Anda di halaman 1dari 10

Bentu-bentuk Kerusakan Lingkungan

OPINI | 30 May 2012 | 08:04

Dibaca: 18239

Komentar: 2

Nihil

Masalah lingkungan adalah ulah manusia, dalam kegiatannya yang


mengancam manusia dan lingkungan hidupnya. Masalah lingkungan hidup
terjadi berurutan dari kegiatan manusia dan menyebabkan siklus
permasalahan lingkungan yang berpanjangan. Masalah lingkungan wujudnya
berupa kerusakan-kerusakan lingkungan yang terjadi.
Bentuk-bentuk kerusakan lingkungan disebabkan oleh 2 macam penyebab
yakni proses alam dan ulah manusia.
Proses Alam
Ialah bentuk kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh peristiwaperistiwa yang terjadi secara alami dari alam . Contoh kerusakan
lingkungan oleh alam antara lain adalah :
1. Gunung meletus , ini merupakan peristiwa alam dimana gunung tersebut
menyemburkan lava, lahar panas, pasir, batu, lumpur, dan debu ketika
meletus.Gunung meletus akan merusak alam dan memakan korban
dan kerugian materi yang tidak sedikit. Tetapi dampak dari letusan
gunung tersebutmembawa keuntungan antara lain : menyuburkan
tanah, mememperluas lahan pertanian, letak mineral dekat demngan
permukaan bumi, dan tempat wisata.
2. Tanah Longsor , biasanya terjadi karena penebangan hutan yang
sembarangan. Untuk mencegah tanah longsor perlu digalakan
reboisasi.
3. Gempa Bumi, ialah getaran yang terjadi akibat dari dalam bumi. Gempa
tersebut menurut terjadinya ada tiga macam :
Gempa Vulkanis , karena letusan gunung berapi
Gempa tektonik , karena adanya patahan dan atau pergeseran
lapisan batuan
Gempa runtuhan , karena tanah runtuh
4. Erosi dan abrasi , proses pengikisan permukaan bumi oleh air dan air
laut

Kegiatan Manusia
Ialah kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri.
Manusia memanfaatkan lingkungan tanpa disadari dapat merugikan
lingkungan hidup. Contoh kegiatan manusia yang menimbulkan kerusakan
lingkungan alam adalah sebagai berikut :
1. Sampah
Masalah sampah ini dapat membawa akibat berantai bagi pencemaran
lingkunganberupa :
Bau busuk menggagu orang disekitarnya
Mempercepat terjangkitnya penyakit dan sumber penularan penyakit
Tersumbatnya got-got dan aliran air yang berakibat banjir
Dampak merusak kenyamanan dan keindahan kota
2. Terkurasnya Flora dan Fauna
adalah suatu penciptaan kondisi keberadaan flora dan fauna menjadi
langka. Hal ini disebabkan oleh terputusnya jaringan kehidupan .
Kelangkaan flora dan fauna dapat dikawatirkan akan terjadi kepunahan .
Yang akhirnya manusia pada generasi berikutnya sulit menemukan jenis
flora dan fauna yang langka bahkan hanya tinggal legenda.
3. Pencemaran
Percemaran atau polusi terjadi karena pertambahan penduduk yang pesat
dan tidak ditopang dengan daya dukung lingkungan serta tidak
memperhatikan kaidah pemanfaatan sumber daya alam yang berwawasan
lingkungan hidup. Pencemaran tersebut terdiri dari pencemaran air,
pencemaran udara, pencemaran tanah dan pencemaran suara.
1. Tanah Kritis
Adalah merupakan kerusakan tanah karena produktivitas tanah sebagai
tempat tumbuhnya tanaman akan menurun bahkan tidak berfungsi lagi.
Akhirnya tanah menjadi tandus dan gersang serta tanaman tidak dapat
tumbuh lagi dan menghasilkan sesuai dengan harapan manusia.

1. Penyimpangan Iklim
Merupakan masalah kerusakan lingkungan terjadi kondisi dimana
iklim telah bergeser atau berubah. Hal ini menimbulkan kecemasan dan
ketakutan penghuninya terutama petani, nelayan, pelayaran dan
penerbangan. Ramalan cuaca yang tidak akurat, timbulnya angin topan,
kekeringan dan curah hujan yang berlebihan merupakan dampak
pergeseran iklim.
1. Hujan Asam
Hujan asam adalah hujan yang airnya tercemar oleh polutan (debu dan
asap) dan korosit. Apabila hijan ini menimpa benda-benda yang
mengadung besi atau metal maka akan mengalami keropos dan
berkarat. Apabila menimpa manusia dan hewan akan mengalami
terserang penyakit kulit dan pernapasan serta bila menimpa
tanaman akan membuat pertumbuhannya kerdil dan menurunkan
produktivitas tanaman tersebut.
Hujan asam banyak terjadi di negara-negara industri maju dimana
penetralisir hujan yakni hutan dan tanaman yang ada sangat sedikit
atau berkurang.
8. Menipisnya Ozon
Fungsi atmosfir antara lain sebagai pelindung bumi dari panasnya sinar
ultra violet dan infra merah dari matahari , terutama lapisan ozon di
atmosfir. Saat ini lapisan ozon di bumi telah menipis bahkan telah
berluban di kedua kutub bumi, sehingga sinar infra merah dapat
menembus atmosfir bumi dan tidak dapat dipantulkan kembali. Yang
akhirnya dapat menaikkan suhu bumi dan kondisi bumi semakin panas.
Penyebab menipisnya ozon karena pemakaian gas CFC (Carbon Fluoro
Oksida), Freon, Foem, Metanol sebagai imbas dari pemakaian AC,
barang-barang busa dan plastik. Kenaikan suhu bumi berakibat
mencairnya secara besar-besaran gletzer di kedua kutub bumi yang
dapat meninggikan permukaan air laut dari waktu-kewaktu. Hal ini dapat
menggelamkan kota-kota yang di daerah pantai atau didataran
rendah pada beberapa puluh tahun mendatang.

UPAYA PELESTARIAN LINGKUNGAN OLEH MASYARAKAT BATU KERBAU MELALUI WANATANI (AGROFORESTRY)
Kategori:

Jan 7, '08 3:50 AM


untuk semuanya

Lainnya

I. PENDAHULUAN
Ada beberapa faktor penyebab kerusakan lingkungan, antara lain (a) pertambahan penduduk yang pesat, sehingga telah menyebabkan tekanan yang sangat berat terhadap pemanfaatan
keanekaragaman hayati. Misalnya, timbulnya eksploitasi terhadap sumberdaya alam hayati yang berlebihan, (b) perkembangan teknologi yang pesat, sehingga kemampuan orang untuk
mengeksploitasi keanekaragaman hayati secara berlebihan semakin mudah dilakukan, (c) makin meningkatnya penduduk lokal terlibat dalam ekonomi pasar kapitalis, sehingga menyebabkan
eksploitasi keanekaragaman hayati secara berlebihan, (d) kebijakan dan pengelolaan keanekaragaman hayati yang sangat sentralistik dan bersifat kapitalis dan tidak tepat guna, dan (e)
berubahnya sistem nilai budaya masyarakat dalam memperlakukan keanekaragaman hayati sekitarnya. Misalnya, punahnya sifat-sifat kearifan penduduk lokal terhadap lingkungan hidup
sekitarnya. (Anonim, 2000)
Sistem eksploitasi yang dilaksanakan oleh HPH (Hak Pengusahaan Hutan) telah mengakibatkan berbagai dampak kerusakan fisik hutan yang serius, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Laju kerusakan hutan di daerah-daerah di Indonesia , khususnya Jambi saat ini telah sangat memprihatinkan (Anonim, 2003). Kearifan lokal seperti nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan,
persaudaraan dan sikap ketauladanan lainnya mulai banyak terkikis di dalam lingkungan budaya masyarakat. Oleh karena itu, pengelolaan keanekaragaman hayati yang holistik, berkelanjutan
dan berkeadilan sosial bagi segenap warga masyarakat, sungguh diperlukan untuk mempertahankan kelestarian keanekaragaman hayati (Anonim, 2000). Di tengah gelombang kekerasan,
keserakahan dan krisis identitas budaya lokal yang telah melumat habis ikatan kemanusiaan dan kebersamaan di banyak tempat di tanah air, ternyata masih ada kekuatan yang terus
dipelihara untuk memperkuat teladan dan kearifan budaya di kalangan masyarakat adat (Rozaki, 2003). Propinsi Jambi merupakan salah satu wilayah penyangga (buffer zone) Taman Nasional
Kerinci Seblat. Kawasan ini merupakan kawasan kelola rakyat yang tersebar di berbagai kabupaten. Ada berbagai bentuk kearifan lokal yang dilestarikan oleh masyarakat adat Jambi
diantaranya adalah sistem wanatani (agroforestry) dan lubuk larang (Adnan, 2006).Pada desa-desa tua, masyarakat adatnya masih berpegang pada aturan sosial, ekonomi, dan budaya lama
(Titien, 2001). Kearifan ini juga terlihat dalam pengelolaan sumberdaya alam melalui wanatani dan lubuk larang.
Desa Batu Kerbau adalah sebuah desa di kaki pegunungan Bukit Barisan yang berbatasan langsung dengan hutan lindung kawasan konservasi Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) di
sebelah barat. Di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Batang Kibul, Kecamatan Tabir, Kabupaten Merangin; sebelah utara dengan Desa Rantau Pandan, Kecamatan Rantau Pandan;
dan sebelah timur dengan Desa Baru Pelepat (Thahar, 2004). Masyarakat adat Desa Batu Kerbau digolongkan desa tua, yang masih mempertahankan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya
adat dengan kuat. Peran lembaga adat Desa Batu Kerbau tidak hanya mengatur masalah sosial dalam desa tetapi juga berperan dalam pengelolaan sumber daya alam. Ada beberapa kearifan
lokal yang dimiliki oleh Desa Batu Kerbau dalam melestarikan sumber daya alam yaitu melalui (Anonim, 2004).
Laporan tentang keberadaan sistem pengelolaan sumber daya hutan oleh rakyat terus bertambah. Saat ini diketahui bahwa sistem ini telah lama tumbuh dan berkembang secara mandiri di
hampir seluruh wilayah Indonesia. Para peneliti melaporkan bahwa sistem ini bukan saja menjamin kelestarian ekosistem sumberdaya hutan, namun juga berperan penting dalam mendukung
sistem sosial budaya masyarakat, bahkan perekonomian tingkat lokal dan regional (Anonim, 2003). Adapun Tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengkaji besarnya peranan
masyarakat adat Jambi dalam melakukan pengelolaan sumberdaya alam melalui kearifan lokal.
II. KEBERHASILAN KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT BATU KERBAU DALAM MELESTARIKAN LINGKUNGAN MELALUI WANATANI
Ada berbagai kearifan lokal yang dimiliki masyarakat adat desa Batu Kerbau diantaranya yaitu wanatani dan lubuk larang. Kedua kearifan lokal ini memberikan pemahaman bahwa masyarakat
setempat memiliki kemampuan untuk mengembangkan suatu konsep pengelolaan sumberdaya alam yang bersifat terbuka sehingga eksploitasi terhadap sumberdaya alam dapat dikurangi.
Wanatani merupakan suatu bentuk pengelolaan sumberdaya yang memadukan kegiatan pengelolaan hutan atau pohon kayu-kayuan dengan penanaman komoditas Atau tanaman jangka
pendek, seperti tanaman pertanian (Anonim, 2007). Menurut Adnan (2006) wanatani merupakan suatu sistem pengelolaan sumberdaya alam yang dinamis dan berbasis ekologi, dengan
memadukan pepohonan sehingga mampu mempertahankan tingkat dan keragaman produksi. Sistem ini memungkinkan terjadinya interaksi antara ekologi dan ekonomi serta unsur-unsur
lainnya, terutama dengan sosial-budaya sehingga dapat terwujud pembangunan yang berkelanjutan. Menurut Fay dan Sirait (2007) wanatani sebagai suatu bentuk pengelolaan sumber daya
alam memiliki karakteristik yang berbeda dengan sumber daya alam lainnya, misalnya laut, tambang, sumber daya angin, hutan alam maupun usaha pertanian sawah misalnya. Wanatani lahir
dari suatu inovasi manusia untuk mengembangkan fungsi privat tanpa meninggalkan fungsi publiknya.
Dalam masyarakat Jambi sistem wanatani bukan sesuatu yang baru karena sudah lama dikenal. Kawasan hutan adat desa di Desa Batu Kerbau merupakan suatu kawasan yang hanya dapat
dimanfaatkan oleh anak negeri Desa Batu Kerbau dengan izin dari pengurus dan aturan yang sudah disepakati. Kawasan ini memiliki luasan sebesar 388 ha. Setiap pengambilan 1 meter
kubik kayu dikenakan sumbangan Rp. 25.000 yang dipergunakan untuk pembangunan desa. Hasil-hasil sumberdaya alam yang diambil dari hutan tidak diperkenankan untuk dijualbelikan.
Sedangkan untuk pohon sialang dan buah-buahan hutan pengambilannya tidak boleh ditebang, dan kepemilikan pohon sialang tetap pada pemilik awal, serta pada waktu panen dikenakan
sumbangan untuk desa. Sesap yang masuk dalam kawasan hutan adat desa maka kepemilikannya tetap dan tidak boleh menambah dengan bukaan baru. Pengelolaan sesap tersebut
diharapkan ditanami dengan tanaman tua (Anonim, 2004a).
Hutan Adat Desa merupakan kawasan hutan yang masih bisa dimanfaatkan oleh masyarakat secara terbatas, dan didalam pemanfaatannya harus mendapat izin kelompok adat serta
pemerintahan desa. Sedangkan Hutan Lindung Desa merupakan kawasan yang tidak dimanfaatkan karena merupakan sumber air. Hutan dan kawasan ini memiliki fungsi hidrologis, yaitu
menjadi daerah tangkapan dan sumber mata air, sumber air sawah, dan menjadi hulu dari beberapa sungai. Juga memiliki fungsi ekologis dengan keanekaragaman hayati yang ada di
dalamnya dan menjadi penyangga (buffer zone) TNKS, maupun pencegah terjadinya erosi dan longsor. Fungsi lainnya adalah social budaya, dimana hutan dan kawasan menjadi sumber bagi
obat-obatan tradisional, bahan-bahan dan tempat untuk upacara adat. Serta fungsi kesejahteraan dengan menyediakan potensi kayu untuk pembangunan desa dan non kayu, seperti potensi
getah kayu balam dan pinus, rotan, jernang, dan lainnya (Adnan 2006).
Untuk itu juga diberlakukan sanksi terhadap pelanggaran aturan kawasan hutan adat desa, yaitu:
a. Bagi masyarakat lokal/luar yang mengambil kayu, rotan, manau dan segala kandungan hutan ada desa tanpa seizin pengurus dikenakan denda uang Rp. 2.500.000 dan disita menjadi milik
desa
b. Sanksi adat: kambing 1 ekor, beras 20 gantang, selemak semanis dan kain 4 kayu.
Hutan lindung desa merupakan kawasan yang tidak dimanfaatkan karena merupakan sumber air. Kesepakatan ini dimotori oleh para pengetua adat dan pegawai pemerintahan desa. Batasbatas hutan adat mengacu kepada aturan adat, yakni wilayah Bukit Gedang dan Bukit Menangis yang terletak antara Batang Pelepat dan Batang Kibul. Sanksi terhadap pelanggaran aturan
Kawasan Lindung Desa adalah: Sanksi adat : Kerbau 1 ekor, beras 100 gantang, kelapa 100 buah, selemak semanis dan kain 8 kayu. Kayu, rotan, manau dan segala yang diambil dari
kawasan lindung desa yang tidak sesuai dengan ketentuan, disita menjadi milik desa. l Jika sanksi adat tidak diterima, maka akan diajukan ke hukum negara. (Anonim, 2004a)
Pengelolaan kawasan hutan adat ini dilatarbelakangi oleh perusahaan yang mendapatkan HPH, sehingga daerah sesapan menjadi meningkat drastis. Setelah desa Batu Kerbau dicabut HPH
atas hutan di Desa Batu Kerbau maka masyarakat berusaha untuk menguasai lahan-lahan bekas perusahaan yang mendapatkan HPH sebagai cadangan. Sebelum adanya kegiatan HPH
beroperasi di wilayah desa secara adat tata cara pembukaan lahan perladangan telah diatur dan dipatuhi anggota masyarakat, akan tetapi pengaturan lebih ditekan kepada anggota
masyarakat dari luar desa. Bagi setiap masyarakat luar desa yang ingin membuka lahan harus membayar dan mematuhi aturanaturan yang ditetapkan lembaga adat. Disamping itu pendatang
di haruskan menjalani acara pengangkatan sebagai anggota masyarakat, setelah semua syarat-syarat terpenuhi maka hak dan kewajibanya akan sama dengan masyarakat lainnya.
Upaya meningkatkan peran masyarakat ini, direncanakan tujuh areal eks HPH dikelola kembali. Konsep yang diterapkan untuk pengelolaan eks HPH ini yaitu lahan kosong dan semak belukar
direhabilitasi dengan model agroforestry (Wanatani). Maksudnya penanaman jenis tumbuhan hutan, kebun (karet dan sawit), serta tanaman pangan. Sedangkan kawasan hutan yang telah
menjadi kebun rakyat diterapkansistem pengelolaan melalui PPHM (Program Pengelolaan Hutan dan Masyarakat) (Anonim, 2003).
Selain membangun hutan adat, penduduk Desa Batu Kerbau membuat lubuk-lubuk larangan (sungai dan danau yang tidak boleh dimanfaatkan). Penetapan Lubuk Larangan dilakukan melalui
keputusan adat dan dengan acara religius, yaitu pembacaan kitab suci Al Quran, Surat Yassin, di pinggir sungai oleh seluruh warga. Tujuannya, agar ikan yang berada di Lubuk Larangan cepat
memijah dan besar, serta tidak diambil oleh warga Di lubuk larangan itu tidak diperbolehkan mengambil ikan, kecuali pada musim panen sekali setahun. Hal itu dimaksudkan untuk menjaga
kelestarian ikan yang ada di sungai dan danau yang ada di daerah itu. Untuk memperkuat hukum mereka memberikan sanksi bagi yang melanggar dan diputuskan oleh tokoh masyarakat dan
tetua adat. Bagi warga masyarakat atau siapa pun yang melanggar aturan menangkap ikan di lubuk-lubuk larangan akan dikenakan denda adat (Anonim, 2004b). Aturan yang berlaku adalah
sanksi adat : Kambing 1 ekor, beras 20 gantang, selemak semanis, dan kain 4 kayu l Dibacakan surat yasin 40 kali tamat. l Denda uang Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah).
Berbagai contoh peran serta masyarakat telah membuktikan akan keaktifannya dalam melestarikan alam. Adanya kearifan tradisional di berbagai daerah lndonesia, mampu menjaga
lingkungan dari kerusakan dan memelihara keanekaragaman hayati.
Di Sumsel, Jambi, Bengkulu, Jawa Barat dan Lampung ada kesadaran di kalangan Pemerintah Daerah untuk menghidupkan nilai budaya yang melekat dalam diri masyarakat adat untuk
mengelola hutan lindung dan kelestarian alam. Di Jambi, tokoh masyarakat dan pemerintah daerah serta cendekiawan menggunakan falsafah budaya dan ikatan kekkerabatan untuk
mencegah konflik social (Sianipar, 2004). Jambi memiliki beberapa jenis model pengelolaan hutan berbasis masyarakat baik traditional atau asli maupun yang diperkenalkan. Model
pengelolaan yang tradisional berakar pada institusi tradisional dalam hal ini adat. Di masa lalu institusi adat sangat kuat dengan aturan main dan penegakan aturan yang ketat. Model
pengelolaan hutan yang diperkenalkan antara lain difasilitasi oleh LSM maupun swasta. Pengelolaan hutan tradisional antara lain Hutan Adat Desa, Rimbo Larangan dan Lubuk Larangan
(Sungai di dalam hutan yang hanya boleh diambil ikannya dalam periode tertentu berdasarkan aturan adat) serta yang berkembang belakangan adalah Hutan Lindung Desa yang dibantu oleh
LSM dan pemerintah setempat (Anonim, 2006). Keberhasilan Desa Adat Batu Kerbau tidak lepas dari bantuan LSM yang memberikan arahan dan advokasi dalam memperoleh pengukuhan
dari Bupati Bungo.
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa kearifan lokal pada Desa Batu Kerbau merupakan salah satu upaya yang telah berhasil dalam melestarikan lingkungan hidup.
Keberhasilan ini khususnya dalam sistem pengelolaan hutan dan air melalui wanatani dan lubuk larang. Bukti nyata dari keberhasilan ini adalah dengan didapatnya penghargaan Kalpataru dari
pemerintah untuk kategori penyelamat lingkungan tahun 2004. Ini menunjukkan bahwa pemerintah telah mengakui adanya keberadaan masyarakat adat di Desa Batu kerbau dan mengakui
hak dan aturan yang dimiliki oleh desa tersebut (Thahar, 2004).
Sebelum mendapatkan penghargaan Kalpataru sebagai penyelamat lingkungan, masyarakat adat Desa Batu Kerbau telah lama berjuang untuk mendapatkan pengakuan dari pemerintah

melalui perjalanan panjang. Tetapi mereka berhasil mendapatkan pengakuan tentang Pengukuhan Hutan Adat melalui SK Nomor 1249 tahun 2002 tanggal 14 Juli 2002 yang diterbitkan oleh
Bupati Bungo. bukan tanpa perjuangan. Sebelum mendapatkan pengukuhan tersebut mereka telah lama mengalami berbagai permasalahan mulai dari tidak bisa mengambil hasil hutan non
kayu (rotan, Damar, manau, dan getah jemang), dan kotornya air sungai akibat operasi alat berat perusahaan yang memiliki HPH di hulu sungai sehingga, setiap tahun masyarakat desa
mengalami wabah muntaber. Kemudian masyarakat desa tersebut mengusahakan agar perusahaan yang memiliki HPH untuk pergi dari desa tersebut. Kemudian mereka pun menetapkan
sepotong sungai untuk menjadi lubuk larangan untuk mengelola kawasan hutan dengan kearifan adat (Thahar, 2004).
Dari keberhasilan yang sangat positif tersebut maka sudah saatnya sistem pengelolaan sumberdaya hutan oleh rakyat dipandang sebagai suatu pendekatan alternatif dalam pengelolaan
sumber daya hutan Indonesia. Sistem ini menawarkan nilai-nilai, konsep-konsep, pranata-pranata, metodologi, teknik, dan ketrampilan inovatif dalam mengelola sumber daya hutan. Berkaitan
dengan semangat tersebut, wakil-wakil masyarakat sipil yang bekerja di perguruan tinggi, lembaga penelitian, instansi pemerintah, perusahaan swasta dan BUMN, LSM, masyarakat adat dan
masyarakat lokal yang berdedikasi dan memiliki perhatian besar pada kehutanan masyarakat, telah memulai proses diskusi, kajian, dialog kebijakan, penelitian dan program aksi lapangan
yang mendukung pengembangan kehutanan masyarakat (Anonim, 2003). Tugas selanjutnya yang maha penting adalah bagaimana memelihara dan merawat kearifan lokal itu agar senantiasa
hidup dan menyala di dalam hati nurani manusia Indonesia (Rozaki, 2003).
III. PENUTUP
Wanatani merupakan kearifan lokal yang sangat bermanfaat dalam menjaga kelestarian lingkungan. Pembatasan-pembatasan dalam mengeksploitasi lingkungan berarti menghargai
lingkungan sebagai salah satu komponen dari sistem ekologi. Masyarakat Desa Adat Batu Kerbau merupakan contoh nyata dari sekian banyak masyarakat adat di Indonesia yang ternyata
masih bisa bertahan di tengah arus pembangunan yang belum berkelanjutan. Kearifan lokal di Desa Adat Batu Kerbau ternyata lebih menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan
dibandingkan perusahaan yang menggunakan teknologi canggih tapi untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Wanatani memberikan paradigma baru dalam bidang pelestarian lingkungan yang memiliki keuntungan dari setiap segi pembangunan berkelanjutan yaitu memberikan keuntungan secara
ekonomi, mudah diterapkan secara sosial budaya dan menjaga kelestarian sumberdaya alam.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, H. 2006. Belajar Kepada Rakyat: Pengelaan Hutan dan Kawasan dengan Kearifan Lokal. www.blog.com. 6 hlm.
Anonim, 2000. Kerusakan Lingkungan Mengancam Keanekaragaman Hayati. www.kehati.org. 4 hlm.
Anonim, 2003. Hutan Jambi Kian Memprihatinkan. www.warsi.or.id. 3 hlm.
Anonim, 2004a. Potret Pengelolaan Sumberdaya Hutan oleh MAsyarakat Adat Batu Kerbau. www.warsi.or.id. 6 hlm
Anonim. 2004b. Desa Batu Kerbau, Bungo, Terima Penghargaan Kalpataru. www.yipd.org. 1 hlm.
Anonim. 2007. Wikipidea: Wanatani. www.id.wikipidea.org. 5hlm.
Fay, C., M.Sirait. 2007. Apakah Dampak Lingkungan Sistem Wanatani. Prosiding Lokakarya Wanatani Se-Nusa Tenggara. www.icraf.or.id. Hlm: 113-120.
Rozaki, A. 2003. Resolusi Konflik Berbasis Kearifan Lokal. www.ireyogya.or.id. 4 hlm.
Sianipar, M.T. 2004. Memposisikan Kebangkitan Masyarakat Adat Dalam Pembangunan Lokal, Nasional, dan Global. www.kongresbud-bupar.com. 5 hlm.
Thahar. 2004. Menjaga Hutan dengan Kearifan Adat. www.kompas.com. 2 hlm.
Titien, Y. 2001. Kabupaten Bungo. www.kompas.com. 3 hlm.
Kata kunci: lingkungan, kuliah
Sebelumnya: Sang Penandai
Selanjutnya : PRESIPITASI

Alam yang serasi adalah alam yang mengandung berbagai komponen ekosistem secara seimbang. Komponen-komponen dalam ekosistem senantiasa saling bergantung.
Keseimbangan inilah yang harus tetap dijaga agar pelestarian keanekaragaman dalam sumber daya alam tetap terjamin. Keseimbangan akan terganggu jika komponen di
dalamnya terganggu atau rusak. Terjadinya banjir, gunung meletus, gempa bumi, wabah penyakit, dan sebagainya dapat menyebabkan adanya kerugian dalam bidang ekonomi,
biologi, bahkan perusakan peninggalan-peninggalan budaya.

Sejarah Perlindungan dan Pengawetan Alam (PPA)


Gerakan perlindungan alam dimulai di Prancis, tahun 1853 atas usul Para pelukis untuk melindungi pemandangan alam di Fontainebleau di Paris. Sebagai peletak dasar atau
gagasan perlindungan alam adalah FWH Alexander Von Humbolt (seorang ahli berkebangsaan Jerman, 1769-1859), sehingga beliau diakui sebagai Bapak Ekologi sedunia.
Tokoh organisasi internasional di bidang ini adalah Paul Sarazin (Swiss). Oleh karena keadaan perang maka dasar-dasar organisasi ini baru terbentuk pada tahun 1946 di
Basel, dan tahun 1947 di Brunnen.
Perlindungan dan Pengawetan Alam (PPA) di Indonesia lahir pada tahun 1912 di Bogor, tokohnya Dr. SH. Kooders. Menurut Undang-undang Perlindungan Alam,
pencagaralaman di Indonesia dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:

a.

Cagar Alam
Penamaan ini berlaku di daerah yang keadaan alam (tanah, flora, dan keindahan) mempunyai nilai yang khas bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta bagi kepentingan
umum sehingga dirasa perlu untuk dipertahankan dan tidak merusak keadaannya. Cagar alam dapat diartikan pula sebagai sebidang lahan yang dijaga untuk melindungi flora
dan fauna di dalamnya.

b.

Suaka Margasatwa
Istilah ini berlaku untuk daerah-daerah yang keadaan alamnya (tanah, fauna, dan keindahan) memiliki nilai khas bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan sehingga perlu
dilindungi. Kedua istilah di atas kemudian dipadukan menjadi Perlindungan dan Pengawetan Alam (PPA).

c.

Cagar Biosfer
Cagar Biosfer adalah perlindungan alam yang meliputi daerah yang telah dibudidayakan manusia, misalnya untuk pertanian secara tradisional (bukan tata guna lahan modern,
misalnya: pabrik, jalan raya, pertanian dengan mesin). Selain cagar alam dan cagar biosfer terdapat juga istilah cagar budaya yang memiliki arti perlindungan terhadap hasil
kebudayaan manusia, misalnya perlindungan terhadap candi dan daerah sekitarnya.

Strategi pencagaralaman sedunia (World Conservation Strategy) memiliki tiga tujuan, yaitu:
1.
memelihara proses ekologi yang esensial dan sistem pendukung kehidupan
2.

mempertahankan keanekaragaman genetis

3.

menjamin pemanfaatan jenis dan ekosistem secara berkelanjutan.

Ketiga tujuan ini paling berkaitan. Pencagaralaman tidak berlawanan dengan pemanfaatan jenis dan ekosistem. Akan tetapi, pemanfaatan itu haruslah dilakukan dengan cara
yang menjamin adanya kesinambungan. Artinya, kepunahan jenis dan kerusakan ekosistem tidak boleh terjadi. Demikian pula, terjaganya ekosistem dari kerusakan tidak hanya
melindungi keanekaragaman jenis, melainkan juga proses ekologi yang esensial.

d.

Nilai-nilai dalam Perlindungan Alam


Nilai-nilai yang terkandung dalam perlindungan alam meliputi nilai ilmiah, nilai ekonomi, dan nilai budaya yang saling berkaitan.
Secara terperinci, nilai-nilai yang dimiliki dalam perlindungan dan pengawetan alam dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Nilai ilmiah, yaitu kekayaan alam, misalnya, hutan dapat digunakan sebagai tempat penelitian biologi untuk pengembangan ilmu (sains). Misalnya, botani, proteksi
tanaman, dan penelitian ekologi.
2.
Nilai ekonomi, yaitu perlindungan alam ditujukan untuk kepentingan ekonomi. Misalnya pengembangan daerah wisata. Hal ini akan mendatangkan berbagai
lapangan kerja. Hutan dengan hasil hutannya, dapat menjadi sumber devisa bagi negara.
3.
Nilai budaya, yaitu flora dan fauna yang khas maupun hasil budaya manusia pada suatu daerah dapat menimbulkan kebanggaan tersendiri, misalnya Candi
Borobudur, komodo, dan tanaman khas Indonesia (melati dan anggrek).
4.
Maha Esa.

Nilai mental dan spiritual, misalnya dengan perlindungan alam, manusia dapat menghargai keindahan alam serta lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang

Seperti telah kita ketahui bersama, bahwa sumber daya alam hayati terdiri dari hewan, tumbuhan, manusia, dan mikroba yang dapat kita manfaatkan untuk kesejahteraan hidup
manusia. Pemanfaatan sumber daya tersebut antara lain di bidang sandang, pangan, papan, dan perdagangan. Oleh karena dimanfaatkan oleh berbagai tingkatan manusia
dan berbagai kepentingan, maka diperlukan campur tangan berbagai pihak dalam melestarikan sumber daya alam hayati. Pihak-pihak yang memanfaatkan sumber daya alam
baik negeri maupun swasta memiliki kewajiban yang sama dalam pelestarian sumber daya alam hayati. Misalnya, pabrik pertambangan batu bara, selain memanfaatkan batu
bara diharuskan pula untuk mengolah limbah industrinya agar tidak mencemari daerah sekitarnya dan merusak ekosistem. Pabrik-pabrik, seperti pabrik obat-obatan, selain
memanfaatkan bahan dasar dari hutan diwajibkan pula untuk melakukan penanaman kembali dan mengolah limbah industrinya (daur ulang) agar tidak merusak lingkungan.

2. Macam-macam Perlindungan Alam (PPA)


Perlindungan alam dibagi menjadi dua, yaitu perlindungan umum dan perlindungan dengan tujuan tertentu.

a. Perlindungan Alam Umum


Perlindungan alam umum merupakan suatu kesatuan (flora, fauna, dan tanahnya). Perlindungan alam ini dibagi menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut:
1.
Perlindungan alam ketat; merupakan perlindungan terhadap keadaan alam yang dibiarkan tanpa campur tangan manusia, kecuali dipandang perlu. Tujuannya
untuk penelitian dan kepentingan ilmiah, misalnya Ujung Kulon.
2.

Perlindungan alam terbimbing; merupakan perlindungan keadaan alam yang dibina oleh para ahli, misalnya Kebun Raya Bogor.

3.
National Park atau Taman Nasional; merupakan keadaan alam yang menempati suatu daerah yang luas dan tidak boleh ada rumah tinggal maupun bangunan
industri. Tempat ini dimanfaatkan untuk rekreasi atau taman wisata, tanpa mengubah ciri-ciri ekosistem. Misalnya: Taman Safari di Cisarua Bogor dan Way Kambas di Propinsi
Lampung.
Pada tahun 1982 diadakan Kongres Taman nasional sedunia di Bali (World National Park Conggres). Dalam kongres itu Pemerintah Indonesia mengumumkan 16 taman
nasional (TN) yang ada di Indonesia, yaitu sebagai berikut.
1.
TN. Kerinci Seblat (Sumbar, Jambi. Bengkulu) 1.485.000 Ha
2.

TN. Gunung Leuser (Sumut, Aceh) 793.000 Ha

3.

TN. Barisan Selatan (Lampung, Bengkulu) 365.000 Ha

4.

TN. Tanjung Puting (Kalteng) 355.000 Ha

5.

TN. Drumoga Bone (Sulut) 300.000 Ha

6.

TN. Lore Lindu (Sulteng) t 231.000 Ha

7.

TN. Kutai (Kaltim) 200.000 Ha

8.

TN. Manusela Wainua (Maluku) 189.000 Ha

9.

TN. Kepulauan Seribu (DKI) 108.000 Ha

10.

TN. Ujung Kulon (Jabar) 79.000 Ha

11.

TN. Besakih (Bali) 78.000 Ha

12.

TN. Komodo (HTB) 75.000 Ha

13.

TN. Bromo Tengger, Semeru (Jatim) 58.000 Ha

14.

TN. Meru Betiri (Jatim) 50.000 Ha

15.

TN. Baluran (Jatim) 25.000 Ha

16.

TN. Gede Pangrango (Jabar) 15.000 Ha

b. Perlindungan Alam dengan Tujuan Tertentu


Macam perlindungan alam dengan tujuan tertentu adalah sebagai berikut:
1.
Perlindungan geologi; merupakan perlindungan alam yang bertujuan melindungi formasi geologi tertentu, misalnya batuan tertentu.
2.

Perlindungan alam botani; merupakan perlindungan alam yang bertujuan melindungi komunitas tumbuhan tertentu, misalnya Kebun Raya Bogor.

3.
Perlindungan alam zoologi; merupakan perlindungan alam yang bertujuan melindungi hewan-hewan langka serta mengembangkannya dengan cara memasukkan
hewansejenis ke daerah lain, misalnya gajah.
4.
Perlindungan alam antropologi; merupakan perlindungan alam yang bertujuan melindungi suku bangsa yang terisolir, misalnya Suku Indian di Amerika, Suku
Asmat di Irian Jaya, dan Suku Badui di Banten Selatan.

3. Macam-macam Bentuk (Upaya Pelestarian Sumber


Daya Alam Hayati)
Usaha pelestarian sumber daya alam hayati tidak lepas dari usaha pelestarian lingkungan hidup. Usaha-usaha dalam pelestarian lingkungan hidup bukan hanya tanggung
jawab pemerintah saja, melainkan tanggung jawab kita semua. Untuk menggalakkan perhatian kita kepada pelestarian lingkungan hidup, maka setiap tanggal 5 Juni diperingati
sebagai Hari Lingkungan Sedunia. Di tingkat Internasional, peringatan Hari Lingkungan Hidup ditandai dengan pemberian penghargaan kepada perorangan atau pun kelompok
atas sumbangan praktis mereka yang berharga bagi pelestarian lingkungan atau perbaikan lingkungan hidup di tingkat lokal, nasional, dan internasional. Penghargaan ini diberi
nama Global 500 yang diprakarsai Program Lingkungan PBB (UNEP = United Nation Environment
Program).
Di tingkat nasional, Indonesia tidak ketinggalan dengan memberikan hadiah, sebagai berikut.

a.

Kalpataru

Hadiah Kalpataru diberikan kepada berikut ini.


1.
Perintis lingkungan hidup, yaitu mereka yang telah mempelopori untuk mengubah lingkungan hidup yang kritis menjadi subur kembali.
2.

Penyelamat lingkungan hidup, yaitu mereka yang telah menyelamatkan lingkungan hidup yang rusak.

3.

Pengabdi lingkungan hidup, yaitu petugas-petugas yang telah mengabdikan dirinya untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Kalpataru berupa pahatan Kalpataru tiga dimensi yang berlapis emas murni. Pahatan ini mencontoh pahatan yang terdapat pada Candi Mendut yang melukiskan pohon
kehidupan serta
mencerminkan sikap hidup manusia Indonesia terhadap lingkungannya, yaitu keselarasan dan keserasian dengan alam sekitarnya.

b. Adipura

Hadiah Adipura diberikan kepada berikut ini.


1.
Kota-kota terbersih di Indonesia.
2.

Daerah-daerah yang telah berhasil membuat Laporan Neraca Kependudukan dan Lingkungan Hidup Daerah (NKLD).

Selain usaha-usaha tersebut di atas, usaha lain yang tidak kalah pentingnya adalah didirikannya bermacam-macam perlindungan alam seperti Taman Wisata, Taman nasional,
Kebun Raya, Hutan Buru, Hutan Lindung, dan Taman Laut.

4.
Pelestarian
Pembangunan
Berkelanjutan

Lingkungan

dalam

Konteks

Pelestarian lingkungan dalam konteks pembangunan berkelanjutan adalah usaha atau cara untuk memelihara ketahanan fungsi lingkungan dari bahaya kerusakan atau
kepunahan. Pelestarian lingkungan dapat menopang proses pembangunan secara terus-menerus tanpa mengurangi potensi yang di miliki lingkungan.
Lingkungan harus dilestarikan secara terarah dan terkontrol memberikan keuntungan terhadap
keseimbangan ekosistem dan kelestarian lingkungan pula juga didayagunakan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan yang dimaksud.
Pada bagian ini akan diberikan contoh pelestarian lingkungan yang dikaitkan dengan pembangunan berkelanjutan.

a. Pengembangan Pertanian
Pada dasarnya pengembangan pertanian di satu sisi memberikan dampak positif bagi kelangsungan perekonomian petni setempat dan terpenuhinya pula kebutuhan pokok
masyarakat. Akan tetapi dalam mengusahakan lahan pertanian tersebut, petani sering mengabaikan kaidah-kaidah lingkungan dalam proses menanam tanaman di atas lahan
pertanian tersebut. Dalam hal ini, para petani sering mengabaikan kesesuaian lahan yang ada, akibatnya di satu sisi memberikan yang menguntungkan secara ekonomi tetapi
di satu sisi lain
memberikan kerugian secara ekologis. Sebagai contoh lahan yang memiliki kemiringan lereng 60% maka lahan tersebut adalah daerah konservasi yang mau tidak mau harus
dihutankan, akan tetapi pada kenyataannya lahan tersebut dijadikan sebagai lahan pertanian sayuran, maka erosi di lahan tersebut sering terjadi dan apabila hal ini dibiarkan
maka tanah tersebut akan menjadi rusak dan tidak akan memberikan nilai manfaat bagi generasi yang akan datang. Oleh karena itu agar lahan tersebut tetap lestari dan
berkelanjutan ialah dengan mengembalikan fungsi lahan sesuai dengan peruntukannya.

b. Pengendalian DAS
Pengendalian Daerah Aliran Sungai (DAS) memiliki peranan yang sangat penting dalam menjalankan fungsinya sebagai suatu ekosistem. Unsur atau komponen sistem DAS
adalah topografi, vegetasi, tanah, dan manusia. Semakin baik komponen DAS maka semakin baik pula sistem DAS bekerja. Begitupun sebaliknya, jika komponen DAS tidak
berfungsi dengan baik maka sistem DAS akan rusak. Kerusakan sistem DAS berdampak kepada kerusakan
ekosistem bahkan makhluk hidup yang ada dalam ekosistem tersebut akan punah.
Oleh karena itu berbagai upaya penanganan dalam pengendalian DAS dapat dilakukan dengan cara:
1.
Reboisasi atau penghijauan di sekitar hulu DAS, fungsinya ialah selain untuk mencegah terjadinya erosi juga dapat menyimpan air.
2.

Penanganan pembuatan rumah di sekitar bantaran sungai.

3.

Tindakan tegas terhadap pelanggaran sesuai peraturan dan undang-undang yang berlaku.

Upaya pengelolaan yang telah digalakan dan undang-undang yang telah dikeluarkan belumlah berarti tanpa didukung adanya kesadaran manusia akan arti penting lingkungan
dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan serta kesadaran bahwa lingkungan yang ada saat ini merupakan titipan dari generasi yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai