Anda di halaman 1dari 4

Artikel

Senin, 12 Mei 2014, 15:00


|
Ikhwan Abidin Basri
|
Artikel

Ilmu Ekonomi Islam: Rasionel Suatu Disiplin Baru


Pesatnya kemajuan teknologi masa kini telah menjadikan dunia menyerupai sebuah desa
kecil. Kendatipun kepesatan teknologi telah mampu mereduksi secara dramatis jarak antara
berbagai belahan dunia, akan tetapi irionis sekali bahwa jurang pemisah hubungan antar
manusia justru kian melebar. Dan kendatipun, di satu pihak, terdapat kemajuan dalam
memberikan apresiasi terhadap perbedaan-perbedaan budaya, peradaban, tradisi dan gaya
hidup kita tetap saja disuguhi berita-berita tentang pelanggaran HAM di mana-mana; tidak
saja di negara-negara berkembang melainkan juga di negara-negara maju. Barangkali inilah
salah satu penyebab utama situasi umum di mana fenomena konflik merupakan ciri menonjol
yang dominan dalam hubungan antar masyarakat manusia dewasa ini baik itu lokal, regional
maupun internasional.
Kini banyak kemajuan yang menyiratkan bahwa hakikat hubungan ini telah mulai berubah.
Secara ekonomi kita tengah bergerak menuju suatu kooperasi dan saling ketergantungan.
Globalisasi yang kini tengah membentuk dirinya menunjukkan pola di atas. Dalam konteks
skenario ekonomi masa kini yang ditandai oleh persaingan, efisiensi, pragmatisme dan
keterbukaan adalah sangat tepat jika kita melihat suatu kemungkinan baru yang mencoba
mengajukan suatu alternatif dalam disiplin keilmuan sosial dan suatu sistem ekonomi yang
didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam yang berbeda dari sistem ekonomi konvensional.
Ilmu ekonomi Islam (Islamic Economics), barangkali itulah namanya, menjadi pembicaraan
yang hangat di kalangan para ilmuwan sosial baik muslim maupun non-muslim. Ilmu
Ekonomi Islam ini diyakini merupakan obat mujarab untuk menyembuhkan berbagai macam
simptom penyakit ekonomi yang diderita oleh umat manusia sejagat.
Teori Ekonomi Masa Kini
Apabila kita renungkan secara mendalam tentang situasi ekonomi kontemporer, maka kita
akan berkesimpulan bahwa ada satu problem ekonomi yang sangat mendasar yang sedang
kita hadapi sekarang. Kerangka kerja ekonomi yang telah dikembangkan selama 5 dekade
terakhir tidak mampu memecahkan masalah tersebut. Malahan kerangka kerja ekonomi
kovensional itu telah menghadapkan kita pada kemiskinan massal, kegagalan tinggal landas
dalam proses pembangunan, dan penurunan secara substansial kualitas kesejahteraan material
manusia. Di pihak lain, terutama di negara-negara maju, kerangka kerja ilmu ekonomi
konvensional tidak mampu memecahkan persoalan-persoalan ekonomi seperti pengangguran,
inflasi, stagflasi, ketidakstabilan moneter, defisit anggaran belanja dan masalah-masalah
lingkungan. Dalam kaitannya dengan ekonomi internasional, kita justru melihat kian
melebarnya disparitas antara berbagai negara dan kawasan baik yang bersumber dari
perbedaan penguasaan ilmu pengetahuan maupun teknologi atau karena sebab-sebab sosioekonomi yang berujung kepada divergensi kondisi material yang antagonis. Belum lagi

ditambah dengan ketidak merataan distribusi pendapatan dan kekayaan yang kini telah
menjadi pemicu utama gejolak sosial di mana-mana dan pengurasan sumber-sumber daya
alam yang tidak bisa diperbaharui (non-renewable resources) secara irasional telah menjadi
suatu ancaman serius bagi kelangsungan peradaban umat manusia.
Banyak pakar yang telah mengisyaratkan kelemahan-kelemahan teroritis ilmu ekonomi
konvensional dan sebagian malah ada yang mengajukan proposal radikal dengan mengajukan
usul untuk mengganti paradigma ilmu ekonomi yang ada. Prof. P.A. Samuelson, peraih
hadiah Nobel dalam ilmu ekonomi tahun 1970, Gunnar Myrdal, peraih Nober 1974, Jan
Tinbengen, peraih Nobel pertama di bidang ekonomi pada tahun 1969, Harvey Leibenstein,
Kurt Dopfer dan masih banyak lagi yang lain adalah sejumlah kecil dari pakar Barat yang
dengan jelas melihat kelemahan dan kekurangan dalam paradigma ilmu ekonomi
konvensional. Karena itu amatlah benar jika orang berpendapat bahwa bagaimana mungkin
suatu cabang ilmu pengetahun yang di dalam dapur epistimologinya terdapat demikian
banyak persoalan filosofis yang tidak terselesaikan akan dapat memberikan kesejahteraan
material dan spiritual, kedamaian, kebahagiaan kepada manusia. Maka pantaslah jika
persoalan pokok ekonomi seperti pemenuhan kebutuhan pokok, pendidikan, fasilitas
kesehatan, keamanan sosial dan lain sebagainya masih jauh dari yang diinginkan dalam bukubuku teks ilmu ekonomi.
Kebangkitan Islam Kontemporer
Menggejalanya kajian-kajian di seputar ilmu ekonomi Islam tidak dapat dipisahkan dari
fenomena kebangkitan kembali (Islamic Resurgance) kepada ajaran-ajaran Islam yang segar
dan orisinal dan yang telah melanda di seluruh dunia Islam bahkan di kawasan minoritas
Muslim. Studi yang cukup serius dalam aspek ini merupakan buah dari gerakan kebangkitan
Islam yang meliputi semua aspek kehidupan manusia, apakah itu politik, ekonomi, moral,
ideologis atau kultural. Kebangkitan Islam yang melanda hampir di seluruh dunia kini tengah
mencari kehidupan baru, suatu tatanan baru di mana jangkauannya tidak hanya terbatas pada
aspek ekonomi belaka. Penggerak utama di balik kebangkitan ini adalah keinginan mereka
untuk merekonstruksi struktur masyarakatnya dan perekonomiannya dengan mengadopsi
nilainilai keimanan, agama dan tradisi sejarah mereka.
Sama dengan gelombang lautan, gelombang kebangkitan ini tidak dapat dihentikan oleh
kekuatan manusia manapun juga. Bahkan seorang sekaliber Jimmy Carter, mantan presiden
Amerika Serikat, terpaksa harus mengakui riak gerakan kebangkitan Islam di Amerika
dengan lapang dada, karena menyadari bahwa gerakan ini tidak dapat dihentikan. Bagaimana
mungkin mereka akan menghentikan laju gerakan ini, jika roh yang menjadi penggerak
kebangkitan ini adalah Islam itu sendiri.
Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Terkesan oleh krisis yang melanda teori ekonomi kontemporer, para pakar ekonomi Muslim
mencoba melakukan suatu terobosan dengan membangun suatu pendekatan baru, suatu
disiplin baru yang dapat digambarkan sebagai ilmu ekonomi Islam. Tentu disiplin ini masih
dalam proses kelahirannya atau dalam pembentukan formatnya. Namun demikian contournya sudah sangat jelas.
Nah, apa sebenarnya yang dimaksud dengan ilmu ekonomi Islam itu ? Banyak kalangan umat
Islam yang hingga kini masih belum mendapatkan gambaran yang benar mengenai Ilmu

ekonomi Islam. Sebagian dari mereka menganggap ilmu ekonomi Islam adalah bank Islam,
asuransi Islam dan lembaga-lembaga keuangan Islam lainnya. Sebagian lainnya
menggambarkan bahwa ilmu ekonomi Islam adalah bagian dari fiqh yang berkaitan dengan
muamalah. Sebagian lainnya bahkan memandang bahwa ekonomi islam itu tidak lain adalah
ayatisasi - legitimasi teori dengan ayat-ayat al Quran - dari ilmu ekonomi yang sedang
diajarkan.
Ketidak jelasan mengenai ekonomi Islam itu adalah wajar mengingat bahwa ilmu ekonomi
Islam masih dalam taraf pembentukan. Meskipun para pakarnya sudah memberikan
gambaran yang lebih jelas dan komprehensif, tetapi pada tingkat lintas disiplin masih
menemukan berbagai tanggapan sehingga masih sangat perlu adanya perjernihan konsep
untuk mendudukan persoalan tersebut pada proporsi yang tepat.
Di sini akan dicoba untuk memberikan batasan tentang ilmu ekonomi islam berdasarkan
definisi-definisi yang diajukan oleh para pioner ekonomi Islam. Ilmu ekonomi Islam adalah
suatu upaya yang sistematis mempelajari masalah-masalah ekonomi dan perilaku manusia
dan interaksi antara keduanya. Upaya ilmiah itu juga mencakup masalah pembangunan suatu
kerangka kerja ilmiah untuk membentuk pemahaman teroritis (theoritical understanding),
rekayasa institusi yang diperlukan dan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan proses
produksi, distribusi dan konsumsi yang dapat membantu memenuhi kebutuhan manusia
secara optimal dan ideal.
Tentu saja batasan di atas masih bersifat tentatif namun jelas memberikan gambaran yang
tegas bahwa ilmu ekonomi Islam adalah studi tentang problem-problem ekonomi dan institusi
yang berkaitan dengannya. Ilmu ekonomi Islam memiliki akar teologi, tetapi ia bukanlah
kajian yang mendalam tentang teologi dan memang bukan bagian dari teologi. Ilmu ekonomi
Islam memiliki hubungan yang erat dengan fiqh dan perudang-undangan islam (syariah dan
tasyri) terutama subjek yang berkaitan dengan hubungan antara manusia (muamalah). Akan
tetapi ia bukanlah suatu aspek dari fiqh. Ilmu ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi; dan
keprihatinan utamanya adalah problema-problema ekonomi dan institusinya. Dalam
perspektif inilah ia seharusnya dipandang sebagai suatu disiplin akademik.
Ekonomi Islam dan Ekonomi Tradisional
Beberapa Perbedaan
Akan tetapi apa sesungguhnya yang membedakan antara ilmu ekonomi Islam dan ilmu
ekonomi yang berlaku pada umumnya yang sudah biasa kita kenal dengan ekonomi
konvensional (conventional economics)?
Pertama dan yang pokok adalah ilmu ekonomi, dalam pandangan Islam, tidak dapat netral
terhadap nilai-nilai. Ilmu ekonomi Islam (Islamic Economics) jelas akan melakukan fungsi
eksplanatori (penjelasan) terhadap suatu fakta secara objektif. Ia juga akan melakukan fungsi
prediktif seperti yang dilakukan oleh ilmu ekonomi konvensional. Dalam menjalankan kedua
fungsi ini, ia menjalankan fungsi utama sains secara positif atau mencoba menjelaskan apa
(what is). Namun kiprahnya tidak hanya terbatas pada aspek positif berupa penjelasan dan
prediksi saja. Pada tahapan tertentu ia harus juga melakukan fungsi normatif, menjatuhkan
penilaian (value judgement) dan menjelaskan apa yang seharusnya (what should be) Ini
berarti bahwa ilmu ekonomi Islam bukanlah value-netral. Ia memiliki seperangkat nilainya
tersendiri, kerangka kerja nilai-nilai di mana ia beroperasi. Karena itulah maka reformasi

ekonomi Islam tak dapat dilakukan secara isolasi atau parsial, ia hanya dapat dilakukan dalam
konteks Islamisasi masyarakat secara total.
Kedua, dalam kerangka ini, hubunganhubungan teknis akan dipelajari dan dikembangkan
dengan tetap mempertimbangkan maslahat dan tetap dalam konteks suatu kerangka nilai.
Dengan demikian ilmu ekonomi Islam tidak hanya berbicara tentang bagaimana perilaku
manusia ekonomi itu (economic man) dalam lapangan ekonomi, tetapi juga bagaimana suatu
disiplin normatif dapat diimplementasikan dan diinjeksikan ke dalam diri manusia ekonomi
itu sehingga sasaran yang hendak diinginkan Islam dalam bidang ekonomi dapat diwujudkan.
Pola perilaku manusia ekonomi dalam paradigma ilmu ekonomi konvensional akan berbeda
dari pola perilaku manusia Muslim tidak saja dalam bidang ekonomi, melainkan juga di
seluruh bidang. Ini suatu realitas.
Ketiga, karena citranya yang demikian itulah maka dalam kerangka kerja ini terdapat peran
kebijakan dari sektor pemerintah terhadap perilaku manusia agar tetap berada pada arah
realisasi dan pemenuhan akan nilai-nilai tersebut. Hal ini menjadikan lingkup kajian ilmu
ekonomi Islam lebih luas dan komprehensif. Lebih komprehensif karena ia bukan hanya
berbicara tentang motif tetapi juga perilaku, lembaga dan kebijakan. Ia memperlajari perilaku
manusia seperti apa adanya, namun ia juga memiliki suatu visi tertentu di masa yang akan
datang di mana perilaku manusia harus diarahkan kepadanya. Pendekatan demikian
merupakan ciri menonjol dari ilmu ekonomi Islam.
Bila kita mempelajari ajaran-ajaran Islam di bidang ini, kita dapat menyimpulkan beberapa
poin yang sangat penting sebagai petunjuk untuk membangun disiplin ini. Pertama, Islam
memberikan petunjuk kepada kita tentang adanya seperangkat tujuan dan nilai-nilai dalam
kehidupan perekonomian. Kedua, Islam memberikan kepada kita sikap psikogis dan satu
sprektrum yang mengandung motif-motif dan insentif. Islam juga memasok prinsip-prinsip
hubungan perekonomian. Pokok-pokok petunjuk di atas merupakan hasil inferensi yang kita
petik dari ruh ajaran Islam.
Dengan demikian ekonomi, bagi umat Islam, merupakan salah satu bagian dari sistem
ideologi dan etika Islam. Sebagai suatu ajaran dari keseluruhan suatu bangunan, ia jelas
memiliki ciri-ciri yang menonjol akan tetapi ia tidak bisa berdiri sendiri. Ia hanya dapat
berjalan optimal jika keseluruhan sistem berjalan ke arah yang satu. Karena itu Islamisasi
ekonomi hanya mungkin terjadi secara efektif dan komprehensif jikalau hal itu dibarengi
dengan Islamisasi di bidang-bidang kehidupan yang lain. Hanya dengan cara seperi inilah
maka rahmat Islam akan dapat dirasakan tidak saja baik kaum Muslimin sendiri melainkan
juga bagi seluruh manusia dan makhluk lain di jagat raya.Wallahu alam bish-showab.

Anda mungkin juga menyukai