Anda di halaman 1dari 6

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pentingnya peningkatan pengajaran IPA diamanatkan dalam TAP
MPR No.II/MPR/1993 tentang GBHN yang menyatakan antara lain bahwa
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan khususnya untuk memacu
penguasaan Ilmu Pengetahuan Alam.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi menurut pengembangan
kemampuan siswa SD dalam bidang yang amat diperlukan untuk melanjutkan
belajar ke sekolah yang lebih tinggi maupun utuk mengembangkan bakat,
minat dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Melatih kemampuan anak untuk trampil berpikir kreatif dan inovatif
melalui IPA merupakan latihan awal bagi anak untuk berfikir kritis dalam
mengembangkan daya cipta dan minat siswa secara dini kepada alam
sekitarnya. Berdasarkan hal diatas, maka pengajaran IPA mendapat perhatian
besar untuk semua jenjang pendidikan, khususnya pada tingkat Sekolah Dasar
yang menjadi landasan bagi pendidikan selanjutnya. Keberhasilan pengajaran
IPA ditentukan oleh berbagai hal antara lain, kemampuan siswa dan
kemampuan guru itu sendiri di dalam melaksanakan proses belajar mengajar
yang bermakna sesuai dengan tujuan pengajaran IPA yang terdapat dalam
kurikulum.
Guru sebagai faktor utama keberhasilan pengajaran IPA dituntut
kemampuannya untuk dapat menyampaikan bahan pembelajaran kepada
siswa dengan baik. Untuk itu guru perlu mendapat pengetahuan tentang bahan
pelajaran IPA serta cara yang dapat digunakan dalam mengajarkan bahan
pelajaran tersebut. Singkatnya guru harus profesionalisme.
Peningkatan dan pengembangan kemampuan profesional tersebut
meliputi berbagai aspek antara lain : kemampuan guru dalam menguasai
kurikulum dan materi pelajaran, kemampuan dalam menggunakan metode
dan tehnik evaluasi, kemampuan dalam memanfaatkan sarana dalam proses

belajar mengajar, kemampuan dalam memanfaatkan lingkungan sebagai


sumber belajar disiplin dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap tugas.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di kelas VI SDN Jetis IV
Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan, peneliti melihat bahwa
penerapan sistem pembelajaran hanya searah dan berpusat pada guru (teacher
centered). Hal ini terlihat dari penyampaian materi yang hanya dilakukan
dengan metode ceramah dan hanya terpaku pada buku pelajaran. Sehingga
siswa kurang aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Selain itu juga
kurangnya

penggunaan

media

pembelajaran

menjadi

kendala

saat

pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Sebenarnya fasilitas dan media di


sekolah tersebut sudah cukup memadai, tetapi pemanfaatan dari media
tersebut yang kurang efektif. Permasalahan ini yang akhirnya berpengaruh
terhadap hasil belajar siswa yang kurang dari Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) yang ditetapkan sekolah yakni 70. Dimana persentase ketuntasan
secara klasikal mencapai 61,77% Hal ini terlihat dari 34 siswa ada 13 siswa
yang mencapai hasil belajar 70, dan 21 siswa mencapai hasil belajar 70.
Hanya ada 4 siswa yang mencapai hasil belajar yang cukup memuaskan.
Tingkat keberhasilan secara klasikal yang diharapkan minimal 80% mencapai
nilai diatas KKM.
Berikut nilai siswa sebelum diadakan perbaikan.
Tabel 1: Daftar Nilai Awal Prasiklus
No
1.
2.
3.

Nilai
Jumlah Siswa
Perssen %
50-60
13
40 %
61-70
15
33 %
71-80
5
17 %
Penyebab utama dari masalah ini adalah guru tidak menggunakan

metode pembelajaran yang menarik dan kurang bervariasi sehingga guru


cenderung mendominasi kegiatan pembelajaran dan tidak adanya media
belajar atau alat peraga yang dapat dilihat serta dipraktekkan langsung oleh
siswa proses pembelajaran, Selanjutnya guru kurang memberi ruang pada
siswa untuk menyampaikan kemampuan/pengetahuan yang mereka miliki.
Penyebab yang lain adalah kurangnya motivasi siswa, baik dari dalam diri
siswa itu sendiri maupun dari orang yang ada di sekitarnya.

Pada awal observasi kegiatan pembelajaran terdiri dari tiga tahap, 1)


kegiatan awal, 2) kegiatan inti, dan 3) penutup. Pada kegiatan awal yang
berupa apersepsi siswa diajak tanya jawab tentang materi yang akan dibahas,
yang akhirnya mengaitkan materi inti.
Sedangkan

pada

kegiatan

inti

dalam

proses

pembelajaran

menggunakan metode ceramah, tanpa menggunakan media hanya buku


pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang digunakan sebagai sumber
belajar. Guru lebih banyak menggunakan metode ceramah dalam mengelola
konsep sehingga siswahanya memperoleh konsep yang abstrak dalam
kegiatan belajar mengajar, dan berfokus pada guru. Sehingga keterlibatan
siswa masih tampak kurang optimal, ini terlihat dari kefasifan dan
kebingungan siswa dalam mengikuti dan memahami materi pelajaran yang
disampaikan guru.
Adapun kegiatan penutup siswa diberikan tugas mengerjakan soal dan
evaluasi.
Dari beberapa masalah yang terjadi peneliti mengambil satu
permasalahan yang dianggap sebagai akar permasalahan yakni penerapan
sistem pembelajaran yang searah dan berpusat pada guru (teacher centered).
Karena apabila pembelajaran berpusat pada guru maka siswa hanya akan
menjadi siswa yang pasif sehingga siswa tidak dapat mengoptimalkan
kemampuan-kemampuan yang mereka miliki dan akhirnya pembelajaran
kurang bermakna bagi siswa. Berdasarkan fakta di atas maka penerapan
metode eksperimen menjadi salah satu solusi untuk mengatasi permasalahanpermasalahan yang terjadi di kelas tersebut. Metode eksperimen merupakan
pendekatan berpusat kepada kegiatan siswa yang mencoba mengerjakan
sesuatu serta mengamati proses dan hasil pekerjaanya. Setelah eksperimen
selesai siswa ditugaskan untuk membandingkan dengan hasil eksperimen
yang lain dan mendiskusikan bila ada perbedaan dan kekeliruan (Winarno,
1980).
Metode ini juga sesuai dengan karakteristik siswa kelas VI SD yang
masih pada tahap operasional konkrit (umur 7-11 tahun). Mereka sudah
mampu berfikir secara logis dan dapat memecahkan masalah yang tidak

dibatasi oleh keegosentrisan. Metode pembelajaran ini prosedurnya tidak


serumit metode pembelajaran yang lain. Sehingga dengan metode eksperimen
siswa lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran. Siswa dapat berfikir
kreatif dalam memecahkan masalah yang terjadi dalam kehidupan mereka
sehari-hari. Melalui metode eksperimen siswa dapat meningkatkan hasil
belajar khususnya mata pelajaran IPA. Sesuai dengan teori konstrukstivistik
(constructivist of learning), menurut Piaget (dalam Sumantri dkk, 1998) anak
adalah seorang yang aktif, membentuk atau menyusun pengetahuan mereka
sendiri pada saat mereka menyesuaikan pikirannya sebagaimana terjadi ketika
mereka mengeksplorasi lingkungan dan kemudian tumbuh secara kognitif
terhadap pemikiran-pemikiran yang logis. Dalam penelitian ini, peneliti
menerapkan metode eksperimen pada pembelajaran IPA, karena mata
pelajaran ini berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis. Sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan
yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan. Pelajaran IPA diharapkan dapat menjadi
wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar,
serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya mempelajari tentang konsep energy listrik.
Siswa dapat Membuat rangkaian listrik sederhana. Melalui identifikasi dan
pemecahan masalah secara nyata siswa akan mendapatkan pengalaman yang
bermakna. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman
langsung

untuk

mengembangkan

kompetensi

agar

menjelajahi

dan

memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk


inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk
memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka


permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah dengan menggunakan metode eksperimen dapat meningkatkan


prestasi belajar siswa tentang perpindahan dan perubahan energi listrik
pada siswa kelas VI SDN Jetis IV tahun pelajaran 2014/2015?
2. Bagaimanakah hasil belajar siswa pada materi perpindahan dan perubahan
energi listrik melalui cara penggunaan alat peraga atau media
pembelajaran agar siswa terlibat aktif dalam poses pembelajaran siswa
kelas VI SDN Jetis IV tahun pelajaran 2014/2015?
C. Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Bertitik tolak pada permasalahan tersebut diatas, maka penelitian
tindakan ini bertujuan untuk :
1. Memotivasi guru dan siswa agar dalam proses belajar mengajar IPA
senang atau Gemar menggunakan metode demonstrasi dan metode
eksperimen.
2. Agar siswa memiliki konsep dasar sains dan tehnologi serta sikap disiplin,
kerja keras, ingin tahu, dan memecahkan masalah untuk menyesuaikan diri
dengan perubahan - perubahan di sekelilingnya.
D. Manfaat Penelitian Pebaikan Pembelajaran
1. Manfaat Bagi Guru sebagai peneliti yaitu:
a. Menumbuhkan rasa percaya diri guru dan kreativitasnya.
b. Meningkatkan kemampuan guru dalam proses pembelajaran.
2. Manfaat Bagi Siswa yaitu:
a. Siswa tertarik dengan pembelajaran.
b. Meningkatkan hasil belajar siswa.
c. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.
3. Manfaat Bagi Sekolah yaitu:
a. Membantu tercapainya visi dan misi sekolah.
b. Meningkatkan mutu dan kualitas pembelajaran di sekolah.
4. Manfaat Bagi Peneliti yaitu:
a. Sebagai bahan untuk peningkatan profesionalisme guru.
b. Menambah pengetahuan serta wawasan dalam pendidikan di
masa yang akan datang.
5. Manfaat Bagi Pendidikan Secara Umum yaitu
Dapat diupayakan untuk memberikan bekal kemampuan
dasar kepada siswa untuk mengembangkan kehidupannya pribadi,
anggota masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia, serta

ikut berpartisipasi dalam menyukseskan program wajib belajar 9


tahun (Pendidikan Anak di SD : 1-10, pusat penerbit UT)

Anda mungkin juga menyukai