Anda di halaman 1dari 63

BAB 3

POTRET KESEHATAN
JALMA DAYA
3.1. Status Kesehatan
Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan berada
pada peringkat 439 dari sekitar 479 kabupaten di
Indonesia
berdasarkan
penilaian
Indeks
Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) pada
tahun 20131. Tentunya sudah banyak dilakukan
perbaikan oleh pemerintahan Kabupaten OKU Selatan
yang baru memasuki usianya yang kesepuluh tahun
pada tahun 2015 ini. Pemekaran Kabupaten OKU
Selatan dengan Kabupaten OKU Induk dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat. Hal ini diungkapkan
oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten OKU Selatan.
3.1.1 Menyapa Pembaruan
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) menjadi
salah satu indikator kesehatan suatu masyarakat. Hal
ini karena PHBS mencakup berbagai aspek
pencegahan penyakit yang dapat meningkatkan
derajat hidup masyarakat.
3.1.1.1 Tiga Sumber Air
Kalau air , idak (tidak) kekurangan
1

Balitbangkes Kemenkes RI. 2014. Indeks


Pembangunan Kesehatan RI 2013. Balitbangkes RI
97

Begitulah yang sering diungkapkan oleh


masyarakat. Bagaimana tidak, masyarakat memiliki 3
sumber air yang dapat digunakan. Bebeapa
masyarakat yang cukup mampu akan menyambung
pipa-pipa yang disalurkan ke rumah-rumah, sebagian
masyarakat yang tidak mampu tidak menggunakan
air ini. Hal ini karena untuk menyambung pipa-pipa
ini, masyarakat harus membeli sendiri pipa yang
menuju
rumah
masing-masing.
Setiap
bulan
masyarakat juga harus membayar biaya perawatan
sebesar lima ribu rupiah. Namun hal ini tidak
menjamin air yang mengalir melalui sistem
perpipaan itu menjadi lancar terus.
Selain
air
perpipaan,
hampir
seluruh
masyarakat menggunakan air sungai. Sungai
Semingkap seolah berjodoh dengan masyarakat
Padang Bindu. Pola pemukiman masyarakat Padang
Bindu yang mengikuti aliran sungai menjadikan
sungai sebagai salah satu nadi kehidupan bagi
masyarakat Padang Bindu. Setiap pagi dan sore hari
masyarakat akan meramaikan aliran sungai dengan
aktifitasnya, baik dengan mencuci, mandi, atau
mising (buang air besar atau BAB). Pada siang hari,
beberapa remaja akan ngawil (memancing) di sungai
tersebut.
Tidak semua wilayah dapat dijadikan
tempat mandi. Terdapat beberapa pangkalan yang
berbeda dan cenderung terdapat di belakang rumah.
Biasanya pangkalan yang untuk perempuan dan lakilaki berbeda tempat.
Sungai bagi masyarakat Etnik Daya Desa
Padang Bindu menjadi bagian dari life cycle
masyarakat. Kemampuan menyelam di sungai atau
bisa mandi sendiri di sungai menjadi salah satu
98

indikator seorang anak telah melewati masa bayi dan


balita. Jika seorang anak telah dapat menyelam atau
mandi sendiri ke sungai, maka anak tersebut tidak
diharuskan lagi melakukan ritual petunggu setiap
tahunnya. Jika anak tersebut terkena njami2 (penyakit
yang berulang ulang dan rewel) maka penyakit njami
yang dideritanya akan sembuh. Selain itu, ibu yang
melahirkan anak tersebut secara otomatis terbebas
dari ancaman penyakit morian3.
Tergantung di anak- anak (kapan selesainya
petunggu) apa anaknya kalau sudah nyelam,
kalau sudah bisa nyelam di air itu tutup
petunggu. Idak lagi. Ibu ASW

Penyakit pada bayi dan balita yang berulang-

ulang.
3

Akan dijelaskan dalam bab selanjutnya


99

Gambar 3.1 . Masyarakat mencuci piring di


sungai
Sumber: Dokumentasi Peneliti 2015

Masyarakat menggunakan sumur untuk air


yang dikonsumsi. Pembangunan sumur ini sudah
dilaksanakan sejak lama. Pembangunan sumur ini
dilakukan
untuk
mengantisipasi
jika
sungai
mengalami
kekeringan.
Masyarakat
jarang
menggunakan sumur untuk mandi dan mencuci.
Sumur digunakan untuk air minum dan memasak.
Tuan rumah juga menggunakan air sungai selain
menggunakan air sumur jika ada hajatan.
Masa transisi benar-benar dialami oleh
masyarakat Desa Padang Bindu. Beberapa program
pemerintah yang pernah masuk di desa tersebut
tidak serta merta diterima oleh masyarakat
setempat. Proyek Penyediaan Air Minum dan Sanitasi
Masyarakat (Pamsimas) yang pernah masuk tahun
2012 hanya meninggalkan monumen-monumen yang
tidak dapat mengeluarkan air di beberapa titik di
Desa Padang Bindu. Proyek Pamsimas tersebut
merupakan salah satu program pemerintah untuk
menyediakan sarana sanitasi untuk meningkatkan
status kesehatan masyarakat di desa-desa yang
membutuhkan. Menurut masyarakat air tidak keluar
karena airnya tidak bisa naik.
Menurut ibu RTW, awalnya lokasi mandi-cucikakus (MCK) yang dibangun oleh proyek Pamsimas
tersebut berfungsi dan masyarakat mandi di lokasi
tersebut. Namun, saat ini banyak kran air yang dicuri
dan hilang sehingga tidak dapat digunakan kembali.

100

Gambar 3.2
Bangunan peninggalan Pamsimas yang tidak di gunakan oleh
masyarakat.
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015

Dari
obrolan
ringan
dengan
beberapa
masyarakat,
Peneliti
mengetahui
bahwa
ada
beberapa alasan masyarakat enggan memanfaatkan
sumber air Pamsimas. Air yang tidak naik dan letak
sumber
air
yang
berada
di
pinggir
jalan
menyebabkan masyarakat enggan mandi di lokasi
tersebut karena akan terlihat orang lain. Sedangkan
jika mandi di sungai, lokasinya berada tersembunyi di
belakang rumah dan ada pemisahan antara lokasi
laki-laki dan perempuan.
Dari hasil observasi yang Peneliti lakukan di
sungai saat masyarakat mandi, penggunaan sabun
dan shampoo untuk mandi telah digunakan oleh
masyarakat Desa Padang Bindu. Meskipun anak-anak
yang mandi sendiri sering hanya menggunakan
sabun sekadarnya.
Mandi kebo (kerbau) kalau at (tidak) pakai sabun
Yuk DS

101

Gambar 3.3
Peta sanitasi yang dimiliki oleh desa Padang Bindu
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015

3.1.1.2 Jamban
Beberapa rumah di Desa Padang Bindu telah
memiliki jamban di dalam rumahnya, tetapi
masyarakat tetap melakukan aktivitas buang air
besar di sungai Semingkap. Menurut masyarakat, air
sungai Semingkap merupakan way balak atau air
besar sehingga jika BAB di sungai tidak akan
mencemari sungai tersebut. Seperti rumah Bidan DS
yang memiliki jamban leher angsa, namun air yang
masuk ke kamar mandi sering tidak mengalir.
Menurut Bidan UM, yang lama pernah tinggal
di Desa Padang Bindu dan masih sering berinteraksi
dengan masyarakat setempat, mengatakan bahwa
permasalahan jamban di Desa Padang Bindu bukan
karena permasalahan kurangnya uang untuk
102

membangun
jamban,
namun
lebih
kepada
permasalahan perilaku dan kebiasaan masyarakat
sendiri.
Permasalahan
di
daerah
sini
lebih
cenderung ke masalah perilaku. (pemilik)
jamban memang kurang kan, tapi saya lihat
orang yang udah punya aja tetep ke Siring.
Ini kan perilaku, bukan karena gak punya
uang. Bidan UM

Kebutuhan jamban tidak menjadi prioritas


kebutuhan sanitasi bagi masyarakat. Selain sumber
air yang dibangun oleh Pamsimas, di Desa Padang
Bindu telah dibangun sarana MCK umum di dekat
kalangan. Namun, sejak dibangun hingga saat
Peneliti tiba di Desa Padang Bindu, sarana MCK
tersebut tidak difungsikan. Tidak ada air yang
mengisi bak-bak MCK karena alasan kurang dana
untuk menyambungkan air perpipaan. Menurut Pak
SFR, pembangunan itu tidak perlu dilakukan sebab
masyarakat lebih memerlukan pembangunan sumur
atau perpipaan yang dapat dialirkan ke rumah.
Itukan mubasir jadinya. Kami idak (tidak)
butuh itu. kalau mau mising (BAB) di kali
(sungai) kan bisa. dekat kali itu sama kita. itu
dananya besak (besar) tapi idak terpakai.
Kalau buat air bersih kan bagus Jelas Pak
SFR

3.1.1.3 Cuci Tangan dalam Semangkuk Air


Kebiasaan cuci tangan memakai sabun masih
tergolong rendah. Kebiasaan makan bersama dengan
menyediakan semangkuk air pembasuh tangan di
103

antara hidangan masih sering digunakan baik untuk


hidangan sehari-hari, upacara adat maupun ritual
ritual penyembuhan. Yuk RN Ibu UR, seorang ibu
muda warga Desa padang Bindu, hanya membasuh
tangannya dengan air yang tersedia di ember setelah
membereskan Dek AU yang selesai BAB dan
kemudian mulai melanjutkan menggiling bumbu.
Sudah menjadi hal yang biasa bagi masyarakat,
mereka hanya mencuci tangan di sungai sungai kecil
tanpa menggunakan sabun setelah melakukan
aktivitas di kebun dan langsung mengkonsumsi
makanan di pondok.
Proyek Pamsimas yang masuk ke Desa Padang
Bindu telah membangun beberapa tempat untuk
mencuci tangan di SD Negeri Padang Bindu. Namun
Ibu SYT yang merupakan wakil kepala sekolah guru di
SD Padang Bindu menilai program ini tidak berhasil.
Hal ini disebabkan air tidak bisa keluar dari kran
tempat cuci tangan tersebut karena air yang tidak
bisa naik ke kran tempat cuci tangan. Kadang kala
air keluar dari kran tempat cuci tangan tapi airnya
sangat kecil. Peneliti juga melihat bahwa hampir
seluruh fasilitas tersebut tidak lagi memiliki kran air.
Beberapa tempat cuci tangan hasil program
Pamsimas pada tahun 2012 tersebut malah justru
menjadi sarang nyamuk. Hal ini dikarenakan pada
bagian yang menyerupai wastafel tersumbat sampah
atau sejumlah rumput sehingga saat hujan turun air
hujan akan menggenang di tempat cuci tangan
tersebut.

104

Gambar 3.4. Bangunan wastafel yang tidak digunakan


Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015

3.1.2 Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)


3.1.2.1 Satu Bidan Satu Desa
Pemerintah menggalakkan penyebaran satu
bidan untuk satu desa. Dinas Kesehatan OKU Selatan
melakukan program satu bidan satu desa. Namun
belum semua bidan desa tersebut tinggal diwilayah
kerjanya. Masyarakat Desa Padang Bindu memiliki 3
orang bidan yang berdomisili di desa tersebut. Dua
bidan merupakan bidan muda yang bertugas untuk
desa lain dan
satu bidan adalah
bidan desa
penanggung jawab Desa Padang Bindu. Bidan Desa
Padang Bindu menetap di Desa Padang Bindu. Dua
bidan desa lain yang bertempat tinggal di Desa
Padang Bindu yaitu Bidan Mepi dan Bidan Desi,
namun Bidan Desi sudah baybay4 ke tempat
suaminya. Masyarakat sudah mengenal bidan
sebagai salah satu penolong persalinan. Namun
masih banyak masyarakat yang melahirkan dengan
dibantu oleh dukun. Meskipun Desa Padang Bindu
4

Jenis pernikahan dimana isteri ikut dengan suami

105

telah memiliki Polindes, persalinan tetap dilakukan di


rumah.
Polindes
tidak
digunakan
selain
untuk
pelaksanaan posyandu yang dibantu oleh lima orang
kader Posyandu. Selama Peneliti berada di lokasi
penelitian, Polindes hanya dibuka pada saat
pelaksanaan Posyandu. Padahal selama Peneliti
berada di Desa Padang Bindu terdapat empat orang
ibu bersalin, dua orang ditolong oleh dukun dan dua
orang lainnya ditolong oleh Bidan MP dan Bidan UM.
Desa Padang Bindu memiliki satu Polindes.
Bangunan Polindes ini seharusnya ditempati oleh
Bidan Desa Padang Bindu yaitu Bidan YN. Bidan YN
tidak menempati Polindes sebagai tempat tinggalnya
karena Bidan YN sudah memiliki suami yang berasal
dari Desa Padang Bindu dan telah memiliki rumah
sendiri di Desa Padang Bindu. Polindes hanya
digunakan sebagai tempat pelaksanaan Posyandu
Desa Padang Bindu. Posyandu juga dibantu dengan
dana PNPM generasi yang dikelola oleh suami ketua
kader.
Posyandu di Desa Padang Bindu dilaksanakan
setiap hari Kamis sesuai dengan hari kalangan Hal ini
bertujuan agar masyarakat yang memiliki balita dan
tinggal di talangan-talangan
dapat hadir di
Posyandu. Prinsip lima meja tidak diterapkan di
Posyandu Desa Padang Bindu. Peneliti sempat
mengikuti pelaksanaan Posyandu pada tanggal 14
Mei 2015. Posyandu hanya melaksanakan pengisian
buku KIA, penimbangan dan pemberian suntik
imunisasi pada hari itu. Biasanya ibu bayi tersebut
tidak akan datang lagi ke Posyandu setelah imunisasi
pada bayi usia 5 bulan dan baru datang kembali pada
106

saat bayi berusia 9 bulan untuk imunisasi


selanjutnya. Hal ini menunjukkan bahwa paradigma
masyarakat mengenai Posyandu lebih condong pada
pemberian imunisasi. Seperti Ibu HSB yang
membawa cucung-nya ke Posyandu5. Setelah empat
kali memperoleh imunisasi, Ibu HSB tidak akan
datang lagi ke Posyandu hingga bulan ke sembilan
baru akan datang lagi ke Posyandu.
Sudah empat kali itu bilangnya ya sudah.
Sembilan bulan nanti ya suntik lagi. Kalau
sudah empat kali idak lagi posyandu. Sudah
sembilan bulan nanti datang lagi posyandu.
Ibu HSB

Tabel 3.1

Pemakaian Vaksin Di Puskesmas Buay


Runjung pada Tahun 2014
Jenis Vaksin
BCG
Polio 1
Polio 2
Polio 3
Polio 4
DPT HB 1
DPT HB 2
DPT HB 3
Campak
TT 1
TT 2

Jumlah
248
235
240
220
200
260
265
200
110
90
95

Sumber: Profil Puskesmas Buay Runjung 2014

3.1.2.2 Mbay, Dukun Bayi Padang Bindu

Anak perempuan ibu HSB, ibu dari cucung-nya,


meninggal saat bayi tersebut baru berusia 2 bulan.

107

Peran dukun bayi masih cukup besar terasa di


masyarakat meskipun sudah ada 3 orang bidan yang
berdomisili di desa tersebut. Masyarakat pergi
berkunjung ke dukun bayi untuk pijit atau urut
kehamilan maupun penolong persalinan.
Pemilihan penolong persalinan di Desa Padang
Bindu masih sangat dipengaruhi oleh mertua. Hal ini
karena adanya budaya Etnik Daya yaitu pasca
menikah isteri akan ikut dengan suami (baybay6). Hal
inilah yang menyebabkan dukun
beranak masih
diminati untuk menolong persalinan.
Kalau melahirkan memang kita anjurkan ke
tenaga kesehatan. Banyak kan disini bidan.
Tapi balik balik ke masalah perilaku kan.
Kayak tadi kan padahal ANC nya rajin sama
saya. Dia maunya lahiran sama saya tapi
akhirnya kan. Saya saja baru tahu (Yuk Sari
yang melahirkan dengan Dukun) . Sudah
banyak bidan. Tinggal pola pikir mertuanya
kayaknya (sambil tertawa). Ibu ibu kan
biasanya ikut suami (baybay) yang tau kan
biasanya kan mertua. Bidan UM

Salah satu contohnya adalah Yuk S. Yuk S yang baru


saja melahirkan anaknya dengan dibantu oleh Mbay
D, salah satu dukun bayi di Desa Padang Bindu. Yuk S
melahirkan hari Selasa pagi. Yuk S telah merasakan
sakit pada kehamilannya sejak pukul 5 pagi.
Kemudian, suami Yuk S memanggil Mbay D di
rumahnya untuk datang ke rumah Yuk S. Mbay D
tidak akan pergi ke kebun pada hari tersebut jika
Mbay D diminta untuk membantu menolong
6

Jenis pernikahan dimana isteri ikut dengan suami

108

persalinan.
Sebelum
menolong
persalinan,
perempuan berusia 60 tahun tersebut
dapat
memperkirakan waktu lahirnya bayi tersebut dengan
cara dijajak (memeriksa posisi ketuban melalui jalan
lahir bayi) menggunakan tangan.
Itukan nentukan jamnya mau turun di jajak
itu kalau bahasa sini. Kalau lagi begini (mau
melahirkan) jam sepuluh siang itu masih
segini (sepanjang jari telunjuk dan jari tengah)
bisa-bisa kalau sudah jam satu jam dua nanti
(lahirannya). Kalau cuma segini nah (satu ruas
jari) paling satu jam dua jam. Yang dulu-dulu
dilihat itu ketubannya itu. Kena raba ini jari
dua ini (jari telunjuk dan jari tengah). Kalau
satu senti dua senti itu hampir.

Mbay D
Mbay D menggunakan sarung tangan dalam proses
menolong persalinan. Sarung tangan karet tersebut
diberi oleh Bidan MP, karena Mbay D pernah bekerja
sama dengan Bidan MP. Menurut Mbay D, sarung
tangan tersebut adalah pemberian bidan yang
pernah bekerja sama dengannya. Sarung tangan
tersebut merupakan sarung tangan disposable yang
dipakai Mbay D berulang-ulang. Sarung tangan milik
Mbay D dicuci bersama dengan mencuci kain kain
kotor yang digunakan membantu persalinan.

Itu pengenjuknya (pemberian) bidan. Itulah


masih. Dikasi 2 biji. Anaknya Pak NP itu yang
ngenjuk (ngasi) aku. Dulunya itu Bidan UM itu
lah, Siapa yang kerjasama dengan bidan aku
yang ngenjuknya (ngasinya). Mbay D
109

Untuk memotong tali pusar bayi, dukun biasanya


menggunakan bambu yang telah di runcingkan dan
diberi alas dengan biji kemiri.
Kan kalau bidan pakai gunting, kalau aku
idak (tidak) pakai gunting. Diambilkan buluh
(bamboo)
ditetak diambilkan kemiring
(kemiri), sudah diikat dua (talipusarnya)
maka ditetak (dipotong) dimandikan di
tidurkan sama ibuknya.

Sementara untuk mengeringkan tali pusar bayi,


Mbay D hanya menggunakan air garam. Bayi Yuk SR
yang ditolong Mbay D juga diberi air garam untuk
menyembuhkan tali pusarnya. Meskipun Mbay D
mengetahui
bidan menggunakan obat untuk
mengeringkan tali pusar bayi, namun menurut Mbay
D air garam lebih cepat mengeringkan tali pusar
bayi.
Tu lah tali pusarnya itu, cuman garam tulah
obatnya, tiga malam kalau rajin ngobatnya
itu sudah itu. Dibanyakkan garamnya itu. Tu
lah yang cepat obatnya tu. Mbay D

110

Gambar 3.5 Tali pusar bayi Yuk SR yang diobati


dengan air garam.
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015

Puskesmas Buay Runjung belum memiliki


program kemitraan dengan dukun, namun telah
ditanamkan pada seluruh bidan untuk dapat bekerja
sama dengan dukun. Jika dukun merasa kesulitan
dalam menolong persalinan, dukun bayi yang berada
di Desa Padang Bindu tidak segan untuk memanggil
bidan.
Kalau kerjasama aku terus teranglah sering juga
misalnya orang mau melahirkan jemput aku.
Misalnya orang yang mau melahirkan itu kurang
tenaga itu aku suruh manggil bidan, jemput
bidan .kalau dia sehat ya akulah sendiri. Sudah
banyak itu, ada yang pantatnya duluan masih aku
sendirian.ada yang kakinya duluan, macam macam
kan . Kalau idak sukar nian nolongnya ya aku
sendirian. Kalo udah ada kemajuan tenaga yang

111

mau melahirkan
kataku.Mbay D

itu

kurang,

manggil

bidan

Persalinan oleh bidan membayar sebesar 700800 ribu rupiah. Persalinan yang ditolong oleh dukun
hanya membayar sebesar 300-400 ribu rupiah
ditambah dengan beberapa bahan makanan serta
sepotong kain. Menurut masyarakat hal tersebut
lebih murah dibandingkan dengan bidan. Selain itu,
masyarakat yang tinggal di sapo7 atau talang-talang8
akan lebih memilih memanggil dukun karena dukun
dapat dipanggil kapan saja. Di salah satu talang juga
terdapat seorang dukun beranak.
3.1.2.3 Budaya dan Adat pada Kehamilan dan
Persalinan
Pengaruh budaya dan adat masih kental dalam
proses kehamilan dan persalinan. Keluarga ibu hamil
biasanya
akan
melakukan
sedekah
Koan
9
Limau menjelang persalinan dengan tujuan untuk
mengurangi resiko terjadi penyakit saat persalinan.
Hal ini dipercaya dapat mencegah datangnya mahluk
dari neeri tua yang dapat mengganggu poses
persalinan.

Rumah kecil di tengah kebun. Tidak ada jaringan listrik


serta sangat mengandalkan sungai sebagai sumber air.
Biasanya masyarakat yang tinggal di sapo adalah
keluarga kelurga kecil yang baru menikah dan belum
mampu membangun rumah di desa.
8
Talang-talang adalah kumpulan beberapa sapo yang
berdekatan. Biasanya karena letak kebun juga
berdekatan. Talang-talang ini memiliki ketua.
9
Telah diterangkan pada Bab Life Cycle

112

Tanyo dia bagaimana aku ini mau ngerjakan


sedekah, iya baguslah sedekahlah dengan
ayam tiga macam itu. Yo dengan jeruk itu
jeruk nipis katanya ya.
Dengan jeruk nipis itu tiga, alatnya sedekah
tu. Ada yang telok (Telur).Ada yang ayam
itu.Tapinya harusnya ayam tiga macam.Ayam
putih, ayam kakinya itu kuning paguhnya itu
kuning juga, kakinya itu putih paguhnya itu
putih juga.Itu.
Kalo
sudah
masak
itukan
namanya
dikendurenkan aku inilah yang ucapkan yang
manggil itu kan. Kan ada ayam itamnya,
ayam itam itu manggil dari neeri tua itu
kalau bahasa sini. Misalnya orang ini mau
melahirkan
idak sedekah dengan itu,
sedekah Koan limau itu namanya. Waktu
lahiran nanti, Galak-galak dia datang nanti
yang dari neeri tua itu. Iyo mau menggigit
itu ya seperti kesurupan itu lah.Maka itu
sedekahnya itu ayam hitam, ketan hitam.
Pekunduhan itu kalau bahasa sininya, yang
ayam putih kaki putih paguh putih , kalau
ayam putih kuning Mbay D

Ibu hamil yang melahirkan dengan ditolong


oleh tenaga kesehatan dianggap mampu menekan
angka kematian ibu secara signifikan dibandingkan
dengan melakukan persalinan oleh dukun. Namun,
pemilihan penolong persalinan di Desa Padang Bindu
masih sangat dipengaruhi oleh mertua. Dalam
budaya Etnik Daya, pasca menikah isteri akan ikut
dengan suami (baybay).
Kalau melahirkan memang kita anjurkan ke
tenaga kesehatan. Banyak kan disini bidan.
113

Tapi balik balik ke masalah perilaku kan.


Kayak tadi kan padahal ANC nya rajin sama
saya. Dia maunya lahiran sama saya tapi
akhirnya kan. Saya saja baru tahu (Yuk Sari
yang
melahirkan
dengan
Dukun).Sudah
banyak bidan.Tinggal pola pikir mertuanya
kayaknya
(sambil
tertawa).Ibu-ibu
kan
biasanya ikut suami (baybay) yang tau kan
biasanya kan mertua. Bidan UM

Hal ini sesuai dengan informasi dari Puskesmas Buay


Runjung bahwa kunjungan K1 selalu lebih besar dari
K4 perbulan. Hal ini karena pada akhir masa
kehamilannya ibu hamil cenderung tidak ke periksa
ke tenaga kesehatan lagi tapi lebih memilih dukun,
seperti tampak pada tabel 3.2
Tabel 3.2. Kunjungan K1 dan K4 di UPTD Puskesmas
Buay Runjung Tahun 2014
K1
K4
Bulan
Jumlah
Jumlah
Januari
33
30
Februari
30
28
Maret
28
20
April
36
34
Mei
42
38
Juni
38
35
Juli
44
42
Agustus
33
31
September
41
38
Oktober
49
47
November
43
40
Desember
44
43
Sumber : Profil UPTD Puskesmas Rawat Inap Buay
Runjung Tahun 2014

114

Menurut Ajong CM, yang pernah menjabat


menjadi kepala desa selama delapan tahun,
menyatakan bahwa dukun dan bidan masing-masing
memiliki kelebihan. Dukun mengerti mengenai lokasi
bayi dan memiliki kemampuan untuk membenarkan
letak bayi yang sungsang dangan cara diurut,
sementara bidan mengetahui obat-obatan medis.
Jadi ada istilahnya kalau secara mediskan
Cuma menunggau waktunya kan. Kalo dukun
itu dia misalnya kurang benar, masih kejepit
atau msih salah belok itu bisa melalui urut
dia bisa luruskan sehingga tidak ada
halangan si bayi ini dia dak sampai tebalik.
Alhamdulillah berkat adanya dukun bayi ini
jarang sekali yang sampai dioperasi. Ajong
CM.

Mbay SR, salah satu dukun urut di Desa Padang


Bindu juga dapat menolong persalinan. Yuk ASH
yang tinggal di salah satu sapo kebun melahirkan
anaknya yang ketiga di sapo yang berada di tengah
kebuh kopi dengan dibantu oleh Mbay SR. Bayi
perempuan yang dilahirkannya bernama MLY. Yuk
ASH mengatakan bahwa Mbay SR menggunakan
batang durian yang dibakar untuk mengeringkan tali
pusar dek MLY. Arang dari hasil pembakaran tersebut
ditaburkan di atas tali pusar.
Kepercayaan mayarakat pada keberhasilan
dukun dalam melakukan proses penyembuhan akan
menyebabkan masyarakat mengulangi kembali
metode pengobatan yang sama. Seperti ibu SHN
yang menaburkan arang batang durian ke tali pusar
anaknya, meskipun proses persalinan anaknya
115

dibantu oleh bidan dan telah diberikan obat berupa


betadine oleh bidan.
Saya ingat yang MR ini yang sudah sama
bidan (persalinannya). Tapi saya masih ingat,
walaupun dikasih bidan betadin itu, obat
merah. Ya masih saya ingat yang ajaran
dukun yang sama MLI itu yang nyari batang
duren itu. Diarangkan, udah diarangkan
diinikan (dihaluskan) dipiring itu. Nah dikasi
minyak. Cept kering. Udah dua malam udah
lepas.Ibu SHN

Pasca melahirkan, baik Mbay D maupun Mbay


SR akan melakukan urut pada ibu yang baru saja
bersalin. Urut pasca persalinan yang dilakukan Mbay
D biasanya dilakukan selama 3 hari pasca persalinan.
Namun, hal ini tergantung dengan kekuatan ibunya.
Jika ibu yang baru bersalin sehat, urut hanya
dilakukan sekali saja untuk membetulkan posisi
tempat anak yang berada di dalam perut si ibu.

116

Gambar 3.6 Mbay D yang Melakukan Urut Pasca Persalinan


Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015

Uniknya, meskipun Mbay D cukup dikenal


hingga ke desa tetangga dan sering di panggil untuk
menolong persalinan di desa tetangga, namun
persalinan menantu Mbay D sendiri ditolong oleh
tenaga kesehatan. Mbay D enggan menjelaskan
mengenai hal ini kepada Peneliti. Mbay D hanya
mengangkat bahu ketika ditanya mengapa Mbay D
tidak menolong persalinan menantunya tersebut.
Pasca persalinan, biasanya ibu akan diobati
dengan kunyit yang diparut kemudian dibakar
dengan dibungkus oleh daun pisang. Setelah panas,
117

kunyit tersebut didekatkan dengan jalan lahir bayi.


Uap hangat dari kunyit yang dibakar ini dipercaya
dapat menyembuhkan jalan lahir bayi. Parutan kunyit
ini dipakai selama tiga hari berturut-turut dengan
pemakaian sekali pakai setiap hari. Menurut Mbay D,
penggunaan parutan kunyit ini akan lebih baik bila
diiringi dengan membasuh jalan lahir dengan
rebusan air sirih. Ibu yang persalinannya ditolong
dengan bidan juga tetap menggunakan obat ini.
Peneliti melihat pada saat Yuk MR pasca bersalin, ibu
dan mertua Yuk SR menyiapkan parutan kunyit
tersebut. ibu bersalin akan meminum air rebusan
kabing salak. Kabing salak adalah sejenis rebung
yang berasal dari tumbuhan salak. Minuman ini
diminum selama tiga hari pasca melahirkan.
Abis ngelahirkan itu kan ada minuman yang
dikasih tau dukun itu di suruh dia nyari
batang salak itu untuk minuman kan. Malam
ini ngelahir nah besok pagi dia cari batang
salak. Itu direbus. Cuma itu, direbus,
diminum. Rasanya kayak apa, pait. Obat
orang kampong. Udah puas tiga hari udah.
Ibu SHN

Pasca menolong persalinan, keluarga ibu


bersalin menyiapkan satu buah kelapa muda yang
digunakan untuk mencuci tangan dukun. Mencuci
tangan dengan air kelapa muda ini dianggap sebagai
tanda terima kasih kepada dukun yang telah
membantu persalinan. Menurut masyarakat hal ini
harus dilakukan untuk membersihkan tangan dukun
setelah membantu proses persalinan sebab dukun
yang membantu menolong persalinan telah terkena
118

darah persalinan yang dianggap kotor oleh


masyarakat. Jika ritual ini tidak dilakukan akan
menyebabkan dukun tersebut sakit. Namun ritual ini
tidak hanya dilakukan jika penolong persalinan
seorang dukun. Ketika Peneliti mengamati proses
persalinan Yuk MR yang dibantu bidan UM, ritual ini
juga dilaksanakan. Setelah bayi dan Yuk MR
dibersihkan, keluarga mengupas sebuah kelapa muda
yang masih berwarna hijau. Kemudian, Yuk MR
menuangkan air kelapa muda tersebut dan Bidan UM
mencuci tangannya dengan air kelapa yang dituang
Yuk MR tersebut.

Gambar 3.7 Proses cuci tangan pasca melahirkan


Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015

119

Perawatan masa nifas pada Etnik Daya tidak


terlalu banyak. Selain parutan kunyit dan basuhan air
sirih, perawatan nifas hanya berupa urut selama tiga
hari. Selain itu, untuk pencegahan morian biasanya
dilakukan dengan diurut pasca persalinan dengan
tujuan membersihkan darah di dalam perut yang
dapat menyebabkan morian.
Menurut Ibu BDR, sebenarnya sebelum 1 bulan
pasca persalinan seorang ibu bersalin tidak diijinkan
untuk keluar rumah meskipun hanya ke lantai
bawah10. di pucuk (di lantas atas) ini ajalah. kata
Ibu BDR. Namun karena kebiasaan masyarakat yang
memiliki aktifitas yang tinggi, maka banyak ibu
bersalin yang langsung beraktifitas seperti biasa
setelah dua atau tiga hari pasca melahirkan dan
merasa tubuhnya sudah sehat.
3.1.2.4 Bayi dan Balita
ASI adalah makanan terbaik bagi bayi.
Berdasarkan pengamatan Peneliti banyak bayi yang
mulai mengkonsumsi makanan pendampig ASI (MPASI) sebelum usia 6 bulan. Ibu sudah memberikan
MP-ASI sebelum bayi berusia 6 bulan. Di Desa Padang
Bindu masih terdapat tradisi memberikan pisang
kepada bayi. Masyarakat telah menyadari pentingnya
ASI bagi bayi namun pemberian pisang yang telah
dibakar sudah menjadi suatu kebiasaan di Etnik
Daya.
Asi eksklusif ndak jalan. Dari keturunan.
Dikiranya itu kalau bayi itu kalau ndak dikasi
10

Rata-rata rumah masyarakat adalah rumah


panggung
120

pisang itu kan bayi itu nangis terus kan.


Dikiranya masih lapar.
Dikasi pisang di
panggang terus dikeruk. Padahal sudah saya
tekankan kalau anak anak itu ususnya masih
tipis. Jadi anak-anak disini itu saya pikir karna
itu, baru umur empat bulan nanti ada yang
panas kena tipus. Soalnya kita kasi obat tipus
itu sembuh kan. Bidan UM

Pemberian makanan pisang kepada bayi


pertama kali biasanya dilakukan setelah bayi berusia
40 hari ( usia 2 bulan). Jenis pisang yang biasanya
diberikan adalah pisang jantan (punti jantan) dan
pisang ambon. Pemberian pisang ambon kepada bayi
dimaksudkan agar pertumbuhan bayi tersebut tidak
ketinggalan dengan teman-temannya yang lain.biar
tidak ketinggalan dengan teman temannya begitu
kata salah satu ibu yang mempunyai balita.
Ibu akan memberi makanan nasi yang
dihaluskankepada bayi setelah bayi berusia sekitar 34 bulan Beberapa masyarakat memberikan makanan
berupa nasi yang dihaluskan menggunakan saringan
tanpa tambahan sayur dan hanya diberi tambahan
garam, yang biasa di sebut nasi tim.
Kalo pertama Dikasi pisang, pisang bakar.
Satu minggu dikasi lagi ganti tapi. Roti. Umur
3 bulan 4 bulan baru makan dia. Keliatan
kalau dia mau makan itu.kalau dia ngelihat
orang makan mulutnya begini (gerak-gerak)
udah mau makan Ibu ASH

Pada saat anak berusia sekitar dua tahun Ibu


akan memulai proses penyapihan. Ibu akan
membalurkan sesuatu yang pahit ke puting susunya
121

pada saat proses penyapihan. Hal ini dimaksudkan


supaya bayi tidak mau lagi menyusu karena puting
susu ibu terasa pahit. Anak akan mengkonsumsi
makanan sehari-hari seperti orang tuanya setelah
disapih dari ibu.

Gambar 3.8 Langkut, makanan pelancar ASI


Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015

Namun bagaimana jika ASI tidak keluar ketika


bayi baru saja dilahirkan? Keluarga ibu akan segera
mencari langkut, yaitu sisa nasi yang masih
menempel di panci setelah memasak nasi pada ibu
yang ASI-nya tidak keluar. Panci dengan sisa nasi
tersebut kemudian ditambah dengan air hangat dan
dimakan oleh ibu. Biasanya tidak berapa lama
kemudian ASI ibu akan keluar. Keraknyo nasi dikasi
air dengan garam, terus di-inumkan ibuknya itu.
Maka keluar ujar Mbay D. Seperti yang dialami oleh
Yuk SR, pasca persalinan ASI-nya tidak keluar
sehingga Mbay D menyarankan untuk mengkonsumsi
langkut. Beberapa jam setelah mengkonsumsi
langkut, ASI Yuk SR mulai keluar.
Masyarakat Desa Padang Bindu mengenal
istilah njami pada balita. Balita yang rewel biasanya
disebut njami. Gejala rewel pada balita sering kali
122

mengindikasikan suatu masalah kesehatan pada


balita11. Njami sendiri mengacu pada penyakit yang
berulang-ulang dan tidak kunjung sembuh seperti
batuk, demam atau
sampot (bisul) . Menurut
masyarakat Daya, kata njami artinya berulang ulang
dan merunut pada istilah menanami kembali sawah
setelah dipanen.
Selain rewel, balita njami dapat dikenali dengan
tanda-tanda lainnya seperti dadanya cekung. Ciriciri budak itu, budak yang nangis itu, sininya
(dadanya) cekung. Agak kurus. ujar Ibu SHN. Ibu
SHN Juga menambahkan bahwa anak yang menderita
njami sering menggigil serta kuping balita tersebut
lebih tipis daripada biasanya.
Ada yang penyakit namanya budak kecil itu
njami yang masih umuran empat tahun, tiga
tahun itu kan sering nggigil, kedinginan dia,
kupingnya agak tipis. Seringnya wajahnya
pucat itu njami namanya penyakitnya.

Ibu SHN
Menurut masyarakat, njami sangat sulit
disembuhkan. Njami itu susah, di suntik dak
sembuh ujar ibu SHN. Njami, hanya dapat dikurangi
frekuensi rewel dengan cara melakukan ritual
petunggu.

11

Menurut dunia medis barat, tangisan dan rengekan


pada anak-anak dikarenakan kekurangan protein terutama pada
saat anak tersebut dilepaskan dari susu ibunya di sapih. (Foster
dan Anderson, Antropologi Kesehatan)

123

Gambar 3.9 Njami sampot (bisul) pada balita


Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015

Petunggu merupakan ritual yang dilakukan


setiap tahun sebelum seorang anak dapat menyelam
sendiri, biasanya pada saat anak berusia sekitar 3- 5
tahun. Petunggu dilakukan pada tanggal yang sama
setiap tahunnya. Ritual ini merupakan sebuah
penebusan bagi orang tua gaib anak. Menurut
kepercayaan Etnik Daya, yang menyebabkan balita
rewel adalah adanya gangguan dari orang tua gaib
balita tersebut yang belum rela melepaskan anak
kepada orang tua yang ada di dunia. Petunggu
dilakukan dengan cara menyembelih dua ekor ayam
putih dengan paruh putih pucat dan seekor ayam
putih dengan paruh putih kuning. Kedua ayam
tersebut kemudian dibakar dan disajikan bersama
dengan dua gelas air cendana dan sirih. Seorang
dukun akan dipanggil untuk melakukan doa yang
dipanjatkan kepada Tuhan melalui puyang dengan
diiringi membakar kemenyan.

124

Namanya kan petunggu tu setahun sekali


dibayarkan sampai dia bisa mandi sendiri itu.
Taroklah kira kira umur empat tahun lah itu.
Pak ALDN.

Jika petunggu sudah rutin diakukan dan anak


tersebut masih rewel, maka akan dilakukan sedekah
besak (besar) dengan menyembelih ayam hitam.
Sedekah besak ini untuk menghilangkan gangguan
bujang taha yang mengganggu anak tersebut.
Bujang Taha adalah arwah manusia yang mninggal
ketikan belum menikah namun usianya sudah lanjut.
Bujang taha dipercaya sering mengganggu balita
sehingga menyebabkan rewel.
Kala petunggu sudah di tutup tapi masih
sering nangis nangis itu nah ke dukun itu,
masih belum sehat taunya ada dukun lagi.
Ini mau mintak sedekahan ayam besar,
bilagnya. Ayam besar itu kan ngidangnya
dak diwadahi piring dak. Langsung nasinya
masih di periuk. Yang sayurnya masih di ajan
itulah. Ibu SHN

Salah satu jenis njami adalah rewel yang


disertai dengan batuk. Masyarakat setempat biasa
menyebut penyakit batuk menahun yang biasa di
derita oleh anak-anak dengan istilah hiyog megah.
Mereka biasanya mengobati hiyog megah dengan
kayu mahang yang di dalamnya ada semut hitam
kecil. Semut hitam kecil biasanya sulit diperoleh jika
tidak di dalam kayu mahang. Batang kayu mahang
kemudian disumpal di kedua ujungnya dan kemudian
dipanaskan hingga semutnya mati. Semut yang mati
di dalam kayu mahang diambil dan di-oseng hingga
125

menjadi arang. Setelah itu semut dicampur dengan


minyak dan diusapkan di leher penderita pada pagi
dan sore hari.
Salah satu balita yang mengalami njami ketika
Peneliti berada di lokasi penelitian adalah Dek AU.
Sejak kembali dari pasar (Muaradua) Dek AU
menangis terus menerus sepanjang malam. Dek AU
yang biasanya terlihat ceria, selalu minta digendong
oleh ibunya atau ayahnya. Dek AU terlihat menderita
flu, namun ibunya membawanya ke Mbay D untuk
diurut. Malam setelah Dek AU diurut, Dek AU masih
tetap rewel. Keesokan harinya ibunya meminta oat
kepada Bidan MP. Setelah mengkonsumsi obat yang
berasal dari Bidan MP, flu yang dialami Dek AU sudah
mulai berkurang. Namun, Dek AU masih rewel.
Akhirnya Pak AD membawa Dek AU ke Desa Sugih
Waras untuk menemui salah satu tokoh agama yang
dianggap dapat mengobati Dek AU.
Dek AU
diharuskan mengenakan semacam obat berupa
kalung yang terbuat dari kain berwarna putih yang
ditulisi dengan bacaan Arab. Peneliti tidak dapat
melihat dengan jelas bacaan tersebut. Kalung
tersebut dipakai Dek Au hingga Peneliti selesai
melakukan penelitian.

126

Gambar 3.10 Obat berupa kalung yang dipakai Dek Au.


Sumber: Dokumentasi Peneliti 2015

Malam harinya Yuk RN mengundang Peneliti


untuk datang ke rumahnya untuk melihat ritual
petunggu yang rutin dilakukan untuk Dek AU setiap
tahunnya. Di rumah Yuk RN telah ada Pak ALDN yang
biasa memimpin acara ritual. Yuk RN telah
mempersiapkan dua ekor ayam panggang serta dua
piring kan taboh (nasi uduk) dan dua piring cambay
(sirih) dengan segelas air cendana di masing-masing
piringnya. Pak ALDN membacakan doa yang cukup
cepat. Peneliti beberapa kali mendengar Pak ALDN
mengucapkan kata puyang.

127

Gambar 3.11 Ritual petunggu Dek AU


Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015

Kondisi njami perlu menjadi perhatian khusus


bagi tenaga kesehatan. Balita njami sering rewel dan
sering kali disertai dengan penyakit infeksi seperti
demam, flu, dan batuk. Hal ini tentunya akan
mengganggu perkembangan balita pada masa emas
pertumbuhannya yaitu 1000 hari pertama. Tidak ada
data balita gizi buruk atau gizi kurang di Desa Padang
Bindu sehingga perlu dilakukan pendataan balita dan
pengukuran antropometri yang baik pada saat
pelaksanaan posyandu. Sebab, menurut Ajong CM,
mantan kepala Desa Padang Bindu, njami pada
balita termasuk dalam kondisi kurang gizi.
Pertumbuhan balita njami agak kurang normal karena
sering sakit
3.1.3 Perilaku Merokok

128

Kebiasaan merokok berkontribusi besar pada


peningkatan penyakit tidak menular. Rokok masuk ke
Desa Padang Bindu dan dikenal oleh masyarakat
masih belum terlalu lama. Hal ini terlihat pada ritualritual seperti ruwahan, sedekahan, serta petunggu
yang menyajikan hidangan bagi yang gaib. Rokok
jarang diikutsertakan dalam hidangan tersebut.
Masyarakat biasanya menyediakan sirih sebagai
hidangan penutup. Menurut penjelasan masyarakat
hal ini karena dulu sirih merupakan hal yang sering
dikonsumsi oleh Jalma Daya sebelum ada rokok.
Selain itu, rokok yang dikonsumsi bukan merupakan
rokok di daerah sekitar OKU Selatan, namun
masyarakat cenderung mengkonsumsi rokok yang
berasal dari Jawa bagian timur.

Gambar 3.12 Kebiasaan merokok di sekitar balita


Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015

Masyarakat biasanya merokok dimana saja,


baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan,
sekalipun diruangan tersebut dipenuhi oleh para
tamu. Seperti pada saat Yuk DS ngemantu, ruangan
129

yang dipenuhi oleh tamu terlihat semakin temaram


karena dipenuhi oleh asap rokok. Tidak hanya pada
saat acara acara sosial, merokok juga dilakukan di
rumah bersama keluarga. Remaja Desa Padang Bindu
sebagian besar adalah perokok. Kebiasaan merokok
mereka telah dilakukan sejak mereka masih kecil.
Seperti JN, anak laki-laki berusia sekitar 9 tahun
tersebut sudah mulai merokok. Kedua orang tua JN,
Pak BRL dan Ibu MN adalah perokok. Kebiasaan
orang tua mereka yang merokok di depan anaknya
kemudian dilihat dan ditiru oleh anaknya. Rokok
dapat diperoleh di kalangan dengan harga yang
cukup murah. Para remaja tersebut dapat membeli
rokok dengan uang yang didapat dari membantu
beberapa kebun milik warga setempat.

Gambar 3.13 Menikmati rokok di sapo


Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015

Rokok yang dijual sebagian besar merupakan


rokok yang berasal dari Jawa, rokok linting serta
rokok nipah yang berasal dari daerah Ranau. Ibu-ibu
di desa tersebut telah terbiasa menyisihkan sebagian
130

uang belanjanya untuk membeli rokok untuk


suaminya. Karena kalangan hanya dilaksanakan
sekali seminggu, ibu-ibu biasanya berbelanja di
kalangan membeli rokok dalam jumlah banyak.
Masyarakat juga merokok sambil bekerja
dikebun dengan alasan asap rokok dapat mengusir
nyamuk sehingga nyamuk tidak menggangu pada
saat bekerja.
Nah, disamping dia kecanduan juga. Kalau
saya ke kebun itu nyamuk. Mengusir
nyamuk. Kalau kia idam merokok itu jong
banyak. Dengan adanya asap rokok, nyamuk
itu kan idak berani. Sama dengan obat
nyamuk itu saya kira. Ajong CM.

Gambar 3.14 Penjual rokok di kalangan


Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015

Kebiasaan merokok pada remaja di Desa


Padang Bindu juga merupakan hasil dari interaksi
teman sebaya. Kita dapat melihat kebiasaan tersebut
pada acara muli-meranai atau biasa disebut acara
131

bujang-gadis di desa tersebut. Acara ini merupakan


bagian dari rangkaian budaya pernikahan Etnik Daya.
Peneliti ikut serta pada sebuah acara muli-meranai
di dekat rumah tinggal. Menurut pengalaman
masyarakat Desa Padang Bindu, biasanya acara mulimeranai dimulai sehabis Magrib dan selesai pada
pukul 2 pagi jika acara muli meranai hanya berupa
kegiatan masak-memasak saja. Namun, jika kegiatan
tersebut dilengkapi dengan hiburan musik tunggal,
maka acara tersebut dapat dilaksanakan hingga
pukul 3 pagi. Pada acara tersebut para muli
(perempuan) akan berdandan cukup menarik,
sehingga Peneliti berasumsi bahwa acara mulimeranai merupakan sebuah momen bagi pemuda
dan pemudi untuk dapat saling mengenal.
Acara muli-meranai sudah banyak mengalami
perubahan. Pada jaman dahulu acara muli-meranai
memang merupakan tempat bertemunya para gadis
dan bujang. Kegiatan yang dilakukan pada saat itu
adalah memainkan musik ribang12 dan tidak sampai
larut malam seperti saat ini. Pada acara tersebut,
meranai (remaja laki-laki) yang akan mengajak
mengobrol
seorang
muli
(perempuan)
harus
mengenakan sarung dan kopiah terlebih dahulu.
Menurut ibu AC yang membuka kedai kecil di Desa
Padang Bindu, ia akan menjual beberapa jenis
minuman keras yang cukup mahal seperti whisky jika
ada kegiatan muli-meranai.
Namun untuk acara
muli-meranai yang dilakukan pada saat itu, ibu AC
hanya menjual rokok dan bir biasa. Hal ini
menunjukkan bahwa kebiasaan merokok pada saat
12

Jenis musik tradisional berupa nyanyian yang diiringi


petikan gitar tunggal.

132

acara muli meranai menjadi sebuah identitas sosial


bagi para remaja.
3.1.4 Penyakit Menular
3.1.4.1
Penyakit Kusta dan TBC
OKU Selatan masih memegang status dengan
kondisi penyakit menular yang cukup tinggi pada
laporan IPKM tahun 2013 lalu. Namun pemerintah
cepat tanggap mengantisipasi hal ini.Rumah sakit
kusta di provinsi langsung turun tangan untuk
menyembuhkan penyakit kusta di desa ini. Sekarang
hanya tertinggal 2 orang penderita kusta dari sekitar
20 penderita kusta. Menurut Ibu UM yang merupakan
kepala Puskesmas Buay Runjung, pertama kali
diketahui ada kasus kusta di desa ini dikarenakan
salah satu penderita memiliki kusta yang meradang
dan berobat di pelayanan kesehatan. Petugas
kesehatan yang mengetahui adanya penderita kusta
langsung turun ke lapangan untuk mencari penderita
kusta lainnya. Dari hasil pelacakan petugas, diketahui
bahwa penderita kusta ini merupakan masyarakat
yang tinggal di talang-talang yang menggunakan
sumber mata air yang sama sebagai pemenuhan
kebutuhan sehari hari.
Penyakit TB banyak di wilayah Buay
Runjung. Khusus untuk Desa Padang Bindu
banyak kusta, tapi sekarang sudah menurun
hanya tinggal sekitar satu dan dua orang.
Dulu sempat terjadi kejadian luar biasa
sampai orang dari rumah sakit kustanya (RS
Sungai Kundur di Palembang) sendiri turun
ke desa ini. Selebihnya hanya penyakit biasa
seperti ISPA dan diare. Bu UM

133

Kejadian penyakit TB di Kecamatan Buay


Runjung lebih banyak berada di Desa Blambangan.
Kasus TB sudah dipahami oleh masyarakat. Seperti
saat Peneliti melihat Ajong SHR yang mengeluhkan
batuknya tak kunjung sembuh. Ajong mengatakan
bahwa itu batuk biasa dan bukan TB.
Tabel 3.3 Jumlah kunjungan pasien TB di UPTD
Puskesmas Buay Runjung tahun 2014
Jenis Penderita
Jumlah Suspek
BTA (+)
BTA (-)
BTA (-) Rontgen (+)
Jumlah Penderita
Kategori I
Kategori II
Sembuh
Dalam Pengobatan
Pengobatan
Lengkap

Jumlah
65
10
50
5
15
12
3
10
5
10

Sumber :Profil Puskesmas Buay Runjung, 2014

3.1.4.2

Wabah Chikungunya

Wabah cikungunya pernah melanda Desa


Padang Bindu pada tahun 2012. Hampir semua
masyarakat menderita cikungunya. Bidan Desa
sering dipanggil ke talang-talang atau sapo untuk
mengobati seluruh anggota keluarga yang terkena
cikungunya.Tidak ada anggota keluarga yang dapat
menjemput bidan. Menurut penuturan ibu RTW yang
juga menderita cikungunya pada saat itu, kejadian
wabah saat itu sangat mengerikan. Belum satu pun
anggota keluarga yang sembuh dari penyakit
tersebut, sudah berpindah ke keluarga lainnnya.
Awalnya masyarakat hanya mengira sakit biasa.
Namun ketika salah satu masyarakat memeriksakan
134

diri ke bidan, akhirnya masyarakat mengetahui


bahwa
penyakit
yang
dideritanya
disebut
chikungunya. Masyarakat langsung mencari tenaga
kesehatan. Selain itu, dinas kesehatan OKU Selatan
juga turun tangan memberi pengobatan gratis pada
saat terjadinya wabah. Masyarakat tidak mengetahui
bagaimana datangnya penyakit tersebut ke Desa
Padang Bindu.
Cikungunya kemarin itu seluruh disini
pernah .Gimana ya rasaknya badan ini pegel
semua, lemes, gitu ya.Gak tau gimana
ceritaknya saya juga pernah kenak itu kenak
jugak saya. Gak taulah pokoknya gak enak
gitu rasanya, semuanya kek rasanya penyakit
itu kumpul semua kebadan ini. Dari dusun
mana
itu
kedusun
kami
ini
kenak
semua.Bareng-bareng.Yang kekebun masih
tetap ke kekebun. Bu Umu ini sering dipanggil
ke kebun orang ini sekeluarga sakit, terus buk
YN juga yakan. Orang mau pulang juga
gimana orang bapaknya juga sakit, ibunya
juga sakit gak bisa pulang.Jadi buk bidan yang
ke kebun kemaren itu.Jauh-jauh lagi kebunnya
kalau
hujan
becek
(sekitar
5
tahun
lalu).Kemarin itu pernah ada pengobatan
gratis sejak kena cikungunya itu.Di datengin
gitu.Bareng-bareng sekeluarga gitu. Kalo satu
aja yang sehat kan bisa gerak kemana mana.
Pertamanya satu dua ada yang kenak
langsung ke bidan gitu ya, terus bidan
ngomong bilangnya penyakit cikungunya.
Makanya tau namanya cikungunya. Waktu
penyakit cikungunya masuk disini ini kek
nular-nular gitu rasanya ya, soalnya barengbareng,
sekeluarga itu kenak, pindak
135

kekeluarga lain, pindah lagi. Belum sembuh


betul di keluarga itu, pindah lagi. Cepet gitu
(penularannya). Ibu RTW

3.1.4.3 Penyakit Kulit


Penyakit kulit menempati urutan keenam
dalam daftar sepuluh penyakit terbanyak di
Puskesmas Buay Runjung. Hal ini menjadi wajar jika
penyakit kulit bukan merupakan penyakit tertinggi di
wilayah kerja Puskesmas Buay Runjung jika melihat
kebiasaan masyarakat yang memiliki jadwal mandi
rutin pagi dan sore setiap hari. Namun demikian,
kualitas air di Desa Padang Bindu yang belum
memenuhi syarat kesehatan yang menyebabkan
penularan penyakit kulit cukup banyak.
Dari hasi observasi Peneliti, penyakit kulit
seperti panu biasanya diabaikan oleh penduduk.
Terlihat ketika ibu MTNR mandi di Siring, dengan
mengenakan sarung sebagai basahan, beberapa
bercak putih terlihat ditubuhnya dan ibu-ibu lain yang
mandi bersama pada saat itu tetap mandi seperti
biasa. Ibu MJ (yang menderita stroke) ketika diurut
oleh salah satu dukun, terlihat bercak putih hampir di
seluruh tubuhnya, dan Mbay D tetap mengurut ibu
tersebut
seperti
biasa.
Masyarakat
tidak
menganggap penyakit kulit merupakan penyakit
yang berbahaya sehingga penularan penyakit kulit
tidak menjadi perhatian masyarakat.
3.1.5 Penyakit Tidak Menular (PTM)
Penyakit tidak menular, atau biasa disebut
penyakit degeneratif, biasanya
diderita oleh
masyarakat sedentarian yang tingkat konsumsi
136

lemak tinggi dan tingkat aktiftas fisik rendah. Tidak


demikian dengan keadaan Jalma Daya. Masyarakat
Etnik Daya mempunyai aktifitas fisik yang tinggi
mengingat hampir setiap hari mereka pergi ke kebun
yang cukup jauh jaraknya sambil membawa
keranjang yag cukup berat. Konsumsi makanan tinggi
lemak oleh masyarakat Etnik Daya dapat dikatakan
rendah. Namun pada indikator IPKM 2013 kondisi PTM
di OKU selatan tidak terlalu baik, cenderung
memburuk. Demikian Permasalahan PTM
juga
terlihat di Desa Padang Bindu. Hasil diskusi Peneliti
dengan tenaga kesehatan dan masyarakat setempat
menunjukkan bahwa ternyata angka kejadian
hipertensi dan rematik cukup tinggi di Desa Padang
Bindu. Berdasarkan laporan daftar 10 penyakit
terbanyak di Puskesmas Buay Runjung pada tahun
2014, peringkat pertama sampai ketiga didominasi
oleh penyakit tidak menular yaitu rematoid, gastritis
dan hipertensi.
Tabel 3.5 Daftar 10 Penyakit Terbanyak di Puskesmas
Buay Runjung Tahun 2014
Nama Penyakit
Jumlah
Rematoid
250
Gastritis
145
Hipertensi
140
Febris
105
ISPA
100
Penyakit Kulit
98
Penyakit Telinga
75
Diare
70
Suspek Malaria
38
Suspek Tifoid
30
Sumber :Profil Puskesmas Buay Runjung Tahun 2014

Perilaku konsumsi kopi dan merokok (ngudut)


sangat tinggi pada masyarakat Desa Padang Bindu.
137

Konsumsi kopi serta ngudut menjadi salah satu


kebiasaan yang menyebabkan tingginya angka
kejadian penyakit tidak menular. Seperti berbagai
ungkapan masyarakat Daya saat menjelaskan betapa
tingginya konsumsi kopi dalam keseharian mereka.
Lemak ngopi daripada mengan yang berarti lebih
baik minum kopi daripada makan.
3.1.4.1 Rematoid
Rematoid merupakan salah satu penyakit
tertinggi di kecamatan Buay Runjung. Berdasarkan
hasil IPKM tahun 2013 prevalensi nyeri sendi untuk
Kabupaten OKU Selatan sebesar 14,55. Nilai tersebut
menobatkan OKU Selatan menjadi kabupaten dengan
prevalensi nyeri sendi tertinggi di Provinsi Sumatera
Selatan. Masyarakat Daya mengobati penyakit nyeri
sendi dengan menggunakan pengobatan medis dan
terapi tradisional etnik Daya13.
3.1.4.2 Hipertensi dan Stroke
Angka kejadian darah tinggi atau hipertensi
sangat tinggi di Desa Padang Bindu. Pola konsumsi
masyarakat Etnik Daya di Desa Padang Bindu
mempengaruhi
tingginya
penderita
hipertensi.
Kebiasaan merokok dan minum kopi menjadi faktor
pendukung tingginya angka penyakit ini. Tidak hanya
merokok dan minum kopi, konsumsi durian pada
masyarakat Desa Padang Bindu cukup tinggi. Durian
dapat diperoleh denngan mudah di kebun-kebun
milik masyarakat. Jika musim durian tiba masyarakat
akan mengonsumsi durian dalam jumlah banyak.
13

Lebih lengkapnya akan dibahas di Bab Selanjutnya

138

Salah satu cara mengonsumsi durian adalah dengan


mencampurkan daging durian ke dalam kopi yang
masih panas. Selain dikonsumsi langsung, karena
musim durian hanya berlangsung setahun sekali,
masyarakat
akan
menyimpan
durian
dan
mengawetkannya ke dalam toples-toples kecil yang
disebut tempoyak. Selanjutnya, tempoyak akan
dijadikan salah satu bahan dasar masakan baik untuk
sambal, maupun gibor-gibor14 sehingga durian tetap
dapat dinikmati sepanjang tahun.
Hipertensi merupakan faktor risiko terjadinya
stroke.
Tingginya
angka
kejadian
hipertensi
memungkinkan
terjadinya
peningkatan
angka
kejadian stroke. Stroke ditandai degan kelumpuhan
anggota badan, bicara yang tidak dapat diungkapkan
dengan mudah dan gangguan proses berpikir
seseorang. Stroke
tentunya akan mengurangi
produktivitas seseorang. Berkurangnya kemampuan
anggota gerak ini juga akan menjadi beban bagi
anggota keluarga lainnya.
Salah satu penderita stroke di Desa Padang
Bindu adalah Ibu JZ, isteri Pak MJ. Menurut penuturan
Ayuk J, anak bapak MJ, Ibu JZ awalnya memang
menderita tekanan darah tinggi. Bahkan tekanan
darah ibu JZ pernah cukup tinggi hingga mencapai
200/100, sedangkan tekanan darah orang normal
adalah 120/80. Namun hal yang lebih parah lagi
ketika tekanan darah ibu JZ tidak kunjung turun
selama hampir satu bulan. Keluarga ibu JZ terlebih
dahulu menempuh pengobatan medis. Ibu JZ sudah
14

Salah satu makanan khas Etnik Daya Padang bindu


yang berupa tumisan ikan dicampur dengan tempoyak. Ikan
yang biasa digunakan adalah ikan Bawong.

139

dibawa berobat ke Muara Dua hingga ke Palembang.


Hampir sebuan kami di Palembang, sudah di-scan
juga kata Ayuk J. Hingga sekitar setahun lalu15, pada
bulan Ramadhan, anak-anak ibu JZ hendak
membangunkan beliau untuk sahur. Ketika bangun,
tiba-tiba ibu JZ tidak bisa berbicara dan tangan kiri
serta kaki kanannya sulit untuk digerakkan.
Kelumpuhan ibu JZ tidak didahului oleh jatuh, yang
biasa menyebabkan kejadian stroke pada penderita
darah tinggi. Hingga saat ini, Ibu JZ hanya bisa duduk
di kursi roda. Ibu JZ masih mampu untuk menyalami
tamu dan berbicara sepatah dua patah kata ketika
Peneliti datang, namun ibu JZ sudah tidak mampu
lagi untuk berjalan.
Terapi tradisional yang digunakan oleh Ibu JZ
adalah urut. Menurut Yuk J, Ibu JZ hanya cocok diurut
oleh Mbay D dan salah satu tukang urut yang berasal
dari Kecamatan Kisam Ilir. Cuma sama bibik
(panggilan Yuk J pada Mbay D) sama uwong (orang)
dari Kisam itulah dia cocok. Lebih lemak (enak
pijitannya) katanya kata Yuk J. Menurut Yuk J, badan
ibu JZ terasa lebih ringan dan segar serta tidurnya
pun lebih lemak jika sudah diurut oleh Mbay D atau
tukang urut dari Kecamatan Kisam. Proses urut yang
diberikan oleh Mbay D dilakukan dengan cara Ibu JZ
disuruh berbaring telungkup di atas kasur tipis,
kemudian Mbay D mengurut Ibu JZ dimulai dari
bagian punggungnya dengan menggunakan minyak
kelapa yang dibuat sendiri oleh Yuk J.
Kalau stroke itu tegang-tegang uratnya. Ha
disini (sambil mencubit besar- besar di
pinggiran tulang belakang ibu JZ). Kalau stroke
15

Peneliti mengunjungi ibu JZ pada Mei 2015

140

itu di sininya (pantat) dan sini kakinya (bagian


belakang lutut) yang perlu di urut.Mbay D.

Menurut Mbay D, bagian tersebut adalah bagian yang


paling penting untuk di urut. Selain itu ibu JZ terlihat
kesakitan ketika Mbay D mengurut bagian tersebut.
Mbay D juga terlihat melemaskan beberapa bagian
urat lainnya, seperti tangan dan kaki.
3.2 Sistem Pelayanan Kesehatan
Pelayanan
kesehatan
merupakan
salah
satu
kebutuhan masyarakat. Ketersediaan dan akses
pelayanan kesehatan akan mempengaruhi pola
pencarian
pengobatan
yang
dilakukan
oleh
masyarakat. Banyak hal yang mempengaruhi pola
pencarian pengobatan oleh suatu masyarakat.
Menurut Wilkinson16 beberapa hal yang akan
mempengaruhi pola health seeking behavior antara
lain 1) akses terhadap sarana kesehatan tersebut
baik dari segi pengetahuan maupun kemampuan
mencapai sarana dan prasarana tersebut, 2) utilisasi
pelayanan kesehatan tersebut, 3) ketertarikan pada
suatu pelayanan kesehatan, 4) persepsi masyarakat
terhadap
kualitas
pelayanan
kesehatan,
5)
kepercayaan masyarakat.

16

Wilkinson, 2001.
141

3.2.1.
Ketersediaan dan Aksesibilitas
Pelayanan Kesehatan Formal
Puskesmas Buay Runjung memiliki 33 tenaga
kesehatan yang terdiri dari 2 orang dokter umum, 2
orang sarjana kesehatan masyarakat, 4 orang
perawat, 22 orang tenaga bidan, serta 3 orang
lulusan SMA.

Tabel 3.6 Jumlah pegawai di Unit Pelaksana Teknis


Dinas (UPTD)
Puskesmas Buay Runjung
Tahun 2014
Status
CPNS
PNS
PTT
ST

Jumlah
2
14
11
6

Sumber : Profil Puskesmas Buay Runjung tahun 2014,

Puskesmas Buay Runjung melakukan kegiatan


pelayanan
kesehatan
dalam
gedung
seperti
pengobatan, pemeriksaan kehamilan, dan imunisasi.
Puskesmas Buay Runjung merupakan puskesmas
rawat inap, namun fasilitas rawat inap di puskesmas
tersebut masih
belum memadai. Berdasarkan
penjelasan kepala dinas kesehatan Kabupaten OKU
Selatan, seluruh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
Puskesmas di Kabupaten OKU Selatan memang
sudah memiliki payung hukum untuk melakukan
pelayanan kesehatan rawat inap. Hal ini ditujukan
agar masyarakat dapat memperoleh pelayaan
kesehatan yang dekat dan memadai. Namun

142

sebagian besar UPTD puskesmas belum memiliki


sarana rawat inap yang layak.

Gambar 3.15 Kondisi UPTD Puskesmas rawat inap Buay Runjung


Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015

143

UPTD Puskesmas Buay Runjung sudah memiliki


status rawat inap namun Puskesmas Buay Runjung
belum memiliki fasilitas Pelayanan Neonatal dan
Obstetri Dasar (PONED). Padahal dengan adanya
fasilitas PONED di puskesmas, rujukan komplikasi
dapat ditangani dengan segera di puskesmas. Hal ini
perlu mendapat perhatian dari Dinas Kesehatan
Kabupaten OKU Selatan. Melihat jarak antara
kecamatan dan Muara Dua cukup jauh dengan
kondisi jalan yang buruk maka pelayanan PONED
pada Puskesmas Buay Runjung perlu difasilitasi.
Puskesmas Buay Runjung juga melakukan
kegiatan
secara
aktif
dengan
mendatangi
masyarakat
secara
langsung.
Kegiatan
yang
dilakukan
antara
lain
adalah
pemantauan
pposyertolongan persalinan bagi pasien yang tidak
mampu ke puskesmas dan pertolongan persalinan ke
rumah untuk ibu bersalin yang berada di talang.
Potensi besar yang dimiliki oleh fasilitas
kesehatan di Provinsi Sumatera Selatan adalah
adanya Jaminan Kesehatan Semesta yang menjadi
program Gubernur Sumatera Selatan. Jaminan
kesehatan ini memiliki administrasi sederhana yaitu
dapat diperoleh hanya dengan menyerahkan fotokopi
KTP atau kartu keluarga kepada pihak puskesmas
untuk memperoleh pelayanan kesehatan gratis.
Admnistrasi
yang
tidak
sulit
ini
sangat
menguntungkan masyarakat sehingga masyarakat
tidak perlu takut jika akan berobat ke pelayanan
kesehatan.
Untuk BPJS sendiri masih belum banyak
diketahui oleh masyarakat. Selain itu sistem
pendaftaran secara online dan pembayaran secara
144

online menyulitkan masyarakat. Salah satu yang


menjadi tantangan dalam program BPJS adalah akses
msyarakat ke Muara Dua untuk mendaftar BPJS serta
kurangnya informasi yang dimiliki masyarakat untuk
ikut serta dalam program ini.
Pengobatan sendiri (self medication) juga
dilakukan oleh masyarakat. Pengobatan sendiri
menjadi salah satu alternatif jika rasa sakit yang
dirasakan masih dapat dibawa bekerja. Masyarakat
dapat membeli obat di kalangan atau di warung kecil
sekitar desa. Masyarakat biasanya juga dapat
menitipkan obat dari Muara Dua kepada supir bus
kecil yang lewat di desa tersebut.
Kalau sakit perut paling maag, tifus udah
makanya saya nggak maulah kalau sakit
perut (ke bidan) mending beli sendiri
obatnya, kalau beli sendiri kan murah. Kita
ke bidan masa dia nanya dulu sakit apa. Pak
MT, Ketua Kelompok Tani.

Di Desa Padang Bindu disediakan Polindes


untuk membantu pelayanan puskesmas. Namun
Polindes hanya buka pada saat Posyandu, yang
seharusnya buka setiap hari. Menurut Kepala Bidang
Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten
OKU Selatan, bidan desa seharusnya berada di
Polindes selama 24 jam. Namun, jika tidak bisa,
setidaknya bidan desa berada di Polindes pada saat
jam kerja. Hal ini bertujuan untuk memberikan
pelayanan
kesehatan
kepada
masyarakat.
Ketersediaan
Polindes
serta
beberapa
bidan
termasuk bidan desa di Desa Padang Bindu
merupakan sebuah potensi
di masyarakat desa
untuk dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang
memadai.
145

Gambar 3.16 Polindes Desa Padang Bindu yang hanya


digunakan untuk Posyandu
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015

Kalangan dan Pelayanan Kesehatan


Desa Padang Bindu Kec.Buay Runjung memiliki
keunikan tersendiri. Pada hari-hari biasa kita akan
melihat desa ini cukup sepi pada siang hari. Hanya
ada beberapa anak sekolah, pemuda yang sedang
merapikan jemuran kopinya dan beberapa anjing
penjaga rumah yang sedang berjemur di jalan raya.
Bus dan mobil yang lewat hanya beberapa saja. Kita
dapat merasakan denyut aktifitas di desa ini pada
pagi dan sore hari. Pagi hari para muli (gadis) dan
ibu-ibu akan keluar rumah satu persatu. Pada pukul 5
pagi hari sungai, atau biasa disebut siring,akan
disibukkan oleh ibu-ibu yang mencuci dan mandi.
Beberapa diantaranya menjauh dari kelompok untuk
missing (BAB). Sepulang dari siring dan selesai
menyiapkan bekal, perempuan-perempuan itu akan
keluar dengan sab atau keranjang bulat bertali satu
146

yang
ditahan
dengan
menggunakan
kepala.
Beberapa masyarakat yang memiliki kebun yang
dekat dengan desa akan menggunakan sandal jepit
biasa saat pergi ke kebun. Namun masyarakat yang
memiliki kebun yang cukup jauh dari desa akan
menggunakan sepatu karet untuk berjalan kaki ke
kebunnya. Sepatu karet lengkap dengan kaus
kakinya dapat diperoleh di kalangan. Pada saat pagi
hari jalan-jalan desa akan ramai oleh orang-orang
yang pergi ke kebun. Hal ini terulang lagi di saat sore
hari. Pukul 3 atau 4 sore jalan-jalan desa akan
kembali diramaikan oleh sapa riang mereka setelah
seharian bekerja di kebun. Mereka berjalan pulang
dari kebun ke rumah dengan wajah kelelahan.
Gelapnya malam di Desa Padang Bindu akan
melelapkan mereka untuk melenyapkan kelelahan
hari itu.
Aktivitas rutin sehari-hari ini akan berbeda
pada hari kalangan. Hari kalangan atau hari pasar di
Desa Padang Bindu jatuh pada hari Kamis. Jika kita
ingin tahu alasan mengapa kalangan di desa ini pada
hari Kamis, masyarakat akan menjawabnya dengan
sederhana. Karena hari lain sudah diambil oleh desa
lain begitu kata seorang Ajong (panggilan seorang
perempuan kepada seorang kakek). Pada hari
kalangan hampir semua warga ada dirumah. Para
pria yang biasanya menginap di sapo untuk menjaga
kebun akan pulang ke rumah. Keluarga-keluarga kecil
yang tinggal di sapo atau talangantalangan akan
datang ke Desa Padang Bindu atau menginap di
rumah saudara mereka di desa.
Hari kalangan merupakan hari libur di Desa
Padang Bindu, meskipun itu merupakan hari Kamis.
147

Anak-anak sekolah tetap datang ke kalangan pada


saat jam istirahat. Sedangkan pada hari Minggu
masyarakat akan bekerja seperti biasanya. Pada hari
kalangan masyarakat pergi ke kalangan dan kerap
meluangkan waktu untuk bertegur sapa. Mereka juga
mempersiapkan
kebutuhan
sehari-hari
untuk
seminggu kedepan hingga hari kalangan berikutnya.
Petugas kesehatan di Kecamatan Buay Runjung
tidak akan menyia-siakan kesempatan pada hari
kalangan ini. Bidan biasanya membuka praktik di
masing-masing desa pada hari kalangan atau
melaksanakan pelayanan posyandu. Ditengah tawar
menawar penjual dan pembeli, di tengah tegur sapa
masyarakat Padang Bindu dan Padang Sari, Bidan
Desa Padang Bindu Ibu YN bergegas menuju
rumahnya membawa belanjaan sambil sesekali
menjawab
pertanyaan
ibu-ibu
lainnya
yang
menanyakan pelaksanaan posyandu. Bidan YN akan
membuka praktik di dekat kalangan pada hari Kamis.
Ada 2 orang bidan yang membuka praktik pada
saat kalangan berlangsung di Desa Padang Bindu,
yaitu Bidan UM dan Bidan YN. Masyarakat yang ingin
memperoleh pelayanan kesehatan dapat memilih
tempat pengobatan dimana mereka merasa cocok
dengan pelayanan kesehatan yang diberikan bidan
tersebut. Pengobatan yang dilakukan pun bervarisi.
Ada masyarakat yang ingin memeriksakan tekanan
darah, mempunyai keluhan badan lemah pusing,
atau sekedar suntik KB, bahkan tindakan operasi
kecil seperti pengobatan bisul pada balita. Bidan
membawa obat-obatan dan perlengkapan masingmasing. Bidan membuka praktiknya di bagian bawah
rumah (lantai dasar rumah masyarakat) yang berada
148

dekat dengan kalangan. Tempat praktik pun


seadanya, hanya ada meja untuk tempat obatobatan, dipan dengan alas beberapa lembar selimut
serta kursi tempat tunggu.
Posyandu
juga
dilaksanakan
pada
hari
kalangan dengan alasan masyarakat lebih banyak
berada dirumah pada saat kalangan, begitu
ungkapan Bidan YN. Posyandu dilakukan di Polindes
Padang Bindu yang terletak dekat dengan kalangan,
sehingga ibu-ibu yang memiliki balita dapat singgah
sepulang
dari
kalangan.
Posyandu
sengaja
dilaksanakan sekitar pukul 12 siang untuk menunggu
setelah kalangan selesai.

Gambar 3.17 Praktik Bidan UM pada hari kalangan


Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015

Jika pada hari kalangan minggu tersebut tidak


bersamaan dengan jadwal pelaksanaan posyandu,
ibu-ibu di kalangan sering sekali menanyakan kapan
jadwal posyandu dan siapa yang mengurus program
149

pemberian makanan tambahan (PMT). Ibu-ibu yang


memiliki balita, atau mbay yang memiliki cucu balita
dapat bertanya pada Bidan YN (Bidan Desa Padang
Bindu) atau Bidan DS (Bidan Desa Padang Sari) yang
memegang tanggung jawab Posyandu. Desa Padang
Sari dan Desa Padang Bindu memiliki jadwal
posyandu yang sama.
Bidan UM juga membuka praktik di Desa
Padang Bindu pada hari kalangan. Lokasi praktik
Bidan UM dan Bidan YN berdekatan. Kedua lokasi
tersebut dekat dengan kalangan. Sebagian besar
masyarakat Padang Bindu dan Padang Sari lebih
banyak berobat ke Bidan UM. Bidan UM merupakan
salah satu bidan senior di desa tersebut karena Bidan
UM pernah tinggal di desa tersebut selama 8 tahun
sebelum pindah ke desa tetangga. Oleh karena itu,
masyarakat yang sebelumnya pernah berobat ke
Bidan UM dan merasa cocok akan kembali
mengunjungi Bidan UM untuk memperoleh pelayanan
kesehatan.
Banyak yang cocok soalnya sama dia itu.
Karena kalo ada yang sakit apa mau suntik KB
misalnya ya kalo dia (Bidan UM) nggak datang
ditunda sama orang. Nunggu dia datang.
Kamis besok apa gitu. Ibu RTW

Setelah selesai praktek Bidan UM biasanya


tidak langsung pulang ke rumah. Masyarakat
biasanya meminta kepada Bidan UM untuk datang
kerumahnya setelah kalangan selesai. Alasan mereka
mengundang Bidan UM datang ke rumah mungkin
karena malu jika diperiksa di tempat praktik Bidan
UM atau karena merasa lebih nyaman di rumah.
Setelah kalangan selesai, sekitar pukul 12 siang
150

Bidan UM mulai menyusuri rumah-rumah warga yang


memintanya datang berkunjung. Rutinitas Bidan UM
mengunjungi rumah-rumah pasien ini biasanya
berlangsung hingga malam hari. Seperti pada hari
Kamis kali itu17, Peneliti ikut melihat proses
persalinan yang ditolong oleh Bidan UM. Proses
persalinan Yuk MR berlangsung cukup lama. Hingga
menjelang adzan Maghrib barulah Bidan UM bersiap
untuk pulang ke rumahnya.
3.2.2.
Ketersediaan dan Aksesibilitas
Pelayanan Kesehatan Tradisional
Etnik Daya Desa Padang Bindu mengenal
beberapa jenis penyembuh tradisional dengan
sebutan yang sama yaitu dukun. Dukun tersebut
dibedakan menjadi 2, dukun beranak dan dukun urut.
Meskipun di Desa Padang Bindu terdapat 3 orang
bidan, namun masyarakat tetap memilih ke dukun
baik itu sakit ringan maupun sakit berat seperti sulit
punya anak. Kuantitas bidan di desa ternyata tidak
terlalu
mempengaruhi
masyarakat
terhadap
pencarian pengobatan, bahkan dikalangan keluarga
bidan tersebut.
Hal ini terlihat ketika Dek AU terkena demam
dan flu di suatu sore18. Dek AU adalah kerabat dekat
salah satu bidan dimana Peneliti tinggal. Ibu Dek AU
membawa Dek AU ke dukun Mbay D untuk mencari
pengobatan meskipun ibu tersebut mempunyai
kerabat tenaga kesehatan. Sebenarnya masih ada
Bidan YN yang rumahnya lebih dekat dengan rumah
17

Kamis kedua bulan Mei 2015

18

Sekitar akhir April 2015


151

Dek AU dibandingkan jarak rumah Dek AU dengan


rumah dukun Mbay D.
Sore itu hujan cukup deras mengguyur Desa
Padang Bindu disertai dengan angina yang cukup
kencang. Dek AU mulai rewel. Sebenarnya sejak
malam sebelumnya Dek AU sudah rewel, menangis
sepanjang malam hingga membuat ibunya dan Mak
Woh-nya tidak bisa tidur. Kerewelan Dek AU berlanjut
hingga selesai kalangan19. Siang itu Dek AU meminta
es, dan orang tuanya menuruti. Akhirnya Mak-nya
memutuskan membawa Dek AU ke Mbay D. Peneliti
sempat mengikuti ke rumah Mbay D. Di rumah Mbay
D, Dek AU ditidurkan dan diurut di perut, dada hingga
punggung oleh Mbay D. Proses urut tersebut tidak
terlalu lama, hanya sekitar 5 menit. Setelah diurut,
Mbay D memberikan Dek AU sebungkus kecil air
putih yang telah di-jampi dan sebutir bawang putih.
Air putih itu untuk diminum oleh Dek AU dan bawang
putih untuk dioleskan ke kepala Dek AU. Baru
keesokan harinya, ibu Dek AU berobat ke Bidan MP
karena Bidan DS (kerabat ibu Dek AU) tidak berada di
rumah. Peneliti sempat terkejut melihat ibu Dek AU
yang masih sepupu dekat dengan Bidan DS memilih
pergi ke dukun Mbay D ketika Dek AU sakit.
Masyarakat
menggunakan
pelayanan
kesehatan tradisional menurut kepercayaan bahwa
suatu penyakit disebabkan oleh mahluk halus. Selain
itu, keputusan berobat ke pengobat tradisional ini
juga didasari apabila telah melakukan pencarian
pengobatan medis namun penyakit tidak kunjung
sembuh.

19

Hari Pasaran

152

Apalagi penyakitnya kan kita enggak tahu.


Gak jelas kan penyaktnya, nggak kejangkejang kayak gitu kan istilahnya. Kalo dibawa
ke dokter kan bisa dikatakan percuma.
Misalnya kemasukan setan, apa kena gunaguna itukan masih makai sedekahan. Pak
ALDN

Selain itu beberapa penyakit seperti mual


muntah, pasangan yang sulit punya anak masih
dapat diobati oleh pengobat tradisional. Masyarakat
akan mencoba pengobatan dengan dukun, jika
dirasakan penyakit yang dideritanya membaik maka
pengobatan akan dilanjutkan. Faktor kepercayaan
pasien
sangat
berperan
dalam
pencarian
pengobatan. Masyarakat akan merekomendasikan
dukun tersebut kepada orang lain apabila dirasakan
gejala yang mirip dengan yang pernah disembuhkan
oleh dukun tersebut.
Permasalahan akses masih menjadi salah satu
alasan mengapa peran dukun cukup penting bagi
Etnik Daya di Desa Padang Bindu. Menurut Ajong CM,
karena kondisi desa yang cukup jauh serta pelayanan
kesehatan yang masih terbatas sehingga peran
dukun cukup penting bagi masyarakat.
Istilahnya kalau di kampong ini jauh dari
jangkauan yang memadai itu kan. Rumah
sakit masih jauh, adapun juga puskesmas
pembantu
pelayanannya
juga
masih
terbatas. Jadi kalau tidak ada jasa-jasa orang
pintar itu (dukun) mungkin masih banyak
kesulitan-kesulitan. Ajong CM.

Mbay D

153

Perempuan berusia sekitar 60 tahunan itu


sedikit menatap awas pada kedua tamu yang baru
ditemuinya
malam
itu.
Tujuan
Peneliti
mengunjunginya adalah untuk mencari tahu sistem
pengobatan yang dilakukannya. Perempuan tua itu
bernama D. Sesuai dengan kebiasaan masyarakat
Etnik Daya yang menyebut seorang perempuan tua
dengan sebutan Mbay (nenek), maka perempuan itu
dipanggil Mbay D. Mbay D bukan merupakan
keturunan asli salah satu puyang Etnik Daya. Mbay D
merupakan Etnik Jawa kelahiran Lampung yang besar
di Desa Padang Bindu dan menikah dengan
masyarakat asli Daya. Mbay D sudah tinggal di desa
tersebut hampir selama hidupnya sehingga Mbay D
sangat fasih menggunakan bahasa Daya sebagai
bahasa sehari-hari. Mbay D menjadi kerabat dekat
masyarakat Desa Padang Bindu karena suami Mbay D
merupakan keturunan salah satu puyang Desa
Padang Bindu
Pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki
Mbay D sangat dikenal oleh masyarakat Desa Padang
Bindu. Mbay Dtidak hanya menolong persalinan tapi
juga melakukan pengobatan lain untuk sakit rematik,
mual, muntah , batuk, anak yang rewel (njami),
pasangan yang belum memiliki anak dan masih
banyak lagi. Mbay D akan meminta keluarga pasien
untuk memanggil bidan jika Mbay D merasa tidak
mampu dalam proses menolong persalinan
Mbay SR
Mbay SR juga merupakan dukun urut yang
juga dapat menolong persalinan selain Mbay D.
Perempuan tua yang selalu tersenyum dan
154

menyelipkan beberapa tawanya disetiap percakapan


masih rajin ke kebun. Jika malam tiba, pasien yang
akan diurut datang kerumahnya, biasanya Mbay SR
tidak mengurut pada saat sore hari. Pada saat sore
hari Mbay SR mengaku masih merasa capek.
Mbay SR
biasanya melakukan urut pada
beberapa penyakit yang berhubungan dengan salah
urat seperti plintut dan kaki yang keseleo. Seperti
yang dialami oleh Kak DR yang mengalami sakit di
kakinya pasca kecelakaan. Mbay SR juga dapat
membantu persalinan. Persalinan Bu ASH dibantu
oleh Mbay SR. Mbay SR dijemput dan diajakk ke
kebun, ke sapo ibu ASH. Pengobatan yang biasa
dilakukan Mbay SR biasanya hanya menggunakan
tumbuh-tumbuhan herbal seperti daun pegagan,
lungso serta urut. Mbay SR tidak memberikan air
putih dan bawang putih yang telah di jampi seperti
pengobatan yang biasa dilakukan Mbay D.
Mbay SR merupakan kerabat dekat masyarakat
Desa Padang Bindu. Mbay SR adalah dukun asli yang
merupakan keturunan langsung salah satu puyang di
Desa Padang Bindu. Mbay SR memiliki banyak
pengetahuan mengenai tumbuh-tumbuhan yang
dapat digunakan sebagai ramuan obat. Sebagai
seorang dukun atau tokoh penyembuh, Mbay SR
memiliki
ramuan
lungso,
yang
dipercaya
masyarakat dapat mengobati penyakit morian20.
Ajong IS
Lelaki tua itu banyak dikenal masyarakat
karena kemampuannya menyembuhkan beberapa
20

Tentang morian akan dibahas pada bab


selanjutnya.
155

penyakit yang tidak dapat disembuhkan dengan urut.


Meskipun saat ini pendengaran Ajong IS sangat
buruk, namun kepercayaan masyarakat terhadap
kemampuannya tidak berkurang. Penyakit yang biasa
disembuhkan oleh Ajong IS seperti sakit pada mata
yang berupa bintik putih pada mata. Penyakit kulit
sejenis herpes dan njami sampot. Biasanya Ajong IS
menyembuhkan penyakit-penyakit tersebut dengan
cara dijilat. Selain Ajong IS, isterinya juga dapat
mengobati beberapa jenis penyakit.
Pengobatan tradisional yang digunakan oleh
masyarakat tidak hanya berupa urut, namun juga
berupa sedekahan. Sedekahan yang dilakukan
adalah memasak satu atau dua ekor ayam, baik
dibakar atau disayur. Sedekahan ini biasanya atas
perintah
dukun
yang
mengganggap
perlu
melaksanakan sedekah untuk menghilangakan
gangguan makhluk gaib yang mengganggu dan
menyebabkan sakit.
Disini kan ada yang ke tempatya dukun.
Kan disuruh sama dukun itu sedekah
katanya. Itukan makai itu disini. Ibaratnya
kamu ada anak kamu sakit kan ke saya,
ibaratnya saya dukun. Umpama ya saya
suruhkan sedekah ayam ini, ayam ini, ayam
ini. Ya kebanyakanlah yang makai (sedekah)
itu kalau dia ke dukun itu. Pak ALDN

3.3 Pola Pencarian Pengobatan


Pola pencarian pengobatan masayarakat Desa
Padang Bindu tentunya dipengaruhi oleh faktor
tingkat pengetahuan masyarakat tesebut. Tak jarang
meskipun masyarakat tersebut memiliki akses yang
cukup baik dalam memperoleh pelayanan kesehatan
156

namun pengobatan tradisional masih menjadi pilihan


utama dalam suatu kelompok masyarakat.
Masyarakat Etnik Daya tidak bisa dikatakan
baru dalam mengenal pelayanan kesehatan modern.
Bidan telah ada di Desa Padang Bindu lebih dari
sepuluh tahun. Namun saat ini masih banyak
masyarakat
yang
menggunakan
pengobatan
tradisional. Pengobatan tradisional yang dilakukan
oleh dukun biasanya berupa urut atau ritual-ritual
yang berkaitan dengan makhluk halus. Dukun dan
tukang urut di Desa Padang Bindu cenderung
mengacu pada pengobat tradisional. Meskipun
sebutan dukun pada masyarakat tradisional biasanya
digambarkan dengan sosok yang memiliki ilmu gaib
dan dapat berhubungan dengan dunia gaib. Namun
menurut
Koncaraningrat21,
meskipun
banyak
menggunakan ilmu gaib namun dukun sering kali
memiliki pengetahuan yang luas mengenai ciri-ciri
tubuh manusia serta posisi sistem urat dan
sebagainya.
Keputusan melakukan pencarian pengobatan
tentunya dipengaruhi oleh konsep sehat dan sakit
yang ada di masyarakat. Menurut masyarakat Desa
Padang Bindu, meskipun kondisi tubuh kurang baik
tetapi masih mampu ke kebun, maka masih belum
dikatakan sakit. Kondisi sakit adalah ketika kegiatan
ke kebun masyarakat mulai terganggu. Jika rasa sakit
masih
ringan
biasanya
masyarakat
masih
mengupayakan pengobatan sendiri dengan membeli
obat di warung sekitar desa atau di kalangan. Jika
sudah mulai berat, seperti tidak dapat berjalan lagi,

21

157

masyarakat akan mendatangi bidan untuk berobat.


Seperti yang di ungkapkan oleh Bidan MP.
Masalahnya kalau disini kan orang ini sibuk
ya kan, jadi kalo masih cuma meriangmeriang biasa kalau belum parah dibiarin
dulu. Gak papa dibawa kerja kata mereka
kan, biar sehat. Tapi kalau udah parah nggak
bisa jalan baru (dibawa ke bidan), udah
tekapar keknya istilahnya itu kan. Bidan MP

Kondisi desa dan jenis penyakit menentukan


pola pencarian pengobatan yang dilakukan oleh
masyarakat Desa Padang Bindu. Masyarakat yang
tinggal di talang-talang biasanya akan mencari
pengobatan tradisional seperti Mbay D atau Mbay SR.
Hal ini disebabkan masyarakat yang tinggal di talang
biasanya
merupakan
masyarakat
menengah
kebawah yang belum mampu membangun rumah di
desa, sehingga jika mereka sakit mereka lebih
memilih berobat ke dukun. Peneliti sempat
mengunjungi rumah Mbay D. Mbay D baru saja
kedatangan tamu yang berasal dari sapo di dekat
kebun milik Pak BR. Seorang ibu muda mengeluh
sakit perut dan muntah-muntah setiap makan atau
minum, biasa disebut kelimpuh. Mbay D mengajak si
ibu masuk ke ruang tengah rumahnya dan mengurut
badan ibu tersebut di bagian belakang tubuhnya,
tujuannya untuk menata urat-uratnya terlebih
dahulu. Menurut Mbay D, jika akan mengurut perut
harus dimulai dari bagian belakang tubuh pasien. Ibu
muda tersebut merasa lebih enak setelah pertama
kali diurut oleh Mbay D. Kondisi ibu tersebut mulai
membaik setelah diurut oleh Mbay D dan sudah
158

dapat menelan air, pisang goreng dan bubur. Si Ibu


tersebut datang kembali untuk diurut lagi oleh Mbay
D setelah beberapa hari karena merasa keadaannya
membaik setelah diurut Mbay D.
Menurut Mbay D, ibu muda tersebut galak
muntahk dan sakit perut disebabkan oleh tray panas.
Proses pengurutan yang dilakukan oleh Mbay D
bertujuan supaya diperoleh pasirnya dapat pada saat
diurut. Kalau abis kena hujan panas itu, pasirnya
dapat keluar dia. Pasirnya tu pasir hitam dari badan
tu lah ujar Mbay D sambil menunjukkan kotoran
berwarna hitam yang diperoleh dari tubuh ibu muda
tersebut. Menurut Peneliti kotoran itu adalah kotoran
tubuh biasa.
Nah kalau kantong nasinya itu naik ke sini kan mau
muntah makan ndak enak. Sering dia naik ke sini,
kalau sudah bawak berat kan galak naik.
Diturunkan supaya ada nafsu makan. Mbay D.

Kantong nasi yang ditunjuk oleh Mbay D berada tepat


di antara perut dan dada. Menurut Mbay D, jika
pasien memiliki maag tidak boleh diurut hingga ke
bagian kantong nasi tersebut.
Jika masyarakat yang tinggal di sapo sakit atau
membutuhkan sesuatu yang harus diperoleh di desa,
dapat meminta tolong pada pemilik kebun
tetangganya atau pada masyarakat yang lewat agar
membawakan kebutuhan pada keesokan harinya.
Seperti yang dilakukan oleh Pak SBR yang meminta
tolong pada ibu MM untuk membelikan obat di desa
dan Ibu MM membawakannya pada keesokan
harinya.

159

Anda mungkin juga menyukai