PERANCANGAN PRIMER
GEN HSF
Oleh :
ALFIATUR ROHMAH
142210101049
DAFTAR ISI
COVER.............................................................................................................................1
DAFTAR ISI......................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................3
1.1
Latar Belakang....................................................................................................3
1.2
Rumusan Masalah...............................................................................................4
1.3
Tujuan Praktikum................................................................................................4
3.2
Cara kerja............................................................................................................8
Pengertian Primer.............................................................................................10
4.2
Gen HSF............................................................................................................11
4.3
Kesimpulan.......................................................................................................17
5.2
Saran.................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................18
LAMPIRAN...............................................................................................................
..............19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan teknik biologi molekuler yang
memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Dengan penggunaan teknik PCR
maka keberadaan penyakit pada organisme dapat diketahui sedini mungkin, sehingga
dapat dilakukan langkah pengendalian penyakit atau tindakan oleh para pengambil
kebijakan, terutama dalam budidaya perikanan (Radji 2010). Pada proses PCR terdapat
beberapa siklus yaitu denaturasi, annealing, dan ekstensi. Denaturasi merupakan proses
pemanasan dengan menggunakan suhu 90-95C dengan tujuan untuk memisahkan untai
ganda pada DNA sehingga menjadi dua untai tunggal yang akan menjadi tempat
menempelnya primer. Selanjutnya tahap annealing yaitu proses penurunan suhu sampai
mencapai 45-50C, penurunan suhu ini dilakukan agar primer berpasangan dengan
sekuen komplementernya atau terjadinya penempelan antara oligonukleotida dengan utas
tunggal DNA. Lalu tahap selanjutnya ekstensi pada tahap ini dilakukan kenaikkan suhu
sampai 72C, dengan suhu tersebut enzim Taq DNA (Thermus Aquaticus) dapat bekerja
dengan optimum, pada tahap ini terjadi pemanjangan primer menjadi suatu utas DNA
baru oleh enzim DNA polimerase.
Penggunaan PCR sebagai metode deteksi yang cepat dan akurat pun telah
berkembang pesat, sehingga memungkinkan pengembangan metode yang lebih spesifik.
Erwanto et al. (2012) menggunakan RFLP-PCR untuk melakukan deteksi kehalalan pada
bakso, sedangkan Almira Primasari (2011) memanfaatkan multiplex-PCR untuk
mendeteksi kontamian tikus dalam produk daging.
Salah satu kunci keberhasilan deteksi dengan PCR adalah pemilihan primer yang akan
digunakan. Primer spesifik akan menempel pada region spesifik pada DNA template yang
merupakan target, untuk selanjutnya akan diamplifikasi menjadi untai DNA baru. Desain
primer yang tepat sangat diperlukan untuk menghasilkan primer spesifik yang sesuai
dengan target amplifikasi. Untuk deteksi DNA babi, salah satu gen yang dapat digunakan
sebagai marka (penanda) spesifik adalah gen sitokrom b (cyt b). Gen ini dipilih untuk
identifikasi species vertebrata karena menunjukkan variasi yang sangat terbatas dalam
satu species tetapi variasinya sangat besar antara satu species dengan species lainnya.
Sitokrom b merupakan satu dari 37 gen dalam genom sirkuler mitokondria. Sekuen gen
cyt b memiliki keunikan, yaitu adanya bagian yang conserved di tingkat species, sehingga
dapat digunakan untuk deteksi spesifik pada species tertentu.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Bagaimana cara melakukan perancangan primer secara online?
1.2.2 Bagaimana cara menentukan primer yang baik?
1.2.3 Bagaimana cara menentukan spesifitas primer?
1.3 TUJUAN
1.3.1 Mengetahui cara perancangan primer secara online
1.3.2 Mengetahui cara menentukan primer yang baik
1.3.3 Mengetahui cara menentukan spesifitas primer yang baik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PCR (polimerase chain reaction) salah satu teknik untuk mempelajari
biologi molekuler, merupakan metode enzimatis yang digunakan untuk
melipatgandakan secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu dengan
cara in vitro. Metode ini sangat sensitif, sehingga dapat digunakan untuk
melipatgandakan satu molekul DNA.
Konsep asli teknologi PCR mensyaratkan bahwa bagian tertentu sekuen
DNA yang akan dilipatgandakan harus diketahui terlebih dahulu sebelum proses
pelipatgandaan tersebut dapat dilakukan. Sekuen yang diketahui tersebut penting
untuk menyediakan primer, yaitu sekuen oligonukleotida pendek yang berfungsi
mengawali
sintesis
rantai
DNA
dalam
reaksi
berantai
polimerase.
berasal dari
Thermus
aquaticus) dan
triphosphat
suatu
mesin
pemanas
yangdiprogram
secara
otomatis
disebut
Proses yang terjadi dalam mesin PCR meliputi tiga tahap utama yaitu
denaturasi (pemisahan untai ganda DNA), annealing (penempelan primer) dan
ekstensi (pemanjangan primer). Proses yang dimulai dari denaturasi,
penempelan dan ekstensi disebut sebagai satu siklus. Produk PCR dapat
langsung divisualisasikan melalui proses elektroforesis dan digunakan untuk
analisis lebih lanjut (Weissensteiner et al., 2004). Produk PCR dipisahkan
dengan elektroforesis gel yang diwarnai dengan bromida dan divisualisasikan
dengan sinar ultraviolet (Nollet & Toldr, 2011).
Proses PCR melibatkan 4 komponen utama, yaitu (1) DNA template,
yaitu fragmen DNA yang akan digandakan, (2) oligonukleotida primer, yaitu
suatu sekuen oligonukleotida pendek (15-25 basa nukleotida) yang mengawali
sintesis rantai DNA, (3) deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP)m terdiri dari
dATP, dCTP, dGTP, dTTP, dan (4) enzim DNA polimerase, yang merupakan
katalis reaksi sintesis rantai DNA.
Keberhasilan PCR ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP). Larutan stok dNTP yang akan
digunakan dalam PCR sebaiknya dinetralkan menjadi pH 7,0. Untuk
menentukan konsentrasinya, dapat digunakan spektrofotometer. Larutan
stock tersebut perlu dituang dalam volume kecil (aliquot) dengsn konsentrasi
1Mm dan disimpan pada suhu -20oC. Konsentrasi masing-masing dNTP
yang diperlukan dalam PCR berkisar antara 20-200M dan keempat dNTP
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Sepasang primer oligonukleotida (primer maju dan primer mundur) yang akan
dipolimerisasi masing-masing harus menempel pada sekuens target, tepatnya
pada kedua ujung fragmen yang akan diamplifikasi. Untuk itu urutan basanya
sejumlah
spesies/strain
organisme
lainnya
yang
telah
BAB III
METODE KERJA
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum
Hari, tanggal
: Rabu, 2 Maret 2016
Waktu
: Pukul 10.40 13.20 WIB (shift A)
Tempat
: Ruang SCL Fakultas Farmasi Universitas Jember
3.2 Alat dan Bahan
Alat
: Komputer dan Koneksi Internet
Bahan
: CDS gen dari organisme tertentu sebagai molekul DNA target
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Mencari CDS gen target
Membuka situs http://www.ncbi.nlm.nih.gov
Ketikkan gen yang mau dicari sekuensnya pada kolom search
Klik FASTA
Klik Primer-BLAST
Salin semua CDS gen yang dimaksud pada kolom enter accession gi or
FASTA sequence
Pilih BLAST
Masukkan primer yang ingin dicek pada kolom enter accession number(s),
gi(s), or FASTA sequence
Klik BLAST
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengertian primer
Primer adalah molekul oligonukleotida untai tunggal yang terdiri atas sekitar 30
basa. Polimerisasi primer dapat berlangsung karena adanya penambahan basa demi basa
dari dNTP yang dikatalisasi oleh enzim DNA polimerase. Namun, pada PCR enzim
DNA polimerase yang digunakan harus termostabil karena salah satu tahap reaksinya
adalah denaturasi untai ganda DNA yang membutuhkan suhu sangat tinggi (sekitar
95C). Salah satu enzim DNA polimerase yang umum digunakan adalah Taq DNA
polimerase, yang berasal dari bakteri termofilik Thermus aquaticus.
Tiap
putaran
reaksi
PCR
terdiri
atas
tiga
tahap,
yaitu denaturasi
10
proteotoxic stres termal, tetapi juga diperlukan untuk pengembangan hewan yang tepat
dan kelangsungan hidup secara keseluruhan sel-sel kanker.
Beberapa faktor yang dapat mengaktivasi HSFI diantaranya: kesalahan dalam
pelipatan protein, gangguan homeostasis protein, dan perubahan kondisi redoks
intraselular yang diakibatkan karena perubahan temperatur atau stress. HSF 1 dapat
dihambat oleh mekanisme umpan balik negatif melalui interaksinya dengan Hsp7O dan
Hsp90. Ekspresi Hsp90 dan Hsp70 tertinggi pada suatu sel akan mengakibatkan
terminasi ekspresi gen heat shock (proses autoregulasi)" Selain itu HSF1 juga dapat
dihambat oleh mekanisme umpan balik melalui fosforilasi. HSF1 difosforilasi pada
residu serin di daerah regulator yang memodulasi daerah aktivasi pada suhu normal.
Residu serin terlibat dalam mempertahankan jumlah HSFI pada keadaan buruk dalam
kondisi basal. Fosforilasi residu ini akan meningkat melalui stimulasi jalur Raf/ERK,
jalur protein kinase yang diaktivasi mitogen yang responsif pada faktor pertumbuhan,
dan berakibat pada inhibisi aktivitas HSF1.
11
antara primer dengan DNA templat yang diperlukan untuk inisiasi DNA
polymerase (proses PCR).
6. Primer sebaiknya tidak memiliki urutan pengulangan dari 2 basa dan
maksimum pengulangan 2 basa sebanyak 4 kali masih dapat di toleransi.
Misalnya ATATATAT.
7. Primers sebaiknya tidak memiliki urutan basa yang di ulang terus menerus.
Pengulangan basa berurutan sampai 4 kali masih dapat di toleransi. Misalnya
AGCGGGGGATGGGG memiliki urutan basa G diulang 5 kali berturut-turut.
8. Avoid Cross homology : untuk meghindari cross homologi dapat dilakukan
dengan cara menganalisis homologi primer dengan DNA genome melalui
BLAST-NCBI.
9. Amplicon Length : Panjang PCR produk yang ideal berkisar antara 100-500
basang basa.
10. Optimum Annealing temperature (Ta Opt): Suhu annealing optimum sangat
mempengaruhi hasil PCR. Ta Opt ini dapat dihitung dengan cara
Ta Opt = 0.3 x(Tm of primer) + 0.7 x(Tm of product) 25
11. Primer Pair Tm Mismatch: Perbedaan Tm sepasang primer sebaiknya tidak
lebih dari 5C.
Keberhasilan reaksi PCR bergantung pada primer yang terbentuk dari gen tersebut,
semakin baik primer yang dihasilkan maka reaksi PCR akan berlangsung dengan
baik. Dan sebaliknya jika primer yang dihasilkan jelek maka reaksi PCR juga akan
terganggu.
4.4 Primer dari gen HSF terhadap haemophilus influence
Dari gen HSF didapat sequence DNA yang kemudian dimasukkan kedalam
sebuah kolom untuk mengetahui primer dari gen tersebut. Hasil penelusuran
menunjukkan bahwa gen HSf terhadap Haemophilus Influenza memiliki 10 primer yang
berbeda. Dari kesepuluh primer tersebut dipilih primer yang paling baik dan yang
memenuhi persyaratan primer yang baik. Pada praktikum kali ini primer yang dipilih
adalah primer 1, primer 2, dan primer 3.
13
1. Primer 1
Forward primer GACAAAACCACAGGCGAACC
Reverse primer GCCTGATTTCGCAATCGCAT
Forward primer dimulai pada panjang basa 5926 bp dengan panjang
primer forward 20 bp. Suhu annealing untuk primer ini adalah 59.97C dengan
konsentrasi GC 55%. Primer ini memiliki struktur Self complementarity.
Query
GACAAAACCACAGGCGAACC
20
||||||||||||||||||||
Sbjct
5926
GACAAAACCACAGGCGAACC
5945
Reverse primer dimulai pada panjang basa 6336 bp dengan panjang primer
reverse 20 bp. Suhu annealing untuk primer ini adalah 59.97C dengan
konsentrasi GC 50%. Primer ini memiliki struktur Self complementarity dan
Self 3' complementarity.
Query 1
GCCTGATTTCGCAATCGCAT 20
| | || | | || | | | || | || | || |
14
Forward primer dimulai pada panjanag basa 3150 bp dengan panjang primer
forward 20 bp. Suhu annealing dari primer ini adalah 59.97C dengan
konsentrasi GC 55%. Primer ini memiliki struktur Self complementarity dan
Self 3' complementarity.
Query
CGGCTTGAAGATTGGCGATG
20
||||||||||||||||||||
Sbjct
3150
CGGCTTGAAGATTGGCGATG
3169
Reverse primer dimulai pada panjang basa 4130 bp dengan panjang primer
reverse 20 bp. Suhu annealing dari primer ini adalah 59.97C dengan konsentrasi GC
50%. Primer ini memiliki struktur Self complementarity dan Self 3' complementarity.
Query
ACGGATGCACCTTTTGTTGC
20
||||||||||||||||||||
Sbjct
4130
ACGGATGCACCTTTTGTTGC
4111
3. Primer 3
Forward primer GCAACCTACGACACAGTGGA
Reverse primer GCCGTTTGCGTCTTTGAAC
Forward primer dimulai pada panjang basa 4804 bp dengan panjang primer
forward 20 bp. Suhu annealing dari primer ini adalah 59.97C dengan konsentrasi
GC 55%. Primer ini memiliki sturktur Self complementarity dan Self 3'
complementarity.
Query
GCAACCTACGACACAGTGGA
20
||||||||||||||||||||
Sbjct
4804
GCAACCTACGACACAGTGGA
4823
15
Reverse primer dimulai pada panjang basa 5577 bp dengan panjang primer
reverse 20 bp. Suhu annealing dari primer ini adalah 59.97C dengan konsentrsi
GC 50%. Primer ini memiliki struktur self complementarity dan self 3
complementarity.
Query
GCCGTTTGCGTCTTTGAACT
20
||||||||||||||||||||
Sbjct
5577
GCCGTTTGCGTCTTTGAACT
5558
Tidak menempel pada daerah lain di genom organisme target (dalam contoh ini
TMV memiliki materi genetik berupa RNA)
Tidak menempel pada DNA organisme lain yang mungkin tercampur bersama
DNA TMV ketika isolasi DNA. Misalnya DNA host-nya TMV yaitu tembakau.
Dari hasil pngujian spesifitas menggunakan aplikasi BLAST didapat data
bahwa spesifitas primer adalah 100%. Artinya, primer yang kita pilih memiliki
kesamaan dengan DNA target sebesar 100%.
16
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Praktikum selanjutnya diharapkan dapat memesan langsung primer sesuai
dengan keiinginan sekuens basa nitrogen untuk ekspresi gen tertentu.
17
DAFTAR PUSTAKA
Aris T W. 2000. Inverse Polymerase Chain Reaction. Jurnal Hayati. Vol 7 (4) :
121-123.
Madej R. 1991. Polymerase Chain Reaction : Application to the Clinical
Laboratory, Laboratory Roche Diagnostic Research, p. 23-32, 45-49.
Iserte J A, Stephan B I, Goni S E, Borio C S, Ghiringhelli P D, Lozano M E.
2013. Family-specific degenerate primer design: a tool to design consensus degenerated
oligonucleotides. Biotechnol Res Int 2013:38364.
Vinay K. Singh, R Govindarajan, Sita Naik and Anil Kumar. 2000. The Effect of
Hairpin Structure on PCR Amplification Efficiency. Molecular Biology Today (2000)
1(3): 67-69.
18
LAMPIRAN
1. Membuka situs www:http//ncbi.nlm.nih.gov dan memasukkan
nama gen yang akan dicari sekuensnya
19
20
6. Klik primer BLAST dan masukkan CDS ge ke kolom enter accesion( gi) or FASTA,
21
22
11.Primer 1 (forward)
12.Primer 1 (reverse)
23
13.Primer 2 (forward)
24
14.Primer 2 (reverse)
15.Primer 3 (forward)
25
16.Primer 3 (reverse)
26
27