Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmad dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Keratitis.
Dalam makalah ini kami menjelaskan mengenai pentingnya pemahaman mengenai kasus
Keratitis. Adapun tujuan kami menulis makalah ini yang utama untuk memenuhi tugas dari
dokter pendamping yang membimbing kami. Tujuan utama dari makalah ini sendiri lebih
difokuskan pada penjelasan rinci mengenai definisi, etiologi, penanganan segera, komplikasi dan
prognosis Keratitis.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu. Diharapkan
kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan tugas kami untuk kedepannya. Mudah mudahan
tugas ini bermanfaat bagi staf puskesmas dan masyarakat argamakmur.

Argamakmur, januari 2016

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea
yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Keratitis ini diakibatkan oleh berbagai
organisme bakteri,virus, jamur, atau parasit, abrasi sedikitpun bisa menjadi pintu masuk
bakteri. Kebanyakan infeksi kornea terjdi akibat trauma atau gangguan mekanisme
pertahanan sistemis ataupun lokal.
Infeksi ini terjadi bila kornea tidak dilembabkan secara memadai dan dilindungi
oleh kelopak mata. Kekeringan kornea dapat terjadi dan kemudian dapat diikuti ulserasi
dan infeksi sekunder. Pemajanan kornea dapat diebabakan oleh karena keadaan
eksoptalmus, paresis saraf kranial VII tetapi juga dapat terjadi pada pasien koma atau
yang dianastesi.
Permasalahan terkait kesehatan mata di Indonesia cukup banyak dimulai dari
kelainan kongenital pada mata, infeksi/peradangan pada mata hingga tingginya angka
kebutaan di Indonesia. Keratitis atau peradangan pada kornea adalah permasalahan mata
yang cukup sering dijumpai mengingat lapisan kornea merupakan lapisan yang
berhubungan langsung dengan lingkungan luar sehingga rentan terjadinya trauma
ataupun infeksi. Hampir seluruh kasus keratitis akan mengganggu kemampuan
penglihatan seseorang yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup seseorang.
Karena itu penting sebagai dokter umum untuk dapat mengenali dan menanggulangi
kasus keratitis (sejauh kemampuan dokter umum) yang terjadi di masyarakat baik sebagai
dokter keluarga ataupun dokter yang bekerja di strata pelayanan primer. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini, penulis membuat pembahasan kasus referat ini mengenai keratitis
khusunya yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur.

2. Tujuan Kegiatan
2.1 Megidentifikasi masasalah kesehatan Keratitis

2.2 Memberikan pengetahuan kepada pasien dan keluarga tentang keratitis, mulai dari
definasi, etiologi, penanganan awal dan penanganan dipusat pelayanan kesehatan,
komplikasi serta prognosisnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Mata
1.1 Anatomi Kornea
Kornea adalah jaringan transparan avaskuler sebagai membran pelindung yang
dilalui berkas cahaya menuju retina. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54
mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi dan diameternya sekitar 11 12 mm
(horizontal) dan 10 11 mm (vertikal). Indeks refraksi kornea 1.376. Tetapi dalam
mengkalibrasi keratometer untuk menghitung kombinasi kekuatan optik lengkung
kornea anterior dan posterior digunakan indeks refraksi 1.3375. Kornea asferis,
walaupun jari-jari lengkung kornea sering didapatkan sebagai cermin cembung
sferosilindris membentuk tengah permukaan anterior kornea, yang disebut kornea
gap.1
Rata-rata jari-jari tengah kornea 7-8 mm (6.7-9.4 mm). kornea member kontribusi
43.25 dioptri (74%) dari total 58.60 dioptri mata orang normal. Kornea juga
menyebabkan astigmatisme pada sistem optikal.1
Kornea merupakan jaringan transparan, yang bentuknya hampir sebagai lingkaran
dan sedikit lebih lebar pada daerah trasversal (12 mm) dari pada arah vertikal dan
mengisi bola mata di bagian depan. Kornea memiliki kemampuan refraksi yang
sangat kuat, yang menyuplai 2/3 atau sekitar 70% pembiasan sinar. Karena kornea
tidak memiliki pembuluh darah, maka kornea akan berwarna jernih dan memiliki
permukaan yang licin dan mengkilat. Bila terjadi perubahan, walaupun kecil pada
permukaan

kornea,

akan

mengakibatkan

gangguan

menyebabkan turunnya tajam penglihatan secara nyata.2

Gambar 1. Penampang bola mata

pembiasan

sinar

dan

Kornea sangat sensitif karena terdapat banyak serabut sensorik. Saraf sensorik ini
berasal dari nervus cilliaris longus yang berasal dari nervus nasosiliaris yang
merupakan cabang saraf oftalmikus dari nervus trigeminus. Kornea dalam bahasa
latin cornum artinya seperti tanduk merupakan selaput bening mata dengan
ketebalan kornea dibagian sentral hanya 0,5 mm, yang terdiri dari lima lapisan, yaitu
lapisan epitel, lapisan Bowman, stroma, membran descemet, dan lapisan endotel.
1.

Lapisan epitel (yang bersambung dengan lapisan epitel konjungtiva


bulbaris), merupakan lapisan sel yang menutupi permukaan kornea.
Lapisan ini terdiri dari 5-6 lapisan sel tipis, sel polygonal dan sel gepeng
yang saling tumpang tindih yang akan cepat berdegenerasi bila kornea
mengalami trauma. Tebal lapisan epitel kira-kira 0,05 mm. epitel dan film
air mata merupakan lapisan permukaan dari media penglihatan. Pada sel
basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng,
sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal
di sampingnya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa melalui barrier. Sel
basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Sedangkan epitel
berasal dari ektoderem permukaan. Epitel memiliki daya regenerasi. Bila
penetrasi trauma lebih dalam maka akan meninggalkan parut (scar). Parut
yang timbul akan meninggalkan area opak yang menyebabkan kornea

2.

kehilangan kejernihannya.2
Membrane Bowman, merupakan membran jernih yang aseluler terletak
dibawah lapisan epitel. Merupakan lapisan kolagen yang tidak teratur
seperti stroma dan berasal dari epitel bagian depan stroma. Karena lapisan
ini sangat kuat dan sulit untuk dipenetrasi, maka lapisan ini melindungi
kornea dari trauma yang lebih dalam, namun lapisan ini tidak memiliki

3.

daya regenerasi.
Stroma, merupakan lapisan kornea yang paling tebal mencakup sekitar
90% dari ketebalan kornea. Bagian ini tersusun dari lamellae fibril-fibril

kolagen dengan lebar sekitar 1m yang saling terjalin hampir mencakup


seluruh diameter kornea yang tersusun sangat teratur sedangkan dibagian
perifer kolagen ini bercabang; terbentuknya serat kolagen memakan waktu
lama, dan kadang mencapai 15 bulan. Lamellae ini berjalan sejajar dengan
permukaan kornea dan karena ukuran dan periodisitasnya yang membuat
kornea menjadi lapisan dengan yang jernih dan dapat dilalui cahaya.
Lamellae terletak didalam suatu zat dasar proteoglikan hidrat bersama
4.

dengan keratinosit yang menghasilkan kolagen dan zat dasar.4


Membrane Descemet, adalah sebuah membran elastik yang jernih tampak
amorf pada pemeriksaan mikroskopik elektron dan merupakan membran
basalis dari endotel kornea. Membran ini berkembang terus seumur hidup

5.

dan mempunyai tebal 40 mm.


Lapisan Endotel, berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel
berbentuk heksagonal, tebal antara 20-40 mm melekat erat pada membran
descemet melalui hemidosom dan zonula okluden. Endotel dari kornea ini
dibasahi oleh aqueous humor. Lapisan endotel berbeda dengan lapisan
epitel karena tidak mempunyai daya regenerasi, sebaliknya endotel
mengkompensasi sel-sel yang mati dengan mengurangi kepadatan seluruh
endotel dan memberikan dampak pada regulasi cairan, jika endotel tidak
lagi dapat menjaga keseimbangan cairan yang tepat akibat gangguan
sistem pompa endotel, stroma bengkak karena kelebihan cairan (edema
kornea)

dan

kemudian

hilangnya

transparansi

(kekeruhan)

akan

terjadi. Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh epitel dan endotel yang
merupakan membran semipermeabel, kedua lapisan ini mempertahankan
kejernihan kornea, jika terdapat kerusakan pada lapisan ini maka akan
terjadi edema kornea dan kekeruhan pada kornea.2,3,5

Gambar 2. Penampang kornea

Gambar 3. Histologi kornea


1.2 Fisiologi Kornea
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas
cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang seragam,
avaskuler dan deturgesens. Deturgesens, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan
kornea, dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi
sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting dari epitel dalam proses dehidrasi.
Cedera kimia atau fisik pada endotel jauh lebih berat dari pada cedera pada epitel.
Kerusakan atau cedera pada sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan
hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya menyebabkan edema
lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang jika sel-sel epitel itu telah
beregenerasi. Penguapan air dari film airmata prakornea berakibat film air mata

menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang
menarik air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat
melalui epitel utuh, dan substansia larut air dapat melalui stroma yang utuh. Oleh
karena itu agar dapat melalui kornea, obat harus larut lemak dan larut air
sekaligus. Kegunaan kornea adalah sbb:
1. Kornea mempunyai kemampuan membiaskan cahaya yang paling kuat
dibanding dengan sistem optik retaktif lainnya.
2. Kubah kornea akan membiaskan sinar kelubang pupil didepan lensa. Kubah
kornea yang semakin cembung akan memiliki daya bias yang kuat.
3. Peran kornea sangat penting dalam menghantarkan cahaya masuk kedalam
mata untuk menghasilkan penglihatan yang tajam, maka kornea memerlukan
kejernihan, kehalusan dan kelengkungan tertentu
Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah adalah pembuluh-pembuluh darah
limbus, humor aquous dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan oksigen
sebagian besar dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari percabangan
pertama (oftalmika) dan nervus kranialis V (trigeminus).
Transparansi kornea disebabkan karena beberapa faktor diantaranya karena
kornea tidak mempunyai zat tanduk, pembuluh darah, struktur dan susunan jaringan
relatif homogen dan teratur. Permukaan kornea dikelilingi oleh cairan , agar mampu
menahan cairan pada tingkat tertentu maka dibagian depan kornea terdapat epitel dan
dibagian belakang diliputi endotel, yang berfungsi memompa cairan keluar kornea
apabila berlebihan.
2. Definisi
Keratitis adalah peradangan kornea akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada
kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Akibat terjadinya keekeruhan
pada media kornea ini, tajam pengelihatan akan menurun. Mata menjadi merah akibat
injeksi siliar
Keratitis sendiri diartikan sebagai peradangan pada kornea yang ditandai dengan
adanya infiltrasi sel radang dan edema kornea pada lapisan kornea manapun yang dapat
bersifat akut atau kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri, jamur,
virus atau karena alergi.

keratitis adalah peradangan pada kornea, membran transparan yang menyelimuti


bagian berwarna dari mata (iris) dan pupil. Keratitis dapat terjadi pada anak-anak maupun
dewasa. Bakteri pada umumnya tidak dapat menyerang kornea yang sehat, namun
beberapa kondisi dapat menyebabkan infeksi bakteri terjadi. Contohnya, luka atau trauma
pada mata dapat menyebabkan kornea terinfeksi. Mata yang sangat kering juga dapat
menurunkan mekanisme pertahanan kornea. (Kaiser, 2005).
3. Epidemiologi
Frekuensi keratitis di Amerika Serikat sebesar 5% di antara seluruh kasus
kelainan mata. Di negara-negara berkembang insidensi keratitis berkisar antara 5,9-20,7
per 100.000 orang tiap tahun. Insidensi keratitis pada tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000
penduduk di Indonesia, perbandingan laki-laki dan perempuan tidak begitu bermakna
pada angka kejadian keratitis. Sedangkan predisposisi terjadinya keratitis antara lain
terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak dan perawatan lensa kontak yang
buruk, penggunaan lensa kontak yang berlebihan, Herpes genital atau infeksi virus
lain, kekebalan tubuh yang menurun karena penyakit lain, serta higienis dan nutrisi yang
tidak baik,dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.
4. Patofisiologi
Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme kedalam
kornea. Namun sekali kornea mengalami cedera, stroma yang avaskuler dan membrane
Bowman mudah terinfeksi oleh berbagai macam mikroorganisme seperti amoeba, bakteri
dan jamur. Streptococcus pneumonia (pneumokokus) adalah bakteri pathogen kornea
sejati; pathogen lain memerlukan inokulum yang berat atau hospes yang lemah (misalnya
pada pasien yang mengalami defisiensi imun) agar dapat menimbulkan infeksi.
Moraxella liquefaciens, yang terutama terdapat pada peminum alkohol (sebagai
akibat kehabisan piridoksin), adalah contoh bakteri oportunistik dan dalam beberapa
tahun belakangan ini sejumlah bakteri oportunis kornea baru ditemukan. Diantaranya
adalah Serratia marcescens, kompleks Mycobacterium fortuitum-chelonei, Streptococcus
viridians, Staphylococcus epedermidis, dan berbagai organisme coliform dan Proteus,
selain virus dan jamur.
Kornea adalah struktur yang avaskuler oleh sebab itu pertahanan pada waktu
peradangan, tidak dapat segera ditangani seperti pada jaringan lainnya yang banyak
mengandung vaskularisasi. Sel-sel di stroma kornea pertama-tama akan bekerja sebagai

makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang ada di limbus
dan tampak sebagai injeksi pada kornea. Sesudah ituterjadilah infiltrasi dari sel-sel
lekosit, sel-sel polimorfonuklear, sel plasma yang mengakibatkan timbulnya infiltrat,
yang tampak sebagai bercak kelabu, keruh dan permukaan kornea menjadi tidak licin.
Epitel kornea dapat rusak sampai timbul ulkus. Adanya ulkus ini dapat dibuktikan
dengan pemeriksaan fluoresin sebagai daerah yang berwarna kehijauan pada kornea. Bila
tukak pada kornea tidak dalam dengan pengobatan yang baik dapat sembuh tanpa
meninggakan jaringan parut, namun apabila tukak dalam apalagi sampai terjadi perforasi
penyembuhan akan disertai dengan terbentuknya jaringan parut. Mediator inflamasi
yang dilepaskan pada peradangan kornea juga dapat sampai ke iris dan badan siliar
menimbulkan peradangan pada iris. Peradangan pada iris dapat dilihat berupa kekeruhan
di bilik mata depan. Kadang-kadang dapat terbentuk hipopion.
5. Gejala Klinis
Pasien dengan keratitis biasanya datang dengan keluhan adanya sensasi benda
asing, mata merah, mata berair, penglihatan yang kabur, dan fotofobia, serta sulit
membuka mata (Blepharospasme).
6. Etiologi
Keratitis dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: infeksi (bakteri, virus, jamur,
dan acantamoeba), iritasi bahan kimia, keracunan obat, alergi, dan konjungtivitis kronis.
Selain itu juga ada beberapa faktor predisposisi yang dapat menyebabkan inflamasi pada
kornea yaitu: blefaritis, infeksi apendisk mata (dakrostenosis), perubahan barier epitel
kornea (dry eyes/nullous keratopaty), penggunaan lensa kontak, lagoftalmus, trauma, dan
agen imunosupresan (topical dan sistemik).
a. Bakteri
Banyak ulkus kornea bakteri mirip satu sama lain. Streptococcus
pneumonia merupakan penyebab ulkus kornea bakteri di banyak bagian dunia.
Penyebab lainnya yaitu Pseudomonas aeruginosa, Moraxella liquefaciens,
Streptococcus

beta-hemolyticus,

Staphylococcus

aureus,

Mycobacterium

fortuitum, S. epidermidis. Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza,


Neiseria sp,Corynebacterium dhiptheriae, K. aegyptus dan Listeria merupakan
agen berbahaya oleh karena dapat berpenetrasi ke dalam epitel kornea yang intak.

Karakteritik klinik ulkus kornea oleh karena bakteri sulit untuk menentukan jenis
bakteri sebagai penyebabnya, walaupun demikian sekret yang berwarna kehijauan
dan bersifat mukopurulen khas untuk infeksi oleh karena P. aerogenosa.
Kebanyakan ulkus kornea terletak di sentral, namun beberapa terjadi di
perifer.1,3,4,6
Meskipun awalnya superfisial, ulkus ini dapat mengenai seluruh kornea
terutama jenis P.aeroginosa. Batas yang maju menunjukkan ulserasi aktif dan
infiltrasi, sementara batas yang ditinggalkan mulai sembuh. Biasanya kokus gram
positif,Staphylococcus aureus, S. Epidermidis, Streptococcus pneumonia akan
memberikan gambaran tukak yang terbatas, berbentuk bulat atau lonjong,
berwarna putih abu abu pada anak tukak yang supuratif, daerah kornea yang
tidak terkena akan tetap berwarna jernih dan tidak terlihat infiltrasi sel radang.
Bila tukak disebabkan oleh P. Aeroginosa makan tukak akan terlihat melebar
secara cepat, bahan purulent berwarna kuning hijau terlihat melekat pada
permukaan tukak.
Infeksi bakteri umumnya kondisi yang mengancam penglihatan. Secara
klinis onset nyerinya sangat cepat disertai dengan injeksio konjungtiva, fotofobia
dan penurunan visus pada pasien dengan ulkus kornea bakterial, inflamasi
endotel, tanda reaksi bilik mata depan, dan hipopion sering ada. Penyebab infeksi
tumbuh lambat, organisme seperti mycobakteria atau bakteri anaerob infiltratnya
tidak bersifat supuratif dan lapisan epitel utuh. Penggunaan kortikosteroid, kontak
lensa, graf kornea yang telah terinfeksi kesemuanya merupakan predisposisi
terjadinya infeksi bakterial.1,8
b. Virus
Kelainan mata akibat infeksi herpes simpleks dapat bersifat primer dan
kambuhan. Infeksi primer ditandai oleh adanya demam, malaise, limfadenopati
preaurikuler, konjungtivitis folikutans, bleparitis, dan 2/3 kasus terjadi keratitis
epitelial. Kira-kira 94-99% kasus bersifat unilateral, walaupun pada 40% atau
lebih dapat terjadi bilateral khususnya pada pasien-pasien atopik. Infeksi primer
dapat terjadi pada setiap umur, tetapi biasanya antara umur 6 bulan-5 tahun atau
16-25 tahun. Keratitis herpes simpleks didominasi oleh kelompok laki-laki pada
umur 40 tahun ke atas.

Gejala-gejala subyektif keratitis epitelial meliputi: fotofobia, injeksi


perikornea, dan penglihatan kabur. Berat ringannya gejala-gejala iritasi tidak
sebanding dengan luasnya lesi epitel, berhubung adanya hipestesi atau
insensibilitas kornea. Dalam hal ini harus diwaspadai terhadap keratitis lain yang
juga disertai hipestesi kornea, misalnya pada: herpes zoster oftalmikus.
c. Jamur
Keratitis fungi banyak dijumpai pada para pekerja pertanian, sekarang
makin banyak dijumpai diantara penduduk perkotaan, dengan dipakainya obat
kortikosteroid dalam pengobatan mata. Sebelum era kortikosteroid, ulkus kornea
fungi hanya timbul bila stroma kornea kemasukan sangat banyak organisme, suatu
peristiwa yang masih mungkin timbul di daerah pertanian. Mata yang belum
terpengaruhi kortikosteroid masih dapat mengatasi organism sedikit-sedikit,
seperti yang terjadi pada lazimnya penduduk perkotaan.
Pada ulkus fungi terdapat infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial dan lesi-lesi satelit
(umumnya infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi). Lesi
utama dan sering juga lesi satelit merupakan lesi endotel dengan tepian tidak
teratur di bawah lesi kornea utama, disertai reaksi kamera anterior yang hebat dan
abcess kornea.
d. Alergi
e. Defisiensi vitamin
Biasanya lesi berupa ulkus terletak dipusat dan bilateral berwarna kelabu
dan indolen, disertai kehilangan kilau kornea di daerah sekitarnya. Kornea
melunak dan sering terjadi perforasi.
f. Kerusakan N.V (nervus trigeminus)
Jika nervus yang mempersarafi kornea terputus karena trauma, tindakan
bedah peradangan atau karena sebab apapun, kornea akan kehilangan
kepekaannya yang merupakan salah satu pertahanan terhadap infeksi yaitu reflex
berkedip. Pada tahap awal ulkus neurotropik pada pemeriksaan fluorescein akan
menghasilkan daerah-daerah dengan berupa berupa bercak terbuka.
g. Idiopatik
7. Klasifikasi Keratitis

Menurut lapisan kornea yang terkena; yaitu keratitis superfisialis apabila


mengenai lapisan epitel atau bowman dan keratitis profunda atau interstisialis (atau
disebut juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma.
A. Keratitis Superfisial
Keratitis Superfisial dibagi menjadi dua bagian sesuai dengan , yaitu:
a. Keratitis epitelial, tes fluoresin (+).
1. Keratitis pungtata
Merupakan keratitis yang terkumpul di daerah lapis epitel dengan
infiltrat berbentuk bercak-bercak halus. Keratitis pungtata disebabkan
oleh hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi pada moluskum
kontagiosum, akne rosasea, trauma kimia, herpes zoster, herpes
simpleks, blefaritis, keratitis neuroparalitik, infeksi virus, dry eyes,
vaksinia, trauma radiasi, lagoftalmus, keracunan obat seperti neomisin,
tobramisin dan bahan pengawet lain. Mata biasanya terasa nyeri,
berair, merah, peka terhadap cahaya (fotofobia) dan penglihatan
menjadi sedikit kabur.

Gambar 2.3 Keratitis Pungtata Superfisial


2. Keratitis herpetic
Disebabkan oleh

herpes

simplek

dan

herpes

zoster.Yang

disebabkam herpes simplek dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan


stroma.Yang murni epitelial adalah dendritik sedangkan stromal adalah
diskiformis. Pada yang epitelial kerusakan terjadi aibat pembelahan
virus di dalam sel epitel yang akan mengakibatkan kerusakan sel dan
membentuk tukak kornea superficial.

3. Infeksi Herpes zoster


Bila telah terdapat vesikel di ujung hidung, berarti nervus
Nasosiliaris terkena, maka biasanya timbul kelainan di kornea, di
mana sensibilitasnya menurun tetapi penderita menderita sakit.
Keadaan ini disebut anestesia dolorosa. Pada kornea tampak infiltrat
yang bulat, letak subepitel, disertai injeksi perikornea.Infiltrat ini dapat
mengalami ulserasi yang sukar sembuh. Kadang-kadang infiltrat ini
dapat bersatu membentuk keratitis disiformis. Kadang juga tampak
edema kornea disertai lipatan-lipatan dari membran Descement.
b. Keratitis Subepitelial, tes fluoresin (-)
1. Keratitis numularis, dari Dimmer
Keratitis ini diduga oleh virus. Klinis tanda-tanda radang tidak jelas, di
kornea terdapt infiltrat bulat-bulat subepitelial, dimana ditengahnya
lebih jernih, disebut halo. Keratitis ini bila sembuh akan meninggalkan
sikatrik yang ringan.

Gambar 2.4 Gambar Numularis


2. Keratitis disiformis dari Westhoff
Keratitis ini awalnya banyak ditemukan pada petani. Penyebabnya
adalah virus yang berasal dari sayuran dan binatang. Di kornea tampak
infiltrat bulat-bulat, yang ditengahnya lebih padat dari pada dipinggir.
Umumnya menyarang usia 15-30 tahun.

Gambar 2.6 Keratitis Neuroparalitik


c. Keratitis stromal, tes fluresin (-)
1. Keratitis neuroparalitik
2. Keratitis et lagoftalmus
Terjadi akibat mata tidak menutup sempurna yang dapat terjadi
pada ektropion palpebra, protrusio bola mata atau pada penderita koma
di mana mata tidak terdapat reflek mengedip. Umumnya bagian yang
terkena adalah kornea bagian bawah.
B. Keratitis profunda
Keratitis profunda, merupakan keratitis pada lapisan di bawah epitel dan
supepitel. Terbagi menjadi 3 bagian, yaitu:
a. Keratitis interstisial
Penyebab paling sering adalah lues kongenital dan sebagian kecil
TBC. Patogenesisnya belum jelas, disangka merupakan reaksi alergi.
Biasanya mengenai umur 5-15 tahun jarang ditemukan pada waktu
lahir atau usia tua. Merupakan manifestasi lambat dari lues kongenital.
Biasanya didahului trauma. Pada umumnya 2 mata atau 1 mata terkena
lebh dahulu kemudian mata yang lain mengikuti. Tanda klinis : injeksi

silier, infiltrat di stroma bagian dalam. Kekeruhan bertambah dengan


cepat disertai pembentukan pembuluh darah di lapisan dalam yang
berjalan dari limbus ke sentral.
b. Keratitis sklerotikans
Merupakan penyulit dari skleritis yang letaknya biasanya di bagian
temporal, berwarna merah sedikit menonjol disertai nyeri tekan.
Keluhan dari kertatitis ini : mata sakit, fotofobia dan di mata timbul
skleritis. Di kornea kemudian timbul infiltrat berbentuk segitiga di
stroma bagian dalam yang berhubungan dengan benjolan yang terdapat
di sclera
c. Keratitis disiformis
Penyebabnya herpes simplek, banyak yang menduga dasarnya
adalah

reaksi

alergi

terhadap

virusnya.

Biasanya

unilateral.

Berlangsung beberapa bulan. Biasanya timbul bila pada kerusakan


primer yang diberikan pengobatan dengan Iodium atau dalam
pengobatan dahulu pernah diberi kortikosteroid. Kekeruhan kornea
tampak di lapisan dalam kornea, di pinggirnya lebih tipis daripada
bagian tengah. Sensibilitas kornea menurun. Hampir tidak pernah
disertai

neovasklarisasi.

Kadang-kadang

sembuh

dengan

meninnggalkan kekeruhan yang tetap.

8. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, gejala klinik dan hasil
pemeriksaan mata. Dari hasil anamnesis sering diungkapkan riwayat trauma, adanya
riwayat penyakit kornea, misalnya pada keratitis herpetic akibat infeksi herpes simpleks
sering kambuh, namun erosi yang kambuh sangat sakit dan keratitis herpetic tidak,
penyakit-penyakit ini dapat dibedakan dari gejalanya. Anamnesis mengenai pemakaian
obat lokal oleh pasien, karena mungkin telah memakai kortikosteroid, yang dapat
merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau virus terutama keratitis herpes
simpleks. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit-penyakit sistemik, seperti
diabetes, AIDS, dan penyakit ganas, selain oleh terapi imunosupresi khusus.

Pasien dengan keratitis biasanya datang dengan keluhan iritasi ringan, adanya
sensasi benda asing, mata merah, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan silau
(fotofobia) serta sulit membuka mata (blepharospasme).
Penderita akan mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki banyak serabut
nyeri, sehingga amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea superfisialis maupun yang sudah
dalam menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit diperberat oleh kuman kornea
bergesekan dengan palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai media untuk refraksi sinar
dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata maka lesi pada
kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi terletak sentral
pada kornea.
Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris
yang meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang disebabkan
iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea. Pasien biasanya juga berair mata namun
tidak disertai dengan pembentukan kotoran mata yang banyak kecuali pada ulkus kornea
yang purulen. 2,3,4
Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan apakah
tanda yang kita temukan merupakan proses yang masih aktif atau merupakan kerusakan
dari struktur kornea hasil dari proses di waktu yang lampau. Sejumlah tanda dan
pemeriksaan sangat membantu dalam mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu
peradangan kornea seperti: pemeriksaan sensasi kornea, lokasi dan morfologi kelainan,
pewarnaan dengan fluoresin, neovaskularisasi, derajat defek pada epithel, lokasi dari
infiltrat pada kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan keadaan di bilik mata depan.
Tanda-tanda yang ditemukan ini juga berguna dalam mengawasi perkembangan penyakit
dan respon terhadap pengobatan. 6
Pemeriksaan diagnosis yang biasa dilakukan adalah :
1. Ketajaman penglihatan
2. Tes refraksi
3. Pemeriksaan slit-lamp (biomikroskop), penting untuk pemeriksaan kornea
dengan benar; jika tidak tersedia, dapat dipakai kaca pembesar dan
pencahayaan yang terang.
4. Respons reflex kornea
5. Goresan ulkus untuk analisis dan kultur
6. Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi, dapat memperjelas lesi epitel
superficial yang tidak mungkin terlihat bila tidak dipulas

Karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi pada kornea baik
yang bersifat dangkal atau superficial maupun dalam menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Lesi pada kornea juga mempunyai makna diagnostik yang penting
(Tabel.1). Lesi pungtata pada kornea dapat dimana saja tapi biasanya pada daerah sentral.
Daerah lesi biasanya meninggi dan berisi titik-titik abu-abu yang kecil. Keratitis epitelial
sekunder terhadap blefarokonjungtivitis stafilokokus dapat dibedakan dari keratitis
pungtata superfisial karena mengenai sepertiga kornea bagian bawah. Keratitis epitelial
pada trakoma dapat disingkirkan karena lokasinya dibagian sepertiga kornea bagian atas
dan ada pannus. Banyak diantara keratitis yang mengenai kornea bagian superfisial
bersifat unilateral atau dapat disingkirkan berdasarkan riwayatnya.3

Berikut ini adalah jenis keratitis dan bentuknya:


No.
1.

Jenis keratitis
Keratitis stafilokok

Bentuk keratitis
Erosi kecil-kecil terputus fluorescin; terutama

2.

Keratitis herpetik

sepertiga bawah kornea


Khas dendritik (kadang-kadang bulat atau

3.

Keratitis
zoster

lonjong) dengan edema dan degenerasi


varicella- Lebih difus dari lesi HSK; kadang-kadang
linear (pseudosendrit)

4.

Keratitis adenovirus

5.

Keratitis

namun paling mencolok di daerah pupil


sindrom Epitel rusak dan erosi kecil-kecil, pleomorfik,

Sjorgen
6.

Erosi kecil-kecil terpulas fluorecein; difus

terpulas fluorescein; filament epithelial dan


mukosa khas; terutama belahan bawah kornea
terpapar Erosi kecil-kecil tidak teratur, terpulas

Keratitis

akibat lagoftalmus atau fluorescein; terutama di belahan bawah kornea


7.

eksoftalmus
Keratokonjungtuvitis

Lesi

vernal

berbercak-bercak kelabu, paling mencolok di

mirip-sinsisium,

yang

keruh

dan

daerah pupil atas. Kadang-kadang membentuk


8.

bercak epithelium opak


Keratitis trofik-sekuele Edema epitel berbercak-bercak; difus namun
HS, HZ dan destruksi terutama di fissure palpebrae, pukul 9-3

9.

ganglion gaseri
Keratitis karena obat- Erosi kecil-kecil terpulas fluorescein dengan
terutama

antibiotika edema seluler berbintik-bintik; lingkaran epitel

10.

spectrum luas
Keratitis
superficial Focus sel-sel epithelial sembab, bulat atau

11.

punctata (SPK)
Keratokonjungtivitis

lonjong; menimbul bila penyakit aktif


Erosi kecil-kecil terpulas fluorescein

limbic superior

sepertiga

atas

eksaserbasi;
12.

Keratitis

kornea;
hiperemi

di

filament

selama

bulbar,

limbus

berkeratin menebal, mikropanus


rubeola, Lesi tipe virus seperti pada SPK; di daerah

rubella dan parotitis pupil


13.
14.

epidemika
Trachoma
Keratitis
vitamin A

Erosi epitel kecil-kecil terpulas fluorescein


pada sepertiga atas kornea
defisiensi Kekeruhan berbintik kelabu sel-sel epitel
akibat

keratinisasi

partial;

dengan bintik-bintik bitot

berhubungan

9. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan keratitis adalah mengeradikasi penyebab keratitis,
menekan reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea,
mempercepat penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki
ketajaman penglihatan. Ada beberapa hal yang perlu dinilai dalam mengevaluasi keadaan
klinis keratitis meliputi: rasa sakit, fotofobia, lakrimasi, rasa mengganjal, ukuran ulkus
dan luasnya infiltrat.
Sebagian besar para pakar menganjurkan melakukan debridement sebelumnya.
Debridement epitel kornea selain berperan untuk pengambilan spesimen diagnostik, juga
untuk menghilangkan sawar epitelial sehingga obat lebih mudah menembus. Dalam hal
ini juga untuk mengurangi subepithelial "ghost" opacity yang sering mengikuti keratitis
dendritik. Diharapkan debridement juga mampu mengurangi kandungan virus epithelial
jika penyebabnya virus, konsekuensinya reaksi radang akan cepat berkurang.
Penatalaksanaan pada ketratitis pada prinsipnya adalah diberikan sesuai dengan
etiologi. Untuk virus dapat diberikan idoxuridine, trifluridin atau acyclovir. Untuk bakteri
gram positif pilihan pertama adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri
gram negatif dapat diberikan tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian
antibiotik juga diindikasikan jika terdapat secret mukopurulen, menunjukkan adanya
infeksi campuran dengan bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu: natamisin, amfoterisin
atau fluconazol. Selain itu obat yang dapat membantu epitelisasi dapat diberikan. 3
Namun selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis ini sebaiknya juga
diberikan terapi simptomatisnya agar dapat memberikan rasa nyaman dan mengatasi
keluhan-keluhan pasien. Pasien dapat diberi air mata buatan, sikloplegik dan
kortikosteroid. Pemberian air mata buatan yang mengandung metilselulosa dan gelatin
yang dipakai sebagai pelumas oftalmik, meningkatkan viskositas, dan memperpanjang
waktu kontak kornea dengan lingkungan luar. Pemberian tetes kortikosteroid pada KPS
ini bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah terbentuknya jaringan
parut pada kornea, dan juga menghilangkan keluhan subjektif seperti fotobia namun pada
umumnya pada pemeberian steroid dapat menyebabkan kekambuhan karena steroid juga
dapat memperpanjang infeksi dari virus jika memang etiologi dari keratitis tersebut
adalah virus.
Namun pemberian kortikosteroid topikal pada keratitis ini harus terus diawasi dan
terkontrol karena pemakaian kortikosteroid untuk waktu lama dapat memperpanjang

perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun dan berakibat timbulnya katarak dan


glaukoma terinduksi steroid, menambah kemungkinan infeksi jamur, menambah berat
radang akibat infeksi bakteri juga steroid ini dapat menyembunyikan gejala penyakit lain.
Penggunaan kortikosteroid pada keratitis menurut beberapa jurnal dapat dipertimbangkan
untuk diganti dengan NSAID. Dari penelitian-penelitian tersebut telah menunjukan
bahwa NSAID dapat mengurangi keluhan subjektif pasien dan juga mengatasi
peradangannya seperti halnya kortikostroid namun lebih aman dari steroid itu sendiri
karena tidak akan menyebabkan katarak ataupun glaukoma yang terinduksi steroid.
Lensa kontak sebagai terapi telah dipakai untuk mengendalikan gejala, supaya
dapat melindungi lapisan kornea pada waktu kornea bergesekan dengan palpebra,
khususnya

pada

kasus

yang

mengganggu. Pemberian

siklopegik

mengakibatkan lumpuhnya otot sfingter iris sehingga terjadi dilatasi pupil dan
mengakibatkan paralisis otot siliar sehingga melemahkan akomodasi. Terdapat beberapa
obat sikloplegia yaitu atropin, homatropin, dan tropikamida.
Namun atropin (0,5%-2%) merupakan sikloplegik yang sangat kuat dan juga
bersifat midriatik sehingga biasanya tidak dijadikan pilihan terapi pada keratitis tertentu
misalnya KPS. Efek maksimal atropin dicapai setelah 30-40 menit dan bila telah terjadi
kelumpuhan otot akomodasi maka akan normal kembali dalam 2 minggu setelah obat
dihentikan. Atropin juga memberikan efek samping nadi cepat, demam, merah, dan mulut
kering. Homatropin (2%-5%) efeknya hilang lebih cepat dibanding dengan atropin, efek
maksimal dicapai dalam 20-90 menit dan akomodasi normal kembali setelah 24 jam
hingga 3 hari. Sedangkan trokamida (0,5%-1%) memberikan efek setelah 15-20 menit,
dengan efek maksimal dicapai setelah 20-30 menit dan hilang setelah 3-6 jam. Obat ini
sering dipakai untuk melebarkan pupil pada pemeriksaan fundus okuli.
Pada keratitis yang telah mengalami penipisan stroma dapat ditambahkan
lemcyanoacrylate untuk menghentikan luluhnya stroma. Bila tindakan tersebut gagal,
harus dilakukan flap konjungtiva; bahkan bila perlu dilakukan keratoplasti. Flap
konjungtiva hanya dianjurkan bila masih ada sisa stroma kornea, bila sudah terjadi
descemetocele flap konjungtiva tidak perlu; tetapi dianjurkan dengan keratoplastik
lamellar.
Selain terapi medikamentosa sebaiknya diberikan pula edukasi pada pasien
keratitis. Pasien diberikan pengertian bahwa penyakit ini dapat berlangsung kronik dan

juga dapat terjadi kekambuhan. Pasien juga sebaiknya dianjurkan agar tidak terlaru sering
terpapar sinar matahari ataupun debu karena keratitis ini dapat juga terjadi pada
konjungtivitis vernal yang biasanya tercetus karena paparan sinar matahari, udara panas,
dan debu, terutama jika pasien tersebut memang telah memiliki riwayat atopi
sebelumnya. Pasien pun harus dilarang mengucek matanya karena dapat memperberat
lesi yang telah ada.
Pada keratitis dengan etiologi bakteri, virus, maupun jamur sebaiknya kita
menyarankan pasien untuk mencegah transmisi penyakitnya dengan menjaga kebersihan
diri dengan mencuci tangan, membersihkan lap atau handuk, sapu tangan, dan tissue.1
10. Prognosis
Prognosis quo ad vitam pada pasien keratitis adalah bonam. Sedangkan prognosis
fungsionam pada keratitis sangat tergantung pada jenis keratitis itu sendiri. Jika lesi pada
keratitis superficial berlanjut hingga menjadi ulkus kornea dan jika lesi pada keratitis
tersebut telah melebihi dari epitel dan membran bowman maka prognosis fungsionam
akan semakin buruk. Hal ini biasanya terjadi jika pengobatan yang diberikan sebelumnya
kurang adekwat, kurangnya kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi yang sudah
dianjurkan, terdapat penyakit sistemik lain yang dapat menghambat proses penyembuhan
seperti pada pasien diabetes mellitus, ataupun dapat juga karena mata pasien tersebut
masih terpapar secara berlebihan oleh lingkungan luar, misalnya karena sinar matahari
ataupun debu.
Pemberian kortikosteroid topikal untuk waktu lama dapat memperpanjang
perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun serta dapat pula mengakibatkan timbulnya
katarak dan glaukoma yang diinduksi oleh steroid.

BAB III
PERENCANAAN

Pencegahan dan penanggulangan Keratitis adalah dengan memberikan penyuluhan


mengenai Keratitis dengan materi antara lain pengertian, penyebab, pencegahan, pengenalan
tanda tanda, dan penanganan segera. Sasaran utama penatalaksanaan Keratitis pada prinsipnya
adalah diberikan sesuai dengan etiologinya.

Rencana Tindakan :
1. Penyuluhan kepada orang dewasa mengenai pengertian, penyebab, pencegahan,
pengenalan tanda tanda, dan penanganan segera.
2. Memberikan penyuluhan mengenai tanda tanda bahaya yang dapat terjadi pada
Keratitis.
3. Memberikan penyuluhan tentang factor factor resiko yang dapat meningkatkan kejadian
Keratitis seperti pemakaian kontak lensa, benda asing, bakteri, virus, jamur, dan alergi.

BAB IV
PELAKSANAAN

Proses intervensi yang dapat dilakukan pada keluarga dan pasien dengan Keratitis harus
mencakup berbagai aspek berikut :
1. Edukasi
Edukasi ini dilakukan pada pasien da keluarganya. Edukasi mencakup hal hal dibawah
ini :
- Menjelaskan apa saja factor resiko keratitis, dengan demikian diharapkan dengan
-

mengetahui dan mengendalikan factor resiko terebut.


Peran keluarga
Karena pengobatan keratitis memerlukan pengawasan dari keluarga dan ketaatan
pasien untuk mengatur pola hidup. sehingga diperlukan kerjasama antara pasien dan
keluarganya (mengingatnya selalu siap sedia obat untuk mengatasi keratitis yang

berulang).
2. Medikamentosa
Sasaran utama pada penatalaksanaan keratitis adalah menghindari etiologinya.
a. Mencegah atau menghindari faktor pencetus.
b. Pencegahan farmakologi, diantaranya : Penatalaksanaan pada ketratitis pada
prinsipnya adalah diberikan sesuai dengan etiologi. Untuk virus dapat diberikan
idoxuridine, trifluridin atau acyclovir. Untuk bakteri gram positif pilihan pertama

adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram negatif dapat
diberikan tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian antibiotik juga
diindikasikan jika terdapat secret mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi
campuran dengan bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu: natamisin, amfoterisin
atau fluconazol.
c. Pencegahan non-farmakologi, diantaranya , Pada keratitis dengan etiologi bakteri,
virus, maupun jamur sebaiknya kita menyarankan pasien untuk mencegah transmisi
penyakitnya dengan menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan, membersihkan
lap atau handuk, sapu tangan, dan tissue. Pasien pun harus dilarang mengucek
matanya karena dapat memperberat lesi yang telah ada.

BAB V
MONITORING DAN EVALUASI

1. Monitoring dan Evaluasi


Monitoring yang dapat dilakukan terhadap pasien adalah dengan mengamati tanda
dan gejala keratitis. Pada dasarnya keratitis tidak memberikan tanda dan gejala khas pada
perjalanan penyakitnya. Umumnya keluhan iritasi ringan, adanya sensasi benda asing,
mata merah, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan silau (fotofobia) serta sulit
membuka mata (blepharospasme).
Evaluasi terhadap pengobatan umumnya memerlukan ketaatan dr pasien dan
keluarga dalam mmenghindari factor pecetus.
2. Pengambilan kesimpulan
- Keratitis adalah peradangan pada kornea, membran transparan yang menyelimuti
bagian berwarna dari mata (iris) dan pupil. Keratitis dapat terjadi pada anak-anak
-

maupun dewasa.
Pada umumnya keluhan iritasi ringan, adanya sensasi benda asing, mata merah, mata
berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan silau (fotofobia) serta sulit membuka mata

(blepharospasme).
Keratitis sendiri diartikan sebagai peradangan pada kornea yang ditandai dengan
adanya infiltrasi sel radang dan edema kornea pada lapisan kornea manapun yang
dapat bersifat akut atau kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain

bakteri, jamur, virus atau karena alergi.


Sasaran utama pada penatalaksanaan. Pada keratitis dengan etiologi bakteri, virus,
maupun jamur sebaiknya kita menyarankan pasien untuk mencegah transmisi

penyakitnya dengan menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan, membersihkan


lap atau handuk, sapu tangan, dan tissue. Pasien pun harus dilarang mengucek
matanya karena dapat memperberat lesi yang telah ada.

DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology. Externa disease and cornea, San Fransisco 20062007 : 8-12, 26-35
2. Biswell R, MD. Kornea. In: Vaughan DG, Asbury T, Riordan P, ed.Oftalmologi
Umum 14th ed. Jakarta : Widya Medika; 2000, 129-52
3. Wijana Nana SD. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Abadi Tegal; 1993, 86-102.
4. Ilyas, Sidarta Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI Jakarta, 2005 : 147158.
5. Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
Hal: 56
6. Thygeson, Phillips. 1950. "Superficial Punctate Keratitis". Journal of the American
Medical Association; 144:1544-1549. Available at :http://webeye. ophth.uiowa.edu/
dept/service/cornea/cornea.htm
7. Suhardjo. 1999. Penggunaan Asiklovir Oral pada Herpes Zoster Oftalmikus. Cermin
Dunia Kedokteran No.122; 36-38. Available at : http//cermin Dunia Kedokteran2.mht
8. Susetio B. Penatalaksanaan infeksi jamur pada mata dalam Cermin dunia kedokteran.
1993; Available from : http//www.kalbe.co.id-files-cdk-files-cdk_087_mata.html
9. Singh D. Keratitis fungal. Available from:URL:http:///www.eMedicine.com
/oph/topic99.htm.
10. ILyas S. Mata merah dengan penglihatan turun mendadak. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit
Mata edisi 3; 2004. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal ; 149
11. Wijana, Nana S.D. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Revisi. Abadi Tegal, Jakarta: 1993. 83-100
12. Vaughan, Daniel G et al. 2010. Oftalmologi Umum edisi-14. Jakarta:Widya Medika. Hal:
129 152
13. Srinivasan M, et al. Distinguishing infectious versus non infectious keratitis. Indian
Journal of Opthalmology. 2006. 56:3; 50-56
14. Radjiman T, dkk. Ilmu Penyakit Mata. Airlangga. Surabaya, 1984

Anda mungkin juga menyukai