Unit
FWS
SFS
day
4 15
4 15
ft
lb/acre
Mgal/acre.d
Acre/(Mgal/d)
0.3 2.0
< 60
0.015 0.050
67 20
1.0 2.5
< 60
0.015 0.05
67 20
Medium sand
1
0.42
1.380
1.84
Coarse sand
2
0.39
1.575
1.34
Gravelly sand
8
0.35
1.640
0.86
Sumber : Metcalf & Eddy, 2001
Penyumbatan merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan pada filtrasi
horizontal. Bila penyumbatan (clogging) ini terjadi maka konstruksi tersebut tidak akan
berfungsi dengan semestinya dan perlu dilakukan pembongkaran dan pergantian media dan hal
tersebut merupakan pekerjaan yang menyulitkan. Karena itu pemilihan media merupakan salah
satu masalah yang amat penting dalam mendesain filtrasi horizontal sehingga media yang lazim
digunakan untuk filtrasi horizontal adalah gravel (kerikil).
Bentuk gravel yang relatif bulat dan ukuran yang regular memberikan void ratio yang
tinggi. Sebenarnya bentuk demikian akan mengurangi kinerja dari treatment, tetapi menghindari
masalah penyumbatan. Bagian muka (front part) dari media harus sedemikian hingga
mempunyai void yang kecil hingga dapat menahan SS sebaik mungkin, tetapi juga harus luas
agar dapat meratakan SS tersebut agar tidak mengumpul di satu tempat saja. Berdasarkan
pengalaman empiris, pemakaian gravel dengan bentuk bulat dan uniform dengan ukuran diameter
antara 8 15 mm adalah paling baik.
Kedalaman Air
Untuk sistem FWS, perencanaan kedalaman air tergantung dari kedalaman optimum dari
vegetasi yang dipilih. Sedangkan untuk sistem SFS, kedalamannya dikontrol oleh penetrasi dari
rizoma dan akar-akar karena tamanan mensuplai oksigen ke dalam air melalui rizoma/sistem akar.
Geometri basin akan tergantung dari sistem yang digunakan , SFS atau FWS. Untuk
sistem FWS , area permukaan ( L x W ) telah ditentukan oleh desain waktu detensi dan
kedalaman. Panduan untuk rasio optimum panjang terhadap lebar belum ditentukan secara tepat,
walaupun demikian salah satu studi telah melaporkan performansi yang superior dengan bentuk
basin yang panjang dan dangkal, dengan rekomendasi rasio panjang terhadap lebar paling sedikit
10 : 1. Secara tipikal, sistem-sistem yang sudah ada mempunyai total lebar kira-kira equal
dengan panjang basin. Lebar sistem dibagi ke dalam beberapa basin paralel .
Untuk sistem SFS, cross sectional area ditentukan dari persamaan berikut (Metcalf &
Eddy, 1991) :
Ac = Q
(11)
ks S
Kecepatan aliran didefinisikan oleh (k s S) harus dibatasi hingga nilai 22 ft/d (6.8 m/d) untuk
mengurangi pengikisan lapisan bakteri. Lebar basin yang diperlukan adalah fungsi dari crosssectional area dengan desain kedalaman, dan dihitung berdasarkan persamaan berikut (Metcalf &
Eddy, 1991) :
W = Ac
(12)
d
Secara tipikal, lebar basin dari sistem SFS lebih besar daripada panjang basin.
BOD5 Loading Rate
Beban BOD5 harus dibatasi sehingga kebutuhan oksigen untuk air buangan tidak
melebihi kapasitas transfer oksigen oleh vegetasi wetland. Rentang estimasi laju transfer oksigen
untuk tanaman yang terendam adalah 45 sampai 400 lb/acre.d (5 45 g/m 2.d) dengan nilai tipikal
180 lb/ac.d (20 g/m2.d). BOD5 loading rate maksimum untuk sistem SFS harus dibatasi hingga
120 lb/acre.d (133 kg/ha.d).
Untuk sistem FWS , suplai oksigen ke dalam kolom air terbatas dibanidngkan dengan
sistem SFS, karena zona akar berada dalam profil tanah di bawah kolom air dan jumlah oksigen
yang diangkut ke zona akar akan dikonsumsi oleh benthic yang lebih besar, yang biasanya berada
dalam wetland. Lebih lanjut, transfer oksigen melalui permukaan air oleh angin (aerasi) dan
fotosintesis diminimalisasikan oleh kehadiran tumbuhan yang padat. Oleh karena itu, sistem
FWS yang dipadati oleh vegetasi hanya cocok untuk beban BOD yang moderat. BOD loading
rate untuk sistem FWS tidak boleh lebih besar daripada batasan BOD loading rate untuk sistem
SFS.
Hydraulic-Loading Rate
Rentang hydraulic-loading rate yang digunakan untuk perancangan adalah dari 15,000
hingga 55,000 gal/acre.d (150 500 m 3/ha.d). Area spesifik yang dibutuhkan adalah sebesar 20
hingga 65 acres/Mgal.d (2.1 6.9 ha/103 m3.d)
Kontrol Vektor
Wetland, terutama sistem FWS, menyediakan habitat breeding yang ideal untuk nyamuk.
Masalah kontrol vektor dapat menjadi faktor yang kritis dalam menentukan kelayakan
penggunaan constructed wetland. Rencana untuk kontrol biologis nyamuk melalui penggunaan
ikan nyamuk (Gambusia afinis) ditambah dengan agen control kimia perlu untuk dimasukkan ke
dalam desain. Tingkat dissolved oxygen (DO) harus di atas 1 mg/L untuk memelihara populasi
ikan. Nyamuk tidak menjadi masalah pada penggunaan sistem SFS karena sistem SFS didesain
untuk mencegah akses nyamuk ke dalam zona air. Permukaan air umumnya ditutup dengan pea
gravel atau coarse sand untuk memenuhi tujuan ini.
Sistem Akuakultur
Akuakultur dimaksudkan sebagai budidaya air, tepat seperti agrikultur yang
dimaksudkan sebagai budidaya lahan ; ini merupakan pertumbuhan tanaman dan hewan dalam
air untuk akhirnya dipanenkan sebagai makanan, baik untuk manusia maupun untuk hewan
piaraan. Alga blooms yang padat dalam kolam stabilisasi air limbah tidak hanya memberikan
oksigen untuk oksidasi air limbah influen bagi bakteria, namun alga tersebut juga merupakan
sumber makanan yang sangat berarti, yang kurang lebih mengandung 50 % protein (Duncan
Mara, 1975). Pertumbuhan alga dalam kolam adalah suatu proses yang efisiensinya tinggi
dengan hasil protein jauh berlebihan dibandingkan dengan yang umumnya ditemukan dalam
akrikultur konvensional. Alga tersebut mungkin dipanenkan dari efluen kolam maturasi dengan
salah satu dari beberapa proses pengolahan tersier dan kemudian digunakan sebagai suatu
tambahan makanan ternak.
Alga yang tumbuh dalam air limbah telah dicoba dengan berhasil untuk makanan ternak
ayam, babi, lembu, dan domba. Akan tetapi sering kali, tidak terdapat uang atau tenaga terampil
untuk mengoperasikan dan memelihara proses-proses pengolahan tersier. Dalam kasus semacam
itu, protein alga dalam kolam stabilisasi air limbah paling menyenangkan dimanfaatkan untuk
ikan pemakan-alga dalam kolam maturasi. Ikan mujair Sarotherodon mossambica khususnya
sangat toleran terhadap densitas alga yang tinggi dan berbiak secara ekstrim baik dalam kolam
maturasi. Lebih-lebih ikan ini sangat enak rasanya. Ikan lain yang telah diternak dalam kolam
maturasi meliputi Gurame (Catlacatla, Laboe rohita (Frontispiece)), Ictalurus punctatus dan ikan
pemakan nyamuk (Gambusia sp) (Duncan Mara, 1975). Hasil panen ikan, khususnya mujair,
mungkin dapat ditingkatkan dengan mengintroduksikan bibit yang yang steril, tetpai hal ini akan
menuntut perhatian tenaga ahli yang berpengalaman dalam budidaya ikan. Di Papua New
Guinea, suatu kombinasi akuakultur dan agrikultur yang sangat efektif tetapi sangat sederhana
telah dikembangkan: kolam maturasi digunakan untuk meningkatkan ikan maupun bebek dan
efluen akhir digunakan untuk irigasi sayuran berkualitas tinggi yang ditumbuhkan dalam gravel
bukannya tanah. Suatu praktek hortikultura yang dikenal sebagai Hydrophonic.
Clonorchiasis adalah penyakit hati serius yang disebabkan oleh cacing tramtoda parasitis
Clonorchis sinensis yang mempunyai dua host intermediet, siput (Bithynia sp) dan ikan (gurame).
Penyebaran penyakit ini dibatasi sampai Timur Jauh, khususnya Cina Selatan, yang dalam hal ini
insiden yang tinggi diakibatkan oleh praktek yang ekstensif dalam perabukan kolam ikan dengan
air limbah dan kesukaan penduduk lokal untuk makan ikan baku. Pemeliharaan kolam secara
teratur adalah esensial untuk mencegah pengembangan populasi siput yang stabil. Jika pinggiran
kolam tersebut bersih dari vegetasi, kemudian siput akan kehilangan habitatnya dan karena itu
parasit dalam air limbah baku akan mati karena tidak adanya host pertamanya (siput).
Sebagian besar daur ulang dari air buangan secara tradisional telah dirancang untuk
memproduksi ikan melalui nutrien-nutrien yang ada di dalam air buangan. Di lain pihak, sistem
air buangan konvensional seperti lumpur aktif, trickling filter, dan kolam stabilisasi dirancang
untuk menyisihkan nutrien-nutrien yang ada di dalam air buangan. Pada gambar di bawah ini,
ekskreta manusia yang digunakan kembali melalui akuakultur dapat digunakan secara langsung
untuk menghasilkan makanan bagi manusia untuk dikonsumsi (garis putus-putus) atau secara
tidak langsung melalui pakan untuk unggas (bebek) dan ikan (garis solid).
EXCRETA
FISH POND
DUCKWEED POND
FISH
DUCKWEED
FOOD
FEED
FISH
LIVESTOCK
HUMAN CONSUMPTION
a. KT
Nilai KT ditentukan dengan rumus, yaitu :
KT = K20 (1.06)(T-20), T dalam oC
K16 = 0.2779 (1.06)(16-20)
K16 = 0.220 d-1
b. As
Luas permukaan basin untuk sistem FWS dapat ditentukan berdasarkan persamaan:
As = Q (ln Co ln Ce + ln A)
KT(y)(n)
As = 22.225 (ln 132 ln 2 + ln 0.52)
0.220(0.46)(0.75)
As = 1035.33 m2
c. Waktu detensi hirdrolis, t
Waktu detensi (t) yang diperlukan untuk mencapai efluen BOD yang diinginkan dapat
ditentukan dengan persamaan:
t = - ln (Ce/Co) / KT
dengan nilai KT sebagai berikut :
K16 = 0.678 (1.06)(16-20)
K16 = 0.537 d-1
t = - ln (Ce/Co) / KT
t = - ln ( 2 / 132) / 0.537
t = 7.8 d
OK
4 < t < 15
Nilai t sebesar 7.8 hari memenuhi syarat desain waktu detensi hidrolis yaitu 4 15 hari.
d. Pengecekan hydraulic-loading rate (Lw)
Lw =
Q
As
Lw = 22.225 m3/d
1035.33 m2
Lw = 0.021 m3/m2/d
OK
Nilai hidraulic-loading rate (Lw) sebesar 0.021 m 3/m2/d memenuhi syarat desain wetland
untuk sistem FWS yaitu 0.014 < Lw < 0.046.
e. Penyisihan suspended solid (SS) untuk sistem FWS dapat dihitung menggunakan persamaan di
bawah ini (Sherwood C. Reed & Ronald W. Crites, 1995):
Ce = Co [ 0.1139 + 0.00213 (HLR) ]
Dimana : Ce = efluen TSS, mg/L
Co = influen TSS, mg/L
HLR = hydraulic-loading rate, cm/d
Ce = Co [ 0.1139 + 0.00213 (HLR) ]
Ce = 102 [ 0.1139 + 0.00213 (2.3) ]
Ce = 12.11 mg/L
Nilai Ce TSS sebesar 12.11 mg/L memenuhi syarat baku mutu kelas satu yang ditetapkan,
yaitu 50 mg/L.
II
j.
SFS
132
2
102
11.20
7.13
0.75
597
0.037