Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
0leh (By):
TO. Simandjuntak, E. Rusmana, Surono dan (and) J. B Supandjono
1991
PENDAHULUAN
Pemetaan gcologi bersistem Lembar Malili (2113) dilakukan oleh Bidang
Geologi Regional (sekarang Bidang Pemetaan Geologi), Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, dalam rangka kegiatan Proyek Pemetaan Geologi
dan Interpretasi Foto udara, tahun anggaran 1979/1980, PELITA III tahun ke
1. Tujuannya ialah penyelidikan geologi serta sumberdaya mineral dan energi
yang akan rnenghasilkan data dasar untuk menunjang inventarisasi
sumberdaya mineral dan energi wilayah tersebut.Pekerjaan lapangan
berlangsung dalam dua tahap: tahap pertama dan Juni sampai Agustus
1979, dan tahap kedua dan Nopember 1979 sampai Januari 1980.
Lembar Malili terletak diantara kordinat 120 - 12130 BT dan 200 - 300
LS, dan meliputi daerah seluas 21.000 Km2. Lembar ini di utara dibatasi oleh
Lembar Poso, di timur oleh Lembar Bungku, di selatan oleh Lembar Kendari,
Teluk Bone dan Lembar Majene, dan di barat oleh Lembar Mamuju. Bagian
selatan lembar termasuk Kabupaten Luwu, Propinsi Sulawesi Selatan,
sedangkan bagian utara termasuk Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi
Tengah.
Musim kemarau di daerah ini berlangsung dan Mei sampai Oktober, dan
musim hujan dan Nopember sampai April. Curah hujan di bagian selatan
antara 2500 - 3000 mm, dan di bagian utara antara 3500 - 4000 mm per
tahun.
Penduduknya terdiri dari beberapa suku. Suku Bugis dan Bajoe yang
menempati daerah pantai bermata pencarian menangkap ikan dan
berdagang. Suku Mori, Tolaki, Toraja dan Pamona yang hidup di pedalaman
umumnya bertani dan mencari hasil hutan. Sejak adanya tambang nikel di
Soroako banyak diantara penduduk asli yang menjadi karyawan perusahaan.
Orang Bugis dan Bajoe pada umumnya beragama Islam; orang Mori dan
Toraja beragama Kristen, sedangkan orang Tolaki ada yang Islam dan ada
yang Kristen.
Daerah yang dipetakan dapat dicapai dan Ujung Pandang melalui udara,
darat dan laut. Penerbangan perintis Ujung Pandang - Soroako berlangsung
dua kali seminggu, dan Ujung Pandang - Masamba sekali seminggu,
menggunakan pesawat kecil Twin otter, Cessna atau Cassa. Jalan darat dan
Ujung Pandang ke Palopo sudah beraspal dan dapat dilalui segala jenis
kendaraan bermotor pada setiap musim. Jalan ini merupakan ruas jalan
Trans Sulawesi. Antara kota Malili dan Soroako terentang jalan raya yang
dibangun dan dikelola oleh PT Inco. Palopo dan Malili selain jalan darat juga
dihubungkan dengan perahu atau kapal laut.
Peta dasar yang dipakai bersekala 1:250.000, seri Sc yang berasal dan US
Army Service. Potret Udara yang terscdia hanya meliputi bagian timur dan
STRATIGRAFI
Tatanan Stratigrafi
Berdasarkan himpunan batuan, struktur dan biostratigrafi, secara regional
Lembar Malili termasuk Mendala Geologi Sulawesi Timur dan Mendala Geologi
Sulawesi Barat, dengan batas Sesar Palu Koro yang membujur hampir utaraselatan. Mendala Geologi Sulawesi Timur dapat dibagi menjadi dua lajur
(Telt): lajur batuah malihan dan lajur ofiolit Sulawesi Timur yang terdiri dari
batuan ultramafik dan batuan sedimen petagos Mesozoikum.
Mendala Geologi Sulawesi Barat dicirikan oleh lajur gunungapi Paleogen dan
Neogen, intrusi Neogen dan sedimen flysch Mesozoikum yang diendapkan di
pinggiran benua (Paparan Sunda).
Di Mendala Geologi Sulawesi Timur, batuan tertua adalah batuan ofiolit yang
terdiri dari ultramafik termasuk harzburgit, dunit, piroksenit, wehrlit dan
serpentinit, setempat batuan mafik termasuk gabro dan basal. Umurnya
belum dapat dipastikan, tetapi diperkirakan sama dengan ofiolit di lengan
timur Sulawesi yang berumur Kapur Awal Tersier (Simandjuntak, 1986).
Di bagian barat mendala ini terdapat lajur metamorfik, komplek Pompangeo
yang terdiri dari berbagai jenis sekis hijau di antaranya sekis mika, sekis
hornblenda, sekis glaukofan, filit, batusabak, batugamping terdaunkan
atau pualam dan setempat breksi. Umurnya diduga tidak lebih tua dari
Kapur. Di atas ofiolit diendapkan tak selaras Formasi Matano: bagian atas
berupa batugamping kalsilutit, rijang radiolaria, argilit dan batulempung
napalan, sedangkan bagian bawah terdiri dari rijang radiolaria dengan sisipan
kalsilutit yang semakin banyak ke bagian atas. Berdasarkan kandungan
fosilnya Formasi ini menunjukkan umur Kapur.
Kuarsit, hijau cerah sampai merah keputihan; padat, sangat keras; berlapis
baik; tebal lapisan sampai 1 m.
Batugamping, hitam; padat, menghablur dan sangat keras; berlapis baik
dengan tebal lapisan 30 - 50 cm.
Batulanau, kelabu sampai kelabu kemerahan; perarian; berbutir halus padat
dan keras. Konglomerat, kelabu; bersifat padat, dengan komponen andesit
dan batupasir, berukuran 2- 5 cm, kemas terbuka, perekat batupasir.
Rijang, putih sampai merah; padat, pejal, sangat keras; berfosi radiolaria.
Fosil untuk penentuan umur batuan tidak ditemukan, tetapi Brouwer (1934)
di Pegunungan Latimojong dan Reyzer (1920) di Babakan di bagian tenggara
lembar, menemukan fosil yang berumur Kapur. Himpunan batuan dan
struktur sedimen memperlihatkan bahwa Formasi Latimojong adalah
endapan flysch yang diendapkan di pinggiran benua yang aktif Tanah Sunda
(Sundaland). Formasi Latimojong melampar di pojok baratdaya daerah
penyelidikan, mulai dan Palopo sampai anak sungai Rongkong. Tebal satuan
ini diperkirakan melebihi 1000 m, di atasnya tertindih secara tidak selaras
oleh Formasi Toraja dan batuan gunungapi Lamasi. Satuan ini merupakan
kelanjutan dan Formasi Latimojong di Lembar Majene Palopo (Djuri &
Sudjatmiko, 1974) di tenggara lembar peta.
BATUAN GUNUNGAPI
Tplv BATUAN GUJNUNGAPI LAMASI: lava, breksi dan tufa.
Lava, bersusunan andesit sampai basal; memperlihatkan struktur aliran dan
amigdaloid, padu dan pejal; tebal 1 - 10 m. Lava andesit berwarna
kelabu;.bentekstur porfirit dengan fenokris plagioklas dan piroksen serta
masa dasar, berbutir halus, Lava basal berwarna kelabu kehitaman,
bertekstur porfirit dangan fenokris plagioklas, piroksen dan horenblenda,
serta masa dasar berbutir halus yang terdiri dari mineral plagioklas dan
piroksin. Kedua jenis lava itu terpropilitkan dan terubah dengan mineral
ubahnya berupa lempung dan kiorit.
Breksi, kelabu sampai kelabu kehitman; berkomponen batuan andesit, basal
dan batuapung; menyudut sampai menyudut tanggung berukuran antra 1040 cm; perekatnya tufa halus sampai kasar, Padat dan keras. Di beberapa
tempat
mengalami
proses
hidrotermal,
hingga
termineralisasikan
membentuk endapan pirit dan perak.
Tufa, putih sampai kelabu;
volkanik, berukuran sampai
perselingan antara tufa halus
cm. Tebal seluruh lapisan tufa
Batuan gunungapi Lamasi berupa perselingan lava, breksi dan tufa, dengan
lava dan breksi merupakan batuan penyusun utamanya. Berdasarkan
penarikhan pada batuan basal di daerah Palopo (Sukamto, 1975) dan
korelasi dengan batuan gunungapi di daerah Biru (van Leeuwen, 1979) dan
daerah Bantimala (Sukamto, 1982), satuan ini diperkirakan berumur
Paleogen. Batuan gunungapi
ini merupakan hasil kegiatan gunungapi
bawah laut. Sebarannya mulai dari Palopo, melampar ke utara sampai
Sabbang. Tebal satuan diperkirakan mencapai 500 m. Satuan ini menindih
secara tak selaras Formasi Toraja dan Formasi Latimojong. Batuan
gunungapi Lamasi dapat dikorelasikan dengan batuan gunungapi Miosen di
Lembar Majene (Djuri & Sudjatmiko, 1975; Sunarya & Surawinata, 1980).
Tmrt TUFA RAMPI: Batupasir Tufaan, tufa ubu dan tufa kristal.
Batupasir tufaan, putih kekuningan; berbutir halus sampai sedang agak
padat, mengandung kaca vulkanik, felspar dan kuarsa. Perlapisan sejajar
disebabkan oleh perubahan warna susunan batuan. Secara keseluruhan
batuan ini berselingan dengan batupasir tufaan; tebal tiap lapisan antara 10
- 30 cm. Batuan ini umumnya telah mengalami ubahan.
Tufa kristal, putih; pejal, padat; terdiri dari kristal anhedron bersusunan
felspar, kuarsa dan lempung. Felspar dan kuarsa berbutir halus; lempung
hasil ubahan felspar. Batuan telah mengalami ubahan kuat.
Tufa Rampi tersusun terutama oleh perselingan batupasir tufaan dengan tufa
yang mengandung lapisan tufa kristal, tebal sampai 5 m. Batuan ini
diterobos oleh batuan granit berumur Miosen Akhir-Plistosen, dan karena itu
diperkirakan berumur Oligosen-Miosen Awal; berupa endapan gunungapi
bawah laut. Sebarannya dari barat desa Rampi di bagian barat laut Lembar
Malili meluas ke arah barat Lembar Mamuju. Tebal satuan diperkirakan
sekitar 600 m. Satuan ini menindih tidak selaras Formasi Latimojong dan
menjemari dengan Batuan Gunungapi Tineba.
Tmtv BATUAN GUNUNGAPI TINEBA: lava andesit horenblenda, basal,
Latit kuarsa dan breksi.
Lava andesit horenblenda, kelabu berbintik putih; porfiritik dengan fenokris
mineral plagioklas dan hornblenda; berbutir sedang masa dasar sangat
halus, terdiri dari mineral felspar, horenblenda, kaca dan lempung.
Horenblenda sebagian terubah menjadi biotit, sedangkan lempung berupa
hasil ubahan plagioklas; pejal dan padat.
Lava basal, umumnya mengalami ubahan; kelabu sampai kehitaman
berbintik putih berbutir halus yang terdiri dari mineral plagioklas, serisit,
stibik, kaca dan lempung.
Lava latit kuarsa, kelabu berbintik putih; pejal; porfiritik dengan fenokris
berbutir sedang; terdiri atas mineral kuarsa, felspar kalium, plagioklas dan
biotit; masa dasar berbutir halus, terdiri atas mineral felspar, biotit, kiorit,
lempung dan serisit; felspar kalium dan plagioklas terubah menjadi lempung
dan serisit; klorit berupa ubahan dan mineral mafik.
Sebaran ke atas berupa lava andesit horenblenda; basal terubah dan latit
kuarsa sulit diperikan. Batuan gunungapi Tineba berupa hasil peleleran
batuan gunungapi bawah laut yang diduga berumur Oligosen-Miosen Awal,
karena satuan ini diterobos oleh batuan bersifat granit yang berumur Miosen
Akhir-Plistosen. Satuan ini menempati tinggian Tineba, terus melampar ke
arah utara daerah Rampi di bagian baratlaut Lembar Malili. Ketebalan satuan
BATUAN BEKU/TEROBOSAN
Tmpg GRANIT PALOPO : granit dan granodiorit.
Granit, putih koton benbintik hitam; berhablur penuh; berbudaran sama
besar; berbutir menengah; fanerik dengan mineral utama kuarsa, ortoklas,
plagioklas dan sedikit horenblenda. Umumnya
mengalami pelapukan,
terbreksikan dan terkekarkan.
Granodiorit, putih kehitaman; pejal; fanerik dan porfiritik; berbutir
menengah sampai kasar fenokris plagioklas dengan masadasar kuarsa,
hornblenda, biotit dan mineral ubahan kloril. Mineral mafik umumnya telah
terkloritisasikan. Batuan yang bertekstur porfiritik tersebut telah terkekarkan
dan terbreksikan.
Di dalam satuan batuan ini kedudukan granit terhadap granodiorit sulit
ditentukan, baik ke arah atas maupun mendatar. Berdasarkan hasil
penarikhan pada retas granit di daerah Palopo, batuan itu berumur 8,10 juta
tahun (Sukamto, 1975) atau Akhir Miosen. Satuan ini menempati daerah
Danau Matano dan Danau Towuti di timur dan tenggara Lembar peta,
meliputi pegunungan Verbeek, Bulu Salura, Pegunungan Tometindo, Bulu
Bukia, Bulu Tambuhuna, Bulu Tampara Masapi dan Butu Lingke. Satuan ini
secara tektonik bersentuhan dengan batuan Mesozoikum dan Paleogen, dan
secara tak selaras tertindih batuan sedimen Neogen dan Kuarter.
BATUAN TEKTONIK
MTwm BANCUH (MELANGE) WASUPONDA: Terdiri dari bongkahan asing,
sekis, genes, batuan mafik, amfiboilt, diabas malih, batuan ultramafik
(pikrit), batugamping terdaunkan dan eklogit; berukuran dari beberpa
sentimeter sampai puluhan meter, bahkan ratusan meter; terutama dalam
masa dasar lempung merah bersisik yang sering menunjuktan perdaunan, s
tempat juga masa dasar serpentinit terdaunkan (pikrit). Satuan ini diduga
merupakan bancuh tektonik (Simandjuntak, 1980), berdasarkan bentuk
bodin yang menunjukkan kesan penekukan dan lempung bersisik yang
terdaunkan. Berdasarkan ketiadaan bongkah asing yang berumur Tersier,
diperkirakan satuan ini terbentuk datam lajur penunjaman Zaman Kapur.
Ketebalan sulit ditentukan; hubungannya dengan batuan ultramafik dan
Formasi Matano berupa persentuhan tektonik. Singkapan baik terdapat di
daerah Wasuponda di baratdaya Danau Matano.
MTs
BATUAN SERPENTIN: serpentin (pikrit, dikuasai oleh mineral
antigorit, sedikit talkurn, lempung dan magnetit; hitam kehijauan;
permukaan mengkilap; tergeruskan, dengan cermin sesar dan kekar yang
tak beraturan; umumnya memperlihatkan persekisan yang setempat terlipat,
dan dapat dilihat dengan mata bugil. Talkum menyerabut, menempati
retakan di antara serpentin; lempung, kelabu, sangat halus, terdapat secara
berkelompok di beberapa tempat dalam batuan. Magnetit, hitam kedap;
biasanya mengisi retakan dalam batuan.
Batuan serpentin merupakan hasil ubahan batuan ultramafik yang terbentuk
dalam kerak samudera pada Paleozoikum Akhir diperkirakan dialih
mampatkan pada Mesozoikum. Singkapan di daerah selatan D. Poso, dan
sebagai bongkahan dalam Bancuh (Melange) Wasuponda. Ketebalan sulit
diperkirakan, berdasarkan penampang melebihi 1000 m. Hubungan dengan
batuan sekitarnya berupa persentuhan tektonik.
BATUAN MALIHAN
LAJUR METAMORFIC SULAWESI TENGAH
MTpm KOMPLEK POMPANGEO : sekis, genes, pualam, serpentinit dan
meta kuarsit, batusabak, filit dan setempat breksi.
Sekis, putih, kuning kecoklatan, kehijauan kelabu; kurang padat sampai
sangat padat serta memperlihatkan perdaunan. Setempat menunjukkan
struktur chevron, lajur tekuk (kink banding) dan augen, dan di beberapa
tempat perdaunan terlipat.
Batuan terdiri atas sekis mika, sekis mika yakut (garnet, sekis klorit-amfibolit
dan sekis klorit-zoisit. amfibolit dan fasies sekis hijau-glaukofan-lawsonit.
Tekstur batuan heteroblas; terdiri dari mineral lepidoblas dan granoblas
berbutir halus sampai sedang; kuarsa, muskovit horenblende, klinozoisit,
felspar, yakut (garnet), klorit, serisit; apatit dan titanit sebagai mineral
tambahan.
Genes, kelabu sampai kelabu kehijauan; bertekstur heteroblas, xenomorf
sama butiran, terdiri dari mineral granoblas berbutir halus sampai sedang.
Jenis batuan ini terdiri atas genes kuarsa biotit dan genes pumpelitmuskovit-yakut. Bersifat kurang padat sampai padat.
Genes kuarsa-biotit tersusun oleh mineral kuarsa, plagioklas dan biotit.
Genes pumpelit-muskovit-yakut, berbutir halus sampai sedang setempat
ditemukan blastomilonit yang berupa hancuran felspar, muskovit dan kuarsa.
Batuan terutama terdiri atas plagioklas, kuarsa, muskovit dan pumpelit;
yakut terdapat dalam bentuk granoblas.
Pualam (MTmm), kehijauan, kelabu sampai kelabu gelap, coklat sampai
merah coklat, dan hitam bergaris putih;
sangat
padat
dengan
persekisan, tekstur umumnya nematoblas yang memperlihatkan pengarahan.
Persekisan dalam batuan ini didukung oleh adanya pengarahan kalsit hablur
yaag tergabung dengan mineral lempung dan mineral kedap (opak). Batuan
terutama tersusun oleh kalsit, dolomit dan piroksen; mineral lempung dan
mineral bijih dalam bentuk garis. Wolastonit dan apatit terdapat dalam
jumlah sangat kecil. Plagioklas jenis albit mengalami penghabluran ulang
dengan piroksen.
Serpentinit (MTsp), kehijauan sampai kehitaman; terdaunkan, menunjukkan
kesan cermin sesar yang mengkilap pada permukaannya. Setempat
mengandung asbes dan rodingit. Batuan ini ditemukan dalam lajur sesar
dengan ketebalan kurang dari satu meter sampai beberapa meter, dan dalam
lajur sesar besar melebihi ratusan meter. Di beberapa tempat perdaunan
yang telah terlipat (kink banding). Serpentin terdapat di sebelah utara
Masamba, diantara sesar Palu-Koro dan sesar naik Masamba.
Kuarsit, putih sampai coklat muda; pejal dan keras; berbutir (granular),
terdiri atas mineral granoblas, senoblas, dengan butiran dan halus sampai
sedang. Batuan sebagian besar terdini dari kuarsa, jumlahnya sekitar 97%.
Oksida besi bercelah diantara kuarsa, jumlahnya sekitar 3%. Batuan
ditemukan sebagai lensa di dalam batuan malihan; tebal mencapai 10 cm.
Batusabak, kelabu sampai coklat; agak padat sampai padat, setempat
tampak struktur perlapisan halus (perarian).
Filit, coklat muda sampai coklat tua; padat, belahan berkembang baik,
setempat terdaunkan; lensa atau pisahan kuarsa (quartz segregation)
berwarna putih sampai coklat setebal beberapa mm sampai 1 cm.
Breksi aneka bahan, coklat kemerahan; padat, terkrsikkan dan termalihkan
lemah. Komponen terdiri dari batugamping, rijang dan argilit; sebagian
terdaunkan; berukuran sampai 15 cm; bentuk menyudut; masa dasar kalsit.
Urat kuarsa dan kalsit memotong breksi ini secara tidak beraturan.
Secara umum, Komplek Pompangeo didominasi oleh sekis dan genes.
Serpentinit umumnya ditemukan dalam lajur sesar. Pualam, kuarsit,
batusabak dan filit terdapat berupa lensa atau perselingan dengan
srkis.Umur satuan ini belum dapat dipastikan, tetapi diduga tidak lebih tua
dari Kapur.
Sebaran satuan batuan ini meliputi daerah Pegunungan Pompangeo, Koro-Ue
dan Bakase yang terletak di sebelah utara pebukitan Bone-Bone, serta di
utara, barat dan selatan Danau Poso, di barat desa Mangkutana, dan di utara
Masamba.
Pualam terdapat cukup luas di barat Mangkutana yang merupakan lereng
timur Pegunungan Bakase, serta dalam lensa-lensa kecil dengan ketebalan
kurang dari satu meter sampai beberapa meter sering dijumpai dalam sekis
dan genes. Setempat ditemukan perselingan dengan sekis seperti tersingkap
di Kodina, selatan D. Poso.
Satuan ini tertindih tak selaras oleh Formasi Tomata dan Formasi BoneBone; persentuhan tektonik berupa sesar-naik dengan batuan granit di barat
dan batuan ofiolit di sebelah Timurnya.
BATUAN SEDIMEN
KJml FORMASI MASIKU: batusabak, serpih, filit, batupasir, batugamping
dengan buncah gamping rijangan.
Batusabak, kelabu hingga kelabu tua; berlapis baik, tebal lapisan sampai 5
cm; padat; belahan berkembang baik.
Serpih, kelabu kehitaman; padat; berlapis baik dengan tebal lapisan
mencapai 5 cm. Setempat mengandung lensa tipis batupasir kelabu, berbutir
sedang - kasar; padat. Tebal lensa mencapai 0,5 cm.
Filit, kelabu gelap; berbutir halus, padat berlapis baik dengan tebal lapisan
mencapai 5 cm; belahan berkembang baik setempat mengandung urat
kuarsa sampai setebal 1 cm.
Batupasir, kelabu kecoklatan; berbutir halus sampai kasar komponen terdiri
dari kuarsa, mika, felspar dan kepingan batuan; padat; lapisan cukup baik
dengan tebal sampai 10 cm.
Batugamping, putih kotor, kelabu muda sampai coklat; berbutir halus;
berlapis baik dengan tebal lapisan mencapai 15 cm; di beberapa tempat
mengandung urat-urat kalsit; setempat mengandung buncah rijang.
Rijang, coklat kemerahan; berupa lensa dan buncah berbentuk lonjong dan
memanjang.
Tebal
mencapai
5
cm;
mengandung
fosil
mikro.
Batuan ini terlipat kuat dan tersesarkan; rekahan dan kekar sangat umum
dijumpai.
Fosil penunjuk umur tidak ditemukan. Diduga Formasi Masiku berumur Jura
Akhir-Kapur Awal dan diendapkan dalam llngkungan laut dalam. Satuan ini
tersingkap di selatan Kolonodale, dan meluas ke utara di Lembar Poso. Tebal
satuan sekitar 500 m. Diduga satuan ini menindih selaras Formasi
Tetambahu dan bersentuhan secara tektonik dengan batuan ofiolit dan
Formasi Matano.
Struktur penting di daerah ini adalah sesar lipatan, selain itu terdapat kekar
dan perdaunan. Secara umum kelurusan sesar berarah baratlaut-tenggara.
Yang terdapat di daerah ini berupa sesar naik, sesar sungkup, sesar geser
dan sesar turun, yang diperkirakan sudah mulai terbentuk sejak
Mesozoikum. Beberapa sesar utama tampaknya aktif kembali. Sesar Matano
dan sesar Palu-Koro merupakan sesar utama berarah baratlaut-tenggara,
dan menunjukkan gerak mengiri. Diduga kedua sesar itu masih aktif sampai
sekarang (Tjia 1973; Ahmad, 1975), keduanya bersatu di bagian baratlaut
Lembar. Diduga pula kedua sesar terscbut terbentuk sejak Oligosen, dan
bersambungan dengan sesar Sorong sehingga merupakan satu sistem sesar
transform. Sesar lain yang lebih kecil berupa tingkat pertama dan/atau
kedua yang terbentuk bersamaan atau setelah sesar utama tersebut. Dengan
demikian sesar-sesar ini dapat dinamakan Sistem Sesar Matano-Palu-Koro.
Lipatan yang terdapat di daerah ini dapat digolongkan dalam lipatan lemah,
lipatan tertutup dan lipatan tumpang tindih. Pada yang pertama kemiringan
lapisannya landai biasanya tidak melebihi 3O yang dapat digolongkan dalam
jenis lipatan terbuka. Lipatan ini berkembang dalam batuan yang berumur
Miosen hingga Plistosen; biasanya sumbu lipatannya bergelombang dan
berarah baratdaya-timurlaut. Pada yang kedua, baik yang simetris maupun
yang tidak, kemiringan lapisannya antara 500 dan tegak, ada juga yang
terbalik. Lipatan ini biasanya terdapat dalam batuan sedimen Mesozoikum.
Sumbu lipatan pada umumnya berarah utara-selatan, mungkin golongan ini
terbentuk pada Kala Oligosen atau lebih tua.
Adapun yang ketiga berkembang dalam batuan sedimen Mesozoikum, batuan
malihan dan di beberapa tempat dalam serpentin yang terdaunkan. Lipatan
dalam batuan sedimen Mesozoikum berimpit dan/atau memotong lipatan
terdahulu, sehingga ada sumbu lipatan pertama (f1) yang berimpit dengan
yang kemudian (f2), di samping f1 terpotong oleh f2. Lipatan kedua (f2) ini
diperkirakan terbentuk pada Miosen Tengah. Kedua lipatan ini tampaknya
mengalami deformasi
lagi pada Plio-Plistosen, dan membentuk lipatan fasa ketiga (f3) dengan
sumbu lipatan yang berarah baratlaut-tenggara, sama dengan lipatan pada
batuan sedimen muda. Jenis lipatan ini dalam ukuran megaskopis
berkembang dataran batuan malihan dan serpentin yang terdaunkan.
Kekar terdapat dalam hampir scmua jenis batuan dan tampaknya terjadi
dalam beberapa perioda. Pola dan arah kekar ini sesuai dengan jenisnya, ac;
b atau diagonal.
Perkembangan tektonik dan sejarah pengendapan batuan sedimcn di daerah
ini tampaknya sangat erat hubungannya dengan perkembangan Mendala
Banggai-Sula yang sudah terkeratonkan pada akhir Paleozoikum.
Pada Zaman Trias Formasi Tokala diendapkan di datam paparan tepi lereng
benua. Pada akhir Trias terjadi pemekaran pinggiran benua yang kemudian
disusul pengendapan Formasi Batebeta secara selaras di atasnya pada awal
Jura.
Pada Zaman Jura Formasi Nanaka diendapkan secara tidak selaras di atas
batuan yang lebih tua, dalam lingkungan darat hingga laut dangkal. Di
bagian neritik luar diendapkan Formasi Tetambahu dan Formasi Masiku pada
akhir Jura hingga permulaan Kapur. Ketiga satuan ini terbentuk di pinggiran
benua yang saat ini menjadi Mendala Banggai-Sula. Semuanya tersingkap di
Lembar Bungku (Simandjuntak drr., 1981) di sebelah timur lembar ini.
Pada Zaman Kapur, dibagian lain dalam cekungan laut dalam di sebelah
barat terjadi pemekaran dasar samudera, dan membentuk kerak samudera
yang sebagian menjadi Lajur Ofiolit Sulawesi Timur.
Pengendapan bahan-bahan pelagos di atas kerak samudera ini berlangsung
hingga Zaman Kapur Akhir (Formasi Matano).
Pada Zaman Kapur Akhir, lempeng samudera yang bergerak ke arah barat
menunjam di bawab pinggiran benua dan/atau di daerah busur gunungapi.
Jalur penunjaman ini sekarang ditandai oleh batuan bancuh di Wasuponda
(Simandjuntak, 1980). Di cekungan rumpang parit busur di pinggiran yang
aktif di sebelah barat, diendapkan batuan sedimen jenis flysch, Formasi
Latimojong pada Kapur Atas. Pengendapan batuan ini disusul oleh Formasi
Toraja pada Kala Eosen dan kegiatan gunungapi bawah laut pada Kala
Oligosen (Vulkanik Lamasi) yang berlangsung terus hingga Mioscn (Volkanik
Rampi dan Tineba). Satuan batuan ini sekarang merupakan bagian dan
Mendala Sulawesi Barat.
Pada Akhir Miosen hingga Pliosen, batuan kiastika halus sampai kasar
Kelompok Molasa Sulawesi (Formasi Tomata, Bone-Bone) diendapkan dalam
lingkungan taut dangkal dan terbuka dan sebagian berupa endapan darat
yang bersamaan dengan intrusi yang bersifat granit di bagian barat.
Pada Kala Plio-Plistosen keseluruhan daerah mengalami deformasi. Intrusi
yang bersifat granit menerus di Mendala Sulawesi Barat, yang dibarengi oleh
perlipatan dan penyesaran bongkah yang mengakibatkan terbentuknya
berbagai cekungan kecil, dangkal dan sebagian tertutup. Di dalamnya
diendapkan batuan kiastika kasar dan keseluruhan daerah terangkat. Pada
bagian tertentu, endapan aluvium, danau, sungai dan pantai berlangsung
terus hingga sekarang.
DAFFAR PUSTAKA/REFERENCES
Ahmad, W., 1975, Geology along the Matano Fault Zone, East Sulawesi,
Indonesia, Proc. Regional conference on the Geology and Mineral
Resources of Southeast Asia, pp. 143- 150.
Bemmelen, R.W.van, 1949, The Geology of Indonesia, Maninus Nijh off The
Hague.
Brouwer, H.A., 1974, Geological Exploration in the Island of Celebes:
Amsterdam, Nort, Holland Pith. Co
Djuri and Sudjatmiko, 1974, Geologic Map of the Majene and Western part of
Palopo Quadrangles, South Sulawesi : Geol. Survey of Indonesian.
Francken, C. & Jones, D., 1971, Report on a Photo Geological Study of South
Eastern Sulawesi, Prepared by KLM.:Acrocanofor PT. INCO, Unpub.
Hamilton, Warren, 19Th Preliminary Tectonic Map of the Indonesian Region:
US Geol. Open file report.
------, 1973, Tectonic of the Indonesian Region : Proc. Regional Conference
on the Geology of Southeast Asia: Geol. Soc. Malaysia. Bull. No.6.
Hopper, R.H., 1941. A Geology Reconnaissance in the East Arm of Celebes
and Island Peleng: Unpub. rep. May 23, 1947,: Nederlandsche Pacific
Petroleum Maatschappij.
Tjia, M.D. & Zakaria, T., 1974, Palu-Koro Strike Slip Fault Zone, Central
Sulawesi, Indonesia: Sains Malaysiana.
Umbgrove, J.H.F., 1935, Dc Pretertiare Historic van de Indischen Archipel :
Leidsche GeoL Medal. 7.
Leeuwen, Th.M. van, 1979, The Geology of Southeast Sulawesi with Special
Reference to the Biru Area: CCOP-IOC/SEATAR, Bandung, July 1979.