PKPU Online
Oleh: Sahabudin, Ak. *)
Beberapa tahun terakhir ini banyak perusahaan yang aktif dalam berbagai kegiatan
sosial dan memberikan sumbangan dana untuk kegiatan-kegiatan sosial. Hal ini
menarik untuk dicermati dan dijadikan sebagai bahan kajian.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh PIRAC (Public Interst Research and Advocacy
center) tentang potensi sumbangan perusahaan-perusahaan dalam kegiatan sosial.
Pada tahun 2001 ditemukan angka sebesar 115,3 milliar rupiah dana yang
disumbangkan dari 180 perusahaan baik perusahaan lokal, nasional, maupun
multinasional di Indonesia.
Fenomena ini sungguh menggembirakan kita semua, mengingat dana tersebut bisa
menjadi alternatif pembiayaan program-program pengentasan kemiskinan dan
masalah-masalah sosial lainnya. Karena selama ini berbagai kegiatan sosial banyak
bergantung dari dana yang dikucurkan pemerintah seperti Jaring Pengaman Sosial
(JPS) maupun dana swadaya masyarakat melalui Lembaga Swadaya Masyarakat yang
ada. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa perusahaan bisa menjadi salah satu
sumber dana lokal yang potensial, mengingat banyaknya perusahaan yang berminat
dan memiliki kepedulian dalam mendanai kegiatan kegiatan sosial. Bahkan sumber
dana perusahaan ini relatif cukup besar jika dibandingkan dengan dana perorangan
atau pemerintah.
Bagi perusahaan itu sendiri, sumbangan dalam aktivitas sosial yang dilakukan
merupakan manifestasi dari tanggung jawab sosialnya (corporate social
responsibility). Ada empat tanggung jawab perusahaan dalam kaitan ini. Pertama,
tanggungjawab ekonomi dengan menghasilkan laba. Kedua, tanggung jawab legal
dengan menaati hukum dalam kegiatan usahanya. Ketiga, tanggung jawab etika
dengan menghindarkan diri dari praktek-praktek yang bertentangan dengan nilai nilai
yang tumbuh di masyarakat. Keempat, tanggungjawab filantropis dengan memberikan
kontribusi dana sosial kepada masyarakat. Tanggung jawab filantropis inilah yang
mendorong perusahaan untuk memberikan sumbangan terhadap aktivitas-aktivitas
sosial.
Disisi lain, sejak runtuhnya orde baru, kini mulai banyak bermunculan LSM-LSM
yang berkhidmah pada kepedulian terhadap masalah-masalah sosial. Hal ini
disebabkan karena ketidakpastian masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam
menangani masalah-masalah sosial yang ada sekarang ini.
Masalah kemiskinan contohnya, hal ini menjadi persoalan yang kritis bagi
perekonomian negara, bahkan menurut data Biro Pusat Statistik (BPS) sampai akhir
tahun 2002 tercatat 38,7 juta atau sekitar 17,8 % dari penduduk Indonesia hidup
dibawah garis kemiskinan. Disamping masalah kemiskinan yang begitu besar,
perkonomin juga dihadapkan pada persoalan tingginya angka pengangguran. Masih
menurut data BPS, tercatat sebanyak 36 juta penduduk Indonesia adalah
pengangguran.
Tingginya angka kemiskinan dan pengangguran ini memberikan dampak yang sangat
signifikan dalam kehidupan sosial politik dan ekonomi kita. Kita masih ingat, krisis
ekonomi yang dimulai pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan menurunnya
daya beli masyarakat secara drastis yang menimbulkan gejolak sosial politik yang luar
biasa. Masih segar dalam ingatan kita, tindakan anarkisme yang berupa pembakaran
dan penjarahan habis-habisan sebagai akibat kondisi krisis yang berkepanjangan.
Dampaknya terhadap perekonomian nasional pun sampai saat ini belum bisa
dipulihkan. Alih-alih pulih, dengan daya beli masyarakat yang begitu rendahnya
masih ditambah dengan rencana kebijakan pemerintah yang kontroversial dengan
pencabutan subsidi pendidikan, menaikkan tarif dasar listrik, tarif telpon dan harga
BBM, yang menimbulkan gelombang demonstrasi besar dimana-mana.
Sementara itu, sumber-sumber keuangan pemerintah tidak bisa diandalkan
sepenuhnya dalam mengatasi masalah-masalah sosial yang ada. Alokasi dana sosial
seperti halnya JPS pun juga tak banyak membantu karena ternyata banyak
diselewengkan oleh para pejabat tanpa nurani. Hal ini menjadi kajian publik yang
akhirnya mendorong munculnya lembaga lembaga swadaya masayarakat yang
melakukan penggalangan dana dari masyarakat dan menyalurkannya dalam berbagai
bentuk program sosial. Dan justru dari lembaga-lembaga seperti inilah dana sosial
masyarakat terkelola secara amanah dan profesioanal dan tepat sasaran.
Saya ingin mengaitkan potensi dana sosial perusahaan yang disalurkan untuk aktivitas
sosial melalui keberadaan lembagalembaga swadaya masyarakat yang berkaitan
dengan aktivitas-aktivitas sosial secara langsung dengan mengulas keuntungan yang
bisa diperoleh bagi perusahaan itu sendiri.
Menurut hasil penelitian PIRAC, selama ini kontribusi dana sosial perusahaan
disalurkan melalui empat model kedermawanan. Pertama, keterlibatan secara
langsung. Perusahaan menjalankan kegiatan kedermawanannya secara langsung
dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial dan menyerahkan sumbangannya
kepada masyarakat tanpa perantara pihak lain. Kedua, melalui yayasan/organisasi
sosial yang dibentuk dan dimiliki oleh perusahaan yang bersangkutan. Perusahaan
menyediakan dana awal, dana abadi ataupun dana rutin bagi aktivitas yayasan
tersebut. Ketiga, perusahaan berpartner atau bermitra dengan pihak lain. Biasanya
yang menjadi mitra dalam kegiatan-kegiatan tersenut adalah LSM, instansi
pemerintah, universitas, dan media masa. Keempat, bergabung dala konsorsium.
Perusahaan ikut mendirikan dan menjadi anggota serta mendukung suatu lembaga
sosial yang didirikan.
Dari keempat model tersebut, ternyata model ketigalah yang banyak diminati dan
dilakukan oleh perusahan akhir-akhir ini. Yaitu menggandeng mitra dengan organisasi
sosial dalam menjalankan kegiatan sosialnya. Kalau dikaji lebih lanjut, menurut
pendapat saya model inilah yang memiliki potensi yang menguntungkan bagi kedua
belak pihak khususnya bagi perusahaan yang bersangkutan.
Pertama, kontribusi perusahaan dalam kegiatan kedermawanan akan membangun
image sosial positif perusahaan sebagai entitas bisnis. Hal ini akan meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan yang bisa mendongkrak tingkat