Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
LAPORAN KASUS
TB PARU BTA +3 LESI LUAS KASUS PUTUS OBAT
Oleh :
GAGAT ADIYASA
I11109071
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit tuberkulosis (TB) paru masih merupakan masalah utama kesehatan
yang dapat menimbulkan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas).
Diperkirakan
sekitar
sepertiga
penduduk
dunia
telah
terinfeksi
oleh
BAB II
PENYAJIAN KASUS
A. Identitas
Nama
Jenis kelamin
Usia
Alamat
Agama
Pekerjaan
Tanggal masuk RS
: Tn. A
: Laki-laki
: 26 tahun
: Tanjung upat, sungai daka
: Islam
: Swasta
: 26/2/2016
B. Anamnesis
Autoanamnesis dan aloanamnesis dilakukan pada tanggal 3 Maret 2016, pukul
07.30 WIB.
B.1 Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan utama sesak nafas
B.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh sesak napas sejak 2 bulan yang lalu. Sesak semakin
memberat kurang lebih 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan hilang
timbul. Sesak tidak diserta dengan mengi. Sesak tidak dipengaruhi oleh aktivitas,
cuaca maupun debu. Sesak timbul kapan saja. Pasien tidur dengan 1 bantal. Pasien
tidak pernah terbangun dari tidur karena sesak. Riwayat asma sejak kecil
disangkal. Dada berdebar-debar disangkal. Sesak disertai dengan batuk. Batuk
dirasakan hilang timbul sejak kurang lebih 1 tahun sebelum masuk rumah sakit.
Batuk tidak berdahak. Batuk darah (+) 1 minggu yang lalu. Batuk darah hanya
sedikit-sedikit. Pasien tidak mengkonsumsi obat sebelumnya untuk batuk dan
sesaknya.
Pasien juga mengeluh nyeri dada (+). Nyeri dada dirasakan kurang lebih
sejak 2 hari SMRS. Nyeri dada seperti diremas. Nyeri hilang timbul. Nyeri
terutama saat bernapas. Nyeri tidak menjalar ke belakang maupun ke tangan kiri.
Nyeri dada tidak dipengaruhi oleh aktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat.
Demam (+) hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu. Demam bisa pagi, siang, sore
maupun malam. Mengigil (-). Keringat malam (+). Nafsu makan turun. Baju
pasien terasa semakin kendur sejak 2 bulan ini. Nyeri ulu hati (+). Nyeri seperti
ditusuk-tusuk dan hilang timbul. Nyeri bertambah ketika terlambat makan. Nyeri
berkurang dengan minum obat dan setelah makan. Mual (-), Muntah (-). Rasa
panas di dada disangkal. Pasien biasanya minum obat maag yang dibeli sendiri
dari warung apabila sakit maag kambuh. Bab dan BAK tidak ada keluhan
B.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Terdapat riwayat berobat lama karena penyakit paru 9 tahun yang lalu.
Pasien berobat selama 2 bulan, pasien tidak kontrol ke dokter dan pasien tidak
melanjutkan obatnya kembali. Obat paru yang diberikan menyebabkan kencing
berwarna merah. Pasien tidak pernah berobat kembali untuk sakit paru-parunya
selama 9 tahun ini. Riwayat maag (+). Hasil Rontgen lama tidak dibawa. Riwayat
asma dan alergi disangkal.
B.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat anggota keluarga dengan keluhan yang sama disangkal. Riwayat
alergi dan asma disangkal.
B.5 Kebiasaan
Pasien pernah merokok selama kurang lebih 1 tahun dengan frekuensi 1 hari
kurang lebih 1-2 batang. Pasien sudah berhenti merokok 15 tahun yang lalu.
Indeks Brinkman: Perokok ringan. Pasien suka makan-makanan pedas.
B.6 Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien sehari-hari tidak bekerja, Biaya pengobatan ditanggung oleh asuransi
Jamkesmas. Pasien tinggal bersama seorang orang tua, kakak dan adiknya. Satu
rumah berisi 5 orang.
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 3 maret 2016, pukul 07.45
Keadaan umum
: Tampak Sakit Sedang
Kesadaran
: Kompos mentis
BB
: 30 kg
Tanda vital
: Tekanan darah
: 130/80 mmHg
Nadi
: 128 x/menit
Napas
: 33 x/menit
o
Suhu
: 38,3 C
Status generalis:
Mata
: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),
THT
: Faring tidak hiperemis, tonsil T1/T1, lidah kotor (-). Deviasi
septum (-), Sekret (-). Deformitas Auricula dekstra dan
Leher
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
dekstra=sinistra.
: Sonor pada hampir semua lapang paru.
: Suara napas dasar vesikular (+/+), Rh (+/+) pada kedua
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
Kesan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Foto thoraks PA
Kekerasan Foto : Terlalu keras
Inspirasi cukup
Trakea letak tengah
Kesimetrisan Foto : Simetris
Soft tissue : Dalam batas normal
Tulang : Intak
Hemitoraks kanan: Tampak gambaran infiltrat pada hemitoraks kanan
tengah dan atas, kavitas pada hemitoraks kanan atas, titik kalsifikasi pada
6.
7.
8.
9.
GDS: 96
SGOT: 34
SGPT: 19
Sputum BTA: +3. +1, +1
F. Resume
Pasien mengeluh sesak napas sejak 2 bulan smrs. Sesak semakin memberat
kurang lebih 2 hari smrs. Sesak dirasakan hilang timbul. Sesak timbul kapan saja.
Batuk dirasakan hilang timbul sejak kurang lebih 1 tahun sebelum masuk rumah
sakit. Batuk kering. Batuk darah (+) berupa bercak 1 minggu smrs. Nyeri dada
dirasakan sejak 2 hari SMRS. Nyeri dada seperti diremas dan hilang timbul. Nyeri
terutama saat bernapas. Demam (+) hilang timbul sejak 2 bulan smrs. Keringat
malam (+). Nafsu makan turun. Baju pasien terasa semakin kendur. Nyeri ulu hati
(+). Nyeri seperti ditusuk-tusuk dan hilang timbul. Nyeri bertambah ketika
terlambat makan. Nyeri berkurang dengan minum obat dan setelah makan.
Terdapat riwayat berobat lama karena penyakit paru 9 tahun yang lalu. Pasien
berobat selama 2 bulan, pasien tidak kontrol ke dokter dan pasien tidak
melanjutkan obatnya kembali. Riwayat maag (+). Suhu tubuh pasien 38,3 oC.
Retraksi dinding dada (+). Rhongki (+/+) pada kedua apeks paru, Wheezing (-/+),
ekspirasi memanjang. Nyeri tekan (+) regio epigastrium. Pada hemitoraks kanan,
tampak gambaran infiltrat pada hemitoraks tengah dan atas dan titik kalsifikasi
pada parasternal kanan. Pada hemitoraks kiri, tampak gambaran infiltrate pada
hemitoraks tengah. Leukosit ditemukan meningkat. Pemeriksaan BTA +3.
G. Diagnosa Kerja
TB Paru BTA +3 lesi luas kasus putus berobat
Sindrom dyspepsia ec. Susp. gastritis
H. Tata laksana
- Tirah baring
- Terapi nutrisi TKTP
- Pemberian O2 2-3 lpm
- IVFD RL 20 tpm
- Ranitidin inj 50 mg/12 jam
- Nebulizer salbutamol 1amp/8 jam
- paracetamol infus /8 jam
- Metil prednison inj 62,5/8 jam
- OAT kategori II
- Terapi oral: Ambroxol 3x30 mg, Salbutamol 3x2 mg.
I. Follow Up
Follow up ( 26 Februari 2016)
S
O
Sesak (+), batuk (+) kering, batuk berdarah (-), demam (-), mual (-),
muntah (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran
: Kompos mentis
Tanda vital
: Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi
: 90 x/menit
Napas
: 32 x/menit
Suhu
: 36,8 oC
Status generalis:
Mata
: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),
THT
: Faring tidak hiperemis, tonsil T1/T1, lidah kotor (-),
Leher
Paru-paru
Inspeksi
Gerakan
dinding
dekstra=sinistra,
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
dada
tampak
statis
ekspirasi
dan
dinamis
memanjang,
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
8 cm
: Bising usus (+) 10 x/menit-normal
: Akral hangat, CRT <2, Edema ekstremitas atas dan
bawah (-)
Susp. TB Paru BTA belum diperiksa lesi luas kasus putus obat
Farmakologi:
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
Nebu Ventolin 1 respule/ 8jam
Ambroxol tab 3x30 mg
Parasetamol 3x500 mg K/P
Nonfarmakologi:
O2 3-4 lpm
Hidrasi D5 14 tpm
Cek BTA SPS
Sesak (+), batuk (+) kering, batuk berdarah (-), demam hilang
timbul, mual (+), muntah (+) 1 kali berisi makanan, BAB dan BAK
Gerakan
dinding
dekstra=sinistra,
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
dada
tampak
statis
ekspirasi
dan
dinamis
memanjang,
Jantung
Inspeksi
10
Palpasi
Perkusi
A
P
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
8 cm
: Bising usus (+) 10 x/menit-normal
: Akral hangat, CRT <2, Edema ekstremitas atas dan
bawah (-)
Susp. TB Paru BTA belum diperiksa lesi luas kasus putus obat
Farmakologi:
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
Nebu Ventolin 1 respule/ 8jam
Ambroxol tab 3x30 mg
Parasetamol 3x500 mg K/P
Nonfarmakologi:
O2 3-4 lpm
Futrolit 20 tpm
Sesak (+), batuk (+) kering, batuk berdarah (-), demam (-), mual (-),
muntah (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran
: Kompos mentis
Tanda vital
: Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi
: 92 x/menit
Napas
: 30 x/menit
Suhu
: 37,3 oC
Status generalis:
Mata
: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),
THT
: Faring tidak hiperemis, tonsil T1/T1, lidah kotor (-),
Leher
11
Paru-paru
Inspeksi
Gerakan
dinding
dekstra=sinistra,
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
dada
tampak
statis
ekspirasi
dan
dinamis
memanjang,
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
A
P
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
8 cm
: Bising usus (+) 10 x/menit-normal
: Akral hangat, CRT <2, Edema ekstremitas atas dan
bawah (-)
Susp. TB Paru BTA belum diperiksa lesi luas kasus putus obat
Farmakologi:
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
Nebu Ventolin 1 respule/ 8jam
Ambroxol tab 3x30 mg
Parasetamol 3x500 mg
Nonfarmakologi:
O2 3-4 lpm
Futrolit 14 tpm
Sesak (+) belum berkurang, batuk (+) kering, batuk berdarah (-),
demam (+), mual (-), muntah (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan
12
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda vital
Gerakan
dinding
dekstra=sinistra,
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
dada
tampak
statis
ekspirasi
dan
dinamis
memanjang,
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
A
P
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
8 cm
: Bising usus (+) 10 x/menit-normal
: Akral hangat, CRT <2, Edema ekstremitas atas dan
bawah (-)
Susp. TB Paru BTA belum diperiksa lesi luas kasus putus obat
Farmakologi:
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
Nebu Ventolin 1 respule/ 8jam
Ambroxol tab 3x30 mg
13
Sesak (+), batuk (+) kering, batuk berdarah (-), demam (+), mual
(-), muntah (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran
: Kompos mentis
Tanda vital
: Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi
: 112 x/menit
Napas
: 34 x/menit
Suhu
: 38,1 oC
Status generalis:
Mata
: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),
THT
: Faring tidak hiperemis, tonsil T1/T1, lidah kotor (-),
Leher
Paru-paru
Inspeksi
Gerakan
dinding
dekstra=sinistra,
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
dada
tampak
statis
ekspirasi
dan
dinamis
memanjang,
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
14
Auskultasi
Ekstremitas
A
P
8 cm
: Bising usus (+) 10 x/menit-normal
: Akral hangat, CRT <2, Edema ekstremitas atas dan
bawah (-)
Susp. TB Paru BTA +3 lesi luas kasus putus obat
Farmakologi:
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
Inj. Metilprednisolon 31 mg/ 8 jam
Nofebril Fl 1 gr/8 jam
Nebu Ventolin 1 respule/ 8jam
Ambroxol tab 3x30 mg
Salbutamol tab 3x2 mg
Nonfarmakologi:
O2 3-4 lpm
Futrolit 20 tpm
Sesak (+), batuk (+) kering, batuk berdarah (-), demam (+), mual
(-), muntah (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran
: Kompos mentis
Tanda vital
: Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi
: 122 x/menit
Napas
: 32 x/menit
Suhu
: 38 oC
Status generalis:
Mata
: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),
THT
: Faring tidak hiperemis, tonsil T1/T1, lidah kotor (-),
Leher
Paru-paru
Inspeksi
Gerakan
dinding
dekstra=sinistra,
Palpasi
Perkusi
dada
tampak
statis
ekspirasi
dan
dinamis
memanjang,
15
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
A
P
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
8 cm
: Bising usus (+) 10 x/menit-normal
: Akral hangat, CRT <2, Edema ekstremitas atas dan
bawah (-)
Susp. TB Paru BTA +3 lesi luas kasus putus obat
Farmakologi:
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
Inj. Metilprednisolon 31 mg/ 8 jam
Nofebril Fl 1 gr/8 jam
Nebu Ventolin 1 respule/ 8jam
Ambroxol tab 3x30 mg
Salbutamol tab 3x2 mg
OAT kategori 2
Nonfarmakologi:
O2 3-4 lpm
Futrolit 20 tpm
Sesak (+) berkurang, batuk (+) kering, batuk berdarah (-), demam
(-), mual (-), muntah (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran
: Kompos mentis
16
Tanda vital
: Tekanan darah
Nadi
Napas
Suhu
: 130/80 mmHg
: 128 x/menit
: 33 x/menit
: 38,3 oC
Status generalis:
Mata
: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),
THT
: Faring tidak hiperemis, tonsil T1/T1, lidah kotor (-),
Leher
Paru-paru
Inspeksi
Gerakan
dinding
dekstra=sinistra,
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
dada
tampak
statis
ekspirasi
dan
dinamis
memanjang,
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
8 cm
: Bising usus (+) 10 x/menit-normal
: Akral hangat, CRT <2, Edema ekstremitas atas dan
bawah (-)
Susp. TB Paru BTA +3 lesi luas kasus putus obat
Farmakologi:
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
Inj. Metilprednisolon 31 mg/ 8 jam
Nofebril Fl 1 gr/8 jam
17
Sesak (+), batuk (+) kering, batuk berdarah (-), demam (+), mual
(-), muntah (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran
: Kompos mentis
Tanda vital
: Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi
: 112 x/menit
Napas
: 34 x/menit
Suhu
: 38,1 oC
Status generalis:
Mata
: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),
THT
: Faring tidak hiperemis, tonsil T1/T1, lidah kotor (-),
Leher
Paru-paru
Inspeksi
Gerakan
dinding
dekstra=sinistra,
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
dada
tampak
statis
ekspirasi
dan
dinamis
memanjang,
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
18
A
P
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
8 cm
: Bising usus (+) 10 x/menit-normal
: Akral hangat, CRT <2, Edema ekstremitas atas dan
bawah (-)
Susp. TB Paru BTA +3 lesi luas kasus putus obat
Farmakologi:
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
Inj. Metilprednisolon 31 mg/ 8 jam
Nofebril Fl 1 gr/8 jam
Nebu Ventolin 1 respule/ 8jam
Ambroxol tab 3x30 mg
Salbutamol tab 3x2 mg
Nonfarmakologi:
O2 3-4 lpm
Futrolit 20 tpm
keluhan
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda vital
Status generalis:
Mata
: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),
THT
: Faring tidak hiperemis, tonsil T1/T1, lidah kotor (-),
19
Leher
Paru-paru
Inspeksi
Gerakan
dinding
dekstra=sinistra,
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
dada
tampak
statis
dan
ekspirasi
dinamis
memanjang,
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
A
P
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
8 cm
: Bising usus (+) 10 x/menit-normal
: Akral hangat, CRT <2, Edema ekstremitas atas dan
bawah (-)
Susp. TB Paru BTA +3 diperiksa lesi luas kasus putus obat
Sefadroksil 2x500 mg
Kapsul batuk 3x1
B.compleks 1x1
20
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan infeksi
bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ,
terutama paru-paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengoabatannya tidak
tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian. TB
diperkirakan sudah ada di dunia sejak 5000 tahun sebelum masehi, namun
kemajuan dalam penemuan dan pengendalian penyakit TB paru terjadi dalam 2
abad terakhir3
Klasifikasi penyakit tuberkulosis berdasarkan organ tubuh yang diserang
kuman Mycobacterium tuberculosis terdiri dari tuberkulosis paru dan tuberkulosis
ekstra paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,
tidak termasuk pleura (selaput paru). Sedangkan tuberkulosis ekstra paru adalah
tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru misalnya, pleura,
selaput otak, selaput jantung (perikardium), kelenjar limfe, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain1.
2.2 Kuman tuberkulosis
Mycobacterium
tuberculosis berbentuk
batang
lurus
atau
sedikit
melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3
21
lapisan
lemak
cukup
tinggi
asam mikolat,
(60%).
lilin
Penyusun
kompleks
utama
dinding
(complex-waxes),
trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang
berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang
(C60 C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan
dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada
dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan
arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan
bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan
tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam
alkohol.
Gambar 2.1
Mycobacterium tuberculosis pada pewarnaan tahan asam
Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu
komponen
lipid,
polisakarida
dan
protein.
Karakteristik
antigen M.
mendiagnosis
TB.
Ada
juga
yang
menggolongkan
antigen M.
tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi
(somatik). Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup,
contohnya antigen 30.000 a, protein MTP 40 dan lain lain.
Genom M. tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan
kandungan guanin (G) dan sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah
22
diketahui lebih dari 165 gen dan penanda genetik yang dibagi dalam 3 kelompok.
Kelompok 1 gen yang merupakan sikuen DNA mikobakteria yang selalu ada
(conserved) sebagai DNA target, kelompok II merupakan sikuen DNA yang
menyandi antigen protein, sedangkan kelompok III adalah sikuen DNA ulangan
seperti elemen sisipan. Gen pab dan gen groEL masing masing menyandi protein
berikatan posfat misalnya protein 38 kDa dan protein kejut panas (heat shock
protein) seperti protein 65 kDa, gen katG menyandi katalase-peroksidase dan gen
16SrRNA (rrs) menyandi protein ribosomal S12 sedangkan gen rpoB menyandi
RNA polimerase. Sikuen sisipan DNA (IS) adalah elemen genetik yang mobile.
Lebih dari 16 IS ada dalam mikobakteria antara lain IS6110, IS1081 dan elemen
seperti IS (IS-like element). Deteksi gen tersebut dapat dilakukan dengan teknik
PCR dan RFLP4
2.3 Cara penularan
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak
yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil
pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal
tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah kuman yang terkandung dalam
contoh uji dari 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit dideteksi melalui
pemeriksaan mikroskopis langsung.
b.
c. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung
percik renik dahak yang infeksius tersebut.
d. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak5.
2.4 Risiko penularan
23
sehingga
menimbulkan
obstruksi
pada
saluran
napas
24
b)
c)
pada
anak
setelah
mendapat
ensefalomeningitis,
tuberkuloma ) atau
-
b. Tuberkulosis Postprimer
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah
tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis
postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk
dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk
tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena
dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang
dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus
inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
1)
2)
Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan
sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif
kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila
jaringan keju dibatukkan keluar.
25
3)
tipis,
kemudian
dindingnya
akan
menjadi
tebal
(kaviti
dengan
membungkus
diri
dan
akhirnya
mengecil.
26
27
Gambar 2.2
28
29
Tersangka
Penderita TB
(suspek TB)
Periksa Dahak Sewaktu, Pagi, Sewaktu
(SPS)
Hasil BTA
+++
++-
Hasil BTA
+--
Periksa Rontgen
Dada
Hasil Mendukung
TB
Hasil BTA
---
Beri Antibiotik
Spektrum Luas
Hasil Tidak
Mendukung TB
Tidak Ada
Perbaikan
Ada Perbaikan
Hasil BTA
+++
++-
Hasil BTA
TB BTA - - - Bukan
TBC,
Negatif
Penyakit
Rontgen
Positif
Periksa Rontgen Lain
Dada
30
Hasil Mendukung
TB
Hasil Rontgen
Negatif
Gambar 2.3
Alur Diagnosis TB paru
Berdasarkan diagnosis di atas WHO pada tahun 1991 memberikan kriteria
pada pasien TB paru menjadi : a). Pasien dengan sputum BTA positif adalah
pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis ditemukan BTA,
sekurang kurangnya pada 2 kali pemeriksaan/1 sediaan sputumnya positif disertai
kelainan radiologis yang sesuai dengan gambaran TB aktif /1 sediaan sputumnya
positif disertai biakan yang positif. b). Pasien dengan sputum BTA negatif adalah
pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan
BTA sama sekali, tetapi pada biakannya positif/ radiologi menunjukan lesi aktif 6.
c. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis TB terutama pada anak-anak (balita). Sedangkan pada dewasa tes
tuberkulin hanya untuk menyatakan apakah seorang individu sedang atau pernah
mengalami infeksi Mycobacterium tuberculosis atau Mycobacterium patogen
lainnya1.
Tes tuberkulin dilakukan dengan cara menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin
P.P.D (Purified Protein Derivative) secara intrakutan. Dasar tes tuberkulin ini
31
adalah reaksi alergi tipe lambat. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan
timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni
reaksi persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen tuberkulin. Cara
penyuntikan tes tuberkulin dapat dilihat pada gambar di bawah ini6
Gambar 2.4
Penyuntikan Tes Tuberkulin
Berdasarkan indurasinya maka hasil tes mantoux dibagi dalam: a). Indurasi
0-5 mm (diameternya) : Mantoux negatif = golongan no sensitivity. Di sini peran
antibodi humoral paling menonjol. b). Indurasi 6-9 mm : Hasil meragukan =
golongan normal sensitivity. Di sini peran antibodi humoral masih menonjol. c).
Indurasi 10-15 mm : Mantoux positif = golongan low grade sensitivity. Di sini
peran kedua antibodi seimbang. d). Indurasi > 15 mm : Mantoux positif kuat =
golongan hypersensitivity. Di sini peran antibodi seluler paling menonjol.
Biasanya hampir seluruh penderita TB paru memberikan reaksi mantoux
yang positif (99,8%). Kelemahan tes ini adalah adanya positif palsu yakni pada
pemberian BCG atau terinfeksi dengan Mycobacterium lain, negatif palsu pada
pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberkulosis, anergi, penyakit sistemik
serta (Sarkoidosis, LE), penyakit eksantematous dengan panas yang akut (morbili,
cacar air, poliomielitis), reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit hodgkin,
pemberian obat imunosupresi, usia tua, malnutrisi, uremia, dan penyakit
keganasan. Untuk pasien dengan HIV positif, tes mantoux 5 mm, dinilai positif6.
2.7 Komplikasi tuberkulosis
Tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dini antara lain dapat timbul pleuritis, efusi pleura,
empiema, laringitis, usus Poncets arthropathy. Sedangkan komplikasi lanjut
32
33
Kasus kronis adalah pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulang kategori II dengan pengawasan yang baik.
g. Tuberkulosis resistensi ganda
Tuberkulosis resistensi ganda adalah tuberkulosis yang menunjukkan
resistensi terhadap Rifampisin dan INH dengan/tanpa OAT lainnya4.
2.9 Pengobatan Tuberkulosis Paru
a. Tujuan pengobatan TB adalah
1) Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta kualitas
hidup.
2) Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak buruk
selanjutnya.
3) Mencegah terjadinya kekambuhan TB
4) Menurunkan penularan TB
5) Mencegah terjadinya dan penularan TB resisten obat,
34
Sifat
Bakterisid
Keterangan
Obat ini sangat efektif terhadap kuman
(H)
Terkuat
yang
sedang
berkembang.
Bakterisid
oleh
Isoniazid.
Mekanisme
35
Pirazinamid
Bakterisid
(Z)
Streptomisin
Bakterisid
(S)
Etambutol
Bakteriostatik
(E)
2.9.1 Regimen pengobatan (metode DOTS)
Pengobatan TB memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 bulan agar
dapat mencegah perkembangan resistensi obat, oleh karena itu WHO telah
menerapkan strategi DOTS dimana petugas kesehatan tambahan yang
berfungsi secara ketat mengawasi pasien minum obat untuk memastikan
kepatuhannya. Oleh karena itu WHO juga telah menetapkan regimen
pengobatan standar yang membagi pasien menjadi 4 kategori berbeda menurut
definisi kasus tersebut, seperti bisa dilihat pada tabel di bawah ini (Bahar &
Amin, 2007) :
Tabel 2.2 Berbagai Paduan Alternatif Untuk Setiap Kategori Pengobatan
Kategori
pengobatan
Paduan pengobatan TB
Pasien TB
TB
alternative
Fase awal
(setiap hari / 3 x
II
III
seminggu)
2 EHRZ (SHRZ)
Fase
lanjutan
6 HE
4 HR
4 H 3 R3
2 SHRZE / 1
5 H3R3E3
pengobatan gagal;
HRZE
5 HRE
2 RHZE atau
4 RH
36
IV
6 RHE (tunggal)
*2RHZE /4 R3H3
RHZES / sesuai hasil uji
pengobatan ulang)
sensitif)
(pengobatan
obat
lini
minimal
2
18
37
memastikan
diagnosis
TB
dengan
mempertimbangkan
juga
resistensi
terhadap OAT.
f. TB Paru kasus kronik
1) Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan
RHZES.
uji resistensi (minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah
dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid dll. Pengobatan
minimal 18 bulan.
a) Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
38
b) Pertimbangkan
pembedahan
untuk
meningkatkan
kemungkinan
penyembuhan
c) Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru4
2.9.2 Dosis obat
Tabel di bawah ini menunjukkan dosis obat yang dipakai di Indonesia
secara harian maupun berkala dan disesuaikan dengan berat badan pasien1,4
Tabel 2.3 Dosis Obat yang Dipakai di Indonesia
Jenis
Dosis
harian : 5mg/kg BB
intermiten : 10 mg/kg BB 3x seminggu
harian = intermiten : 10 mg/kgBB
harian : 25mg/kg BB
intermiten : 35 mg/kg BB 3x seminggu
Streptomisin (S)
Etambutol (E)
Isoniazid (H)
Rifampisin (R)
Pirazinamid (Z)
39
30 37 kg
38 54 kg
55 70 kg
> 71 kg
selama 56 hari
selama 16 minggu
RHZE (150/75/400/275)
2 tablet 4KDT
3 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT
5 tablet 4KDT
RH (150/150)
2 tablet 4KDT
3 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT
5 tablet 4KDT
Badan
RHZE (150/75/400/275)
RH (150/150) + E (400)
+S
Selama 58 hari
Selama
28 Selama 2 Minggu
hari
2 tab 4KDT
2 tab 2KDT + 2
Streptomisin inj
38 54 kg 3 tab 4KDT + 750mg
3 tab 4KDT
tab Etambutol
3 tab 2KDT + 3
Streptomisin inj
55 70 kg 4 tab 4KDT + 1000mg
4 tab 4KDT
tab Etambutol
4 tab 2KDT + 4
Streptomisin inj
5 tab 4KDT + 1000mg
5 tab 4KDT
tab Etambutol
5 tab 2KDT + 5
> 71 kg
Streptomisin inj
tab Etambutol
30 37 kg
38 54 kg
55 70 kg
71 kg
RHZE (150/75/400/275)
2 tablet 4KDT
3 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT
5 tablet 4KDT
2.9.7 Efek samping pengobatan
Efek samping
Kemungkinan Tatalaksana
Penyebab
Minor
Tidak nafsu makan, mual, sakit perut
OAT diteruskan
Rifampisin
Obat
diminum
40
malam
Nyeri sendi
Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki
sebelum
Pyrazinamid
tidur
Beri
INH
/allopurinol
Beri vitamin B6
aspirin
(piridoksin) 1 x
Warna kemerahan pada air seni
Rifampisin
100 mg perhari
Beri penjelasan,
tidak perlu diberi
apa-apa
Mayor
Gatal dan kemerahan pada kulit
Hentikan obat
Semua jenis
Beri antihistamin
OAT
dan
Streptomisin
ketat
Streptomisin
dihentikan
Streptomisin
Tuli
dievaluasi
dihentikan
Ikterik / Hepatitis Imbas Obat (penyebab lain Sebagian besar Hentikan semua
disingkirkan)
OAT
OAT
sampai
ikterik
menghilang
boleh
dan
diberikan
hepatoprotektor
Muntah dan confusion (suspected drug-induced Sebagian besar Hentikan semua
pre-icteric hepatitis)
OAT
Gangguan penglihatan
Etambutol
Rifampisin
etambutol
Hentikan
rifampisin
41
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada anamnesis, didapatkan pasien mengeluh sesak napas sejak 2 bulan
smrs. Sesak semakin memberat kurang lebih 2 hari smrs. Sesak dirasakan hilang
timbul. Sesak timbul kapan saja. Batuk dirasakan hilang timbul sejak kurang lebih
1 tahun sebelum masuk rumah sakit. Batuk kering. Batuk darah (+) berupa bercak
1 minggu smrs. Nyeri dada dirasakan sejak 2 hari SMRS. Nyeri dada seperti
diremas dan hilang timbul. Nyeri terutama saat bernapas. Demam (+) hilang
timbul sejak 2 bulan smrs. Keringat malam (+). Nafsu makan turun. Baju pasien
terasa semakin kendur. Dari anamnesis, dapat ditarik diagnosis banding berupa
TB Paru, bronkitis kronik, pneumonia dan keganasan
Diagnosis kerja pada pasien ini lebih mengarah ke kasus TB paru; dengan
tanda respiratorik khas seperti batuk > 2 minggu, batuk darah, sesak napas dan
nyeri dada serta gejala sistemik berupa demam, keringat malam, anoreksia dan
berat badan turun. Pada riwayat penyakit dahulu, ditemukan riwayat pengobatan
lama untuk infeksi paru-paru dan tidak tuntas pasien selesaikan pengobatan. Pada
pemeriksaan fisik juga ditemukan suara napas rhonki basah kasar pada kedua
paru. Untuk menegakkan diagnosis TB Paru diperlukan pemeriksaan sputum
pasien dengan metode SPS (Sewaktu Pagi Sewaktu).
Pemeriksaan sputum BTA SPS tersebut meliputi :
42
1. Sewaktu; dahak dikumpulkan saat pasien pertama kali ditemui, jadi begitu
pasien tersebut dicurigai TB, maka dilakukan pengambilan dahak/ sputum
pasien saat itu juga. Kemudian pasien disediakan pot dahak untuk
menampung dahak paginya
2. Pagi; keesokan pagi sebelum pasien makan/ minum, diambil kembali dahak/
sputum paginya dan dimasukkan dalam pot dahak yang disediakan pada
malam sebelumnya.
3. Sewaktu; sambil mengambil pot sputum pagi, saat itu juga diambil kembali
sputum/ dahak pasien. Maka didapatlah 3 buah pot spesimen sputum untuk
dilakukan pemeriksaan BTA. Pemeriksaan dilakukan dibawah mikroskop
dengan pewarnaan Ziehl-Nielssen.
Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil pada
pemeriksaan pertama: +3, kedua: +1, Ketiga +1. Interpretasi hasil pemeriksaan
dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila : 3 kali positif menunjukan pasien
mendapat hasil pemeriksaan BTA (+). Dari foto thoraks juga didapatkan gambaran
lesi aktif berupa gambaran infiltrat pada hemitoraks kanan tengah dan atas,
kavitas pada hemitoraks kanan atas dan infiltrat pada hemitoraks kiri tengah. Dari
hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada pasien ini,
dapat disimpulkan pasien menderita TB paru.
Dalam penegakkan diagnosis, dicantumkan pula beberapa diagnosis
banding yang dirasakan lebih cocok berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang dilakukan. PPOK diambil sebagai diagnosis banding karena batuk yang
dialami pasien adalah batuk yang kronis, yaitu batuk yang sudah 3 bulan lamanya.
Perjalanan penyakit yang tidak progresif ireversible juga dapat menyingkirkan
diagnosis. Pada pemeriksaan foto ronthen thoraks pun tidak ditemukan tandatanda hiperinflasi pada paru pasien. Selain itu, pajanan terhadap rokok dan gas
inhalasi berbahaya juga dapat disingkirkan pada pasien tersebut.
Pneumonia diambil sebagai diagnosis banding karena pada Pneumonia
juga terdapat batuk produktif. Selain itu pasien juga mengeluhkan demam. Namun
pneumonia dapat disingkirkan sebab pada pneumonia demam yang terjadi adalah
demam tinggi yang terus-menerus. Selain itu pula, pneumonia merupakan proses
43
akut. Sedangkan pasien telah mengeluhkan batuknya 3 bulan yang lalu dan
demamnya sejak 2 bulan yang lalu.
Diagnosis banding tumor paru dicantumkan dengan dasar bahwa
manifestasi utamanya antara lain; batuk yang sifatnya kronik atau menahun,
kemudian terjadi hipermetabolisme ditandai dengan keringat tanpa sebab yang
jelas, selanjutnya penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, dan yang terakhir
dan terutama ialah hemoptisis pada pasien ini dapat mengarahkan diagnosis ke
tumor paru.
Sesak merupakan perasaan tidak enak yang berkaitan dengpn pernapasan
dan perasaan ini tidak sesuai dengan tingkat aktivitas fisik yang dilakukan. Sesak
pada TB paru disebabkan oleh reaksi peradangan yang disebabkan akumulasi
mucus di jalan nafas. Hal ini akan menyebabkan gangguan proses difusi
oksigenasi. Hal ini akan merangsang tubuh untuk meningkatkan gerakan
pernapasan sehingga timbul sesak.
Batuk yang dikeluhkan tidak berkurang
44
hilang timbul. Nyeri bertambah ketika terlambat makan. Nyeri berkurang dengan
minum obat dan setelah makan. Riwayat maag (+). Pada pemeriksaan fisik
ditemukan nyeri tekan ulu hati. Untuk menegakan diagnose gastritis, diperlukan
pemeriksaan endoskopi, sehingga diagonosa pasien ini masih curiga gastritis.
Terapi non medikamentosa pada pasien ini dianjurkan untuk terapi nutrisi.
Hal ini disebabkan karena berat badan pasien yang terus turun akibat infeksi
tuberculosis pada paru pasien.
Pengobatan yang sekarang ini pasien diberikan OAT dengan pemberian
sesuai kategori 1I, dengan pertimbangan bahwa pasien putus obat dengan
pemekaian sebelumnya lebih dari 1 bulan sehingga dianggap kasus lalai
pengobatan. Regimen yang diberikan pada pasien berupa RHZES.
Pasien diberikan antibiotik spektrum luas berupa ceftriakson untuk
mengobati kemungkinan penyakit infeksi non-TB pada pasien. Pemilihan
antibiotik cephalosporin generasi ketiga pada pasien ini disebabkan karena
antibiotik jenis ini tidak termasuk dalam antibiotik lini kedua pada pasien ini
sehingga diagnosis TB yang belum ditegakan pada pasien ini tidak tersamarkan
karena respon pemberian antibiotik.
Pemberian ranitidin pada pasien ini digunakan untuk mengurangi
keasaaman lambung sehingga keluhan akibat peningkatan asam lambung pada
pasien dapat dikurangi. Pemberian Nebulizer salbutamol dan salbutamol oral
digunakan untuk mengurangi sesak pada pasien. Pemberian paracetamol infus dan
injeksi metil prednison digunakan untuk menurunkan demam pada pasien.
Pemberian ambroxol oral pada pasien untuk mengencerkan sekret pada pasien.
.
45
BAB V
KESIMPULAN
Tuberculosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi mennular yang
disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organisme M. tuberculosis
adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit.
Sebagian besar infksi TB menyebar lewat udara, melalui terhirupnya droplet
nuclei yang berisikan organisme basil tuberkel dari seseorang penderita.
Pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD telah mengembangkan
strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly
Observed
Treatment
Short-course)
dan
telah
terbukti
sebagai
strategi
terbaik
(best
practices),
dan
hasil
implementasi
program
yang
meliputi
Non-medikamentosa
dan
Medikamentosa.
Non-
medikamentosa yaitu; tirah baring dan diet TKTP. Untuk terapi Medikamentosa
pasien mendapat OAT sesuai kategori II, Ranitidin inj 50 mg/12 jam, Nebulizer
46
salbutamol 1amp/8 jam, paracetamol infus /8 jam, Metil prednison inj 62,5 mg/8
jam, Ambroxol tablet 3x30 mg dan Salbutamol tablet 3x2 mg.