A.
Adi
Negoro
dalam
bukunya
Ensiklopedi
Umum
16
menentukan tingkah laku itu benar atau salah, baik atau buruk atau sesuatu
yang semacamnya.
Kemudian secara etimologi kode etik berasal dari dua kata kode dan
etik. Kode berasal dari bahasa Prancis Code yang artinya norma atau aturan.
Sedangkan Etik berasal dari kata Etiquete yang artinya Tata cara atau
Tingkah laku.4
Sementara itu menurut Elizabeth B. Hurlock mendifinisikan tingkah
laku sebagai berikut :
Behaviour which may be called true morality not only conforms to
social standards but also is carried out valuntarilly, it comes with the
transition from external to internal authority and consists of conduct
regulated from within.5
Arti definisi tersebut di atas adalah tingkah laku boleh dikatakan
sebagai moralitas yang sebenarnya itu bukan hanya sesuai dengan standar
masyarakat tetapi juga dilaksanakan dengan sukarela. Tingkah laku itu
terjadi melalui transisi dari kekuatan yang ada di luar (diri) ke dalam (diri)
dan ada ketetapan hati dalam melakukan (bertindak) yang diatur dari dalam
(diri).
Selanjutnya definisi guru, yaitu semua orang yang berwenang dan
bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak didik, baik
secara individual atau klasikal, di sekolah maupun luar sekolah.6
Sebagai pendidik, guru dibedakan menjadi dua, yakni pertama, guru
kodrati dan guru jabatan. Guru kodrati adalah orang dewasa yang mendidik
terhadap anak-anaknya. Disebut kodrat karena mereka mempunyai
hubungan darah dengan anak (si terdidik). Kedua, guru jabatan, yaitu
mereka yang memberikan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Peran
mereka terutama nampak dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran di
4
Kunarto, Tri Brata dan Catur Prasetya Sejarah-Perspektif dan Prospeknya, Jakarta :
Cipta Manunggal, 1997), hlm. 322.
5
Elizabeth B. Hurlock, Child Development, Edisi VI, (Kugalehisa : Mc. Grow Hiil, 1978),
hlm. 386.
6
Syaeful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta : PT.
Rineka Cipta, 2000), Cet. 1, hlm. 31-32.
17
B.
Zahara Idris dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan 1, (Jakarta : PT. Grasindo, 1992),
Cet. 2, hlm. 34-35.
8
Hendiyat Soetopo, Wasty Soemanto, op. cit., hlm. 281.
18
penting
bersama
rakyat
dalam
perjuangan
merebut,
19
mana bangsa ini benar-benar menjadi bangsa yang cerdas dan berakhlak
mulia.
Guru Indonesia harus memiliki jati diri ke Indonesia an. Artinya
segenap pola pikir, sikap dan tindakannya senantiasa bertumpu pada sendisendi dan realitas kehidupan bangsa. Guru Indonesia senantiasa berpegang
teguh pada jati diri, termasuk di dalam menjawab tantangan globalisasi dan
laju arus reformasi. Mengingat tugasnya guru Indonesia semakin lama
semakin berat dan semakin kompleks, untuk itu guru Indonesia dituntut
berpegang teguh pada jati diri yang telah dimilikinya. Jati diri tersebut
merupakan kode etik dan sekaligus sebagai pedoman bagi setiap guru
Indonesia yang harus dijunjung tinggi dan dilaksanakan dengan baik dalam
kegiatan pribadi maupun organisasi.
Sehingga pada tahun 1971 FIP-IKIP Malang telah diadakan seminar
tentang Etika Jabatan Guru yang diikuti oleh kepala Perwakilan Departemen
P & K Provinsi Jawa Timur. Kepala-kepala Kabin se-Madya dan Kabupaten
Malang, bersama-sama Kepala Sekolah, guru-guru se-Kota Madya serta
para Dosen FIP-IKIP Malang.
Dalam seminar ini menghasilkan rumusan kode etik jabatan guru
yang dituangkan dalam buku kecil, yang mudah dibawa ke mana-mana.
Harapan Dekan FIP-IKIP Malang kepada kita tentang betapa agung dan
beratnya jabatan guru itu dan betapa besar pula dan berat tanggung
jawabnya.
Selanjutnya tentang Kode Etik Guru Indonesia oleh PGRI
merupakan pekerjaan berat yang harus dirumuskan, maka pada Kongres
PGRI ke XIII tahun 1873 yang diselenggarakan tanggal 21-25 November
1973 di Jakarta telah menetapkan Kode Etik Guru Indonesia.
Sekitar Kongres PGRI 1973 sebuah tim telah membahas, menjajaki
dan merumuskan melalaui beberapa tahap dalam forum pertemuan para ahli
pendidikan. Mereka berorientasi pada semangat jiwa dan nilai-nilai luhur
kepribadian dan budaya bangsa yang tumbuh secara embrioal, kemudian
20
Etik
Guru
Indonesia
dalam
perumusannya/
waktu
10
21
C.
12
22
D.
13
23
yang
merugikan
kesejahteraan
para
15
31-32.
Sutjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1999), hlm.
24
berusaha
menimbulkan
kebaikan,
keberuntungan
dan
16
organisasi
profesi
dan
kegiatan
yang
dirancang
16
Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Konsep dan Strategi, (Bandung : Mandar Maju,
1991), hlm. 2.
17
Sutjipto dan Raflis Kosasi, op. cit., hlm. 32.
18
Yusak Burhanuddin, Administrasi Pendidikan untuk Fakultas Tarbiyah Komponen
MKDK, (Bandung : Pustaka Setia, 1998), hlm. 138.
19
Burhanuddin, op. cit., hlm. 348.
25
E.
Sutomo, dkk., Profesi Kependidikan, (Semarang : CV. IKIP Semarang Press, 1998),
Cet. 1, hlm. 44.
21
Sudarno, dkk., op. cit., hlm. 120-121.
26
27
22
28
24
29
yang
kedua
ini
mempedomani
kepada
guru
untuk
26
30
guru
ini
hanya
diadakan
semata-mata
untuk
29
29
30
31
turut
menyebarkan
program-program
pendidikan
dan
pendidikan
atas
dasar
kesadaran
bahwa
pendidikan
lokakarya,
seminar,
gerakan
koperasi,
dan
32
khususnya
pembaharuan
dan
peningkatan
yang
31
33
Pada kode etik ini jelas bahwa sesama guru hendaknya saling
berkomunikasi yang baik dan saling bantu membantu, saling hormat
menghormati, saling tolong menolong dan saling kerjasama. Sesama
guru harus dapat menjaga rahasia temannya, jangan sampai selalu
menceritakan kejelekan teman-temannya sesama guru dan harus dapat
menjaga kewibawaan profesinya.
8. Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan
organisasi guru profesional sebagai sarana pengabdian.
a. Guru menjadi anggota dan membantu organisasi guru yang
bermaksud membina profesi dan pendidikan pada umumnya.
b. Guru senantiasa berusaha terciptanya persatuan di antara sesama
pengabdi pendidikan
c. Guru senantiasa berusaha agar menghindarkan diri dari sikap-sikap,
ucapan-ucapan, dan tindakan-tindakan yang merugikan organisasi.
Pada kode etik yang kedelapan di atas, pada pokoknya adalah
berkisar pada masalah organisasi profesional keguruan. Kiranya kita
semua
sependapat
bahwa
organisasi
professional
bermaksud
34
melaksanakan
kependidikan
disuatu
sekolah
keluarga
dan
masyarakat. Artinya bahwa setiap guru baik dalam usaha untuk mencapai
tujuan pendidikan di dalam sekolah maupun berperilaku sehari-hari di luar
sekolah harus sesuai dengan kaidah atau garis etika tersebut. Sehingga guru
akan menjadi profesional di dalam kelas dan teladan yang baik (digugu dan
ditiru) di luar aktivitas belajar mengajar di sekolah.
32
35
DAFTAR PUSTAKA
Bab I Proposal
1. Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, PT.
Rineka Cipta, cet. 1, Jakarta, 2000, hlm. 49.
2. Team Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik/Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar
Didaktik Metodik Kurikulum PBM, CV. IKIP Semarang Press, Semarang, 1997, hlm.
16.
3. William Lillie, An Introduction to Ethics, Barnes and Noble, New York, 1996, hlm.
1-2.
4. Prof. Soetjipto dan Drs. Raflis Kosasi, M.Sc., Profesi Keguruan, PT. Rineka Cipta,
Jakarta, 1999, hlm. 32.
5. Drs. H. Muhammad Ali, Guru dalam Proses Balajar Mengajar, CV. Sinar Baru,
Bandung, 1987, hlm. 4.
6. Lihat Pembukaan UUD 1945 alenea Keempat.
7. Drs. Subagyo, M.Pd., dkk., Pendidikan Kewarganegaraan Cet. III,, CV. IKIP
Semarang Press, Semarang, 2002, hlm. 147.
8. Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, PBM-PAI Disekolah, Eksistensi dan Proses
Belajar- Mengajar Pendidikan Agama Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998,
hlm. 179.
9. Drs. Abidin Ibnu Rush, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 1998, hlm. 64.
10. Team Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik/Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar
Didaktik Metodik Kurikulum PBM, CV. IKIP Semarang Press, Semarang, 1997, hlm.
1.
11. Drs. Sutomo. Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar Cet. I, Usaha Nasional,
Surabaya, 1993, hlm. 264.
12. Drs. Sutomo, M.Pd., dkk., Profesi Kependidikan, CV. IKIP Semarang Perss,
Semarang, 1997, hlm. 1.
13. Dr. Hamzah Yakub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah, CV. Diponegoro,
Bandung, 1993, hlm. 11-12.
14. Ibid., hlm. 30.
36
15. M. Ali Hasan, Tuntunan Akhlak, Bulan Bintang, Jakarta, 1992, hlm. 14.
16. Dr. M. Quraish Shihab, M.A., Wawasan Al Quran, Mizan, Bandung, 1996, hlm.
261.
17. Drs. Kunarto, Tri Brata dan Catur Prasetya Sejarah-Perspektif dan Prospeknya,
Cipta Manunggal, Jakarta, 1997, hlm. 322.
18. Drs. Soetomo, M.Pd., op. cit., hlm. 41.
19. Drs. Syaeful Bahri Djamarah, op. cit., hlm. 31-32.
20. Drs. Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali tentang Pendidikan, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 1998, hlm. 64.
21. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op. cit., hlm. 675.
22. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2
37
2. Drs. R.A. Soepardi Hadiatmadja, dkk., Pedidikan Sejarah Perjuangan PGRI (PSPPGRI) Jilid II/Bag. III, IV, V), IKIP PGRI, Semarang, 1998, hlm. 6-7.
3. Drs. Hendiyat Soetopo, Drs. Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan Supervisi
Pendidikan, PT. Bina Aksara, Jakarta, hlm. 289-290.
4. Team Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik/Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar
Didaktik Metodik Kurikulum PBM, CV. Rajawali, Jakarta,1989, hlm. 17.
5. Drs. Hendiyat Soetopo dan Drs. Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan Supervisi
Pendidikan, PT. Bina Aksara, Jakarta, hlm. 282-283.
6. Prof. Sutjipto dan Drs. Raflis Kosasi, M.Sc., Profesi Keguruan, PT. Rineka Cipta,
Jakarta, 1999, hlm. 31-32.
7. Dr. Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Konsep dan strategi, Mandar Maju, Bandung,
1991, hlm. 2.
8. Prof. Sutjipto dan Drs. Raflis Kosasi, M.Sc., profesi Keguruan, PT. Rineka Cipta,
Jakarta, 1999, hlm. 32.
9. Drs. Sutomo, M.Pd., dkk., Profesi Kependidikan, CV. IKIP Semarang Pres,
Semarang, 1997, hlm. 7-8.
10. Drs. R.A. Soepardi Hadiatmadja, dkk., op. cit, hlm. 7-8.
11. Drs. Ngalim Purwanto, MP., Administrasi dan Supervisi Pendidikan, PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung, 1995, hlm. 156-159.
1. H.B. Hamdani Ali, M.A., M.Ed., Filsafat Pendidikan, Kota Kembang, Yogyakarta,
1987, hlm. 8.
2. Prof. Dr. Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, Gunung Agung, Jakarta, 1982,
hlm. 257.
3. Nelson B. Henry, Philosophy of Education, The University, The United of States of
America, 1962, hlm. 209.
38
39
24. Drs. Humaidi Tatapangarsa, Pengantar Kuliah Akhlak, PT. Bina Ilmu, Surabaya,
1990, hlm. 61-63.
25. Drs. M. Amin Syukur, Pengantar Studi Akhlak, Duta Grafika, Semarang, 1987, hlm.
78.
26. Drs. Humaidi Tatapangarsa, op. cit., hlm. 63.
27. M. Abul Quseem, M.A., Etika Al-Ghazali, Terj. Mahyuddin, Pustaka, Bandung,
1988, hlm. 92-94.
28. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pendidikan Dalam Islam, Al-Ikhlas, surabaya, 1994,
hlm. 213.
29. Prof. R.H.A. Soenarjo, op. cit., hlm. 644.
30. Muhammad Qutb, Siistem Pendidikan Islam, terj. Drs. Salim Harun, Al-Maarif
Bandung, 1993, hlm. 329.
31. Prof. R.H.A. Soenarjo, op. cit., hlm. 654.
32. Muhammad Qutb, op. cit, hlm. 351-352.
33. Prof. Dr. Ahmad Amin, op. cit., hlm. 24.
34. Dr. M. Quraish Shihab, M.A., Wawasan Al Quran, Mizan, Bandung, 1996 hlm.
261.
35. Prof. Dr. Ahmad Amin, op. cit., hlm. 23.
36. Prof. R.H.A. Soenarjo, S.H., dkk., op. cit., hlm. 264.
37. Ibid., hlm. 92.
38. Imam Jalaluddin Abdurrahman Al-Suyuthi, Jami al Shaghir, Juz IV, Dar Ihya Al
Kutub Al-Ilmiyyah, Beirut, t.th., hlm. 56.
39. Drs. Nasruddin Razak, op. cit., hlm. 235-236.
40. Prof. R.H.A. Soenarjo, S.H., dkk., op. cit., hlm. 92.
41. Dr. M. Quraish Shihab, op. cit., hlm. 265.
42. H. Fahruddin H.S., Ensiklopedi Al-Quran, Buku II, PT. Rineka Cipta, 1992, hlm.
348.
43. Hamzah Yaqub, op. cit., hlm. 120.
44. Drs. Barmawy Umary, op. cit., hlm. 52.
40
45. Muhammad Al-Ghazali, Akhlaq Seorang Muslim, Terj. M. Rifai. PT. Wicaksana,
Semarang, 1993, hlm. 326.
46. Hamzah Yaqub, op. cit., hlm. 144.
47. Ibid., hlm. 143.
48. Prof. R.H.A. Soenarjo, S.H., dkk., op. cit., hlm. 128.
49. Ibid., hlm. 226.
50. (lihat Q.S. An-Nisa ayat 36).
51. Ibid., hlm. 951.
52. Drs. M. Amin Syukur, op. cit., hlm. 141.
53. Prof. R.H.A. Soenarjo, S.H., dkk., op. cit., hlm. 157.
54. Dr. M. Quraish Shihab, op. cit., hlm. 267.
55. Muhammad Al-Ghazali, Akhlak Seorang
41
71. Drs. H. Anwar Masyari, Akhlaq Al-Quran, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1990, hlm. 51
72. Prof. Soenarjo, S.H. dkk., op. cit., hlm. 336
73. Ibid., hlm. 235
74. Prof. Dr. H. Rachmat Djatnika, Sistem Etika Islami (Akhlak Mulia), Pustaka
Panjimas, Jakarta, 1996, hlm. 169
75. Prof. Soenarjo, S.H. dkk., op. cit., hlm. 647
76. (lihat Q.S. al-Araf ayat 179)
77. Prof. Soenarjo, S.H. dkk., op. cit., hlm. 859
78. Hamzah Yaqub, op. cit., hlm. 138-140
79. Prof. Soenarjo, S.H. dkk., op. cit., hlm. 919
80. Ibid., hlm. 917
42
2.
3.
4.
Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat
sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggungjawab bersama
terhadap pendidikan.
5.
Guru
secara
pribadi
dan
bersama-sama,mengembangkan
dan