TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dibahas mengenai konseling obat pasien, kebutuhan, harapan,
dan pilihan pasien, rumah sakit terutama instalasi farmasinya.
2.1.1 Defenisi
Dalam teori edukasi, edukasi mengandung arti yang jauh lebih besar
daripada sekedar memberikan pengetahuan. Edukasi dapat didefenisikan sebagai
“perubahan progresif pada seseorang yang memengaruhi pengetahuan, sikap dan
prilakunya sebagai hasil dari pembelajaran dan belajar“. Edukasi meliputi proses-
proses yang dilalui seseorang dalam mengembangkan kemampuan dan
memperkaya pengetahuan ; proses ini juga membantu terjadinya perubahan pada
sikap atau prilaku orang tersebut.
1. Teori Prilaku
Disimpulkan oleh BF Skinner, menyatakan bahwa prilaku yang didukung
akan diteruskan sedangkan prilaku yang dihukum atau ditolak akan ditinggalkan.
Sesi konseling harus berlangsung dengan cara yang logis. Pasien lebih mudah
memahami dan mengingat informasi yang diberikan bila informasi tersebut
dikelompokkan dalam kategori dan tugas – tugas. Sesi konseling dapat dibagi
dalam lima tahapan. Kelima tahapan itu adalah :
1. Diskusi pembuka.
2. Diskusi untuk mengumpulkan informasi dan mengidentifikasi kebutuhan.
3. Diskusi untuk mengatasi masalah dan menyusun rencana asuhan
kefarmasian.
4. Diskusi untuk memberikan informasi dan edukasi.
5. Diskusi penutup.
( Melanie J. Rantucci,2010)
Prilaku yang berkaitan dengan kesehatan telah menjadi topik dalam banyak
penelitian dan penyusunan teori. Berbagai teori tentang prilaku yang berkaitan
dengan kesehatan dikembangkan terutama untuk memahami kegagalan sejumlah
pasien untuk mematuhi terapi medis dan mengikuti tindakan pencegahan untuk
kesehatan, seperti imunisasi atau pemeriksaan kesehatan secara teratur. Berbagai
model telah disusun untuk membantu menjelaskan prilaku-prilaku tersebut. Salah
satu model tersebut adalah Health Beliefe Model .model ini mengandung unsur –
unsur yang juga banyak terdapat pada model lain ( Melanie J. Rantucci,2010)
.
Health Beliefe Model menyatakan bahwa kemungkinan seseorang akan
mengambil tindakan demi kondisi kesehatannya sebagian besar bergantung pada
persepsi orang itu tentang ancaman yang ditimbulkan oleh suatu penyakit
tertentu.Sebagai contoh pasien yang percaya bahwa tekanan darah inggi dapat
menyebabkan serangan jantung akan lebih teratur minum obat tekanan darah
tingginya( Melanie J. Rantucci,2010)
.
Akan tetapi, persepsi tentang ancaman suatu penyakit bergantung pada banyak
faktor , yang mencakup faktor pengubah, persepsi individu dan pemicu
tindakan.faktor pengubah meliputi banyak variabel yang berkisar dari demografi
dan sosio-psikologi sampai ke struktural.variabel demografi mencakup umur,
jenis kelamin, ras, etnis dan lain sebagainya. Variabel sosiopsikologi meliputi
keperibadian , kelas sosial, tekanan kelompok acuan dan teman sebaya.Variabel
struktural meliputi pengetahuan tentang penyakit , pengalaman sebelumnya
dengan penyakit dan sebagainya (Melanie J. Rantucci,2010).
Ketika memikirkan perasaan pasien saat sakit dan menggunakan obat, kita juga
harus mempertimbangkan efek sakit dan pengobatan pada kualitas hidup pasien.
Konsep ini mencakup kapasitas fisik, emosional, mental, intelektual seseorang ;
kemampuan untuk berguna di tempat kerja, di lingkungan sosial, dan di dalam
keluarga; persepsi tentang kemampuan diri sendiri; dan rasa puas dengan
kemampuan tersebut ( Melanie J. Rantucci,2010).
.
Rumah sakit memiliki tugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna
dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan
secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta
melaksanakan rujukan. Sebagai wujud pelaksanaan tugasnya, rumah sakit
memiliki fungsi menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang medik
dan nonmedik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan,
pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta administrasi umum
dan keuangan (KEPMENKES RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992)
Di Indonesia terdapat rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta.untuk
rumah sakit pemerintah, berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
diklasifikasikan menjadi empat kelas yaitu rumah sakit umum kelas A mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dan subspesialistik luas ;
rumah sakit umum kelas B mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
sekurang – kurangnya 11 spesialistik dan subspesialistik terbatas; rumah sakit
umum kelas C mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik
dasar; rumah sakit umum kelas D mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik dasar (KEPMENKES RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992,tentang Pedoman
Organisasi Rumah Sakit Umum). Untuk rumah sakit swasta menurut Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 806b/Menkes/VI/1987, tentang Klasifikasi Rumah
Sakit Umum Swasta diklasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu rumah sakit swasta
utama yang memberikan pelayanan umum, spesialis dan subspesialis; rumah sakit
umum swasta media yang memberikan pelayanan umum dan empat bidang
spesialistik; rumah sakit umum pratama yang memberikan pelayan kesehatan
yang bersifat umum.
Pelayanan yang diberikan rumah sakit dibagi menjadi dua, yaitu pelayanan utama
dan pelayanan pendukung.Pelayanan utama termasuk pelayanan medik, pelayanan
keperawatan dan pelayanan kefarmasian. Pelayanan utama tidak mampu
melaksanakan fungsinya tanpa pelayanan pendukung, yaitu semua pelayanan
yang mendukung pelayanan medik menegakkan diagnosis dan perawatan
penderita.Pelayanan tersebut antara lain : pelayanan laboratorium, ahli gizi dan
makanan, rekam medik, bank darah, sentra sterilisasi, pemeriksaan sinar-x dan
layanan social (Siregar dan Amalia ,2003)
Fungsi IFRS adalah melakukan pelayanan yang mencakup empat bidang yaitu
pelayanan nonklinik pada pasien rawat inap dan pasien rawat jalan, pelayan
farmasi klinik pada pasien rawat inap dan rawat jalan, pendidikan dan penelitian
(Brown ,1988).
Lingkup fungsi farmasi klinik mencakup fungsi farmasi yang dilakukan dalam
program rumah sakit, yaitu : pemantauan terapi obat, evaluasi penggunaan obat,
penanganan bahan sitotoksik, pelayanan di unit perawatan kritis, pemeliharaan
formularium, penelitian, pengendalian infeksi di rumah sakit, sentra informasi
obat, pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan, panitia farmasi dan terapi,
system pemantauan kesalahan obat, buleti terapi obat , program edukasi bagi
apoteker, dokter dan perawat, investigasi obat dan unit gawat darurat (Siregar dan
Amalia, 2003).
Fungsi farmasi klinik yang berkaitan langsung dengan pasien adalah fungsi dalam
proses penggunanaan obat, mencakup wawancara sejarah obat pasien, konsultasi
dengan dokter tentang pemilihan obat penyakit pasien, interpretasi resep/order
obat; pembuatan profil pengobatan penderita;konsultasi dengan perawat tentang
regimen obat pasien; pemantauan efek obat pada pasien; edukasi pasien;
konseling dengan pasien yang akan dibebaskan dari rumah sakit; pelayanan
farmakokinetik klinik; pelayanan farmasi klinik yang lebih spesialistis; pelayanan
pencampuran sediaan intravena; dan pelayanan nutrisi parenteral
menyeluruh(Siregar dan Amalia ,2003).