Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1.1.
siswa sudah
terlebih
dahulu
merasa
kurang
mampu
untuk
mempelajarinya. Hal ini mungkin disebabkan oleh penyajian materi yang rumit,
kurang menarik, monoton dan membosankan, dimana konsep dasar kimia
menjadi tidak menarik dan semakin sulit dipahami siswa. Untuk mengatasinya
diperlukan inovasi dalam penerapan model maupun metode pengajaran kimia,
karena keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh kemampuan guru dalam
mengelola proses belajar mengajar yang dalam hal ini dipengaruhi oleh
penerapan model maupun metode pengajaran yang tepat.
Koloid merupakan pokok bahasan kimia pada semester genap yang
menarik untuk dipelajari karena dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Namun,
pemahaman siswa pada pokok bahasan koloid ternyata masih rendah, hal ini
mungkin disebabkan karena guru di dalam menjelaskan pokok bahasan koloid
tersebut belum menggunakan strategi pengajaran yang tepat atau lebih cenderung
menggunakan metode ceramah, akibatnya hasil belajar siswa kurang memuaskan.
Dari beberapa hasil penelitian yang membahas tentang penggunaan model
pembelajaran problem based learning sebelumnya, antara lain penelitian yang
dilakukan oleh Anisa Kusumastuti.
Media visual adalah media yang hanya terdiri dari proses melihat saja.
Salah satu contoh media visual peta konsep. Peta konsep adalah suatu teknik
mengorganisasi atau menyusun informasi yang menujukkan keterkaitan antara
satu konsep lainnya. Keunggulan peta konsep sebagai media pembelajaran yaitu
merupakan suatu alat yang efektif untuk menghadirkan secara visual hirarki
generalisasi-generalisasi, untuk mengekspresikan keterkaitan proporsi dalam
sistem konsep-konsep yang saling berhubungan. Sedangkan media audiovisual
adalah media yang terdiri dari proses mendengarkan sekaligus dengan
pengelihatan karena ditampilkan pada layar. Keunggulan media audiovisual bila
dibandingkan dengan media lain adalah dapat membawa dunia nyata, menyajikan
gambar dan suara sekaligus sehingga proses pembelajaran lebih menarik, dapat
diputar ulang serta hemat dalam hal waktu, tenaga, dan biaya karena materi dapat
disajikan dalam bentuk CD yang juga mudah untuk diperbanyak.
Dari hasil wawancara dengan beberapa siswa diperoleh informasi bahwa
model pembelajaran problem based learning dengan menggunakan media masih
jarang digunakan dalam pembelajaran kimia di sekolah. Berdasarkan uraian di
atas, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh dan perbandingan hasil belajar
siswa pada pembelajaran sistem koloid dengan model pembelajaran problem
based learning yang didukung media peta konsep dan audiovisual di SMA.
Dari uraian di atas peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan judul:
Perbandingan Hasil Belajar Kimia Siswa SMA Dengan Menggunakan
Media Peta Konsep Dan Audiovisual Melalui Model Pembelajaran Problem
Based Learning (PBL) Pada Materi Sistem Koloid.
1.2.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas yang telah dikemukakan, maka yang
Batasan Masalah
Dari identifikasi masalah penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka
Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah hasil belajar siswa yang
menggunakan media Video melalui model pembelajaran PBL lebih tinggi secara
signifikan dibandingkan hasil belajar siswa yang menggunakan media Peta
Konsep pada pokok bahasan Sistem Koloid?
1.5.
Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah hasil belajar
siswa yang menggunakan media Video melalui model pembelajaran PBL lebih
tinggi secara signifikan dibandingkan hasil belajar yang menggunakan media
Peta Konsep pada pokok bahasan Sistem Koloid.
1.6.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi siswa, yaitu meningkatkan hasil belajar kimia siswa dan pemahaman
siswa terhadap konsep sistem koloid
2. Bagi guru dan calon guru, dapat digunakan sebagai informasi bagi guru
dan calon guru untuk meningkatkan hasil belajar kimia siswa dengan
masalah (problem) dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau
mengintegrasikan ilmu (knowledge) baru dalam memecahkan masalah, dimana
dalam penelitian ini masalah nya mencakup pokok bahasan koloid.
Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar yang
meliputi bidang KOgnitif, psikomotorik, dan afektif.
Audiovisual(video) adalah suatu media pembelajaran yang tidak hanya
terdiri dari proses melihat saja namun juga terdapat proses mendengar.
Sistem Koloid adalah salah satu pokok bahasan Kimia yang mengkaji
tentang suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak antara larutan dan
suspensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teoritis
2.1.1. Hakikat Belajar Mengajar dan Pembelajaran
Menurut Sudjana, (1989) bahwa belajar dan mengajar merupakan dua
konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dua konsep tersebut menjadi
terpadu dalam satu kegiatan. Belajar mengajar selaku suatu sistem instruksional
mengacu kepada pengertian sebagai seperangkat komponen yang saling
5
bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan interaksi guru dengan siswa
sebagai makna utama proses pengajaran memegang peranan penting untuk
mencapai tujuan pengajaran yang efektif.
Menurut sanjaya, (2008) :belajar pada hakekatnya adalah proses
perubahan tingkah laku yang melalui pengalaman. Pengalaman itu dapat berupa
pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung. Pengalaman langsung
adalah pengalaman yang diperoleh melalui aktivitas sendiri dan pada situasi yang
sebenarnya, sedangkan pengalaman tidak langsung adalah pengalaman yang
diperoleh tanpa melakukan aktivitas sendiri maupun pada situasi yang
sebenarnya. Pengalaman tidak langsung dapat diperoleh dengan perantaraan
media, seperti alat peraga.
Mengajar berarti menyampaikan atau menularkan pengetahuan dan
pandangan dimana ada subjek yang memberi dan ada subjek yang menerima.
Djamarah dan Zain mengatakan bahwa Mengajar adalah suatu proses, yaitu
proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar anak didik,
sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses
belajar (Djamarah dan Zain, 1996). Dengan kata lain bahwa dalam mengajar ada
dua hal yang saling terlibat yaitu guru dan siswa, dimana guru memberikan
pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki kepada peserta didik. Dalam hal itu
baik murid maupun pengajar harus mengerti bahan yang akan dibicarakan.
Dengan kata lain dalam kegiatan mengajar itu harus terjadi suatu proses belajar.
Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh
guru, sedangkan belajar dilakukan oleh siswa.
Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk
mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan
berpikir
siswa,
serta
dapat
meningkatkan
kemampuan
mengkonstruksi
ketrampilan
mengajukan
pertanyaan,
mengkomunikasikan
dunia
sosial
dan
sekitarnya.
Pembelajaran
ini
cocok
untuk
tentang
jenis
pengetahuan
apa
yang
diperlukan
untuk
dipelajari) pada pertemuan berikutnya. Tujuan pertama dari paparan ini adalah
untuk menunjukan hubungan antara pengetahuan baru yang diperoleh dengan
masalah yang ada di tangan siswa. Fokus yang kedua adalah untuk bergerak pada
tahap pemahaman yang lebih umum, membuat kemungkinan transfer
pengetahuan baru. Setelah melengkapi siklus pemecahan masalah ini, siswa akan
memulai menganalisis masalah baru, kemudian diikuti lagi oleh prosedur
analisis-penelitian-laporan.
Menurut Barrows and Tamblyn: terdapat beberapa karakteristik PBL
(Warmada,2004) diantaranya yaitu :
1. Kompleks, dalam mengorganisaikan fokus pembelajaran tidak ada satu
jawaban yang benar seperti keadaan nyata dalam kehidupan.
2. Siswa bekerja dalam kelompok-kelompok dalam memecahkan masalah,
mengidentifikasi kesenjangan dalam pembelajaran, dan mengembangkan
pemecahan yang mungkin.
3. Siswa mengumpulkan informasi baru melalui pembelajaran yang
diarahkannya sendiri (self-directed learning)
4. Guru hanya sebagai fasilitator
5. Permasalahan diserahkan untuk mengembangkan kemampuan pemecahan
masalah dalam profesinya.
Problem Based Learning dirancang dengan beberapa sasaran yang penting untuk
membatu para siswa dalam hal:
1.
2.
3.
4.
5.
10
Dalam
langkah
ini
fasilitator
menyampaikan
skenario
atau
11
12
Kegiatan
menjelaskan
tujuan
Phase
2
Mengorganisasikan
masalah.
Guru
mendefinisikan
membantu
siswa
dan
tersebut.
Guru mendorong
Membimbing
penyelidikan
dengan
individu mengumpulkan
13
masalah
siswa
untuk
informasi
yang
maupun kelompok
sesuai,
melaksanakan
eksperimen,
pemecahan masalah
dan Guru membantu
Menghubungkan
siswa
dalam
Phase
5
Menganalisis
mengevaluasi
untuk
pemecahan masalah
14
15
siswa
untuk
mengaplikasikan
16
dapat
berupa
pengetahuan
keahlian
(skill),
ide,
pengalaman,
dan
atau
pengantar
pesan
dari
pengirim
atau
penerima
pesan
(Sardiman,dkk, 2003:10).
Sedangkan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau
isi pelajaran, perangsang pikiran, perasaan, perhatian, minat, dan kemampuan
siswa sehingga dapat mendorong proses belajar mengajar disebut sebagai media
pengajaran (Ibrahim dan Syaodih, 2003:10).
Menurut Harjanto, Dalam metodologi pengajaran ada dua aspek yang
paling penting menonjol yakni metode mengajar dan media pendidikan sebagai
alat bantu mengajar (Harjanto, 2008). Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa kedudukan media dan metode sebagai alat bantu mengajar adalah sangat
penting guna mewujudkan lingkungan belajar yang diharapkan.
Klasifikasi Media Pengajaran
Menurut Ibrahim dan Syaodih (2003:115) media pengajaran dapat
digolongkan dalam tiga kelompok yaitu:
1. Media cetak, seperti buku, majalah, panplet, dan modul.
2. Media elektronik, yang lazim dipilih dan digunakan dalam
pengajaran yaitu: perangkat slide, film bingkai, film strip,
rekaman, OHP, video tape.
3. Realita (objek nyata atau benda sesungguhnya).
Menurut Leshin, pollck dan Reigeluth, media diklasifikasikan ke dalam 5
kelompok yaitu :
1. Media berbasis manusia, seperti: guru, instruktur, tutor, main peran,
kegiatan kelompok.
2. Media berbasis cetak, seperti: buku penuntun, buku latihan, dan lain-lain
3. Media berbasis visual, seperti: buku, alat bantu kerja, chart, grafik, peta,
gambar, transparansi.
17
18
19
tentang materi pelajaran sebelum dan sesudah diajarkan. Hal ini dilakukan
dengan cara menugasi siswa membuat sendiri peta konsep tersebut.
Adapun ciri-ciri dari peta konsep ini berdasarkan pendapat Dahar
(1989:125-126) adalah :
1. Peta konsep ialah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep
dan proposisi-proposisi suatu bidang studi, apakah itu fisika, kimia,
biologi, matematika, dll.
2. Peta konsep merupakan suatu gambaran dua dimensi dari suatu
bidang tertentu atau bagian dari bidang studi.
3. Konsep yang paling inklusif terdapat pada puncak peta, lalu menurun
hingga konsep-konsep yang lebih khusus dan contoh-contoh.
4. Bila dua atau lebih konsep digambarkan dibawah suatu konsep yang
lebih inklusif terbentuklah hirarki dalam peta konsep.
Manfaat Peta Konsep
Manfaat peta konsep menurut Novak (dalam Dahar, 1989:129) sebagai
berikut :
1) Mengetahui konsep-konsep yang telah dikuasai siswa.
2) Mempelajari cara belajar siswa.
3) Mengungkapkan konsepsi siswa, kesalahan konsep yang dilakukan siswa
dapat dideteksi dengan menelusuri peta konsep yang dibuat siswa.
4) Sebagai alat evaluasi siswa setelah mempelajari suatu materi pelajaran.
Menurut Fajaroh, dkk (2001:62) walaupun peta konsep sangat penting
dalam pengajaran, khususnya kimia, tetapi dalam penerapannya masih dirasakan
adanya kesulitan-kesulitan yang patut menjadi perhatian dan memerlukan usaha
keras untuk mengatasinya. Kesulitan-kesulitan tersebut antara lain :
1. Masih adanya masalah bagaimana menggunakan cara ini secara efektif.
2. Masih ada kesulitan untuk meyakinkan siswa agar menerima strategi
penggunaan media ini.
3. Peta konsep yang kompleks malah kadang membingungkan siswa.
4. Mengevaluasi dengan peta konsep membutuhkan waktu yang relative
lama
.
2.1.7.2.
Media Audiovisual
20
21
Sistem Koloid
2.1.8.1.
Pengertian Koloid
Sistem koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak
antara larutan dan suspensi. Sistem koloid terdiri atas fase terdispersi dengan
ukuran tertentu dalam medium pendispersi.
Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi, sedangkan medium yang
digunakan untuk mendispersikan disebut medium pendispersi.
Beberapa perbedaan antara larutan sejati, sistem koloid dan suspensi dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.2. Perbedaan antara Larutan, Koloid, dan Suspensi
Aspek yang
dibedakan
Bentuk campuran
Bentuk dispersi
Penulisan
Fasa
Penyaringan
Larutan sejati
Sistem dispersi
Koloid
Suspensi
Homogen
Dispersi molekul
X(aq)
Tetap homogen
Tidak
dapat
Homogen
Dispersi padatan
X(s)
Heterogen
Tidak
dapat
Heterogen
Dispersi padatan
X(s)
Heterogen
Dapat
disaring
disaring
dengan disaring
kertas
saring kertas
dengan dengan
kertas
disaring
dengan
saringan
Pemeriksaan
permeable
dapat Dapat
diamati Dapat
Tidak
diamati
dengan dengan
teramati
dengan
microscope
elektron
22
diamati
dengan
microscope biasa
Ukuran partikel
< 1nm
1nm-100nm
>100nm
(Sumber : www.geocities.com/davinpratama/lapkim/koloid.doc)
2.1.8.2.
Jenis-jenis Koloid
Penggolongan sistem koloid didasarkan pada jenis fase pendispersi
(pelarut) dan medium terdispersi (terlarut), antara lain, yaitu:
1. Aerosol
Sistem koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas
disebut aerosol.
Jika zat yang terdispersi berupa zat padat disebut aerosol padat. Contoh aerosol
padat : debu buangan knalpot. Sedangkan zat yang terdispersi berupa zat cair
disebut aerosol cair. Contoh aerosol cair: hairspray dan obat semprot. Untuk
menghasilkan aerosol diperlukan suatu bahan pendorong (propelan aerosol).
Contoh propelan aerosol yang banyak digunakan yaitu CFC dan CO2.
2. Sol
Sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair disebut
sol. Contoh sol : putih telur, air lumpur, tinta, cat, dan lain-lain. Sistem koloid
dari partikel padat yang terdispersi dalam zat padat disebut sol padat. Contoh sol
padat : perunggu, kuningan, permata.
3. Emulsi
Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain disebut
emulsi. Sedangkan sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat padat
disebut emulsi padat dan sistem koloid dari zat cair terdispersi dalam gas disebut
emulsi gas. Syarat terjadinya emulsi yaitu kedua zat cair tidak saling melarutkan.
Emulsi digolongkan kedalam dua bagian yaitu emulsi minyak dalam air
dan emulsi emulsi air dalam minyak. Contoh emulsi minyak dalam air: santan,
susu, lateks. Contoh emulsi air dalam minyak : mayonaise, minyak ikan, minyak
bumi. Contoh emulsi padat: jelly, mutiara Emulsi terbentuk karena pengaruh
suatu pengemulsi (emulgator). Misalnya sabun dicampurkan kedalam campuran
minyak dan air, maka akan diperoleh campuran stabil yang disebut emulsi
4. Buih
23
Sistem koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair disebut buih,
sedangkan sistem koloid dari gas yang terdispersi dalam zat padat disebut buih
padat.
5. Gel
Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat padat dan bersifat
setengah kaku disebut gel. Gel dapat terbentuk dari suatu sol yang zat
terdispersinya mengadsorbsi medium dispersinya sehingga terjadi koloid yang
agak padat. Contoh gel : agar-agar, semir sepatu, mutiara, mentega.
Campuran gas dengan gas tidak membentuk sistem koloid tetapi suatu larutan
sebab semua gas bercampur baik secara homogen dalam segala perbandingan.
Fase
Medium
Nama
Contoh
Terdispersi
Gas
Gas
Cair
Cair
Cair
Padat
Pendispersi
Cair
Padat
Gas
Cair
Padat
Gas
Koloid
Busa/buih
Busa padat
Aerosol
Emulsi
Emulsi padat
Aerosol
Cair
padat
padat
Sol
Sol padat
Padat
Padat
logam
(Sumber : www.geocities.com/davinpratama/lapkim/koloid.doc)
2.1.8.3.
Sifat-Sifat Koloid
Efek tyndall
Efek tyndall adalah gejala penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh
partikel-partikel koloid. Hal ini disebabkan karena ukuran molekul koloid yang
cukup besar. Efek tyndall ini ditemukan oleh john Tyndall (1820-1893). Efek
24
tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan terkena sinar. Pada saat larutan
sejati disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak akan menghambat
cahaya, sedangkan pada sistem koloid, cahaya akan dihamburkan. Hal itu terjadi
karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel relatif besar untuk
dapat menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati, partikelpartikel relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sangat
sulit diamati.
Elektroforesis
Partikel koloid dapat bergerak dalam medan listrik. Hal ini menunjukkan
bahwa partikel koloid memiliki muatan. Pergerakkan partikel koloid dalam
medan listrik ini disebut elektroforesis.
Apabila kedalam sistem koloid dimasukkan dua batang elektroda kemudian
dihubungkan dengan sumber arus searah, maka partikel koloid akan bergerak ke
salah satu elektroda bergantung pada jenis muatanya.
Gerak Brown
Gerak brown ialah gerakan partikel-partikel koloid yang senantiasa
bergerak lurus tapi tidak menentu (gerak acak tidak beraturan). Jika kita amati
koloid dibawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel
tersebut akan bergerak membentuk zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan
gerak brown. Gerakan ini terjadi karena benturan molekul-molekul zat
pendispersi pada partikel-partikel koloid.
Adsorbsi
Adsorbsi adalah peristiwa penyerapan partikel atau ion atau senyawa lain
pada permukaan partikel koloid yang disebabkan oleh luasnya permukaan
partikel. Beberapa partikel koloid mempunyai sifat adsorbsi terhadap partikel
atau ion senyawa lain. Penyerapan terhadap ion positif atau ion negatif dari
partikel koloid menyebabkan koloid bermuatan. Partikel koloid mempunyai
permukaan yang relatif luas, sehingga koloid juga mempunyai daya adsorbsi
yang besar. Dalam kehidupan sehari-hari sifat adsorbsi partikel digunakan untuk
pemutihan gula pasir, menjernihkan air,dll.
Koagulasi Koloid
25
Koloid Pelindung
Koloid pelindung adalah koloid yang mempunyai sifat dapat melindungi
koloid lain dari proses koagulasi.
Dialisis
Dialisis adalah pemisahan koloid dari ion-ion penggangu. Pemisahan
tersebut dilakukan dengan cara menggantikan cairan yang tercampur dengan
koloid melalui membran semipermeable yang berfungsi sebagai penyaring.
Memberan semipermeable ini dapat dilewati cairan tetapi tidak dapat dilewati
koloid, sehingga koloid dan cairan akan berpisah.
Koloid Liofil dan Koloid Liofob
Koloid ini terjadi pada sol. Sol liofil adalah koloid yang fase
terdispersinya suka (dapat mengikat) pada cairan (fase pendispersinya). Sol
liofob adalah koloid yang fase terdispersinya tidak suka pada cairan (fase
pendispersinya) pada koloid liofil pengikatan medium pendispersinya disebabkan
oleh gaya tarik menarik (berupa gaya elektrostatik) pada setiap ujung gugus
molekul terdispersi. Sol liofob/hidrofob mudah terkoagulasi dengan sedikit
penambahan elektrolit, tetapi menjadi lebih stabil jika ditambahkan koloid
pelindung yaitu koloid liofil.
Berikut ini penjelasan yang lebih lengkap mengenai koloid liofil dan liofob :
Koloid liofil (suka cairan) adalah koloid dimana terdapat gaya tarikmenarik yang cukup besar antara fase terdispersi dan medium pendispersi.
26
Koloid liofil
Koloid liofob
Dapat dibuat langsung Tidak
dapat
dibuat
dengan
mencampurkan langsung
dengan
terdispersi
dengan
medium terdispersinya
Mempunyai muatan yang Mempunyai
muatan
Muatan partikel
kecil
Adsorpsi
fase
atau
bermuatan
medium Partikel-partikel sol liofil Partikel-partikel
pendispersi
mengadsorbsi
sol
medium liofob
tidak
medium
proses
Muatan
solvasi/hidrasi, pendispersinya.
yaitu
terbentuknya partikel
lapisan
diperoleh
dari
pendispersi
yang ion
yang
bermuatan
sehingga
tidak
saling
bergabung
Viskositas sol liofil > Viskositas
viskositas
medium hampir
pendispersi
Penggumpalan
viskositas
sama
liofob
dengan
medium
Tidak
pendispersi
mudah Mudah
menggumpal
menggumpal
dengan dengan
penambahan elektrolit
Sifat reversibel
sol
elektrolit
penambahan
karena
mempunyai muatan
Reversibel, artinya fase Irreversibel artinya sol
27
dapat
diubah
menjadi sol
Memberikan efek tyndall Memberikan efek tyndall
Efek tyndall
Migrasi
tidak
dalam
yang lemah
medan Dapat bermigrasi
listrik
yang jelas
ke Akan bergerak ke anode
sama sekali
(Sumber : www.sistemkoloid.tripod.com)
2.1.8.4.
Pembuatan Koloid
Ukuran partikel koloid berada di antara partikel larutan dan suspensi,
karena itu cara pembuatannya dapat dilakukan dengan memperbesar partikel
larutan atau memperkecil partikel suspensi. Terdapat dua metode dasar dalam
pembuatan sistem koloid sol, yaitu :
Metode kondensasi
Merupakan metode bergabungnya partikel-partikel kecil larutan sejati
Metode kondensasi
Metode dimana partikel-partikel kecil larutan sejati bergabung membentuk
partikel-partikel berukuran koloid. Pembuatan koloid sol dengan metode ini pada
umumnya dilakukan dengan cara kimia.
a. Dekomposisi Rangkap
Misalnya :
Sol As2S3 dibuat dengan gaya mengalirkan H2S dengan perlahanlahan melalui larutan As2O3 dingin sampai terbentuk sol As2S3 yang
berwarna kuning terang:
As2O3(aq) + 3H2S
As2S3(koloid) + 3H2O(l)
(Koloid As2S3 bermuatan negatif karena permukaanya menyerap ion
S2-)
Sol AgCl dibuat dengan mencampurkan larutan AgNO3 encer dan
larutan HCl encer:
AgNO3(aq) + HCl(aq)
AgCl(koloid) + HNO3(aq)
28
b. Reaksi Hidrolisis
Hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air.
Misalnya :
Sol Fe(OH)3 dapat dibuat dengan hidrolisis larutan FeCl3 dengan
memanaskan larutan FeCl3 atau reaksi hidrolisis garam Fe dalam air
mendidih:
FeCl3(aq) + 3H2O(l)
Fe(OH)3(koloid) + 3HCl(aq)
Sol Al(OH)3 dapat diperoleh dari reaksi hidrolisis garam Al dalam
air mendidih:
AlCl3(aq)
+ 3H2O(l)
Al(OH)3(koloid) + 3HCl(aq)
c. Reaksi Oksidasi Reduksi (Redoks)
Misalnya :
Sol emas atau sol Au dapat dibuat dengan mereduksi larutan
garamnya dengan melarutkan AuCl3 dalam pereduksi organic
formaldehida HCOH :
2AuCl3(aq) + HCOH(aq) + 3H2O(l)
2Au(s)+ HCOOH(aq) +
6HCl(aq)
Sol belerang dapat dibuat dengan mereduksi SO2 yang terlarut
dalam air dengan mengalirinya H2S :
2 H2S(g) + SO2(aq)
3S(g) + 2H2O(l)
Metode Dispersi
Metode ini melibatkan pemecahan partikel-partikel kasar menjadi berukuran
koloid yang kemudian akan didispersikan dalam medium pendispersinya. Ada 3
cara dalam metode ini, yaitu :
berukuran koloid
Cara busur bredig
Cara ini khusus untuk membuat sol logam dengan cara dispersi. Dua
kawat logam yang berfungsi sebagai elektroda dicelupkan ke dalam air,
kemudian diberi loncatan listrik, sebagian logam akan mendebu ke dalam
29
demikian
model
pembelajaran
PBL
diharapkan
dapat
meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada pokok bahasan sistem koloid.
30
Hipotesis Penelitian
2.3.1. Hipotesis Verbal
Ho : Hasil belajar siswa yang menggunakan media Video melalui model
pembelajaran PBL tidak lebih tinggi sama dengan secara signifikan
dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang menggunakan media
Peta Konsep pada pokok bahasan Sistem Koloid.
Ha : Hasil belajar siswa yang menggunakan media Video melalui model
pembelajaran PBL lebih tinggi secara signifikan dibandingkan
dengan hasil belajar siswa yang menggunakan media Peta Konsep
pada pokok bahasan Sistem Koloid.
2.3.2. Hipotesis Statistik
Ho : 1 2
Ha : 1 > 2
Keterangan :
1
31
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.
Lokasi
dan
Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 5 Medan dan akan dilaksanakan
pada bulan April-Mei 2014
3.2. Populasi dan Sampel
a) Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA yang
terdiri dari 8 kelas paralel dengan jumlah rata-rata siswa 40 siswa
sehingga jumlah keseluruhan siswa adalah 320 orang.
b) Sampel
Sampel diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling,
dimana peneliti dengan sengaja menentukan atau menunjuk anggota
sampel berdasarkan pengetahuannya dalam populasi. Hal ini dikarenakan
guru yang mengajar sama, waktu pengajaran yang tidak terlalu berjauhan
dan bahan ajar yang sama, sehingga kemungkinan kemampuan siswa
relative sama dan materi pelajaran yang sudah dipelajari adalah sama.
Sampel yang diambil sebanyak satu kelas sebagai kelas kontrol yang
32
Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah :
a) Variabel bebas
pembelajaran
didukung
problem
media
based
peta
learning
konsep
dan
yang
media
Instrumen Penelitian
Instrument pada penelitian ini berupa test kognitif pada awal dan akhir
pembelajaran, untuk kedua kelas eksperimen dengan pokok bahasan yang sama.
Jumlah soal sebelum divalidasi sebanyak 40 soal pilihan berganda. Test ini
berbentuk pilihan berganda yang mempunyai 5 option (a,b,c,d,e), dimana
jawaban soal yang benar diberi score 1 dan jawaban yang salah diberi score 0.
3.4.1. Validitas instrumen
Untuk menguji validitas tes yang digunakan
rxy
N XY ( X )( Y )
{N X 2 ( X ) 2 } N Y 2 Y
= Skor item
hitung
> rtabel pada =0,05 maka dapat dikatakan soal tersebut valid. Untuk
33
K 1
Vt PQ
r11
Richardson (KR-20) :
Vt
34
: buruk
D = 0,2-0,4 : cukup
D = 0,4-0,7 : baik
D = 0,7-1
: baik sekali
3.5.
Desain Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan rancangan Pretest-posttest Control
Group Design dimana dalam rancangan ini dilakukan pengukuran variable terikat
di awal penelitian. Hasil penelitian ini digunakan untuk memilih sampel yang
relative homogen sekaligus untuk mengukur perubahan nilai/hasil pengamatan
setelah penelitian selesai.
35
Perlakuan
X1
X2
Tes Akhir
T2
T2
sebelum
melakukan
kelas
proses
eksperimen 2,
belajar
mengajar
36
Ekperim
en I
Kelas
Eksperimen 1
Pengajaran
dengan
Menggunakan
Model
Pembelajaran
PBL yang
didukung media
Audiovisual
Po
Sam
pul
pel
asi
Eksperim
en II
Pretest
PostGai
test
n
Anali
Kesi
sis
mpu
Data
lan
Kelas Eksperimen
2
Pengajaran
dengan
Menggunakan
Model
Pembelajaran PBL
yang didukung
media peta
Konsep
37
3.7.
dan kelas kontrol setelah data dari kelas ini diperoleh, maka langkah-langkah
yang dilakukan adalah sebagai berikut :
3.7.1. Menghitung Rata-rata
X
X
N Y
Y
N Y
n X 2 ( X ) 2
n(n 1)
38
Langkah-langkah :
Menentukan banyaknya kelas interval dengan menggunakan
aturan Sturges dengan rumus : k = 1 + 3,3 log n
Menentukan rentang antarinterval, dengan rumus :
S terbesar
S terkecil
Kriteria pengujian adalah jika Fhitung < Ftabel, maka Ho diterima (homogen)
pada taraf signifikan = 0,05.
39
x1 x 2
t
S
1
1
n1 n 2
S2
(n1 1) S 22 (n2 1) S 22
n1 n2 2
Dengan
Keterangan : X1 = Rata-rata pada kelas eksperimen I
X2= Rata-rata pada kelas kontrol
40
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, Wianti, dkk, (2008), Pembelajaran Melalui Metode PBL (Problem Based
Learning)
Dalam
Upaya
Meningkatkan
Mutu
Pendidikan,
41
42