Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS

MARET 2016

GANGGUAN MENTAL & PERILAKU AKIBAT


PENGGUNAAN ZAT MULTIPEL

Nama

: Silvia Greis

No. Stambuk

: N 111 14 051

Dosen Pembimbing : dr. Patmawati P, M.Kes, Sp. KJ

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT DAERAH MADANI
PALU
2016

STATUS PASIEN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. Jefri

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 24 Tahun

Status Perkawinan

: Belum menikah

Agama

: Kristen

Pekerjaan

: Karyawan toko

Pendidikan terakhir

: SMA Kelas 2

Alamat/No. Telpon

: Desa Lembomawu, Poso

2. RIWAYAT PSIKIATRI
I. RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan Utama:
Muntah-muntah & mengamuk
B. Riwayat Gangguan Sekarang
a.
Keluhan dan gejala
Pasien rujukan dari Rumah Sakit Umum Poso dengan keluhan
muntah-muntah dan mengamuk memukul semua orang yang ada di
dekatnya bahkan ayahnya sekalipun. Awalnya pasien mengeluh sakit
perut dan sulit tidur. Setelah dirawat di RSU Poso, pasien mulai gelisah
dan mengamuk memukul semua orang yang ada disekitarnya. Pasien
mengaku mendengar bisikan yang menyuruhnya untuk memukul semua
orang. Pasien mengaku bisikan itu seperti berasal dari kakak lakilakinya. Pasien merasa bahwa kakaknya seolah-olah mendukungnya
untuk melakukan hal-hal yang buruk.
Tiga bulan yang lalu, pasien mengundurkan diri dari tempatnya
bekerja karena merasa teman kerjanya mengguna-guna dirinya.
Semenjak saat itu pasien sering merasa sakit perut, gelisah dan sulit
tidur. Pasien mengaku mengkomsumsi obat-obatan berupa THD dan
SS, yang diberikan oleh teman kerjanya yang ia tuduh menggunagunainya. Pasien mengkomsumsi obat tersebut selama satu bulan dan

akhirnya berhenti setelah pasien mengundurkan diri dari pekerjaanya.


Pasien juga sering minum alkohol dan seorang perokok aktif.
Setelah pasien berhenti mengkomsumsi obat-obatan tersebut,
pasien menjadi orang yang mudah marah, kurang nafsu makan, dan
sulit tidur. Pasien juga mengeluh nyeri pada bagian perut dan sulit
buang air besar.
b. Hendaya/disfungsi
Hendaya pekerjaan (+)
c.Faktor stressor psikososial
Lingkungan sosial pasien yaitu teman-teman yang mengajak minum
alkohol dan menggunakan obat THD
d.
Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik
dan psikis sebelumnya
Pasien pernah dirawat di RSU Poso 1 bulan yang lalu dengan keluhan
nyeri pada perut dan diagnosis dispepsia.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
Riwayat kejang, infeksi, trauma tidak ada. Riwayat konsumsi alkohol dan
obat THD serta perokok aktif
D. Riwayat Kehidupan Pribadi
Riwayat perinatal dan natal
Pasien lahir normal di RS dan tidak ada kelainan saat lahir. Pasien anak
ke-4 dari 7 bersaudara.
Riwayat masa kanak awal (usia 1-3 tahun)
Pasien merupakan anak yang aktif dan memiliki banyak teman.
Riwayat masa kanak pertengahan (usia 4-11 tahun)
Pasien masuk SD pada usia 4 tahun karena ingin ikut kakaknya pergi
sekolah. Pasien merupakan anak yang pintar di sekolah
Riwayat masa kanak akhir dan remaja (12-18 tahun)
Saat SMP prestasi pasien menurun karena pasien lebih sering bermain
dengan teman-temannya. Pasien sudah mulai merokok dan minum
alkohol bahkan pernah ikut tawuran antar sekolah. Pasien berhenti
sekolah saat kelas 2 SMA karena dipengaruhi oleh teman-temannya
Riwayat masa dewasa
Riwayat pekerjaan
Setelah berhenti sekolah, pasien bekerja di club sebagai waiter
selama 3 bulan. Setelah itu pasien membuka bisnis bengkel dengan

modal dari kakak pasien, namun hanya bertahan 6 bulan karena


kakak pasien menutup bengkel tersebut akibat teman-teman pasien
yang sering minum-minum di bengkel tersebut. Pasien kemudian
kerja sebagai karyawan toko, namun hanya bertahan satu bulan
karena pasien merasa diguna-guna oleh teman kerjanya.
Riwayat pernikahan
Pasien belum menikah hingga saat ini.
Riwayat kehidupan beragama
Pasien beragama kristen, namun jarang ibadah ke Gereja.
Riwayat pelanggaran hukum
Tidak ada.
E. Riwayat Kehidupan Keluarga
Pasien merupakan anak ke-4 dari 7 bersaudara. Pasien mengaku sangat
dekat dengan saudaranya terutama kakaknya yang ketiga.
F. Situasi Sekarang
Pasien tinggal bersama ayah dan ibunya serta keempat saudaranya
G. Presepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya
Pasien merasa bahnwa dirinya sakit dan memerlukan pengobatan.

II. STATUS MENTAL (7 Maret 2016)


A. Deskripsi Umum
1.
Penampilan
Seorang laki-laki usia 24 tahun, wajah sesuai umur, berkulit gelap,
perawakan sedang dan tampak kurus.
2.
Kesadaran
Komposmentis
3.
Perilaku dan aktivitas psikomotor
Cukup tenang
4.
Pembicaraan
Spontan, volume dan intonasi jelas
5.
Sikap Terhadap pemeriksa
Kooperatif.
B. Keadaan Afektif, Mood dan Empati
a.
Mood
Senang
b.
Afek
Sesuai
c.Empati
Tidak Dapat dirabarasakan.
C. Fungsi Intelektual

a.

Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan


Sesuai dengan tingkat pendidikan pasien
b.
Daya konsentrasi
Cukup
c.Orientasi
Waktu: Baik
Tempat: Baik
Orang: Baik
d.
Daya ingat
Jangka panjang: Baik
Jangka pendek: Baik
Jangka segera: Baik
e.Pikiran abstrak
Baik
f. Bakat kreatif
Tidak ada.
g.
Kemampuan menolong diri sendiri
Baik
D. Gangguan Persepsi
a.
Halusinasi
Halusinasi auditorik (+), dimana pasien mendengar bisikan yang
menyuruh memukul orang.
b.
Ilusi
Tidak ada.
c.Depersonalisasi
Tidak ada.
d.
Derealisasi
Tidak ada.
E. Proses Berpikir
a.
Arus pikiran
Produktifitas
Cukup
Kontinuitas
Relevan, koheren
Hendaya berbahasa
Tidak ada.
b.
Isi Pikiran
Preokupasi : Tidak ada
Gangguan isi pikir : ide curiga (+), pasien merasa teman kerja
pasien mengguna-gunainya
F. Pengendalian Impuls
Terganggu

G. Daya Nilai
a.
Norma sosial : Baik
b.
Uji daya nilai : Baik
c.Penilaian realitas: Baik
H. Tilikan
Derajat VI, pasien menyadari dirinya sakit dan memerlukan pengobatan
I. Taraf Dapat Dipercaya
Dapat dipercaya.
III.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


Pemeriksaan Fisik
Status Internus
Keadaan umum tampak sakit ringan, kesadaran komposmentis, tekanan
darah 120/70 mmHg, nadi 80 x/menit, frekuensi pernapasan 16 x/menit,
suhu tubuh 36.50C. Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterus, jantung
dan paru dalam batas normal, ekstrimitas atas dan bawah tidak ada
kelainan, nyeri tekan (+) epigastrium.
Status Neurologi
Gejala rangsang selaput otak: kaku kuduk (-), kernigs sign (-)/(-), pupil
bulat dan isokor 3mm/3mm, reflex cahaya (+)/(+), fungsi motorik dan
sensorik keempat ekstrimitas dalam batas normal, tidak ditemukan refleks
patologis.

IV.

IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Seorang laki-laki 24 tahun masuk Rumah Sakit dengan keluhan
muntah-muntah dan mengamuk. Pasien mengaku mendengar bisikan yang
menyuruhnya untuk memukul semua orang. Pasien mengaku bisikan itu
seperti berasal dari kakak laki-lakinya. Pasien merasa bahwa kakaknya
seolah-olah mendukungnya untuk melakukan hal-hal yang buruk. Keluhan ini
baru pertama kali dialami oleh pasien.
Pada pemeriksaan status mental, didapatkan penampilan pasien
dengan wajah sesuai umur, berkulit gelap dan tampak kurus, kesadaran
komposmentis, aktivitas psikomotor cukup tenang saat wawancara, verbalitas
spontandan intonasi jelas, mood eutimia, afek menyempit, empati dapat
dirasakan, taraf pendidikan sesuai tingkat pendidikan, pikiran abstrak baik,
daya ingat baik, kemampuan menolong diri sendiri baik.

Terdapat halusinasi auditorik, yaitu pasien sering mendengar bisikan


yang menyuruh memukul orang disekitarnya. Tidak terdapat gangguan arus
pikir, gangguan isi pikir berupa ide curiga. Pengendalian impuls, norma
sosial, dan penilaian realitas baik. Pasien tahu dirinya sakit dan membutuhkan
pengobatan.
V.

EVALUASI MULTIAKSIAL
A. Aksis I
Berdasarkan anamnesis didapatkan adanya halusinasi auditorik dan adanya
waham curiga serta adanya riwayat penggunaan alkohol dan obat THD.
Dimana penggunaan alkohol dimulai sejak SMA dan THD selama 1 bulan
serta perokok aktif. Maka berdasarkan Pedoman Penggolongan Diagnosis
Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) didiagnosis dengan Gangguan Mental
dan Perilaku akibat Penggunaan Zat Multipel
B. Aksis II
Tidak ada diagnosis
C. Aksis III
Gangguan pada saluran cerna : Dyspepsia
D. Aksis IV
Masalah lingkungan sosial
E. Aksis V
GAF scale pasien berada pada range 50-41, yaitu gejala berat dan

VI.
VII.

disabilitas berat
DIAGNOSIS BANDING
Gangguan psikotik akut dan sementara

DAFTAR PROBLEM
Organobiologik
Ada gangguan pada saluran pencernaan.
Psikologik
Adanya halusinasi dan waham curiga
Sosiologik
Tidak ada gangguan dalam hubungan sosial
VIII.
PROGNOSIS
Dubia et bonam
Faktor pendukung
Keluhan baru pertama kali/akut
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama
Kesadaran pasien akan penyakitnya
Faktor penghambat

IX.

Faktor lingkungan sosial

PEMBAHASAN/TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan hasil anamnesa serta pemeriksaan status mental, dan
merujuk pada kriteria diagnostik dari PPDGJ III, penderita dalam kasus ini
dapat didiagnosa sebagai gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan
zat multipel. Penyalahgunaan zat adalah suatu perilaku mengonsumsi atau
menggunakan zat-zat tertentu yang dapat mengakibatkan bahaya pada diri
sendiri maupun orang lain. Menurut DSM, peyalahgunaan zat melibatkan
pola penggunaan berulang yang menghasilkan konsekuensi yang merusak.
Konsekuensi yang merusak bisa termasuk kegagalan untuk memenuhi
tanggung jawab utama seseorang (misalnya: sebagai pelajar, sebagai pekerja,
atau sebagai orang tua), menempatkan diri dalam situasi di mana penggunaan
zat secara fisik berbahaya (contoh mencampur minuman dan penggunaan
obat), berhadapan dengan masalah hukum berulang kali yang meningkat
karena penggunaan obat. Memiliki masalah sosial atau interpersonal yang
kerap muncul karena pengunaan zat (contoh: berkelahi karena mabuk).
Dalam DSM-IV-TR ketergantungan dan penyalahgunaan merupakan
manifestasi fisik dan psikologis dari penyakit akibat penggunaan obat-obatan
yang menyebabkan ketergantungan atau disalahgunakan. Kedua hal tersebut
merupakan

masalah

perilaku.

Bahan-bahan

yang

digunakan

dapat

disalahgunakan atau menyebabkan ketergantungan, jika bahan tersebut


menjadi masalah dalam hidupnya. Seseorang dapat dikategorikan mengalami
substance dependence / ketergantungan obat-obatan jika memenuhi 3 kriteria
dari 7 kriteria berikut ini :
Suatu pola pengguanaan zat yang maladaptif mengarah pada gangguan
atau penderitaan yang bermakna klinis, bermanifestasi sebagai 3 (tiga)
atau lebih hal-hal berikut yang terjadi pada tiap saat dalam periode 12 bulan:
1. Toleransi yang didefinisikan sebagai berikut:
a. Peningkatan nyata jumlah kebutuhan zat untuk mendapatkan efek yang
didamba atau mencapai intoksikasi.

b. Penurunan efek yang nyata dengan penggunaan kontinyu jumlah yang


sama dari zat.
2. Withdrawal, bermanifestasi sebagai salah satu dari:
a. Sindroma withdarwal khas untuk zat penyebab ( kriteria A dan B dari
gejala withdrawal zat).
b. Zat yang sama atau sejenis digunakan untuk menghilangkan atau
menghindari gejala-gejala withdrawal.
3. Zat yang dimaksud sering digunakan dalam jumlah yang besar atau
melewati batas pemakaiannya.
4. Adanya hasrat menetap atau

ketidakberhasilan

mengurangi

atau

mengendalikan pemakaian zat.


5. Adanya aktifitas yang menyita waktu untuk mendapatkan zat (mis.
Mendatangi berbagai dokter atau sampai melakukan perjalanan jauh),
untuk menggunakan zat (merokok tiada sela) atau untuk pulih dari efekefeknya.
6. Kegiatan-kegiatan sosial yang penting, pekerjaan atau rekreasi dilalaikan
atau dikurangi karena penggunaan zat.
7. Penggunaan zat tetap berlanjut meskipun mengetahui bahwa problemproblem fisik dan fisiologis menetap atau berulang disebabkan oleh
penggunaan zat tersebut.
Penyalahgunaan alkohol merupakan gangguan terkait zat yang
paling umum terjadi. Penyalahgunaan alkohol (alkoholisme) mengakibatkan
berbagai manifestasi klinis, psikiatrik dan sosial. Manifestasi psikiatrik yang
biasa timbul adalah :
a. Depresi : semua bentuk depresi dapat dicetuskan oleh alkohol. Sebaliknya
depresi juga dapat memicu seseorang untuk mengonsumsi alkohol untuk
mengurangi gejala-gejala depresi.
b. Ansietas : ansietas merupakan gejala mengonsumsi alkohol berlebihan
sebagai usaha mengurangi gejala.
c. Perubahan kepribadian : penurunan standar kepekaan sosial dan perawatan
diri.
d. Disfungsi seksual : impotensi dan masalah ejakulasi.
e. Halusinasi : dapat berupa auditorik maupun visual, umumnya terjadi pada
keadaaan putus zat.

Sebelum dilakukan intervensi medis, terlebih dahulu harus dilakukan


assesment terhadap pasien dan kemudian baru menentukan apa yang menjadi
sasaran dari terapi yang akan dijalankan. Tatalaksana Terapi dan Rehabilitasi
NAPZA terdiri dari :
- Outpatient (rawat jalan)
- Inpatient (rawat inap)
- Residency (Panti/Pusat Rehabilitasi)
Tujuan terapi dan rehabilitasi
Abstinensia atau menghentikan sama sekali penggunaan NAPZA. Tujuan
ini tergolong sangat ideal, namun banyak orang tidak mampu atau
mempunya motivasi untuk mencapai tujuan ini, terutama kalau ia baru
menggunakan NAPZA pada fase-fase awal. Pasien tersebut dapat ditolong
dengan meminimalisasi efek-efek yang langsung atau tidak langsung dari
NAPZA. Sebagian pasien memang telah abstinesia terhadap salah satu
NAPZA tetapi kemudian beralih untuk menggunakan jenis NAPZA yang

lain.
Pengurangan frekuensi dan keparahan relaps Sasaran utamanya adalah
pencegahan relaps .Bila pasien pernah menggunakan satu kali saja setelah
clean maka ia disebut slip. Bila ia menyadari kekeliruannya dan ia
memang telah dIbekali ketrampilan untuk mencegah pengulangan
penggunaan kembali, pasien akan tetap mencoba bertahan untuk selalu
abstinensia. Pelatihan relapse prevention programe, Program terapi
kognitif, Opiat antagonist maintenance therapy dengan naltreson

merupakan beberapa alternatif untuk mencegah relaps.


Memperbaiki fungsi psikologi dan fungsi adaptasi sosial. Dalam kelompok
ini, abstinensia bukan merupakan sasaran utama. Terapi rumatan
(maintenance) metadon merupakan pilihan untuk mencapai sasaran terapi
golongan ini
Setelah keadaan intoksikasi dan sindroma putus Napza dapat teratasi,

maka perlu dilanjutkan dengan terapi terhadap gangguan jiwa lain yang
terdapat bersama-sama dengan gangguan mental dan perilaku akibat
penggunaan zat psikoaktif (co-morbid psychopathology), sebagai berikut :
Psikofarmakologis yang sesuai dengan diagnosis
Psikoterapi individual

X.

Konseling : bila dijumpai masalah dalam komunikasi interpersonal


Psikoterapi asertif : bila pasien mudah terpengaruh dan mengalami

kesulitan dalam mengambil keputusan yang bijaksana


- Psikoterapi kognitif : bila dijumpai depresi psikogen
Psikoterapi kelompok
Terapi keluarga bila dijumpai keluarga yang patologik
Terapi marital bila dijumpai masalah marital
Terapi relaksasi untuk mengatasi ketegangan

RENCANA TERAPI
Psikofarmakoterapi:
Haloperidol 5 mg 2x1
Ranitidin 150 mg 2x1
Psikoterapi
Suportif
Memberi dukungan terhadap penderita dan keluarga, keluarga diminta
mendampingi dan menjaga pasien agar tidak mengonsumsi obaat THD
dan alkohol lagi. Pasien juga diminta sadar akan kesehatannya karena
kebiasaannya ini dapat mengakibatkan dirinya sakit atau meninggal.

XI. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakitnya,
efektivitas terapi serta kemungkinan terjadinya efek samping dari obat yang
diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

Utama H (ed). Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2013


Maramis, W.F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Universitas Airlangga.

Surabaya;2004
Maslim R (ed). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III.

Jakarta: Bagian Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, PT Nuh Jaya; 2001.


Sadock, Benjamin & Virginia A. Sadock. Buku Ajar Psikiatri Klinis: Kaplan
dan Sadock Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010

Anda mungkin juga menyukai