LAPORAN PRAKTIKUM
Oleh :
Kelompok 12
1. Moch Azam Baihaqi
2. Erza Sigit S.
3. Miftahul Imron
4. Gita Gratia M. S.
5. Festi Retno
6. Nurul Marta
7. Bintang K.
8. Dede S.
9. Moh Ali Muhdor
10. Riza Rahma Putri
(131510501185)
(121510501131)
(131510501091)
(131510501154)
(131510501182)
(131510501244)
(131510501250)
(131510501253)
(131510501280)
(131510501287)
Kedelai (Glycine max L.) merupakan tanaman asli dari negara Cina dan
telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2.500 SM. Awal mula penyebaran dan
pembudidayaan tanaman kedelai di Indonesia yaitu Pulau Jawa, kemudian
berkembang ke Bali, Nusa Tenggara, dan pulau-pulau lainnya. Tanaman kedelai
dapat tumbuh di berbagai agroekosistem dengan jenis tanah, kesuburan tanah,
iklim, dan pola tanam yang berbeda sehingga kendala satu agroekosistem dengan
agroekosistem yang lain akan berbeda pula. Hal tersebut dapat mengindikasikan
adanya suatu spesifikasi dalam cara berbudidaya tanaman kedelai. Tanaman
kedelai di Indonesia pada umumnya dibudidayakan di lahan sawah ataupun di
lahan tegalan. Kegiatan yang dilakukan sebelum berbudidaya tanaman kedelai
yaitu melakukan persiapan lahan yang salah satu di dalamnya ialah mengolah
tanah.
Olah tanah merupakan suatu kegiatan mengolah tanah dengan cara
membalik lapisan bawah tanah yang ditujukan untuk menciptakan kondisi tanah
yang cocok untuk tanaman. Olah tanah dapat dibagi menjadi tiga macam, antara
lain olah lahan sempurna, olah lahan minimum, dan tanpa olah tanah. Tingkatan
perubahan di suatu areal lahan budidaya akan sangat ditentukan cara atau metode
pengolahan tanah tersebut. Secara umum, teknik budidaya tanaman kedelai di
lahan sawah dan di lahan tegalan hampir sama. Namun, terdapat beberapa
perbedaan terutama dalam penggunaan varietas unggul, seperti persiapan lahan,
dan pemberian kapur atau bahan organik.
Pada budidaya tanaman kedelai yang menggunakan sistem tanpa olah tanah
(TOT) biasanya digunakan untuk mengantisipasi terbatasnya tenaga kerja
sehingga dapat menghemat pengeluaran. Selain itu, penggunaan sistem tanpa olah
tanah (TOT) pada budidaya tanaman kedelai juga dapat memanfaatkan sisa-sisa
ketersediaan air tanah setelah panen tanaman padi dilakukan. Pada lahan sawah
yang menggunakan sistem olah tanah terdapat lapisan yang memiliki kadar unsur
hara Besi (Fe) dan Mangan (Mn) yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan
ketersediaan air tanah akan terbatas pada bagian atas lapisan tanah. Apabila
dilakukan pengolahan tanah setelah penanaman tanaman padi yang ditujukan
untuk budidaya kedelai dapat mengakibatkan menguapnya air tanah sehingga
untuk pemenuhan dari seluruh kebutuhan unsur hara. Hal tersebut dikarenakan
pemberian pupuk melalui bagian daun hanya ditujukan sebagai pelengkap dari
pemupukan yang telah diberikan melalui media tanam. Pemberian pupuk melalui
daun tersebut dilakukan bertujuan untuk memberikan unsur-unsur hara yang sifat
kebutuhannya dalam jumlah yang cukup rendah. Sebagai tanaman budidaya,
terdapat beberapa organisme pengganggu yang nantinya dapat berpengaruh
terhadap proses pertumbuhan dan perkembangannya. Tumbuhan liar atau disebut
dengan gulma yang tumbuh pada petakan tanaman kedelai dapat dilakukan
pengendalian dengan cara teknik penyiangan. Hal tersebut ditujukan karena gulma
atau tumbuhan liar dikhawatirkan melakukanpersainganan terhadap tanaman
kedelai dalam berbagai macam kebutuhan, seperti air, unsur hara, sinar matahari,
dan juga kemungkinan menjadi tanaman inangdari hama maupun penyakit.
Meminimalisir terjadinya hal tersebut, maka perlu dilakukannya kegiatan
pengolahan tanah (Sudarmono, 1997).
Menurut Prasetyo et al. (2014), kegiatan yang meliputi membalik,
memotong, menghancurkan, dan meratakan tanah merupakan kegiatan mengolah
tanah. Tujuan dilakukan kegiatan mengolah tanah yaitu pemberian aliran irigasi,
memperbaiki kondisi tanah agar perakaran tanaman dapat melakukan penetrasi,
pemberian areal aerasi dan infiltrasi air, serta pengendalian beberapa macam
organisme pengganggu tanaman. Kegiatan mengolah tanah dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu olah tanah minimal atau olah tanah terbatas dan olah
tanah maksimal. Olah tanah minimal atau olah tanah terbatas merupakan kegiatan
mengolah tanah secara seminimal mungkin dan tetap mempertahankan beberapa
sisa-sisa tanaman yang dulu telah dipanen, sedangkan olah tanah secara maksimal
adalah kegiatan mengolah tanah secara sempurna yang terdiri dari beberapa
proses, seperti pembajakan, pencangkulan, dan penggaruan.
Penggunaan sistem tanpa olah tanah dalam melakukan suatu budidaya
tanaman dapat mengurangi terjadinya suatu erosi di lahan tersebut serta
pengurangan pencemaran sedimen dari permukaan tanah (Donald et al., 2011).
Grandy et al., (2012) menambahkan bahwa berbudidaya tanaman dengan
menggunakan sistem tanpa olah tanah (TOT) sudah lama diterapkan sejak
beberapa tahun yang lalu. Penggunaan sistem olah tanah tersebut ditujukan untuk
mengurangi adanya erosi tanah, memperbaiki struktur fisika tanah, konservasi air
tanah, dan memulihkan bahan-bahan organik. Akhir-akhir ini diketahui terjadi
peningkatan penggunaan sistem tanpa olah tanah yang telah diterapkan di negara
Amerika Serikat dari 13,7 % meningkat ke 22,6% atau sekitar 9,5 juta hektar.
Pada lahan budidaya tanaman daerah tropis maupun subtropis yang
menggunakan sistem tanpa olah tanah dengan disertai teknik rotasi tanaman
merupakan salah satu langkah kombinasi dua teknik yang cukup strategis dalam
meningkatkan keberlanjutan dari lahan pertanian tersebut. Selain itu, penggunaan
kombinasi kedua teknik tersebut dapat mengurangi terjadinya erosi yang
menyebabkan hilangnya lapisan dan nutrisi tanah. Penggunaan kedua teknik
tersebut telah dilakukan di negara Brazil dengan bukti terjadinya peningkatan
kualitas tanah di areal budidaya tanaman sekitar 90 juta hektar (Caires et al.,
2012).
0 ml
2 ml
4 ml
6 ml
TSM 1
Bayfolan 1
TSM 2
Bayfolan 2
Pagi 1
Pagi 2
Pagi 3
Pagi 4
100
80
60
40
20
0
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
25
4
3
0
3
0
Perlakuan
Perlakuan
116
22 35 35
93
86 114
20
12.1
15
10
5 2.30.55
0
18.5
12.8
9.9 9.9
2.21.030.551.2
0
Perlakuan
Perlakuan
Nb: Berat biji kedelai sesi 1 (sore) perlakuan TSM Sore 1 = 5,9 gr; Sore 2 = 7,93
gr; Sore 3 = 8,47 gr; dan Sore 4 = 8,83 gr.
4.2 Pembahasan
Pada praktikum mata kuliah Teknologi Inovasi Produksi Pertanian dengan
berbudidaya tanaman kedelai menggunakan kombinasi sistem TOT dan teknik
pemupukan melalui daun dengan parameter pengamatan pertumbuhan, antara lain
tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah cabang. Berdasarkan hasil pengamatan
yang telah dilakukan pada praktikum selama empat minggu diketahui bahwa pada
hasil parameter tinggi tanaman kedelai masing-masing perlakuan didapati
semakin meningkat mulai minggu ke-1 sampai minggu ke-4 dari berbagai
tingkatan konsentrasi pupuk daun sehingga tinggi tanaman masing-masing
mengalami peningkatan secara optimal. Berdasarkan hasil pengamatan pada
minggu ke-4 diketahui parameter tinggi tanaman kedelai yang paling tinggi yaitu
perlakuan pagi 4 (8 ml) dengan nilai 83 cm, sedangkan paling rendah yaitu
perlakuan 6 ml dengan nilai 52,6 cm. Asnijar et al., (2013) menyatakan bahwa hal
tersebut berkaitan dengan tingkat dosis pemupukan pada tanaman tersebut.
Tanaman menyerap suatu unsur berbeda-beda dan dengan tingkat konsentrasi
yang berbeda. Pertumbuhan tanaman sangat ditentukan oleh unsur hara yang
tersedia dalam keadaan optimum dan seimbang. Akan tetapi, diketahui terdapat
hasil yang berbeda pada beberapa perlakuan, seperti 2 ml, 4 ml, 6 ml, TSM 1,
TSM 2, Bayfolan 2, Pagi 2, dan Pagi 3 yang menunjukkan data fluktuatif dalam
tinggi tanaman. Salah satu penyebab dari data yang fluktuatif tersebut adalah
ketidak cermatnya praktikan dalam melakukan pengamatan pada tanaman kedelai.
Berdasarkan hasil pengamatan pada parameter jumlah daun dengan berbagai
perlakuan yang telah diberikan diketahui bahwa jumlah daunnya mengalami
peningkatan mulai dari minggu ke-1 sampai ke-4. Berdasarkan hasil pengamatan
yang dilakukan pada minggu ke-4 diketahui bahwal jumlah daun yang paling
tinggi yaitu pada perlakuan 6 ml dengan jumlah daun 78, sedangkan hasil yang
paling rendah yaitu perlakuan TSM 1 dengan jumlah daun 32. Apabila
pemupukan dengan tingkat konsentasi rendah maka hasil yang diperoleh juga
akan rendah, begitupun sebaliknya. Akan tetapi, pemberian pupuk dengan
konsentrasi yang tidak tepat akan merugikan tanaman. Konsentrasi yang terlalu
tinggi akan meracuni tanaman, sedangkan konsentrasi yang terlalu rendah tidak
akan memberikan respon yang baik bagi tanaman (Asnijar et al., 2013). Perlakuan
2 ml, 4 ml, TSM 1, Bayfolan 1, TSM 2, Bayfolan 2, Pagi 1, Pagi 2, dan Pagi 3
diketahui hasil yang fluktuatif atau terjadi pengurangan jumlah daun. Hal tersebut
kemungkinan daun berkurang karena sel-sel yang berada pada bagian daun
tersebut sudah tua atau mati sehingga terjadinya pengguguran. Farooq et al.,
(2009) berpendapat bahwa pertumbuhan dicapai dengan melalui proses
pembelahan dan pembesaran sel, diferensiasi yang mempengaruhi genetik,
fisiologis, ekologi, dan morfologi. Sel-sel pada tanaman yang telah mati akan
digantikan dengan sel-sel yang baru melalui pembelahan dan pembesaran sel
kembali sehingga akan tumbuhnya organ dari tanaman yang baru.
Berdasarkan hasil pengamatan pada parameter jumlah cabang pada tanaman
kedelai dengan berbagai perlakuan yang telah diberikan diketahui bahwa jumlah
cabang mengalami peningkatan mulai dari minggu ke-1 sampai ke-4. Berdasarkan
hasil pengamatan yang dilakukan pada minggu ke-4 diketahui bahwal jumlah
cabang yang paling tinggi yaitu pada perlakuan 6 ml dengan jumlah cabang 22,
sedangkan hasil yang paling rendah yaitu perlakuan 0 ml, 4 ml, dan TSM 1
dengan jumlah cabang 11. Perlakuan 0 ml, 2 ml, 4 ml, TSM 1, Bayfolan 1, TSM
2, Bayfolan 2, Pagi 2, Pagi 3, dan Pagi 4 diketahui hasil yang fluktuatif atau
terjadi pengurangan jumlah cabang. Seperti halnya bagian daun, kemungkinan
besar pengurangan jumlah cabang diakibatkan oleh sel-sel yang berada pada
bagian cabang tersebut sudah tua atau mati sehingga mengalami kerontokan.
Parameter pemanenan tanaman kedelai pada acara praktikum kali ini, antara
lain jumlah polong, polong yang membuka, jumlah biji, dan berat biji (gram)
dengan masih-masing perlakuan mengambil 3 (tiga) sampel yang terbaik.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan diketahui bahwa pada
parameter jumlah polong tiap perlakuan didapati memiliki jumlah yang berbedabeda. Berdasarkan parameter berat biji diketahui bahwa pada pemberian
perlakuan pupuk anorganik bayfolan 0 6 ml yang tertinggi yaitu 4 ml sebesar
12,1 gram. Kemungkinan pemberian dosis pupuk bayfolan telah sesuai dengan
kemampuan tanaman dalam menyerap nutrisi sehingga dapat tumbuh dan
berproduksi dengan baik. Menurut Asnijar dkk. (2013), konsentrasi pupuk
bayfolan untuk tanaman hortikultura yaitu 1-3 g L -1. Perlakuan antara pemberian
pupuk organik (TSM) dengan pupuk anorganik (bayfolan) diketahui tertinggi pada
pemberian TSM 1 sebesar 2,2 gram. Hal tersebut kemungkinan pupuk organik
lebih mudah diserap oleh tanaman kedelai sehingga kebutuhan akan nutrisi lebih
tercukupi.
Berdasarkan parameter berat biji dengan perbandingan perlakuan TSM pada
pagi dan sore hari diketahui bahwa nilai tertinggi yaitu perlakuan TSM pada pagi
hari dengan nilai perlakuan Pagi 1 12,8 gr; Pagi 2 18,5 gr; Pagi 3 9,9 gr; dan Pagi
4 9,9 gr, sedangkan perlakuan TSM sore diketahui sebesar. Hal tersebut
kemungkinan pupuk daun yang diberikan pada tanaman kedelai lebih banyak
terserap pada waktu pagi hari, sehingga kebutuhan nutrisinya akan tercukupi dan
mengakibatkan pertumbuhan dan daya produksi yang lebih optimal. Menurut
Haryanti dan Meirina (2009), stomata akan membuka pada pagi hari karena
cahaya matahari akan merangsang sel penutup untuk menyerap ion K + dan air
serta jam biologis memicu serapan ion pada waktu pagi hari sehingga stomata
membuka, sedangkan malam hari terjadi pembasan ion yang menyebabkan
stomata menutup. Pemberian pupuk daun pada waktu sore hari tidak terlalu
dianjurkan, dikarenakan dekat dengan malam hari yang saat itu stomata akan
menutup.
DAFTAR PUSTAKA
Akparobi, S. O. 2013. Evaluation of Six Cultivars of Soybean Under The Soil of
Rainforest Agro-Ecological Zones of Nigeria. Scientific Research, 4(1): 6-9.
Asnijar, E., Kesumawati dan Syammiah. 2013. Pengaruh Varietas dan Konsentrasi
Pupuk Bayfolan terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai
(Capsicum annum L.). Agrista, 17(2): 60-66.
Caires, E. F., F. J. Garbuio, S. Churka, G. Barth and J. C. L. Correa. 2012. Effects
of Soil Acidity Amelioration by Surface Liming on No-till Corn, Soybean,
and Wheat Root Growth and Yield. Agronomy, 28(1): 57-64.
Donald, W. W., N. R. Kitchen and K. A. Sudduth. 2011. Between-Row Mowing +
Banded to Control Annual Weeds and Reduce Herbicide Use in No-till
Soybean (Glycine max) and Corn (Zea mays). Weed Technology, 15(2): 576584.
Farooq, M., A. Wahid, N. Kobayashi and S. M. A. Basra. 2009. Plant Drought
Stress: Eects, Mechanisms and Management. Agron Sustain Dev, 29(08):
185-212.
Grandy, A. S., G. P. Robertson and K. D. Thelen. 2012. Do Productivity and
Environmental Trade-offs Justify Periodically Cultivating No-tillCropping
Systems.Agron, 98(2): 1377-1383.
Hanadyo, R., T. Hadiastono dan M. Martosudiro. 2013. Pengaruh Pemberian
Pupuk Daun Cair terhadap Intensitas Serangan Tobacco Mosaic Virus
(TMV), Pertumbuhan, dan Produksi Tanaman Tembakau (Nicotiana
tabacum L.). Hama Penyakit Tumbuhan, 1(2): 28-36.
Haryanti, S. dan Meirina, T. 2009. Optimalisasi Pembukaan Porus Stomata Daun
Kedelai (Glycine max (L.) merril) pada Pagi Hari dan Sore. BIOMA, 13(1):
11-16.
Muis, A., D. Indradewa dan J. Widada. 2013. Pengaruh Inokulasi Mikaoriza
Arbuskula terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai (Glycine max L.)
MerrillAt Various pada Berbagai Inetrval Penyiraman. Vegetalika, 2(2): 720.
Nasaruddin dan Rosmawati. 2011. Pengaruh Pupuk Organik Cair (POC) Hasil
Fermentasi Daun Gamal, Batang Pisang, dan Sabut Kelapa terhadap
Pertumbuhan Bibit Kakao. Agrisistem, 7 (1): 29-37.
Pitojo, S. 2003. Benih Kedelai. Yogyakarta: Kanisius.