Greeds (keserakahan).
hukumnya yang tidak konsisten. Hukum yang ada hanya bersifat sementara dan selalu
berubah tiap pergantian pemerintahan. Hal ini membuat orang berani untuk melakukan
tindak korupsi karena konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi.
Saat tertangkap pun bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya
diringankan hukumannya.
Agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah korupsi
karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri. Pemeluk agama menganggap
agama hanya berkutat pada masalah bagaimana cara beribadah saja. Sehingga agama
nyaris tidak berfungsi dalam memainkan peran sosial.
Sejak jaman penjajahan dulu, Indonesia sudah terbiasa untuk memberi upeti, imbalan
jasa dan hadiah. Budaya ini terus dijalankan hingga sekarang sehingga suap menyuap
bukan hal yang aneh lagi. Selain itu, budaya serba membolehkan dan tidak mau tahu
membuat orang beranggapan bahwa korupsi adalah hal biasa karena sering terjadi, bahkan
sudah membudaya.
Di dalam dunia politik, seseorang bisa dengan mudah terpengaruh untuk melakukan
tindak korupsi karena langkanya lingkungan yang antikorup. Sistem dan pedoman
antikorupsi hanya dilakukan sebatas formalitas. Ada juga yang takut dianggap bodoh bila
tidak menggunakan kesempatan untuk menyalahgunakan dan kekuasaan yang ada. Apalagi
dengan rendahnya pendapatan negara, korupsi semakin menjadi-jadi. Pedapatan yang
diperoleh tidak mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara, tidak mampu
2.
timbul dan berkembang demikian masif di suatu negara. Ada yang mengatakan bahwa
korupsi ibarat penyakit kanker ganas yang sifatnya tidak hanya kronis tapi juga akut. Ia
menggerogoti perekonomian sebuah negara secara perlahan, namun pasti. Penyakit ini
menempel pada semua aspek bidang kehidupan masyarakat sehingga sangat sulit untuk
diberantas.
Sebelum melangkah lebih jauh mengenai upaya pemberantasan korupsi, berikut
pernyataaan Fijnaut dan Huberts (2002) mengenai strategi atau upaya pemberantasan
korupsi:
It is always necessary to relate anti-corruption strategies to characterictics of the actor
involved (and the environment they operate in). there is no single concept and program of
good governance for all countries and organization, there is no one right way. There are
many initiatives and most are tailored to specifics contexts. Societies and organizations will
have to seek their own solutions.
Berdasarkan
pernyataan
di
atas
dapat
dipahami
bahwa
penting
untuk
kriminal (criminal politics) oleh G. Peter Hoefnagels dibedakan sebagai berikut (Arief, 2008):
1.
2.
3.
Sifat preventif memang bukan menjadi fokus kerja aparat penegak hukum. Namun
untuk pencegahan korupsi sifat ini dapat ditemui dalam salah satu tugas dari KPK yang
memiliki Deputi Bidang Pencegahan yang di dalamnya terdapat Direktorat Pendidikan dan
Pelayanan Masyarakat.
Sasaran utama upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur non-penal adalah
menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan (dalam hal ini korupsi).
Faktor-faktor kondusif berpusat pada masalah atau kondisi politik, ekonomi, maupun sosial
yang secara langsung atau tak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan
kejahatan (korupsi). Dengan demikian upaya non-penal seharusnya menjadi kunci ataum
memiliki posisi strategis dari keseluruhan upaya politik kriminal.
Upaya penal dilakukan dengan memanggil atau menggunakan hukum pidana atau
dengan menghukum atau memberi pidana atau memberikan penderitaan bagi pelaku
korupsi. Ada hal penting yang patut dipikirkan dalam menggunakan upaya penal. Hal ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa sarana penal memiliki keterbatasan
dan
Dilihat secara dogmatis, sanksi pidana merupakan jenis sanksi yang paling tajam dalam
bidang hukum, sehingga harus digunakan sebagai ultimatum remedium (obat terakhir
apabila cara lain atau bidang hukum lain sudah tidak dapat digunakan lagi)
Sanksi
pidana
mengandung
sifat
kontradiktif/pradoksal
yang
mengandung
efek
sampingan negatif. Hal ini dapat dilihat dari kondisi overload Lembaga Permasyarakatan
Hukum pidana lainnya yang tidak mungkin mengatasi kejahatan sebagai masalah
kemanusiaan dan kemasyarakatan yang sangat kompleks
Efektivitas pidana (hukuman) bergantung pada banyak faktor dan masing sering
diperdebatkan opleh para ahli.
3.
b.
Memperbaiki kinerja lembaga peradilan baik dari tingkat kepolisian, kejaksaan, pengadilan,
dan Lembaga Permasyarakatan. Pengadilan adalah jantung penegakan hukum yang harus
bersikat imparsial (tidak memihak), jujur, dan adil. Banyak kasus korupsi tidak terjerat hukum
karena kinerja lembaga peradilan yang sangat buruk. Bila kinerja buruk karena tidak mampu
(unable) mungkin masih bisa dimaklumi karena berarti pengetahuan dan keterampilannya
perlu ditingkatkan. Bagaimana bila mereka tidak mau (unwilling) atau tidak punya keinginan
kuat (strong political will) untuk memberantas korupsi? Dimana lagi kita akan mencari
keadilan?
c.
d.
Reformasi birokrasi dan reformasi pelayanan publik adalah salah satu cara mencegah
korupsi. Semakin banyak meja yang harus dilewati untuk mengurus suatu hal, semakin
banyak pula kemungkinan terjadinya korupsi
e.
Hal lain yang krusial untuk mengurangi resiko korupsi adalah dengan memperbaiki dan
memantau kinerja Pemerintah Daerah. Sebelum Otonomi Daerah diberlakukan umumnya
semua kebijakan diambil oleh Pemerintah Pusat. Pada waktu itu korupsi besar-besaran
umumnya terjadi di Ibukota Negara. Dengan otonomi, kantong korupsi tidak terpusat hanya
di ibukota negara tapi berkembanga ke berbagai daerah
f.
Dalam berbagai pemberitaan di media-media, ternyata korupsi juga banyak dilakukan oleh
anggota parlemen baik di pusat (DPR) maupun di daerah (DPRD). Alih-alih menjadi wakil
rakyat dan berjuang untuk kepentingan rakyat, anggota parlemen justru melakukan korupsi
yang dibungkus rapi.
3.2.
a.
Salah satu cara mencegah korupsi adalah dengan mewajibkan pejabat publik melaporkan
dan mengumumkan jumlah kekayaan yang dimiliki baik sebelum dan sesudah menjabat.
Masyarakat ikut memantau tingkat kewajaran peningkatan jumlah kekayaan setelah selesai
menjabat. Kesulitan timbul ketika kekayaan yang didapatkan dengan melakukan korupsi
dialihkan kepemilikannya ke orang lain.
b.
Pengadaan barang atau kontrak pekerjaan di pemerintahan pusat dan daerah maupun
militer sebaiknya melalui lelang atau penawaran secara terbuka. Masyarakat diberi akses
untuk dapat memantau dan memonitor hasil pelelangan tersebut.
c.
Korupsi juga banyak terjadi dalam perekrutan pegawai negeri dan anggota TNI-Polri baru.
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme sering terjadi dalam proses rekrutmen tersebut. Sebuat
sistem yang transparan dan akuntabel dalam hal perekrutan perlu dikembangkan.
d.
Sistem penilaian kinerja pegawai negeri yang menitik-beratkan pada proses (process
oriented) dan hasil kerja akhir (result oriented) perlu dikembangkan. Untuk meningkatkan
budaya kerja dan motivasi kerjanya, bagi pegawai negeri yang berprestasi perlu diber
insentif.
3.3.
a.
Salah satu upaya memberantas korupsi adalah dengan memberi hak kepada masyarakat
untuk mendapatkan akses terhadap informasi. Perlu dibangun sistem dimana masyarakat
(termasuk media) diberikan hak meminta segala informasi sehubungan dengan kebijakan
pemerintah yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.
b.
Isu mengenai public awareness atau kesadaran dan kepedulian publik terhadap bahaya
korupsi dan isu pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu bagian penting upaya
pemberantasan korupsi. Salah satu cara meningkatkan public awareness adalah dengan
melakukan kampanye tentang bahaya korupsi.
c.
Menyediakan sarana untuk melaporkan kasus korupsi. Misalnya melalui telepon, surat,
faksimili (fax), atau internet.
d.
Di beberapa negara pasal mengenai fitnah dan pencemaran nama baik tidak dapat
diberlakukan untuk mereka yang melaporkan kasus korupsi, dengan pemikiran bahwa
bahaya korupsi lebih besar daripada kepentingan individu.
e.
Pers yang bebas adalah salah satu pilar demokrasi. Semakin banyak informasi yang
diterima masyarakat, semakin paham mereka akan bahaya korupsi
f.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGOs baik tingkat lokal maupun internasional
juga memiliki peran penting untuk mencegah dan memberantas korupsi. Sejak era
Reformasi, LSM baru yang bergerak di bidang Anti Korupsi banyak bermunculan. LSM
memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan atas perilaku pejabat publik. Contoh LSM lokal
adal ICS (Indonesian Corruption Watch).
g.
Cara lain untuk mencegah dan memberantas korupsi adalah dengan menggunakan
perangkat electronic surveillance. Alat ini digunakan untuk mengetahui dan mengumpulkan
data dengan menggunakan peralatan elektronik yang dipasang di tempat-tempat tertentu.
Misalnya kamera video (CCTV).
h.
Melakukan tekanan sosial dengan menayangkan foto dan menyebarkan data para buronan
tindak pidana korupsi yang putusan perkaranya telah berkekuatan hukum tetap.
D. Andhi Nirwanto, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (2011) menjelaskan bahwa
dalam rangka pencegahan dan pemberantasan korupsi ke depan terdapat empat hal bisa
dijadikan bahan renungan dan pemikiran:
1.
Harmonisasi
peraturan
pemberantasan korupsi
perundang-undangan
dalam
rangka
pencegahan
dan
2.
Revitalisasi dan reaktualisasi peran dan fungsi aparatur penegak hukum yang menangani
perkara korupsi
3.
4.
Pemberantasan tindak pidana korupsi harus dimulai dari diri sendiri dari hal-hal yang kecil
dan mulai hari ini agar setiap daerah terbebas dari korupsi (Miranis, 2012).
3.4.
Kerjasama Internasional
Upaya lain yang dapat dilakukan dalam memberantas korupsi adalah melakukan kerjasama
internasional baik dengan negara lain maupun dengan International NGOs. Sebagai contoh
di tingkat internasional, Transparency International (TI) membuat program National Integrity
Sistem. OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) yang didukung
oleh PBB untuk mengambil langkah baru dalam memerangi korupsi di tingkat internasional
membuat program the Ethics Infrastructure dan World Bank membuat program A Framework
for Integrity.
http://jeyysiska.blogspot.com/2013/07/pencegahan-dan-upaya-pemberantasan.html