, memang hampir setiap orang lebih


menggemari ilmu tasawuf. Orang yang hidup di zaman itu lebih
mementingkan mental dan material. Ini mungkin bertujuan mengimbangi
berbagai agama dan kepercayaan yang memang menjurus kearah itu pula.

Syekh Yusuf pernah melakukan perjalanan ke Yaman. Di Yaman, ia


menerima tarekat dari syekhnya yang terkenal, yaitu Syekh Abi Addullah
Muhammad Baqi Billah. Pengetahuan tarekat yang dipelajarinya cukup
banyak, bahkan mungkin sukar mencari ulama yng mempelajari demikian
banyak tarekat serta mengamalkannya seperi dirinya, baik pada masanya
maupun masa kini. Secara ringkas, tarekat-tarekat yang telah dipelajarinya
dicantumkan dibawah ini:

a. Tarekat Qadiriyah diterima dari Syekh Nurudin ar-Raniri di Aceh,

b. Tarekat naqsabandiyah diterima dari Syekh Abi abdillah abdul baqi


billah,

c. Tarekat as-Saadah Al-Baalawiyah diterimanya dari Sayid Ali di


Zubaid/Yaman,

d. Tarekat Syathariyah diterimanya dari Ibrahim Al Kurani Madinah,

e. Tarekat khalwatiyah diterimanya dari Abdul Barakat Ayub bin Ahmad


bin Ayub Al-Khalwati Al-quraisyi di Damsyiq. Syekh ini adalah imam di
Masjid Muhyiddin Ibn ‘Arabi.

 Riwayat Hidup Nawawi al-Bantani

Abu ‘Abd Al-Mu’thi Muhammad bin ‘Umar bin An-Nawawi Al-Jawi


dilahirkan pada tahun 1230 H/1813 M, di desa Tanara, sekarang masuk

9
Ibid, hal. 61.
wilayah Kecamatan Tirtayasa, kabupaten Serang propinsi Jawabarat
Indonesia. Sebelum melakukan perjalanan ke Mekah, ia sempat berguru
pada ayahnya sendiri, Kyai H. Umar, seorang penghulu dari Tanara. Ia pun
sempat belajar kepada Kyai H. Sahal, seorang ulama terkenal di Banten saat
itu.

Pendidikannya kemudian diteruskan di Mekkah. Selama tiga tahun, ia


bermukim di sana dan pulang ke tanah air dengan khazanah keilmuan yang
relative cukup untuk menjadi seorang kyai di kampungnya. Namun,
sebagaimana dijelaskan Snouck, ia belum merasa memenuhi cita-cita dan
harapan maysarakat Banten secara penuh dan lengkap sehingga ia kembali
ke Mekah dan bermukim di sana sampai akhir hayatnya, tahun 1314h/1897
M. disan , ia terlibat dalam proses belajar dan menjadi pengarang dan
mencapai kemasyhurannya di dunia Islam, khususnya di Indonesia.10 Jadi,
menurut Snouck, kepergiannya kembali untuk bermukim di Mekah memang
sudah direncanakan. Adapun menurut Chaidar, alas an kepergian An-Nawawi
adalah semangat pemberontakan Diponegoro sudah merembes ke Tanara
sehingga ia mendapat pengawasan dari pemerintah Belanda.

Sejak tahun 1830-1860, An-Nawawi belajar di bawah bimbingan para


ulama terkenal, seperti Syekh Khatib Syambas, Syekh ‘Abd Al Ghani Bima,
Syekh Yusuf Sumbulaweni, Syekh Ahmad Nahrawi, Syekh ‘Abd Hamid
Baghistani, dan Syekh Ahmad Dimyati, salah seorang yang ulama besar
yang mengajar di mesjid Al_Haram. Di Madinah, ia mengikuti pelajaran
Syekh Khatib Duma Al-Hanbali. Ia kemudian pergi ke Mesir dan Syiria untuk
belajar dengan beberapa ulama di sana.

Sebagai pengarang, ternyata Syekh Nawawi Al-Bantani cukup produktif


seperti halnya Syekh ahmad bin Zaini Dakhlan Al-Makki. Karya-karyanya
meliputi berbagai aspek pengetehuan agama Islam. Sebagian besar
karyanya merupakan uraian lebih mendalam atas karya-karya ulama
10
Ahmad Asnawi, “pemikiran syekh Nawawi Al-Bantani tentang ayat Qodar dan jabar dalam
kitabn tafsirnya”marah labid”, suatu studi teologi,”disertasi, Jakarta,1989, hal. 20.
sebelumnya. Memang, demikianlah corak karya tulis para ulama masa itu.
Karya mereka lebih banyak berbentuk ulasan terhadap suatu karya ulam
sebelum mereka, ketimbang karya sendiri yang berupaya menguak
persoalan baru. Diantara karyanya adalah, Tafsir Marah Labib (1298 H/1880
M), fath Al-mujib (1299 H/ 1881 M), dan Lubab Al-Bayan (1302 H/1884 M).
produktivitasnya sebagai pengarang membuat Syekh Nawawi Al-Bantani
menjadi terkenal. Ketenarannya tidak hanya sebatas kalangan kaum Muslim
Jawa saja. Akan tetapi, meluas di dunia Arab, khususnya Negara-negara yang
kebanyakan menganut madzhab As-Syafi’i. untuk ukuran masa itu,
pencapaiannya cukup luar biasa. Tidak aneh, bila ia mendapat gelar “Sayyid
Ulama’ Al-Hijjaz”, yang berarti “Tokoh Ulama Hijjaz”.

 Riwayat Hidup Hamka

Hamka ( Haji Abdul Malik Karim Amrullah) dilahirkan di tanah Sirah,


Sungai batang di tepi Danau Maninjau, tepatnya pada tanggal 13 Muharam
1362 H, bertepatan dengan 16 Februari 1908 M. Ayahnya adalah Abdul
Karim Amrullah. Ayah hamka termasuk keturunan Abdul Arief, gelar Tuanku
Pauh Pariaman atau Tuanku nan Tuo, salah seorang pahlawa Paderi. Tuanku
Nan Tuo adalh salah seorang ulama yang memainkan peranan penting
dalam kebangkiitan kembali pembaharuan di Minangkabau, dan sebagai
guru utama Jalal Ad-Din. Kondisi social keagamaan masa Hamka menuntut
adanya pikiran-pikiran baru yang membawa umat pada ajaran Al-Quran dan
hadits yang lurus, yang tidak bercampur dengan adat-istiadat. Kondisi politik
menuntut untuk mengusir penjajah Belanda yang sangat ekspansi dan
kondisi inilah yang melatar belakangi perjuangan Hamka.

Hamka mengawali pendidikannya dengan belajar Al-Quran di rumah


orang tuanya. Setahun kemudian, setelah mencapai usia tujuh tahun, Hamka
dimasukkan ayahnya ke sekolah desa. Pada tahun 1916, ketika Jainuddin
Labai El- Yunusi mendirikan sekolah diniyah petang hari, di Pasar Usang
Padang Panjang, Hamka pergi ke sekolah desa, sore hari pergi ke sekolah
diniyah, dan malam hari, Hamka berada di surau bersama teman-teman
sebayanya. Dan pada tahun 1918, saat Hamkamasih kecil, Abdul Karim
Amrullah (ayahnya) kembali dari perlawatan pertamanya ke tanah Jawa.
Surau Jembatan Besi, tempat ayah Hamka member pengajaran agama
dengan system lama, diubah menjadi madrasah yang kemudian dikenal
dengan Thawalib School, dan Hamka dimasukkan ke sekolah itu.

Hamka tidak sempat memperoleh pendidikan tinggi, baik sekuler


maupun keagamaan. Ia hanya berkesempatan masuksekolah desa selama
tiga tahun dan kira-kira tiga tahun pula pada sekolah-sekolah agama di
Padang Panjang dan Parabek, dekat Bukittinggi. Akan tetapi, tampaknya ia
berbakat dalam bidang bahasa dan segera menguasai bahasa Arab, yang
membuat ia mampu membaca secara luas, termasuk terjemahan –
terjemahan dari tulisan-tulisan barat. Ia lahir dari lima generasi ulama, yang
diantara bahasa asing yang mereka kuasai adalah bahasa Arab, walaupun
Hamka sendiri mempunyai kedudukan yang terhormat di tengah-tengah elit
adat sebagai seorang datuk, peghulu. Bakat tulis-menulis Hamka diwarisi
dari ayahnya, salah seorang pendiri gereakan kaum modernis muslim di
Indonesia, yang seperti ulama tradisional yang lain di Indonesia, ia suka
menulis puisi dan selebaran-selebaran keagamaan, baik dalam bahasa
melayu maupun bahasa Arab.

Pada tahun 1930, Hamka bukan hanya pergi ke pulau Jawa, melainkan
juga ke Mekkah, Sulawesi selatan dan Sumatera Utara.

Di Sulawesi Selatan , ia tinggal kurang lebih empat tahun sebagai Mubaligh


Muhammadiyah, dan pengalaman ini benar-benar mempertinggi rasa
solidaritasnya terhadap orang dari bagian lain di Indonesia. Ketika pada
akhirnya Hamka menetap di Medan tahun 1936 sebagai pimpinan redaksi
mingguan Pedoman Masyarakat, ia mencapai suatu tingkat yang tidak
memungkunkannya lagi untuk meninggalkan nasionalisme. Itulah akhirnya
yang memaksa ia menganggap Indonesia satu. Medan dan lingkungan
sekitar daerah Deli, tidaklah didominasi salah satu kelompok suku tertentu;
kesadaran solidaritas sebagai satu bangsa telah dipelihara di sana, sekalipun
banyak keluarga bangsawan setempat hidup memencilkan diri.

Hamka juga telah diilhami kesadaran tentang kesatuan Indonesia jauh


sebelum 1928. Ia sebenarnya kurang dekat dengan suku asalnya, dalam arti
bahwa ia mampu menghargai orang lain dari suku lain, khususnya mereka
sesame muslim. Dalam hubungan ini, Hamka pertama-tama adalah seorang
muslim dan baru seorang Indonesia. Bagi umat Muslim Indonesia pada
dasawarsa kedua dan ketiga dalam abad ini, ikatan yang erat pada
masyarakat muslim dirasakan sangatlah sangat kuat. Hamka sendiri sampai
pada suatu pengakuan tentang perlunya nasionalisme. Pan-Islam sebagai
suatu gagasan politik semakin surutdari dasawarsa ketiga abad ini. Hal ini
tidak mengakibatkan lemahnya rasa persaudaraan bagi masyarakat
keagamaan yang sudah menyatu sebagaimana dapat dilihat dalam jumlah
jemaah haji yang tinggi ke Mekkah dan Turki. Mustafa Kamal, tokoh
kenamaan nasionalisme mesir, telah diteliti di sekolah-sekolah modernis di
daerah Minagkaabau selama dasawarsa kedua abad ini.

Adapun karya-karya yang pernah ditulis Hamka diantaranya adalah:


Tasawuf Modern (1939), lembaga Hidup (1940), Di bawah Lindungan
Ka’bah, Renungan Tasawuf, Pelajaran Agama Islam, Pandangan Hidup
Muslim, Tenggelamnya Kapal van der Wijk, Kedudukan perempuan Dalam
Islam, dan Tafsir Al-Azhar. Dari karya-karyanya terlihat bahwa Hamka
membangun reputasinya sebagai pengarang yang menulis tentang berbagai
soal umum, sebagai editor berbagai majalah, sebagai penulis cerita pendek
dan novelis yang romantic pada masa sebelum perang. Ia adalah “seorang di
antara pengarang-pengarang terpenting di luar kalangan kesusasteraanyang
resmi” seperti ditulis oleh A. Teeuw dalam pokok dan tokohnya. Dikatakan
demikian karena dia tidak bias dimasukkan sebagai pengarang-pengarang
Balai Pustaka, tetapi tulisan-tulisan itu mula-mula muncul dalam majalah
islam, Pedoman Masyarakat sebagai cerita bersambung. Selain itu, ia tidak
digolongkan demikian karena kecenderungannya mempropagandakan islam
yang kuat. Karena kecenderungannya yang kuat itulah, dia tidak dimasukkan
dalam barisan sasterawan “tidak resmi”. Mungkin disini, dia dianggap
sebagai pengarang yang hanya menjadikan kesusasteraan “sebagai alat
dakwah”.11

KATA PENGANTAR

Segala puji dan puncak kekaguman serta keagungan hanya semata


tertuju kepada tuhan yang maha esa. Dia lah yang telah menjadikn manusia
sebagai khalifah di permukaan bumi ini. Dia lah yang telah menganugrahkan

11
Lihat Yunan Yusuf, Corak pemikiran kalam Tafsir Al-Azhar, pustaka panjimas, Jakarta,
1990.
Al-Qura’an sebagai peta perjalanan agar manusia tidak salah arah (sesat)
dalam menempuh perjalananya.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada orang yang paling


berpengaruh ke satu sedunia yang telah mengexsiskan islam dialam ini, dia
adalah Muhamad Rosulullah, dia adalah utusan yang patut kita tuturkan
tapak lacak jejak langkahnya karena jejak langkahnya merupakan peta
tuhan yang telah terealisasikan.

Sungguh kita sangat beruntung dan berbahagia sekali dengan


kehadiran Wahyu Ilahi yang ajaran-ajranya senantiayasa membingbing kita
kepada jalan yang lurus, menyingkap rahasia mistri alam semesta dan
membingbing juga merupakan navigasi buat kehidupan kita.

Dengan pertolongan dan hidayah allah, kami dapat menyusun makalah


ini, makalah ini sengaja kami susun untuk memenuhi tugas perkuliahan
kami, dan terimakasih kepada dosen yang telah mempercayai kami untuk
membuat makalah ini karena tugas ini telah membangkitkan kami dari
kelalaian.

Kami berharaf agar para maha siswa khususnya, umumnya dari semua
pembaca, dapat memberikan keritik dan saran-saranya untuk kami jadikan
sebagai batu loncatan, kesempunaan makalah-makalah kami di kemudian
hari.
PENDAHULUAN

Tasawuf seiring kita temui dalam kazanah dunia islam, dan melalui
perkembanganya tasawuf kini telah masuk ke Indonesia, sejarah merupakan
hal yang tidak dapat kita hapuskan. Ilmu tasuf yang pada intinya sebagai
usaha menyingkap tabir yang membatasi manusia dengan Allah S.W.T. dan
juga sebagai usaha untuk melacak cahaya dari kegelapan dunia ini, dengan
system yang tersusun melalui ratihan ruhaniah atau rioadlotun nafs. .

Masauknya tasawuf ke Indonesia beriringan dengan masuknya islam


ke Indonesia, apabila kita mempelajari islam pasti ilmu taswuf juga
terpelajari, karena kedua hal ini tidak dapat terpisahkan.

Hawash Abdullah menyebutkan beberapa bukti tentang besarnya


peranan para sufi dalam penyebaran islam pertama kalinya di Nusantara. Ia
menyebutkan tokoh sufi syakh Abdullah Arif yang menyebarkan islam untuk
pertama kalinya di Aceh sekitar abad ke 12 M. Ia adalah seorang pendatang
kenusantara bersama para mubalig lainya yang diantaranya bernama Syekh
Ismail Zaffi. Lebih jauh lagi, hawasha Abdullah menegaskan bahwa kalau
mau meneliti secara jujur, kita akn berkesimpulan bahwa pada tahu-tahun
pertamanya masuk islam ke Nusantara, para sufilah yang paling banyak
jasanya, hapir yang pertama memeluk islam bersedia menukar kepercayaan
asalnya dari Anistisme, Diamisme, Budhanisme, dan Hindunisme karena
tertarik pada ajaran tasawuf.

Sejarah merupakan hal yang sudah terlewat dan merupakan cermin


kehidupan untuk masa mendatang, mengkaji masalah sejarah, mencari
kebenaran tentang masalah sejarah tersebut karna begitu banyak
lempengan-lempengan sejarah yang tidak tercatatkan dan masih banyak
kerancuan diantara yang sudah tercatatkan. Karena hal ini lah kita perlu
mengkaji ulang kebenaran sejarah tersebut.

“UNTUK MEMENUHI TUGAS PADA MATA KULIAH PERKEMBANGAN TASAWUF


DI INDONESIA”

Di susun oleh:

Saepul Milah: 1209104020


FAKULTAS USHULUDDIN

JURUSAN TASAWUF PSIKOTRAPI

UNIVERSITAS UIN SUNAN GUNUNG JATI

BANDUNG

2009 M/ 1431 H

Anda mungkin juga menyukai