Lumpuh Mendadak
Seorang laki- laki berusia 60 tahun dibawa keluarganya ke unit gawat
darurat RS karena mendadak mengalami kelemahan separuh badannya saat
mandi. Tidak berselang lama, pasien mengeluhkan sakit kepala dan muntah.
Pasien mempunyai riwayat hipertensi. Riwayat trauma tidak diketahui oleh
keluarga pasien. Dari pemeriksaan didapatkan pasien tampak mengalami
penurunan kesadaran, tekanan darah 180/100 dan siriraj score = 4,5. Pada
pemeriksaan neurologis didapatkan hemiparesis sinistra spastik. Keluarga sangat
khawatir apakah kondisinya bisa pulih seperti sebelumnya.
STEP 1
1. Trauma: Cedera fisik/ emosional yang secara medis berpacu pada cedera
serius/ kritis, luka/ syok.
2. Siriraj score: Untuk menentukan jenis stroke pada pasien (hemoragik/ nonhemoragic)
3. Hipertensi: Tekanan darah seseorang melebihi batas normal
4. Hemiparesis sinistra spastik: Ketegangan otot meningkat akibat kerusakan
sistem neuromuskular sehingga kontraksi tidak terkontrol oleh pusat
kesadaran dan mengalami kelemahan sebagian anggota tubuh bagian kiri.
STEP 2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
pasien?
9. Apakah pasien dapat sembuh kembali?
STEP 3
1. Arteri: -A. Carotis: *eksterna dan interna
-A. Vertebralis
Vena V. Profunda V. Jugularis interna
Kesadaran
Nyeri Kepala
Refleks Babinski
STEP 4
1. A. Carotis dan A. Vertebralis Anastomosis Willisi juga sering terjadi
penyempitan tidak memungkinkan pertukaran darah gampang pecah
arterinya
-Fisiologi CBF 50ml
1200gr 1400gr 700- 840ml/ menit 1/3 disalurkan A. Carotis
interna, 2/3 A. Basilar
2. Mekanisme regulasi
Mikrosirkulasi serebral jika laju dari substansia alba laju
antara
endotel
pembuluh darah
5. A. Hemoragik (kerusakan pembuluh darah)
B. Non- Hemoragik/ iskemik cerebri
(kebutuhan
aliran
darah
20ml/100gr/menit)
TIA (Transient Ischemic Attack)
RIND (Reversible Ischemic Neurologis) > 24 jam, defisit
neurologic berkurang
Hemoragik
Non- Hemoragik
Parenkim otot
Ruang subarakhnoid
Gejala Klinis
Buta mendadak
A. Cerebri anterior (gangguan mental)
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Laboratorium
Hitung jenis
Darah
Penunjang
CT Scan
Angiografi serebral
MRI
6. Obat- obatan
Asetesal Antiregresi trombosit 80/80 mg/hr
Antikoagulan Kopi droplesi Antiregresi ke 2
Rehabilitasi
-Fisik
-Mental
-Sosial
Mendapatkan terapi fisik (fisioterapi, okupasional, bicara dan
penatalaksanaan
Hub dg struktur anatomi perdarahan otak
klasifikasi
STROKE
Hemoragik
Non hemoragik
penegakan diagnosis
STEP 5
1. Penegakan klasifikasi, diagnosis (manifestasi klinis) stroke?
2. Penatalaksanaan stroke dan rehabilitasinya?
3. Mekanisme terjadinya lesi vaskuler serebral berdasarkan letak lesinya,
berhubungan dengan kelainan sensorik dan motorik dan saraf lainnya
STEP 6
BELAJAR MANDIRI
STEP 7
1. Klasifikasi, diagnosis stroke
Klasifikasi Utama Stroke
Sistem klasifikasi lama biasanya membagi stroke tiga kategori berdasarkan
penyebab tromembolik, hemoragik. Kategori ini sering didiagnosis
berdasarkan riwayat perkembangan dan gejala. Dengan teknik-teknik
pencitraan yang baru seperti CT scan dan MRI, kita dapat mendiagnosis
perdarahan subaraknoid dan intraserebrum dengan tingkat kepastian yang
tinggi. Perbedaan antara trombus dan embolus sebagai penyebab suatu
stroke iskemik masih belum tegas sehingga saat ini keduanya digolongkan
ke dalam kelompok yang sama stroke iskemik. Dengan demikian, dua
kategori dasar gangguan sirkulasi yang menyebabkan stroke adalah
iskemia-infark
dan
pedarahan
intrakranium,
yang
masing-masing
menyebabkan 80% sampai 85% dan 15% sampai 20% dari semua kasus
stroke. Penyakit serebrovaskular iskemik dibagi menjadi dua kategori
besar. Oklusi trombolik dan oklusi embolik. Kuasa pasti iskemia sering
tidak dapat ditentukan, stroke lakunar melibatkan arteri-arteri panetrans
halus di otak, misalnya arteri letikulostriata yang bercabang dari arteri
serebri media. Arteri-arteri ini bercabang pada sudut 90 derajat dari arteri
konduktans utama sirkulus willisi dan biasanya merupakan end-arteri yang
kurang memiliki sirkulasi kolateral. Sekitar 15% stroke iskemik
disebabkan oleh stroke lakunar. Iskemik serebrum disebabkan oleh
berkurangnya aliran darah yang berlangsung selama beberapa detik sampai
beberapa menit. Apabila melebihi beberapa menit,maka terjadi infark
jaringan otak. Perdarahan intrakranium dapat terjadi di jaringan otak itu
embolik
primer,
termasuk
aterosklorosis,
arteriritis
keadaan
adalah
peningkatan
mencolok
Laju
Endap
Darah
(LED).
percabangan
atau
sudut
pembuluh-pembuluh
besar
Kita sulit memastikan adanya hubungan yang erat antara gejala yang
berkaitan dengan pembuluh tertentu dan manifestasi klinis yang
sebenarnya pada seorang pasien karena factor-faktor berikut (Price,
2006) :
a. Terdapat variasi individual pada sirkulasi kolateral dalam kaitannya
dengan sirkulasi Willisi. Sumbatan total sebuah arteri karotis
mungkin tidak menimbulkan gejala apabila arteri serebri anterior
sinistra dan arteri serebri media sinistra mendapat darah yang
adekuat dari arteria kommunikans anterior. Apabila pasokan darah
ini tidak memadai, mungkin timbul gejala berupa kebingungan,
monoparesis, atau hemiparesis kontralateral, dan inkontinensia.
b. Cukup banyak terdapat anastomosis leptomeningen antara arteria
serebri anterior, media, dan posterior di korteks serebrum.
Anastomosis juga terdapat antara arteria serebri anterior kedua
hemisfer melalui korpus kalosum
c. Setiap arteria serebri memiliki sebuah daerah sentral yang
mendapat darah darinya dan suatu daerah perifer, atau daerah
perbatasan, yang mungkin mendapat darah dari arteri lain. Terdapat
anastomosis antara a.karotis eksterna dan interna, seperti disekitar
orbita, dengan darah dari pembuluh karotis eksterna mengalir balik
ke arteri oftalmika.
d. Berbagai factor sistemik dan metabolic ikut berperan dalam
menentukan gejala yang ditimbulkan oleh proses patologik tertentu.
Sebagai contoh, pembuluh yang mengalami stenosis mungkin tidak
menimbulkan gejala asalkan tekanan darah sistemik 190/110
mmHg; tetapi apabila tekanan tersebut berkurang menjadi 120/70
mmHg, dapat timbul beragam gejala, bergantung pada lokasi
daerah stenotik tersebut. Hiponatremia dan hipertermia adalah
factor metabolic yang mendorong terjadinya defisit neurologic
apabila terdapat pembuluh darah yang stenotik. Hiponatremia
intrakranial dari pada infark serebri, kriteria klinis saja tidak dapat
membedakan stroke perdarahan dengan stroke iskemik secara sahih.
Prosedur diagnostik pilihannya adalah CT (Baehr, 2012).
Pemahaman mengenai perdarahan subarakhnoid, subdural dan
epidural memerlukan pengetahuan mengenai anatomi meninges.
Perdarahan Intraserebral (Nontraumatik)
Perdarahan Hipertensif
Etiologi penyebab tersering perdarahan intrakranial adalah hipertensi
arterial.
Peningkatan tekanan darah patologis merusak dinding pembuluh
darah arteri yang kecil, menyebabkan mikroaneurisma (aneurisma
Charcot) yang dapat ruptur spontan. Lokasi predilileksi untuk
perdarahan intraserebral hipertensif adalah ganglia basalia, talamus,
nucleus serebeli, dan pons. Substansia alba serebri yang dalam,
sebaliknnya, jarang terkena (Baehr, 2012).
Manifestasi. Manifestasi perdarahan intraserebral bergantung pada
lokasinya. Perdarahan ganglia basalia dengan kerusakan kapsula
interna biasannya menyebabkan hemiparesis kontralateral berat,
sedangkan perdarahan pons menimbulkan tanda-tanda batang otak.
Penelitian
bersekala
besar
menunjukkan
manfaat
sakit
atau
menutupnya
dengan
metode
neuroradiologi
c. Perdarahan ulang
2. Penatalaksanaan dan rehabilitasi
Penatalaksanaan
Strok Akut di Unit Gawat Darurat
Waktu adalah otak merupakan ungkapan yang menunjukkan betapa
pentingnya pengobatan strok sedini mungkin, karena jendela terapi dan
strok hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat, dan cermat
memegang peranan hesar dalam menentukan hasil akhir pengobatan
(Mansjoer, 2010).
Hal yang harus dilakukan adalah:
1) Stabilisasi pasien dengan tindakan ABC
2) Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau koma atau gagal
napas.
3) Pasang jalur infus intravena dengan larutan salin normal 0,9 % dengan
kecepatan 20 ml/ jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti
dekstrosa 5% dalam air dan salin 0,45%, karena dapat memperhebat
edema otak.
4) Berikan oksigen 2-4 liter/menit melalui kanul hidung
5) Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut
6) Buat rekaman elektrokardiogram (EKG) dan lakukan foto rontgen
toraks
7) Ambil sampel untuk pemeriksaan darah: pemerilcsaan darah perifer
lengkap dan trombosit, kimia darah (glukosa, elektrolit, ureum, dan
kreatinin), masa protrombin, dan masa tromboplastin parsial
8) Jika ada indikasi, lakukan tes-tes benikut: kadar alkohol, fungsi hati,
gas darah arteri, dan skrining toksikologi
9) Tegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis
CT Scan atau resonansi magnetik bila alat tersedia. Bila tidak ada,
dengan skor Siriraj untuk menentukan jenis stroke (Mansjoer, 2010).
Prinsip Penatalaksanaan Strok Iskemik
1) Membatasi atau memulihkan iskemia akut yang sedang berlangsung
(3-6
jam
pertama)
menggunakan
trombolisis
dengan
rt-PA
hasil CT Scan normal. Obat ini sangat mahal dan hanya dapat
dilakukan di rumah sakit yang fasilitasnya lengkap (Mansjoer, 2010).
2) Mencegah perburukan neurologis yang berhubungan dengan strok
yang masih berkembang(jendela terapi sampai 72 jam).
Progresivitas strok terjadi pada 20-40% pasien strok iskemik yang
dirawat, dengan risiko teibesar dalam 24 jam pertama sejak onset
gejala Perburukan klinis dapat disebabkan oleh.salah satu mekanisme
berikut ini:
a) Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark:
masalah ini umumnya terjadi pada infark luas. Edema otak
umumnya mencapai puncaknya pada hari ke-3 sampai hari ke-5
setelah onset strok dan jarang menimbulkan masalah dalam 24
jam pertama. Terapi dengan manitol bermanfaat. Hindari cairan
hipotonik. Steroid tidak efektif.
b) Ekstensi teritori infark. Ini dapat disebabkan oleh trombosis
yang progresif dalam sebuah pembuluh darah yang tersumbat
(misalnya infark batang otak yang progresif pada seorang
pasien dengan trombosis arteri basilaris) atau kegagalan perfusi
distal yang berhubungan dengan stenosis atau oklusi yang lebih
proksimal (misalnya: perluasan infark zona perbatasan internal
pada seorang pasien dengan oklusi arteri karotis interna).
Heparin dapat mencegah trombosis yang progresif dan
optimalisasi
status volum dan tekanan darah yang dapat menyerupai
kegagalan perfusi.
c) Konversi hemoragis. Masalah ini diketahui dari hasil radiologis
tetapi jarang menimbulkan gejala klinis. Tiga faktor risiko
utama adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan
hipertensi akut. Jangan memberikan antikoagulan pada pasien
dengan risiko tinggi selama 48-72jam pertama setelah onset
strok. Bila ada hipertensi berat obati pasien dengan obat
antihipertensi (Mansjoer, 2010).
3) Mencegah strok berulang dini (dalam 30 hari sejak onset gejala strok)
Sekitar 5% pasien yang dirawat dengan strok iskemik mengalami
serangan strok kedua dalam 30 hari pertama. Risiko ini paling tinggi
(lebih besar dan 10%) pada pasien dengan stenosis kanotis yang berat
dan kardioemboli serta paling rendah (1%) pada pasien dengan infark
lakuner. Terapi dini dengan heparin dapat mengurangi risiko strok
berulag dini pada pasien dengan kardioemboli (Mansjoer, 2010).
Protokol Penatalaksanaan Strok Iskemik Akut
1) Pertimbangkan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB intravena (dosis
maksimum 90mg). Sepuluh persen diberikan bolus intravena dan
sisanya diberikan per drips dalam waktu ljam jika onset gejala strok
dapat dipastikan kurang dan 3 jam dan hasil CT Scan otak tidak
memperlihatkan infark dini yang luas.
2) Pertimbangkan pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia
jantung atau iskemia miokard. Bila terdapat fibrilasi atrium respons
cepat maka dapat diberikan digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau
verapamil 5-10 mg intravena atau amiodaron 200mg drips dalam
l2jam.
3) Tekanan darah yang tinggi pada strok iskemik tidak boleh cepat-cepat
diturunkan.
Akibatnya, penurunan tekanan darah yang terlalu agresif pada strok
iskemik akut dapat memperluas infark dan perburukan neurologis.
Aliran darah yang meningkat akibat tekanan perfusi otak yang
meningkat bermanfaat bagi daerah otak yang mendapat perfusi
marginal (penumbra iskemik). Tetapi tekanan darah yang terlalu tinggi,
dapat menimbulkan infark hemoragik dan memperhebat edema serebri.
Oleh sebab itu, pedoman untuk penatalaksanaan hipertensi pada strok
iskemik akut adalah bila terdapat salah satu hal berikut:
Hipertensi diobati jika terdapat kegawatdaruratan
nonneurologis:
i.
Iskemia miokard akut
ii.
Edema paru kardiogenik
iii.
Hipertensi maligna (retinopati)
iv. Nefropati bipertensif
v. Diseksi aorta
hipertensi
nitrogliserin
drips
10-20
ug/menit.
Tekanan darah yang rendah pada strok akut adalah tidak 1azim. Bila
dijumpai maka tekanan darah harus dinaikkan dengan dopamin atau
dobutamin drips serta mengobati penyebab yang mendasarinya.
4) Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan
tanda klinis atau radiologis adanya infark hemisferik atau serebelum
yang masif, kesadaran menurun, gangguan pernapasan, atau strok
dalam evolusi.
5) Pertimbangkan konsul bedah saraf untuk dekompresi pada pasien
dengan infark serebelum yang luas.
6) Pertimbangkan sken resonansi magnetik pada pasien dengan strok
vertebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infark yang tidak nyata
pada CT Scan.
antitrombin
III,
antikoagulan
lupus,
antibodi
antikardiolipin.
c. Pemeriksaan untuk vaskulitis: antibodi antinuklear (ANA), faktor
reumatoid, reagin plasma cepat (RPR), serologi virus hepatitis, laju
endap darah, elektroforesis protein serum, krioglobulin, dan
serologi virus herpes simpleks.
d. Profil koagulasi untuk menyingkirkan koagulasi intravaskular
diseminata (DIC).
e. Beta gonadotropin
konionik
manusia
(b-HCG)
untuk
iii.
iv.
ringan-sedang)
Furosemid 1 mg/kgBB intravena
Intubasi dan hiperventilasi terkontrol
dengan
oksigen
keadaan iskemik dan yang terakhir adalah gambaran infark (Mardjono dan
Sidharta, 2012).
Unsur yang masih bisa menyelamatkan daerah iskemik adalah
pembuluh darahnya. Observasi terhadap reaksi pembuluh darah serebral
didaerah iskemik menghasilkan 4 fenomen, yaitu (Mardjono dan Sidharta,
2012):
1. Distal dari oklusi terdapat daerah iskemik yang bisa menjadi infark.
2. Thrombus dapat hancur dan serpihan-serpihannya dapat berlalu ke
salah satu cabang kecil. Aliran darah menjadi sehat kembali dan
menuju secara pasif ke tempat dengan vasoparalisis. Disitu akan
didapati CBF yang besar dan PO2 serta PCO2 yang tinggi juga. Inilah
yang dinamakan luxury perfusion syndrome, suatu daerah yang
tadinya iskemik, tetapi kemudian setelah penyumbatan hilang menjadi
daerah yang mendapat jatah darah yang berlebihan. Karena CBF
daerah itu baik kembali, maka vasoparalisis hilang dan pembuluh
darah mendapat kembali autoregulasi dan reaksi vasomotornya.
3. Jika thrombus tidak mengalami lisis dan tetap menyumbat arteri, maka
daerah distal dari tempat yang tersumbat itu tidak menerima darah.
Didaerah tersebut terdapat vasoparalisis. Vasoparalisis ini bisa sangat
menguntungkan, apabila aliran darah pulih kembali seperti luxury
perfusion. Tetapi jika penyumbatan tetap ada, maka tiap tindakan
yang dapat menimbulkan vasodilatasi serebral, seperti inhalasi CO2
atau pemberian obat vasodilantasia akan memperbesar CBF daerah
otak yang sehat, namun menyedot darah dari daerah yang iskemik itu.
Inilah keadaan yang dinamakan steal syndrome.
4. Apabila terdapat penyumbatan pada suatu arteri oleh thrombus maka
CBF untuk daerah yang terletak distal dari tempat penyumbatan itu
berkurang. Tetapi apabila vasokontriksi serebral diadakan dengan
jalan hiperventilasi misalnya, maka darah dari bagian otak yang sehat
akan diterima secara pasif oleh pembuluh darah didalam daerah
iskemik itu, oleh karena itu disitu terdapat vasoparalisis yang berarti
bahwa resistensi vaskularnya minimal. Fenomen ini dinamakan
inverse steal syndrome.
lesi iskemik itu, maka daerah pusatnya yang sudah nekrotik akan meluas,
sehingga lesi ireversibel mencakup juga daerah yang sebelumnya hanya
iskemik saja. Keadaan tersebut berkolerasi dengan cacat fungsional yang
menetap, yang dapat berupa hemiplegia berat dan afasi (Mardjono dan
Sidharta, 2012).
Perkembangan lesi vascular serebral mencerminkan pada manifestasi
klinisnya, seperti :
A. (1). Penyumbatan salah satu aliran darah karena vasospasmus,
langsung menimbulkan gejala defisit atau perangsangan, sesuai
dengan fungsi daerah otak yang terkena. Setelah vasospasmus itu
hilang, gejala-gejala itu akan hilang juga dan keadaan sehat seperti
semula pulih kembali (TIA). Gejala defisit itu bisa berupa
monoparesis atau hemiparesis dengan hemiparestesia atau hipoksemia
dapat dijumpai juga dan ini biasanya berupa kejang fokal.
(2). Vasospasmus regional bisa terjadi sehubungan
melonjaknya
tekanan
darah
sistemik,
sebagai
suatu
dengan
reaksi
memang
autoregulasi
vaskular
sewajarnya
integral apabila kerja sama itu diperlukan. Apabila salah satu antara
mereka tidak mampu memberikan jatah darah yang biasanya
dibebankan atas dirinya, maka yang lainnya mengambil alih tugas itu.
(Mardjono dan Sidharta, 2012)
B. Penyumbatan aliran darah regional yang disebabkan oleh thrombus
jarang bersifat total, tetapi hampir selalu parsial. Sebagaimana sudah
diketahui, arteri serebral yang sudah menyempit sehingga hanya ada
10-30% dari lumennya saja tersisa, tidak usah tidak berdaya untuk
menyampaikan jatah dara yang diperlukan oleh suatu daerah otak.
Dalam hal itu, tekanan perfusi yang cukup tinggi merupakan faktor
kompensatorik. Tetapi tidak disangka pula, bahwa ambang kritis
tekanan perfusi daerah tersebut lebih tinggi dari daerah otak lainnya
yang tidak mempunyai trombosis parsial. Pada adanya kecenderungan
hipotensi seperti yang sering dijumpai pada orang-orang tua dengan
arteriorklerosis, penderita penyakit jantung dengan aritmia dan heart
block dan hipotensi artostatik akibat obat antihipertensi jenis blokade
ganglion, maka perfusi dapat menurun melewati ambang ktiris,
sehingga CBF regional tidak dapat memenuhi kebutuhan daerah itu.
Akibatnya ialah bahwa fungsi daerah yang terkena terganggu.
Manifestasi klinisnya sesuai dengan perkembangan CBF yang
semakin berkurang. (Mardjono dan Sidharta, 2012).
C. Penumbatan yang terjadi secara tiba-tiba, hampir selalu disebabkan
oleh embolus. Apabila embolus itu kecil dan dapat menerobos kapiler,
maka lesi yang dihasilkan oleh gangguan tersebut ialah iskemia
serebri regional yang reversibel. Tetapi apabila embolus menyumbat
arteri yang cukup besar secara total, maka iskemia serebri regional
yang mencakup daerah yang besar itu, dapat cepat berkembang
menjadi infark. Manifestasi kliniknya terdirri dari hemiparalisis yang
terjadi secara tiba-tiba dan langsung menjadi komplit. Efek dari
embolus yang menyumbat salah satu arteria karotis interna atau
serebri media, tergantung berbagai faktor:
1) Kemampuan sirkulasi kolateral kompensatorik,
2) Kemampuan fibrinolitik yang dimiliki susunan darah,
3) Kualitas
arterial
serebral.
Ada
atau
tidak
adanya
pada
pembuluh-pembuluh
diploika
yang
kecil,
kemudian menjalar ke vena-vena besar melalui vena emisaria. Sebabsebab lain trombosis vena otak ialah kakeksia terutama pada anak,
keadaan postpartum (akibat hiperfibrinogemia), pemakaian obat anti
hamil (belum diketahui mekanismenya), polisitemia, kelainan jantung
bawaan dan dekompemsasio kordis (Mardjono dan Sidharta, 2012).
Apa yang telah diuraikan hingga kini ialah patogenesis lesi
vaskular serebral regional dan manifestasi klinis jenis CVD yang
bersifat oklusif belaka, tidak peduli apakah penyumbatan itu
disebabkan oleh spasmus, trombosis parsial atau total, embolisasi
ataupun kompresi terhadap arteri dari luar oleh suatu tumor (Mardjono
dan Sidharta, 2012).
E. Timbulnya infark serebral regional dapat juga disebabkan oleh
pecahnya arteri serebral. Daerah distal dari tepat dinding arteri pecah,
tidak lagi kebagian darah sehingga wilayah tersebut menjadi iskemik
dan kemudian menjadi infark yang tersiram darah ekstravasal hasil
perdarahan. Daerah infark itu tidak berfungsi lagi sehingga
Daftar Pustaka
Baehr, Mathias. 2012. Diagnosis topik neurologis Duus : anatomi, fisiologi, tanda, gejala
Edisi 4. Jakarta, EGC
Harsono.2011. Buku Ajar Neurologi Klinis. Jakarta. Gadjah Mada University Press
Mansjoer, Arif [et all]. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta,
Media Aesculapius.