NYERI PERUT
STEP 1
STEP 2
1. Mengapa pasien mengeluh mual muntah dan nafsu makan
berkurang?
2. Mengapa pasien nyeri hebat di perut kanan bawah?
3. Kenapa pasien bila berjala membungkuk ke kanan dan bila tidur
tungkainya yang kanan ditekuk?
4. Apa hub tanda vital pada pasien dengan keluhan?
5. Kenapa bising ususnya agak menurun?
6. DD (definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi,
penatalaksanaan, predisposisi, prognosis) ?
7. Kenapa ditemukan difanse muscular di seluruh lapangan abdomen?
8. Kenapa turgor dahi agak berkurang?
9. Mengapa nyeri berpindah?
10.
Mengapa nyeri diawali disekitar umbilicus? Kenapa sekarang
menjadi nyeri tajam?
11.
Perbedaan defense muscular dengan muscle rigidity?
12.
Penegakan diagnosis?
Step 3
1. Anatomi dan fisiologi apendix?
Anatomi
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan
panjang kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks
pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke
delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat
antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih
akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial menuju
katup ileocaecal.
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan
menyempit kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya
insidens appendicitis pada usia tersebut. Appendiks memiliki
24
Gambar 3.3. Posisi Appendiks24
bakteri
timbul
akan
pun
menembus
semakin
dinding
meluas
dan
apendiks.
mengenai
Gbr.3.Penyebab tersering
Tabel
Table diagnosis banding akut abdomen :
Kwandran kanan atas:
1. Cholecystitis acute
2. Perforasi tukak duodeni
3. Pancreatitis acute
4. Hepatitis acute
5. Acute congestive
hepatomegaly
6. Pneumonia + pleuritis
7. Pyelonefritis acute
8. Abses hepar
Paraumbilical:
1. Ileus obstruksi
2. Appendicitis
3. Pancreatitis acute
4. Trombosis A/V mesentrial
5. Hernia Inguinalis strangulata
6. Aneurisma aorta yang pecah
7. Diverculitis (ileum/colon)
pada tulang belakang atau thorak. (David Mattingly dan Charles Seward,
1996)
Sifat Nyeri Abdomen
Nyeri Alih
Nyeri Radiasi
Nyeri Proyeksi
Nyeri Kontinyu
Nyeri Kolik
Nyeri Iskemik
Nyeri Somatik
Letak
Abdomen
kanan
atas
Epigastium
Abdomen kiri atas
Abdomen
kanan
bawah
Abdomen
kiri
bawah
Suprapubik
Periumbilikal
Pinggang/punggun
g
Organ
Kandung epedu, hati, duodenum,
pancreas, kolon, paru, miokard
Lambung, pancreas, duodenum, paru,
kolon
Limpa, kolon, ginjal, pancreas, paru
Apendiks, adneksa, sekum, ileum,
ureter
Kolon, adneksa, ureter
Buli-buli, uterus, usus halus
Usus halus
Aorta, pancreas, ginjal
Bahu
diafragma
Organ atau
Struktur
Saraf
Tingkat
persarafan
Bagian tengah
diafragma
n. frenikus
C 3-5
Tepi diafragma,
lambung,
pankreas,
kandung empedu,
usus halus
Pleksus seliakus
Th 6-9
Appendix, kolon
proksimal dan
organ panggul
Pleksus
mesenterikus
Th 10-11
Kolon distal,
rectum, ginjal,
ureter dan testis
n. splanknikus
caudal
Th 11 - L 1
Buli-buli,
rectosigmoid
Pleksus
hipogastrikus
S 2-4
Posisi pasien
Posisi pasien dalam mengurangi nyeri dapat menjadi petunjuk.
Pada pankreatitis akutpasien akan berbaring ke sebelah kiri
dengan fleksi pada tulang belakang, panggul danlutut. Kadang
penderita akan duduk bungkuk dengan fleksi sendi panggul dan
lutut. Pasien dengan abses hati biasanya berjalan sedikit
membungkuk dengan menekan daerah perutbagian atas seakanakan menggendong absesnya. Appendisitis akut yang letaknya
retrosaekum mendorong penderitanya untuk berbaring dengan
fleksi pada sendi panggul sehingga melemaskan otot psoas yang
teriritasi.
Gawat perut yang menyebabkan diafragmaa teritasi akan
menyebabkan pasien lebih nyaman pada posisi setengah duduk
yangmemudahkan bernafas. Penderita pada peritonitis lokal
maupun umum tidak dapat bergerakkarena nyeri, sedangkan
pasien dengan kolik terpaksa bergerak karena nyerinya
(Sjamsuhidajat, dkk., 2004)
http://anti-remed.blogspot.com/
8. Apa hub tanda vital pada pasien dengan keluhan?
Suhu pasien pun lebih tinggi dari sebelumnya yaitu 39C, hal ini
terjadi karena terjadinya reaksi inflamasi pada tubuh pasien
sehingga sistem pertahanan tubuh berupa lekosit, makrofag, dan
sel mast akan bekerja. Biasanya, pada apendisitis yang telah
mengalami perforasi terjadi kenaikan suhu tubuh. Pasien mengalami
penurunan tensi menjadi 100/70 mmHg (hipotensi). Frekuensi nadi
pun menjadi 120x/menit (takikardi) karena suhu tubuh yang tinggi
dapat meningkatkan derajat metabolisme nodus sinus sehingga
eksitabilitas dan iramanya meningkat. Pasien juga mengalami
takipneu akibat metabolisme yang meningkat membuat kebutuhan
O2 menjadi meningkat sehingga meningkatkan frekuensi nafas
Alteration in Body
12.
13.
DD (definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
komplikasi, penatalaksanaan, predisposisi, prognosis) ?
Appendisitis
Definisi Appendicitis Appendicitis adalah infeksi pada
appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu
feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi
lumen merupakan penyebab utama appendicitis. Erosi
membran mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit
seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan
Enterobius vermikularis.26 Penelitian Collin (1990) di Amerika
Serikat pada 3.400 kasus, 50% ditemukan adanya faktor
obstruksi. Obstruksi yang disebabkan hiperplasi jaringan
limfoid submukosa 60%, fekalith 35%, benda asing 4%, dan
sebab lainnya 1%.27
Etiologi:
Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal
berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen
apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor
pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor
Patofisiologi:
Patofisiologi Appendicitis
Appendicitis merupakan peradangan appendiks yang mengenai
semua lapisan dinding organ tersebut. Tanda patogenetik
primer diduga karena obstruksi lumen dan ulserasi mukosa
menjadi langkah awal terjadinya appendicitis.28 Obstruksi
intraluminal appendiks menghambat keluarnya sekresi mukosa
dan menimbulkan distensi dinding appendiks. Sirkulasi darah
pada dinding appendiks akan terganggu. Adanya kongesti vena
dan iskemia arteri menimbulkan luka pada dinding appendiks.
Kondisi ini mengundang invasi mikroorganisme yang ada di
usus besar memasuki luka dan menyebabkan proses radang
akut, kemudian terjadi proses irreversibel meskipun faktor
obstruksi telah dihilangkan. Appendicitis dimulai dengan proses
eksudasi pada mukosa, sub mukosa, dan muskularis propia.
Pembuluh darah pada serosa kongesti disertai dengan infiltrasi
sel radang neutrofil dan edema, warnanya menjadi kemerahmerahan dan ditutupi granular membran. Pada perkembangan
selanjutnya, lapisan serosa ditutupi oleh fibrinoid supuratif
disertai nekrosis lokal disebut appendicitis akut supuratif.
Edema dinding appendiks menimbulkan gangguan sirkulasi
darah sehingga terjadi ganggren, warnanya menjadi hitam
kehijauan yang sangat potensial ruptur. Pada semua dinding
appendiks tampak infiltrasi radang neutrofil, dinding menebal
karena edema dan pembuluh darah kongesti.9
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh
dengan sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut.
Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu
saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan
dinyatakan mengalami eksaserbasi.24
Mnfes:
Gejala Appendicitis20
Beberapa gejala yang sering terjadi yaitu:
1. . Rasa sakit di daerah epigastrum, daerah periumbilikus, di
seluruh abdomen atau di kuadran kanan bawah merupakan gejalagejala pertama. Rasa sakit ini samar-samar, ringan sampai
moderat, dan kadang-kadang berupa kejang. Sesudah empat jam
biasanya rasa nyeri itu sedikit demi sedikit menghilang kemudian
beralih ke kuadran bawah kanan. Rasa nyeri menetap dan secara
progesif bertambah hebat apabila pasien bergerak.
2. Anoreksia, mual, dan muntah yang timbul selang beberapa jam
dan merupakan kelanjutan dari rasa sakit yang timbul permulaan.
3. Demam tidak tinggi (kurang dari 380C), kekakuan otot, dan
konstipasi.
4. Appendicitis pada bayi ditandai dengan rasa gelisah,
mengantuk, dan terdapat nyeri lokal. Pada usia lanjut, rasa nyeri
tidak nyata. Pada wanita hamil rasa nyeri terasa lebih tinggi di
daerah abdomen dibandingkan dengan biasanya.
5. Nyeri tekan didaerah kuadran kanan bawah. Nyeri tekan
mungkin ditemukan juga di daerah panggul sebelah kanan jika
appendiks terletak retrocaecal. Rasa nyeri ditemukan di daerah
rektum pada pemeriksaan rektum apabila posisi appendiks di
pelvic. Letak appendiks mempengaruhi letak rasa nyeri.
Komplikasi:
Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik
berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah
mengalami perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas
kumpulan apendiks, sekum, dan letak usus halus (Sjamsuhidajat, De
Jong, 2004).
Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka,
perlengketan, obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang
sekali dapat menimbulkan kematian (Craig, 2011).
Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif.
Kebanyakan komplikasi yang mengikuti apendisektomi adalah
komplikasi prosedur intra-abdomen dan ditemukan di tempattempat yang sesuai, seperti: infeksi luka, abses residual,
sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula tinja eksternal,
fistula tinja internal, dan perdarahan dari mesenterium
apendiks (Bailey, 1992).
Penatalaksanaan:
Insisi
Grid
Iron
(McBurney
11
Incision)
Insisi Gridiron pada titik McBurney.
Garis insisi parallel dengan otot
oblikus eksternal, melewati titik
McBurney yaitu 1/3 lateral garis
yang menghubungkan spina liaka
anterior
superior
kanan
dan
umbilikus.
Prognosis:
Prognosis
Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh
spontan tanpa penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila
pengobatan tertunda atau telah terjadi peritonitis/peradangan di
dalam rongga perut. Cepat dan lambatnya penyembuhan setelah
operasi usus buntu tergantung dari usia pasien, kondisi, keadaan
umum pasien, penyakit penyerta misalnya diabetes mellitus,
komplikasi dan keadaan lainya yang biasanya sembuh antara 10
sampai 28 hari (Sanyoto, 2007).
Alasan adanya kemungkinan ancaman jiwa dikarenakan
peritonitis di dalam rongga perut ini menyebabkan operasi
usus buntu akut/emergensi perlu dilakukan secepatnya.
Kematian pasien dan komplikasi hebat jarang terjadi karena
usus buntu akut. Namun hal ini bisa terjadi bila peritonitis
dibiarkan dan tidak diobati secara benar (Sanyoto, 2007).
Klasifikasi
Klasifikasi Appendicitis
Adapun klasifikasi appendicitis berdasarkan klinikopatologis adalah
sebagai berikut:
Appendicitis Akut
a. Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan
obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi
peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe,
2. Appendicitis Infiltrat
Appendicitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang
penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon
dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang
melekat erat satu dengan yang lainnya.
3. Appendicitis Abses
Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah
(pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal,
subcaecal, dan pelvic.
4. Appendicitis Perforasi
Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren
yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi
peritonitis umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi
dikelilingi oleh jaringan nekrotik.
5. Appendicitis Kronis
Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif
sebagai proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme
dengan virulensi rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen.
Diagnosa appendicitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat
serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu,
radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Secara
histologis, dinding appendiks menebal, sub mukosa dan muskularis propia
mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan eosinofil
pada sub mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa
tampak dilatasi.
14.
Penegakan diagnosis?
Diagnosis
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit
perut. Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi
obstruksi dan terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga
nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau
rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus. Obstipasi karena
penderita takut untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut jika
timbul komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu
tinggi, antara 37,5-38,5 C. Tetapi jika suhu lebih tinggi, diduga
sudah terjadi perforasi (Departemen Bedah UGM, 2010).
Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan
membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit,