Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Definisi
Eritoderma berasal dari bahasa Yunani, yaitu erythro- (red = merah) + derma,
dermatos (skin = kulit), merupakan keradangan kulit yang mengenai 90% atau lebih pada
permukaan kulit yang biasanya disertai skuama. 1,2 Bila Eritemanya antara 50%-90%

dinamai pre-eritroderma. Pada keadaan tersebut mutlak harus ada eritema,


sedangkan skuama tidak selalu terdapat.2 Nama lain penyakit ini adalah dermatitis
eksfoliativa generalisata, meskipun sebenarnya mempunyai pengertian yang agak
berbeda. Kata eksfoliasi berdasarkan pengelupasan skuama yang terjadi, walaupun
kadang-kadang tidak begitu terlihat, dan kata dermatitis digunakan berdasarkan
terdapatnya reaksi eksematus.3

1.2 Epidemiologi
Insiden eritroderma berdasarkan beberapa studi sangat
bervariasi antara 0,9-71 tiap 100.000.1 Rasio kejadian penyakit
eritroderma pada laki-laki lebih tinggi daripada wanita yaitu 2:1
hingga 4:1. Eritroderma lebih banyak terjadi pada rentang usia
antara 41-61 tahun.4,5,6 Lebih dari 50% kasus eritroderma
dilatarbelakangi

oleh

penyakit

yang

mendasarinya

dimana

psoriasis merupakan penyakit terbanyak yang dapat mendasari


terjadinya eritroderma yakni sebesar 25% kasus. Laporan terkini
menyatakan 87 dari 160 kasus eritroderma didasari oleh
psoriasis berat.1

Etiologi Insiden eritroderma di Amerika Serikat bervariasi, antara 0,9 sampai


71,0 per 100.000 penderita rawat jalan dermatologi.1 Hasan dan Jansen (1983)
memperkirakan insiden eritroderma sebesar 12 per 100.000 penderita. Sehgal
dan Srivasta (1986) pada sebuah penelitian prospektif di India melaporkan 35 per
100.000 penderita eritroderma dirawat jalan dermatologi.4
Angka kematian tergantung pada penyebab eritroderma. Sigurdson (1996)
melaporkan dari 102 penderita eritroderma terdapat 43% kematian, 18%
disebabkan langsung oleh eritroderma dan 74% tidak berhubungan dengan
eritroderma.7
1.3 Etiologi
Dasar terjadinya eritroderma adalah adanya penyakit yang mendasari. Penyakit
yang mendasari eritroderma ini bisa berupa penyakit yang terbatas pada kulit
ataupun penyakit yang bersifat sistemik. Dermatosis yang menyebabkan
eritroderma merupakan penyakit yang terbanyak mendasari timbulnya eritroderma
yakni mencapai 52% dari kasus-kasus eritroderma. 23% dari kasus-kasus
eritroderma dicetuskan oleh psoriasis, spongiotic dermatitis menyebabkan
eritroderma sebesar 20%, eritroderma akibat reaksi obat sebesar 15% dan akibat
cutaneous T cell lymphoma (CTCL) atau sezary syndrome sebesar 5%. Sekitar
20% dari kasus-kasus eritroderma tidak dicetuskan oleh penyakit yang
mendasarinya dan diklasifikasikan sebagai eritroderma idiopatik.1
Penyebab eritroderma yang kurang umum pada pasien dewasa antara lain
penyakit imunobulosa, penyakit jaringan ikat, infeksi yang meliputi skabies dan
dermatofit, pitiriasis rubra piliaris (PRP) dan penyakit keganasan.1

Tabel 1. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan eritroderma


Dermatoses
Dermatitis spongiotik
- Atopic Dermatitis *
- Seborrhoic
Dermatitis

- Contact Dermatitis
- Stasis Derm atitis

Bullous
- Bullosa pemfigus
- Paraneoplastic

Pemphigus

- Pemphigoid bullous

- Hailey-hailey

Papulasquamous
-

Psoriasis*
Pitriasis rubra
pilaris*
- Impetigo
herpetiformis
Photosensitive
- Chronic Dermatitis
Actinic
- Retikuloid Actinic
Adverse drugs
Others
- Pseudolimfoma
- Eritem gyratum
repens
- Perforating
folliculitis
- Radiation recall
dermatitis
- Senile erythroderma
with hyperIgE

Systemic
Dermatomyositis
Subacute cutaneous
lupus
Acute graft-versus
host disease*
Postoperative
transfusion
induced
Thyrotoxicosis
Sarcoidosis
Hypercalcitonemia
Idiopathic
hypereosinophilic
syndrome

Infection
Malignancy
Congenital
Bacterial
Solid Tumors
Immunodeficiency
- Tuberculosis
- Lung
- Common Variable
- Congenital siphilis - Prostate
hypogammaglobul
inemia
- Thyroid
Viral
- Waskott-Aldrich
- Liver
- Hepatitis C
syndrome
- Gallbladder
- HIV
Severe combined
Melanoma
- Human Herpes
Immunodeficienc
Breast
Virus 6
y
Ovary
Fungal
Omenn syndrome
Fallopian
tube
- Dermatophyte
Leiner disease
Esophagus
- Histoplasmosis
Hyperimmunoglo
Stomach
- Congenital
bulin E
Cutaneous Disease - Rectum
Secretory IgA
Buschke Parasite
deficiency
Lowenstein
- Norwegian scabies
Metabolic
tumor
- Toxoplasmosis
Lymphiproliferative - Maple syrup urine
- Leismaniasis
disease
- Cutaneous T Toxin- mediated
Neutral lipid
Cell carcinoma*
Infections
storage disease
Sezary
syndrome
- Toxic shock
- Essential fatty
Papuloerythroder
syndrome
acid deficiency
ma of Ofuji
- Staphylococcal
- Holocarboxylase
Hodgkin
scalded-skin
synthetase
Lymphoma
syndrome*
deficiency
- B-Cell
Ichtyosis
Lymphoma
- Castleman
- Bullous congenital
Disease
Ichthyosiform
- Adult T-cell
erythroderma
Leukemia
- Netherton
- Myedysplasia
syndrome
- Reticulum cell
- Conradisarcoma
Hunermann
syndrome
- Epidermolytic
hyperkeratosis

*Nama penyakit yang tersering

Selain dicetuskan oleh penyakit, eritroderma juga dapat ditimbulkan


akibatreaksi obat. Beberapa obat seperti golongan calcium channel blockers,
antiepilepsi,

antibiotik

(seperti

penisilin,

sulfonamid,

dan

vancomisin),

allopurinol, gold, lithium, quinidine, simetidin dan dapsone adalah yang paling
sering mencetuskan terjadinya eritroderma.1

Tabel 2. Obat yang Berhubungan dengan Erythroderma


Antibiotics
Antiinflammatory
Other
Aztreonam
Aspirin
Allopurinol
Cefotaxitin
Celecoxib
Antimalarials
Doxycycline
Diflunisal
Arsenicals
Gentamicin
Metamizole
Cimetidine
Isoniazid
Phenylbutazone
Clodornate
Minocycline
Piroxicam
Codeine
Neomycine
Cardiac Drugs
Ephedrine
Penicilin
Amiodarone
Gold
Ribostamycin
Captopril
Interleukin 2
Rifampin
Diltiazem
Iodine
Strepromycin
Isosorbide dinitrate
Nystatin
Sulfasalazine
Mexiletine
Propolis
Sulfonamides
Nifedipine
Pseudoephederine
Teicoplanin
Practolol
Ranitidine
Thiasetazone
Quinidine
Retinoids
Tobramycin
Chemotherapy
Thalidomide
Trimethoprim
Carboplatin
Thiazide
Vancomycin
Cisplatin
Timolol eye drop
Antivirals
Doxurubicin
Tramadol
Dideoxyinosine
Fluoroucil
Tumor necrosis
Indinavir
Imatinib
factor alpha
Inteferon
Mitomycin
Zidovudine
Pentostatin
Anti-lepromatous
Vinca alkaloids
Clofazimine
Diabetic
Dapsone
Sulfonylureas
Anti-epileptics
Chlorpropanamide
Carbamazepine
Psychiatric
Lamotrigine
Barbiturates
Phenytoin
Bupropion
Phenobarbital
Cholpromazine
Etumine
Lithium
Phenothiazines
Sumber: Fitzpatrick et all. Fitzpatricks dermatology in general medicine.

1.4 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya eritroderma belum diketahui dengan jelas. Patogenesis
timbulnya eritroderma berkaitan dengan patogenesis dari kelainan yang mendasari
timbulnya penyakit ini. Mekanisme kelainan yang mendasari akan bermanifestasi sebagai
eritroderma seperti dermatosis yang menimbulkan eritroderma, atau bagaimana
timbulnya eritroderma secara idiopatik tidak diketahui secara pasti. 1
Riset terbaru mengenai imunopatogenesis dari infeksi yang diperantarai toksin,
misalnya teori yang mengatakan bahwa kemungkinan kolonisasi stafilokokus aureus atau
antigen lain, seperti toksin-1 toxic shock syndrome, berperan dalam patogenesis
eritroderma.8 Pada pasien eritroderma ditemukan kolonisasi S. aureus di hidung pada
83% dan pada kulit dan hidung pada 17% pasien. 1 Penelitian lain mengatakan bahwa hal
ini merupakan proses sekunder dari interaksi kompleks antara molekul sitokin dan
molekul adhesi seluler yaitu Interleukin (IL-1, IL-2, IL-8), molekul adhesi interselular 1
(ICAM-1), tumor necrosis faktor, dan interferon-.3
Pada eritroderma terjadi peningkatan epidermal turnover rate, kecepatan mitosis dan
jumlah sel kulit germinatif meningkat lebih tinggi dibanding normal. Selain itu, proses
pematangan dan pelepasan sel melalui epidermis menurun yang menyebabkan hilangnya
sebagian besar material epidermis, yang secara klinis ditandai dengan skuama dan
pengelupasan yang hebat.9 Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan
kulit atau lebih sehari.2 Akibatnya protein, asam amino, dan asam nukleat yang
memediasi proses tersebut akan lebih cepat hilang dari tubuh. Kehilangan unsure protein
yang lebih tinggi daripada umumnya akan mempengaruhi proses metabolisme. 1

Psoriasis

Dermatitis Atopi
IgE + eosinofil

Alergi Obat

Sezary Syndrome

T cell stimulation monoklonal

Limfosit + Antigen presentating Cell (APC) dan sel langer

Hyper IgE serum

Trigger:
Perubahan pada
Terapi kortikosteroisd oral dan topikal di hentikan
T helper 2 cytokine
T helper 2
T helper 1
Limfosit T tersensitisasi
Penyakit sistemik seperti DM
Topikal Iritasi
Infeksi HIV
Insufiseinsi interferon CD4, CD7, CD26 lymphosytes Reaksi Antigen
stress
Imune defisiensi

ERITRODERM
A
Eritema
Kerontokan rambut dan kehilanganMitosis
kuku Pelebaran pembuluh darah
Skuama

9 gr/m2/hr

Kehilangan
- Protein
- Asam amino
- Asam nuklei

Perfusi darah ke kulit

hipoproteinemia

hipermetabolisme Kehilangan panas


Penguapan berlebih
Albumin
Kedinginan
menggigil
Hipermetabolisme kompensatoar dan laju metabolisme
basal

Dehidrasi
Edema ekstremitas

Termolegulasi terganggu

Gambar 1. Bagan Etiopatogenesis Eritroderma

1.5 Diagnosis
1.5.1 Riwayat
Anamnesis yang lengkap sangat membantu dalam menentukan etiologi dari
eritroderma. Dari anamnesis dapat diperoleh informasi mengenai kemungkinan
faktor pencetus termasuk diantaranya riwayat penyakit sebelumnya (riwayat

dermatosis, keadaan kesehatan sistemik), riwayat keluarga, dan penggunaan


obat-obatan.1
Pada pasien yang memiliki riwayat psoriasis dan dermatitis atopik harus
ditanyakan dengan jelas mengenai pengobatan dengan kortikosteroid topikal
dan sistemik, methotrexate, dan pengobatan sistemik lainnya; iritan topikal,
penyakit sistemik; infeksi; dan stres emosional.1
Waktu onset sangat penting untuk menentukan etiologi dari eritroderma.
Eritroderma yang dicetuskan oleh reaksi obat biasanya waktu onsetnya cepat.
Kecuali yang menjadi pencetusnya obat-obat seperti antikonvulsan, antibiotik,
dan allopurinol, dimana reaksinya terjadi 2-5 minggu setelah pengobatan.1
1.5.2 Manifestasi dermatologi
Secara klinis eritroderma ditandai dengan adanya eritema dan sisik yang
lebih dari 90% luas permukaan kulit. Penyakit ini umumnya diawali sebagai
plak eritema yang timbul akibat dilatasi kapiler. Setelah beberapa hari hingga
minggu plak eritema akan menjadi lebih terang dan menyebar hampir ke seluruh
permukaan kulit.1
Deskuamasi mulai beberapa hari setelah onset eritem dan tampak pertama
kali pada fleksura. Skuama yang terbentuk biasanya berwarna putih atau kuning.
Akibat proses deskuamasi ini kulit akan tampak kering berwarna merah tua
yang dilapisi skuama yang mengelupas.1
Eritroderma kronis juga akan bermanifestasi pada kulit kepala dimana pada
kulit kepala timbul sisik (skuama), kelainan kuku berupa onikolisis,
hiperkeratosis subungual, perdarahan, paronikia, beau lines, dan bahkan dapat
terjadi onikomadesis.1

a.

Eritroderma akibat alergi obat biasanya secara sistemik


Untuk menentukannya diperlukan anamnasis yang teliti; yang
dimaksudkan alergi obat secara sistemk ialah masuknya obat kedalam badan
dengan cara apa saja, misalnya melalui mulut, melalui hidung, dengan cara
suntikan/infus, melalui rektum dan vagina. Selain itu alergi dapat pula terjadi
karena obat mata, obat kumur, tapal gigi, dan melalui kulit sebagai obat luar.2
Waktu mulai masuknya obat ke dalam tubuh hingga timbul penyakit
bervariasi dapat segera sampai 2 minggu. Bila ada obat lebih daripada satu
yang masuk ke dalam badan yang disangka sebagai penyebabnya ialah obat
yang paling sering menyebabkan alergi. 2
Gambaran klinisnya seperti telah disebutkan ialah eritema universal. Bila
masih akut tidak terdapat skuama, pada stadium penyembuhan baru timbul
skuama. 2

b.

Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit


Pada penyakit tersebut yang sering terjad ialah akibat psoriasis dapat pula

karena dermatitis seboroik pada bayi (penyakit Leiner). 2


1. Eritroderma karena psoriasis (Psoriasis Eritrodermik)
Psoriasis dapat menjadi eritroderma karena 2 hal : disebabkan oleh
penyakit nya sendiri atau karena pengobatan yang terlalu kuat, misalnya
pengobatan topikal dengan ter dengan konsentrasi yang terlalu tinggi. Pada
anamnesis hendaknya ditanyakan, apakah pernah menderita psoriasis.
Penyakit tersebut bersifat menahun dan residif, kelainan kulit berupa

skuama yang berlapis-lapis dan kasar di atas kulit yang eritematosa,


berbatas tegas. 2
Umumnya didapati eritema yang tidak merata. Pada tempat predileksi
psoriasis dapat ditemukan kelainan yang lebih eritematosa dan agak
mninggi dari pada disekitarnya dan skuama ditempat itu lebih tebal. Kuku
juga perlu dilihat, dicari apakah ada pitting nail berupa lekukan miliar,
tanda ini hanya menyokong dan tidak patognomonis untuk psoriasis. Jika
ragu-ragu, pada tempat yang meninggi tersebut dilakukan biosi untuk
pemeriksaan histopatologik. Kadang-kadang biopsi sekali tidak cukup dan
harus dilakukan beberapa kali. 2
Sebagian penderita tidak menunjukkan kelainan semacam itu, jadi
terlihat hanya eritema yang menyeluruh dan skuama. Pada penderita
demikian kami baru mengetahui bahwa penyebabnya psoriasis setelah
diberi terapi dengan kortikosteroid. Pada saat eritrodermanya mengurang,
maka mulailah tampak gejala psoriasis. 2
2. Penyakit Leiner
Sinonim penyakit ini ialah eritroderma deskuamativum. Etiologinya
belum diketahui pasti, tetapi menurut pendapat penulis umumnya penyakit
ini disebabkan dermatitis seboroika yang meluas, karena pada para penderita
penyakit ini hampir selalu terdapat kelainan yang khas untuk dermatitis
seboroika.2
Usia penderita antara 4 minggu sampai 20 minggu. Keadaan umum

penderita baik, biasanya tanpa keluhan. Kelainan kulit berupa eritema


universal disertai skuama yang kasar. 2

c.

Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan


Berbagai penyakit atau kelainan alat dalam dapat menyebabkan kelainan
kulit berupa eritroderma. Jadi setiap kasus eritroderma yang tidak termasuk
akibat obat sistemik dan penyakit lain yang mendasari harus dicari
penyebabnya, yang berarti harus diperiksa secara menyeluruh, apakah ada
penyakit pada alat dalam dan harus dicari pula apakah ada infeksi dalam dan
infeksi fokal. Ada kalanya terdapat leukositosis namun tidak ditemukan
penyebabnya, jadi terdapat infeksi bacterial yang tersembunyi (occult
infection) yang perlu diobati. Termasuk di dalam golongan ini ialah sindrome
Sezary. Penyakit ini termasuk limfoma, ada yang berpendapat merupakan
stadium dini mikosis fungiodes. Penyebabnya belum diketahui, diduga
berhubungan dengan infeksi virus HTLV-V dan dimasukkan ke dalam CTCL
(Cutaneous T-Cell Lymphoma). 2
Sindrom ini ditandai dengan eritema yang merah membara yang universal
disertai skuama dan rasa sangat gatal. Selain ituterdapat pula infiltrate pada
kulit dan edema. Sebagian pasien didapati limfadenopati superfisialis,
splenomegali, alopesia, hiperpigmentasi, hyperkeratosis

Palmaris

dan

plantaris, serta kuku dismorfik. 2

10

Disebut sindrom Sezary, jika jumlah selsezary yang beredar 1000/mm 3 atau
lebih atau melebihi 10% sel-sel yang beredar. Bila jumlah sel tersebut dibawah
1000/mm3 dinamai sindrom pre-Sezary. 2

Gambar 2. Idiopatik Eritroderma11

Gambar 6. Blefaritis, epifora dan


ekstropion pada dermatitis exfoliative
akibat dermatitis atopic1

Gambar 4. Sezary Syndrom10

Gambar 3: Eritroderma psoriasis1

Gambar 7. Dermatitis exfoliative pada pitiriasis


rubra pilaris. Terdapat keratoderma dengan orange
hoe dan penebalan pada ibu jari1
Gambar 5. Eritroderma, seluruh permukaan kulit, berwarna
merah terang, bersisik, kering, panas dan mengeras12

11

Gambar 7. Dermatitis Exfoliative Pada Pytiriasis Rubra


6. Blefaritis,
Epipora
dan Orange
Ekstropion
Non Pilaris. Gambar
Didapatkan
Keratoderma
Dengan
pada
eritroderma
akibat
dermatitis
atopic
Hoe Dan Penebalan Pada Ibu Jari

1.6 Pemeriksaan penunjang


1.6.1 Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin, didapatkan penurunan hemoglobin,
peningkatan eosinofil, dan peningkatan leukosit (pada infeksi sekunder) serta
peningkatan LED. Kehilangan cairan menunjukkan kadar abnormal dari elektrolit dan
abnormal fungsi ginjal (peningkatan creatinin). Kadar imunoglobulin dapat meningkat,
khususnya IgE dan tidak terkait dengan dermatitis atopic termasuk pada 81,3% pasien
psoriasis dengan eritroderma. Peningkatan eusinofilia tidak termasuk penegakan
diagnostic biasanya ditemukan pada 20% pasien. Namun biasanya bila terjadi
eritroderma, peningkatan eusinofilia muncul. Albumin serum menurun dan gamma
globulin meningkat relatif.1

1.6.2

Histopatologi

Pada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapat membantu


mengidentifikasi penyebab eritroderma pada sampai dengan 50% kasus, biopsi

12

kulit dapat menunjukkan gambaran yang bervariasi, tergantung berat dan durasi
proses inflamasi. Pada tahap akut, spongiosis dan parakeratosis menonjol,
terjadi edema. Pada stadium kronis, akantosis dan perpanjangan rete ridge lebih
dominan.13
Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi semakin
pleomorfik, dan mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostik spesifik, seperti
bandlike limfoid infiltrat di dermis-epidermis, dengan sel cerebriform
mononuklear atipikal dan Pautrier's microabscesses. Pasien dengan sindrom
Sezary sering menunjukkan beberapa fitur dari dermatitis kronis, dan
eritroderma jinak mungkin kadang-kadang menunjukkan beberapa gambaran
tidak jelas pada limfoma. 13
Pemeriksaan immunofenotipe infiltrat limfoid juga mungkin sulit
menyelesaikan permasalahan karena pemeriksaan ini umumnya memperlihatkan
gambaran sel T matang pada eritroderma jinak maupun ganas. Pada psoriasis
papilomatosis dan gambaran clubbing lapisan papiler dapat terlihat, dan pada
pemfigus foliaseus, akantosis superficial juga ditemukan. Pada eritroderma
ikhtisioform dan ptiriasis rubra pilaris, biopsi diulang dari tempat-tempat yang
dipilih dengan cermat dapat memperlihatkan gambaran khasnya. 13
Tabel 3. Petunjuk Gambaran Histologi Untuk Mendiagnosis Eritroderma

13

1.7 Penatalaksanaan
Terapi yang optimal untuk eritroderma tergantung pada penegakan penyebab
penyakit. Penyakit eritroderma memerlukan perawatan medis yang serius, oleh
karena itu pasien dengan eritroderma perlu dirawat di rumah sakit. 1
Prinsip pengobatan pasien eritroderma antara lain manajemen awal,menghindari
faktor pencetus, mencegah hipotermia, diet cukup protein, menjaga kelembaban
kulit pasien, menghindari menggaruk, mencegah infeksi sekunder baik lokal
maupun sistemik, mengurangi edema, serta penggunaan kortikosteroid sistemik,
methotrexate, cyclosporin, dan mycophenolat mofetil.1
1. Manajemen awal
Pada fase ini perlu dilakukan pengawasan dan pengontrolan asupan cairan
dan elektrolit karena dapat menyebabkan pasien menjadi dehidrasi ataupun
menyebabkan pasien menjadi gagal jantung akibat overload. 1
14

2. Menghindari faktor pencetus


Semua obat yang dianggap sebagai faktor pemicu eritroderma harus
dihentikan pemakaiannya, termasuk obat-obat yang mengandung lithium dan
obat antimalaria yang dapat menjadi pencetus pada pasien dengan psoriasis. 1
3. Mencegah hipotermia
Pada pasien erittroderma dapat timbul komplikasi berupa hipotermia yang
disebabkan gangguan pada fungsi termoregulasi di kulit sehingga kulit akan
melepaskan panas tubuh secara spontan. Untuk mencegah komplikasi tersebut
perlu dilakukan pengaturan suhu lingkungan sekitar pasien agar tetap hangat.
Selain itu untuk mencegah penguapan panas tubuh yang berlebihan dapat
dimanfaatkan wet dressings. 1
4. Diet cukup protein
Pada pasien eritroderma terjadi penggunaan protein yang berlebihan
karena terjadi peningkatan pembentukan skuama. Kehilangan banyak protein
ini akan menyebabkan terjadinya hipoalbuminemia. Karena itu asupan gizi
yang cukup protein sangat berguna dalam proses terapi pasien eritroderma. 1
5. Menjaga kelembaban kulit
Pada pasien eritroderma kulit akan cenderung kering dan bersisik. Kulit
yang kering dan menjadi retak-retak berisiko untuk terjadi infeksi sekunder
yang bersifat lokal. Untuk itu diperlukan bahan yang dapat menjaga
kelembaban kulit. Bahan tersebut dapat berupa emolinen untuk mengurangi
radiasi akibat vasodialatasi oleh eritema misalnya dengan salep lanolin 10%
atau krim urea 10%.2

15

Emollient merupakan bahan yang melembutkan dan melembabkan kulit.


Emollient merupakan bahan dasar untuk kosmetik dan berfungsi untuk
membatasi hilangnya cairan. Ada lima kategori emollient antara lain
hidrokarbon, waxes, natural lipid poliester, ester, dan eter dengan berat
molekul rendah dan silikon. 1
6. Menghindari menggaruk
Penggunaan antihistamin dapat diberikan pada pasien eritroderma sebagai
terapi simtomatis terhadap rasa gatal. Sensasi gatal yang timbul pada
permukaan kulit merupakan bagian dari alergi imunologi yang disebabkan
oleh histamin yakni pada reseptor H1. Sehingga antihistamin H1 akan
menekan

reseptor

H1

akibatnya

rasa

gatal

akan

berkurang. 1

Antihistamin/antipruritus yang digunakan dapat berupa CTM 3x1 tablet.14

7. Mencegah infeksi sekunder


Antibiotik sistemik diperlukan bagi pasien yang terbukti mendapat infeksi
sekunder baik yang bersifat lokal maupun sistemik. Pemberian antibiotik
sistemik pada pasien yang tidak terbukti mengalami infeksi sekunder juga
memberikan keuntungan karena kolonisasi bakteri dapat menyebabkan
eksaserbasi eritroderma. 1 Antibiotik yang diberikan dapat berupa eritromisin
3-4 x 250-500 mg/hari selama 7-10 hari.14
8. Mengurangi edema

16

Pada pasien eritroderma akan terjadi peningkatan pembentukan skuama.


Pembentukan skuama ini memerlukan protein sebagai bahan dasar. Akibatnya
protein di dalam tubuh menurun, terjadi hipoalbuminemia. Albumin yang
rendah di dalam darah menyebabkan tekanan onkotik menurun sehingga
cairan intrasel akan mengisi jaringan interstitiel (terjadi edema). Untuk
mengurangi edema dapat diberikan obat-obat diuretika. 1
9. Penggunaan kortikosteroid sistemik
Kortikosteroid sistemik harus dihindari pada pasien eritroderma yang
dicetuskan oleh psoriasis karena dapat menyebabkan reborn flare.8
Kortikosteroid sistemik berguna untuk eritroderma yang dimediasi oleh
reaksi hipersensitivitas obat, spongiotic dermatitis dan papuloerythroderma of
Ofuji. Selain itu kortikosteroid sistemik dapat digunakan sebagai terapi
empiris pada eritroderma yang tidak diketahui etiologinya. Dosis
kortikosteroid yang digunakan adalah 1-2mg/kg/hari dengan tapering off.1
dosis tapering off Prednisolon 3x10 mg, 2x10 mg, 1x10 mg, 1x5 mg atau
Dexametason 3x1 mg, 2x1 mg, 1x1 mg. 14
Pada eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, dosis
prednison 3 x 10 mg- 4 x 10 mg. Penyembuhan terjadi cepat, umumnya
dalam beberapa hari beberapa minggu.2
Pada eritroderma akibat perluasan penyakit kulit juga diberikan
kortikosteroid. Dosis mula prednison 4 x 10 mg- 4 x 15 mg sehari. Jika
setelah beberapa hari tidak tampak perbaikan dosis dapat dinaikkan. Setelah
tampak perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Jika eritroderma terjadi
akibat pengobatan dengan ter pada psoriasis, maka obat tersebut harus

17

dihentikan. Eritroderma karena psoriasis dapat pula diobati dengan etretinat.


Lama penyembuhan ini bervariasi beberapa minggu hingga beberapa bulan,
jadi tidak secepat seperti eritroderma akibat obat sistemik.2
Pengobatan penyakit Leiner dengan kortokosteroid memberi hasil yang
baik. Dosis prednison 3 x 1-2 mg sehari. Pada sindrome Sezary
pengobatannya terdiri atas kortikosteroid dan sitostatik, biasanya digunakan
klorambusil dengan dosis 2-6 mg sehari.2
10. Pemberian Metotrexat, Cyclosporin, Acitretin, Dan Mycophenolat
Mofetil.
Eritroderma yang disebabkan oleh psoriasis berespon baik metotrexat,
cyclosporin, acitretin, dan mycophenolat mofetil.1
Methotrexate
Methotrexate adalah golongan antimetabolik yang awalnya ditujukan
untuk pengobatan keganasan hematologi dan beberapa tumor epitel.
Kemudian obat ini digunakan untuk mengobati penyakit yang tidak tergolong
penyakit keganasan seperti rheumatoid arthritis, asma, penyakit graft versus
host, psoriasis, cutaneus cell lymphoma dan sarcoidosis.1
Cyclosporin
Cyclosporin adalah golongan obat imunosupresif. Selain digunakan
sebagai obat transplantasi, cyclosporin juga digunakan pada psoriasis,
dermatitis atopik berat, kadang digunakan pada rheumatoid arthtritis.1
Mycophenolat mofetil
Mycophenolat mofetil (MMF) termasuk dalam golongan obat
imunosupresif yang merupakan etil ester asam mycofenolic yang

18

dimetabolisme menjadi obat aktif mycofenolic acid (MPA).8 Metabolit aktif


MPA telah digunakan sejak dulu untuk mengobati psoriasis rekalsitrans yang
berat. MMF efektif dan aman untuk pengobatan beberapa kelainan kulit
autoimun dan inflamasi termasuk pemfigus, pemfigoid, lupus eritematosus,
dermatomiositis, pioderma gangrenosa, lichen planus, penyakit graft versus
host, dermatitis actinic kronik dan cutaneus vaskulitis.1
1.8 Diagnosis Banding
Tabel 4. Diagnosis Banding Eritroderma
Most Likely
Consider
Always Rule Out
Psoriasis (23%)
Dermatitis kontak
Cutaneous T Spongiotic
Immunobullous
Disesase
Cell Lymphoma

Drug Induced
Dermatitis (20
(pemfigus
superficial,
24%) (Atopic 9%,
pemfigoid
bullosa,
Hipersensitifita
dermatitis kontak
pemfigus paraneoplastic)
s Sindrom
6%,
dermatitis Infeksi
(scabies, Paraneoplastic
seboroik
4%,
dermatofitosis)
dermatitis kronik Toxic-mediated (toxic shock
actinic 3%)
syndrome, SSSS)
Reaksi
Dermatitis actinic kronik
Hipersensitifitas
Pityriasis rubra pilaris
Obat (15%)
Collagen vascular disesase
Cutaneous
T-Cell Paraneoplastic (solid tumor
Lymphoma (5%)
dan hematologi)
Idiopatic
(sekitar Immunodeficiency primer
20%)
Congenital ichthyoses
1.9 Komplikasi
Komplikasi sistemik eritroderma meliputi gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit, gangguan termoregulator, infeksi, syok kardiogenik, sindrom gawat
napas, dekompensasi pada penyakit hati kronis, dan ginekomastia.1
Cairan dan elektrolit hilang melalui kapiler-kapiler yang bocor akibatnya
terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Hilangnya protein pada
pasien eritroderma terjadi melalui pembentukan skuama yang lebih dari normal

19

dimana pada pembentukan skuama meningkat 10-15% pada eritroderma non


psoriasis dan 25-30% pada eritroderma psoriasis. Hilangnya protein yang
signifikan menyebabkan negative nitrogen balance (keseimbangan nitrogen
negatif) yang dapat menimbulkan edema dan hipoalbuminemia.1
Kegagalan jantung akibat high-output akan muncul sebagai akibat dari
meningkatnya aliran darah pada kulit dan lebih berat pada pasien yang sudah
memiliki penyakit jantung dan usia tua. tingkat metabolik Basal juga meningkat,
sehingga menyebabkan meningkatnya suhu kulit.1
Pada lesi akan mudah terbentuk kolonisasi bakteri yang akan menimbulkan
reaksi inflamasi, pecah-pecah, dan ekskoriasi pada kulit. Pasien eritroderma akibat
CTCL atau HIV-AIDS sebagai penyakit yang mendasari akan lebih rentan terjadi
sepsis oleh bakteri stafilokokus.1
1.10 Pencegahan
Pencegahan eritroderma mungkin dapat dilakukan dengan menghindari obatobatan yang sebelumnya dapat menyebabkan eritroderma. Menghindari dan
mengingat bahan penyebab alergi harus dilakukan oleh pasien. Bagi para klinisi,
menghindari penggunaan steroid sistemik pada pasien dengan psoriasis,
membantu dalam mencegah rebound flares.1
1.11 Prognosis
Prognosis eritroderma tergantung pada proses penyakit yang mendasarinya.
Secara umum, prognosis baik pada pasien yang disebabkan oleh reaksi obat,
setelah obat penyebab dihindari dan penderita diberikan edukasi. Pengecualian
penting pada pasien dengan reaksi hipersensitifitas sistemik yang berat, keluhan
akan menetap selama seminggu setelah obat dihentikan dan hal ini disertai dengan

20

disfungsi hepar dan lien. Rekurensi pada pasien psoriasis eritroderma sekitar 15%
setelah masa penyembuhan.1 Penderita dengan eritroderma idiopatik prognosisnya
buruk, sering kambuh atau kronis dengan gejala komplikasi pemakaian steroid
jangka panjang. Pada penderita dengan keganasan tergantung pada proses yang
terjadi dan komplikasinya.6
Tingkat kematian pada eritroderma bervariasi mulai dari 3,75%-64% pada 6
seri usia lebih dari 51 tahun. Pada usia yang lebih muda dilaporkan peningkatan
mortalitas akibat dari
pemphigus

severe drug reaction, lymphoproliferative malignancy,

foliaceus, dan eritroderma idiopatic. Tingkat mortalits tersebut

sebagian besar akibat adanya komplikasi yaitu sepsis, pneumonia dan kegagalan
jantung.1

21

Anda mungkin juga menyukai