Anda di halaman 1dari 2

Singaraja, suatu senja di bulan merah mudamu

Hai apa kabar kau gadis manis berlesung pipit sebelah? Masihkah kau suka memetik
dawai gitar lusuhku di senggang waktumu? Kuharap kau masih bisa mengeja isyarat
yang dulu kita buat di pojok kursi tua kampus gaya Belanda itu.
Aku masih mengingat saat pertama kita bertemu. Di sudut lapangan berdebu dengan
tampang kita yang masih sangat polos. Menunggu untuk dipanggil sebagai mahasiswa
baru. Aku malu-malu mencoba berkenalan denganmu. Ternyata kamu adalah kenalan
pertamaku di kampus biru itu sekaligus kenalan pertama di jurusanku. Ya kamu satu
jurusan denganku! Gadis desa manis dengan rambut hitam panjangnya satu jurusan
denganku.
Entah bagaimana, seakan dipermainkan takdir, kau selalu berada di sekitarku.
Mengitari hidupku yang mulai membosankan. Memberi setitik warna pada hitam putih
warna kampusku. Kau adalah pelangi indah yang muncul di tandusnya oaseku. Terima
kasih masa remajaku.
Teringat kembali saat kedekatan secara alami terjalin. Hanya teman memang. Lalu
menjadi sahabat. Hingga pada akhirnya kau membuat aku merasa sangat teduh. Kau
memberi keteduhan yang luar biasa. Kelembutan, kejujuran, dan prinsip hidupmu
membuat diri ini tak kuasa menahan pesonamu. Jujur, aku tidak tertarik dengan
wajahmu yang cantik meski tak bisa dibohongi kamu adalah gadis yang cantik.
Kecantikanmu justru kalah dibandingkan dengan sifat polosmu yang membuatku
selalu ingin berada di dekatmu.
Angin sejuk pun berembus ketika entah kenapa kita menjadi begitu lengket. Aku
menikmati momen ini. Menikmati setiap canda tawamu, tingkah dewasamu, sampai
keluguan khas desamu. Saat yang begitu memabukkan. Hal yang lebih gila lagi adalah
aku begitu ingin dosen memberikan lebih banyak tugas lagi agar aku bisa berlamalama denganmu. Sungguh pemikiran yang gila!
Satu hal yang membuat tidak mungkin bisa melupakan tingkahmu adalah kedewasaan
dan kemanjaan yang ajaibnya dua-duanya ada dalam dirimu. Aku ingat ketika kau
begitu dewasa menghadapi segala persoalan hidupmu. Tetapi tiba-tiba menjadi gadis
cengeng yang menangis sesenggukan ketika kugoda. Sungguh karakter yang
menggoda imanku sebagai lelaki tanggung saat itu. Sebuah memori kembali terlintas
dalam membran otakku. Menyentuh syaraf memori terdalam yang bisa kuingat.
Kau ingat? Saat itu di bulan Februari beberapa tahun lalu. Kita telah sepakat untuk
saling mencoba memberi bingkisan sekaligus kau menagih kado ulang tahunmu ke 19
yang berlalu satu bulan sebelumnya. Aku menunggu di depan gerbang kosmu dengan
perasaan campur aduk. Hingga kau muncul dengan senyummu memberiku sebuah
bingkisan bersampul merah muda bersama amplop berwarna senada. Aku yang tidak
tahu harus berbuat apa dengan kikuk memberimu dua buah bingkisan dengan kertas
lusuh. Kau hanya berlalu bersama gerbang yang tertutup rapat. Bingkisan itu adalah
bingkisan pertama dan terakhir yang pernah kuberikan pada seorang gadis sampai
saat ini. Sebuah kenangan yang tak pernah kusadari tak ingin kulupakan.
Namun takdir tidak berada di pihakku kali ini. Saat seharusnya angin asmara
berhembus ke arahku, dia justru mengubah haluan menuju peraduan lain. Saat aku
tahu ternyata bulan itu adalah bulan terakhir kita bisa sangat dekat. Saat seharusnya
aku bisa mengutarakan perasaanku untuk kesekian kalinya padamu dan untuk
kesekian kalinya pula kau jawab dengan senyum malu-malu. Saat aku tidak ingin
menyerah mendapatmu, aku dipukul kembali ke dunia nyata. Dunia yang tak ingin aku
tapaki tapi aku harus aku hadapi. Dunia yang kejam saat aku tahu ternyata kau telah
memilih lelaki lain yang aku tahu jauh lebih baik dan lebih pantas dariku. Pada
akhirnya aku kembali ke dunia nyata. Kau memang terlalu sempurna untukku. Seorang
pria desa dengan modal tampang tak sedap dipandang. Beauty and the beast in the
real world. Seharusnya aku merasa sakit hati dan kecewa saat kau memproklamirkan
hubunganmu dengan pangeranmu. Tetapi aneh, aku tidak merasa sakit hati. Justru aku
merasa sangat bahagia ketika kau mendapatkan orang yang juga menyayangimu.
Entahlah, mungkin aku gila. Kau sendiri mengatakan aku gila. Tetapi aku memiliki
prinsip. Daripada membuat tiga hati berada dalam kebahagiaan semu, lebih baik
mengorbankan satu hati dan merelakan dua lainnya bersemi. Aku lebih memilih
menjadi hati yang berkorban. Sampai saat ini aku tidak pernah menyesal pernah (dan

masih) menyayangimu. Darimu aku belajar tentang keikhlasan. Tentang sayang yang
tanpa pamrih. Tentang sebuah arti kebahagiaan. Dan yang terpenting arti tentang
menyayangi tanpa syarat. Sampai saat ini kamu adalah kebahagiaan terbesarku.
Semoga kau berbahagia bersama pangeranmu, masa remajaku. You are the sweetest
moment in my life.
Salam hangat
Lelaki yang selalu memimpikanmu
BIODATA DIRI

Nama

: I Putu Oka Suardana

Panggilan

: Oka

Kategori

: B (17 TAHUN KE ATAS)

No.telp/HP

: (0362) 3435051/ 08174196488

e-mail

: bedubantas@gmail.com

Alamat tinggal

: SMAN Bali Mandara

Anda mungkin juga menyukai