Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
Dislokasi secara umum merupakan pergeseran tulang dari sendi, sedangkan
pengertian dari dislokasi sendi panggul adalah keadaan dimana caput femur keluar
dari socketnya pada pelvis. Dislokasi pada panggul biasa terjadi dalam kecelakaan
lalu lintas bila seseorang yang duduk dalam truk/mobil terlempar kedepan,
sehingga lutut terbentur pada dashboard.
Diagnosis untuk dislokasi hip posterior dapat dilakukan dengan melihat adanya
pemendekan dan beradduksi, adanya rotasi internal, dan sedikit berfleksi.
Thompson dan Epstein telah mengklasifikasikan dislokasi posterior pinggul ke
dalam lima jenis. Jika sudah terjadi dislokasi, dislokasi harus dilakukan reposisi
secara cepat dengan general anestesi.
Dislokasi posterior menupakan salah satu kasus emergency. Reposisinya harus
segera dilakukan dalam waktu 8 jam untuk menghindari terjadinya necrosis
avaskuler atau gangguan suplai darah. Pada sebagian besar kasus dilakukan reduksi
tertutup. Berbagai jenis reposisi dapat dilakukan pada penderita, diantaranya
terdapat Allis method, Stimson granty technique, dan Bigelow manuver.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sendi Panggul


Panggul manusia terbentuk dari tiga bagian tulang yaitu os Sacrum, os Coccygis,
dan os Coxae. Persendian pada panggul merupakan sendi terbesar yang terdapat
pada tubuh. Sendi panggul adalah persendian antara caput femur dengan
acetabulum os Coxae yang berbentuk mangkuk dengan tipe ball and socket.
Permukaan sendi acetabulum berbentuk tapal kuda, Rongga acetabulum
diperdalam dengan adanya fibrocartilago di bagian pinggirnya yang disebut
sebagai labrum acetabuli.
Ligamentum
Simpai sendi jaringan ikat di sebelah depan diperkuat oleh sebuah ligamentum
yang kuat dan berbentuk Y, yakni ligamentum ileofemoral yang melekat pada SIAI
dan pinggiran acetabulum serta pada linea intertrochanterica di sebelah distal.
Ligamentum ini mencegah ekstensi yang berlebihan sewaktu berdiri .
Di bawah simpai tadi diperkuat oleh ligamentum pubofemoral yang berbentuk
segitiga. Dasar ligamentum melekat pada ramus superior ossis pubis dan apex
melekat dibawah pada bagian bawah linea intertrochanterica. Ligamentum ini
membatasi gerakan ekstensi dan abduksi. Di belakang simpai ini diperkuat oleh
ligamentum ischiofemorale yang berbentuk spiral dan melekat pada corpus
ischium dekat margo acetabuli. Ligamentum ini mencegah terjadinya hieprekstensi
dengan cara memutar caput femoris ke arah medial ke dalam acetabulum sewaktu
diadakan ekstensi pada articulatio coxae.
2

Ligamentum teres femoris berbentuk pipih dan segitiga. Ligamentum ini melekat
melalui puncaknya pada lubang yang ada di caput femoris dan melalui dasarnya
pada ligamentum transversum dan pinggir incisura acetabuli. Ligamentum ini
terletak pada sendi dan dan dibungkus membrana sinovial.
Batas batas articulatio coxae
Anterior : M. Iliopsoas, m.pectineus, m. rectus femoris. M. Iliopsoas dan
m.pectineus memisahkan a.v. femoralis dari sendi.
Posterior : m.obturatorius internus, mm.gemelli, dan m.quadratus femoris
memisahkan sendi dari n.ischiadicus.
Superior : musculus piriformis dan musculus gluteus minimus
Inferior : tendo m.obturatorius externus
Perdarahan
Cabang cabang arteria circumflexa femoris lateralis dan arteria circumflexia
femoris medialis dan arteri untuk caput femoris, cabang arteria obturatoria.
Persyarafan
Nervus femoralis (cabang ke m.rectus femoris, nervus obturatorius (bagian
anterior) nervus ischiadicus (saraf ke musculus quadratus femoris), dan nervus
gluteus superior

2.2Definisi dan Insiden


Dislokasi secara umum merupakan pergeseran tulang dari sendi, sedangkan
pengertian dari dislokasi sendi panggul adalah keadaan dimana caput femur keluar
dari socketnya pada pelvis. Empat dari lima dislokasi panggul traumatic adalah
posterior. Paling sering terjadi 80%-90% dan biasa terjadi pada kecelakaan
kendaraan bermotor
2.3Mekanisme Cidera
Biasa terjadi dalam kecelakaan lalu lintas bila seseorang yang duduk dalam
truk/mobil terlempar kedepan, sehingga lutut terbentur pada dashboard. Adanya
gaya decelerasi cepat saat Femur dalam posisi fleksi dan adduksi. Femur akan
terdorong keatas dan caput femoris keluar dari mangkuknya, sering sepotong
tulang pada punggung acetabulum terpotong

2.4Gambaran Klinik
Diagnosis dapat dilakukan dengan melihat adanya pemendekan dan beradduksi,
adanya rotasi internal, dan sedikit berfleksi. Jika terjadi fraktur pada salah satu
tulang panjang, cedera pinggul akan dengan mudah terlewatkan. Pemeriksaan sinar
X diperlukan pada cidera fraktur femur dan dislokasi panggul. Pada foto
anteroposterior caput femur terlihat di luar mangkuknya dan diatas acetabulum,
sedangkan foto oblik berguna untuk menunjukan ukuran fragmen jika terjadi patah
atau pergeseran
2.5 Klasifikasi
Thompson dan Epstein mengklasifikasikan dislokasi posterior pinggul ke dalam
lima jenis :
Tipe I

: Dislokasi dengan atau tanpa fraktur kecil

Tipe II

: Dislokasi dengan fragmen fraktur tunggal yg besar dari posterior


acetabulum

Tipe III

: Dislokasi dengan tepi acetabulum kominutif dengan atau tanpa


fragmen besar

Tipe IV

: Dislokasi dengan fraktur dasar acetabulum

Tipe V

: Dislokasi dengan fraktur kaput femur

2.6 Pemeriksaan Fisik


1.Dislokasi Posterior
Penderita biasanya datang setelah suatu trauma yang hebat disertai nyeri dan
deformitas pada daerah sendi panggul. Sendi panggul teraba menonjol ke belakang
dalam posisi adduksi, fleksi dan rotasi interna. Terdapat pemendekan anggota
gerak bawah. Rasa nyeri diakibatkan spasme otot disekitar panggul
2. Dislokasi Anterior
Tungkai bawah dalam keadaan rotasi eksterna, abduksi dan sedikit fleksi. Tungkai
tidak mengalami pemendekan karena perlekatan otot rektus femur mencegah kaput
femur bergeser ke proksimal. Terdapat benjolan di depan daerah inguinal, dimana
kaput femur dapat diraba dengan mudah. Sendi panggul sulit digerakkan.
3. Dislokasi Sentral

Terdapat pembengkakan di daerah tungkai bagian proksimal tetapi posisi tetap


normal, nyeri tekan pada daerah trokanter, gerakan sendi panggul sangat terbatas.

2.7 Penatalaksanaan
Dislokasi harus direduksi secara cepat dengan general anestesi. Reposisi harus
segera dilakukan dalam waktu 8 jam untuk menghindari terjadinya necrosis
avaskuler atau gangguan suplai darah. Pada sebagian besar kasus dilakukan reduksi
tertutup. Seorang asisten menahan pelvis, ahli bedah ortopedi memfleksikan
pinggul dan lutut pasien sampai 90 derajat dan menarik paha keatas secara vertikal.
Setelah direposisi, stabilitas sendi diperiksa apakah sendi panggul dapat didislokasi
dengan cara menggerakkan secara vertikal pada sendi panggul
Secara umum reduksi stabil namun perlu dipasang traksi dan mempertahankannya
selama 3 minggu. Gerakan dan latihan dimulai setelah nyeri mereda.
Pada tipe II, sering diterapi dengan reduksi terbuka dan fiksasi anatomis pada
fragmen yang terkena. Terutama jika sendi tidak stabil atau fragmen besar tidak
tereduksi dengan reduksi tertutup, reduksi terbuka dan fiksasi internal dan
dipertahankan selama 6 minggu diperlukan.
Pada cedera tipe III umumnya diterapi dengan reduksi tertutup, kecuali jika ada
fragmen yang terjebak dalam asetabulum, maka dilakukan tindakan reduksi
terbuka dan pemasangan fiksasi interna dan traksi dipertahankan selama 6 minggu.

Cedera tipe IV dan V awalnya diterapi dengan reduksi tertutup. Fragmen caput
femoris dapat tepat berada ditempatnya dan dapat dibuktikan dengan foto atau ct
scan pasca reduksi. Jika fragmen tetap tak tereduksi maka dilakukan reduksi
terbuka dengan caput femoris didislokasikan dan fragmen diikat pada posisinya
dengan sekrup countersunk pasca operasi traksi dipertahankan selama 4 minggu,
dan pembebatan ditunda selama 12 minggu.
Terdapat 3 cara reposisi pada dislokasi posterior hip :
1. Allis Method
Traksi diberikan dalam satu garis sejajar dengan deformitas. Operator
memberikan gaya traksi sejajar deforitas, dengan membentuk fleksi sendi
sebesar 70 derjat, diikuti dengan gerakan rotasi yang lembut pada panggul
dan sedikit adduksi akan membantu femur kembali ke acetabulum.
2. Stimson Gravity Technique
Pasien diposisikan telungkup, dengan kaki yg sakit dibiarkan bergantung
pada penarik. Hingga sendi panggul, femur, dan lutut akan membentuk sudut
90 derjat. Asisten diminta untuk menahan panggul, operator akan
memberikan gaya dari anterior menuju betis bagian proximal, ditambahkan
sedikit rotasi pada tungkai bawah.
3. Bigelow dan reverse Bigelow
Teknik ini jarang digunakan. Pada maneuver Bigelow pasien pada posisi
supine, dokter akan memberikan gaya traksi longitudinal pada tungkai.

Bagian femur medial dalam posisi adduksi dan rotasi internal kemudian di
fleksikan paling sedikit 90
Pada maneuver reverse Bigelow, caput femur biasa akan kembali ke acetabulum
dengan adduksi, rotasi interna, dan diekstensikan. Manuver ini biasanya digunakan
pada dislokasi sendi panggul anterior.
Komplikasi
Tahap dini
a. Cedera nervus skiatikus
Cedera nervus skiatikus terjadi 10-14% pada dislokasi posterior selama awal
trauma atau selama relokasi. Fungsi nervus dapat digunakan sebagai
verifikasi sebelum dan sesudah relokasi untuk mendeteksi terjadinya
komplikasi ini. Jika ditemukan adanya dysfungsi atau lesi pada nervus ini
setelah reposisi maka surgical explorasi untuk mengeluarkan dan
memperbaikinya. Penyembuhan sering membutuhkan waktu lama beberapa
bulan dan untuk sementara itu tungkai harus dihindarkan dari cedera dan
pergelangan kaki harus dibebat untuk menghindari kaki terkulai foot drop.
b. Kerusakan pada Caput Femur
Sewaktu terjadi dislokasi sering kaput femur menabrak asetabulum hingga
pecah.
c. Kerusakan pada pembuluh darah

Biasanya pembuluh darah yang mengalami robekan adalah arteri glutea


superior. Kalau keadaan ini dicurigai perlu dilakukan arteriogram. Pembuluh
darah yang robek mungkin perlu dilakukan ligasi.
d. Fraktur diafisis femur
Bila terjadi bersamaan dengan hip dislokasi biasanya terlewatkan.
Kecurigaan adanya dislokasi panggul, bilamana pada fraktur femur
ditemukan posisi fraktur proksimal dalam keadaan adduksi. Pemeriksaan
radiologis sebaiknya dilakukan di atas dan dibawah daerah fraktur.
Tahap lanjut
a. Nekrosis avaskular
Persediaan darah pada caput femoris sangat terganggu sekurang kurangnya
10% pada dislokasi panggul traumatik, kalau reduksi ditunda menjadi
beberapa jam maka angkanya meningkat manjadi 40%. Nekrosis avaskular
terlihat dalam pemeriksaan sinar x sebagai peningkatan kepadatan caput
femoris, tetapi perubahan ini tidak ditemukan sekurang kurangnya selama 6
minggu, bahkan ada yang 2 tahun dan pada pemeriksaan radiologis
ditemukan adanya fragmentasi ataupun sklerosis.
b. Miositis osifikans
Komplikasi ini jarang terjadi, mungkin berhubungan dengan beratnya
cedera. Tetapi gerakan tak boleh dipaksakan dan pada cedera yang berat
masa istirahat dan pembebanan mungkin perlu diperpanjang.
c. Dislokasi yang tidak dapat direduksi

10

Hal ini dikarenakan reduksi yang terlalu lama sehingga sulit dimanipulasi
dengan reduksi tertutup dan diperlukan reduksi terbuka. Dengan seperti ini
insidensi kekakuan dan nekrosis avaskular sangat meningkat dan
dikemudian hari pembedahan reksontruktif diperlukan
d. Osteoartritis
Osteoartritis sekunder sering terjadi dan diakibatkan oleh kerusakan
kartilago saat dislokasi,adanya fragmen yang tertahan dalam sendi, atau
nekrosis iskemik pada caput femoris

BAB III
PENUTUP

Dislokasi akibat trauma paling sering terjadi pada dislokasi hip posterior. Dislokasi
hip posterior biasa terjadi pada kecelakaan pengendara kendaraan bermotor beroda
empat, dengan posisi duduk di dalam mobil sehingga lutut terbentur oleh
dashboard. Gambaran adanya dislokasi yaitu didapati pemendekan, adduksi, rotasi
internal, dan tampak sedikit fleksi.
Thompson dan Epstein telah mengklasifikasikan dislokasi hip posterior menjadi
lima jenis. Dislokasi hip posterior merupakan salah satu kasus emergency. Reposisi
11

harus dilakukan segera paling lama dalam waktu 8 jam. Terdapat berbagai macam
jenis reposisi, yaitu Allis method, Stimson gravity technique, dan Bigelow
manuver.
Terjadinya dislokasi hip posterior dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi.
Berdasarkan waktunya komplikasi di bagi menjadi 2 macam yaitu dini dan lanjut.
Komplikasi dini yang mungkin terjadi antara lain Cedera nervus skiatikus,
Kerusakan pada Caput Femur, Kerusakan pada pembuluh darah, Fraktur diafisis
femur. Sedangkan nekrosis avaskular, miositis osifikans, dislokasi yang tidak dapat
di reduksi, dan osteoarthritis.

DAFTAR PUSTAKA

1. A.Graham Apley, Apleys System of Orthopaedics and Fractures, Eight


edition, 2001, page 682-684, ELBS, London.
2. Chairudin Rasjad, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, cetakan I, tahun 1998,
halaman 474-477, Bintang lamumpatue, Ujung Pandang.
3. Harold Ellis. Clinical Anatomy, eleventh edition. 2006. Halaman 226229.UK.

12

4. Samuel Sanders MD,et all. Traumatic Hip Dislocation. 2010. Buletin of the
NYU Hospital for join Diseases.
5. Emedicine.medscape,com/article/86930-overview.

13

14

Anda mungkin juga menyukai