Anda di halaman 1dari 17

ETIOLOGI PENYAKIT PERIODONTAL

I.

PENGERTIAN PENYAKIT PERIODONTAL


Penyakit periodontal merupakan penyakit yang disebabkan adanya infeksi pada
jaringan

periodontal. Bakteri plak merupakan penyebab utama terjadinya penyakit

periodontal berupa inflamasi seperti periodontitis kronis. Beberapa faktor lain turut
berperan

secara

tidak

perkembangbiakan

langsung

dengan

bakteri

cara

memfasilitsasi

plak

seperti

penumpukandan
Streptococcus

mutans, Phorphyromonas gingivalis, Actinobacillus actinomycetemcomitans


dan Bacteriodes melaninogenicus.Sebagai contoh adalah kalkulus, gigi yang
berjejal(crowded ) , karies gigi yang berada dekat tepi gingiva, tambalan yang over
hanging, dan tepi restorasi yang tidak baik. Di samping itu, berperan pulafaktor-faktor
lain sebagai factor resiko, seperti factor lingkungan, tingkah laku,dan biologis, yang
keberadaannya dapat meningkatkan kemungkinan sesorangmenderita suatu penyakit.
Penyakit periodontal dimulai dari gingivitis, bila tidak terawatt dapat berkembang
menjadi

periodontitis dimana terjadi kerusakan jaringan periodontal berupa kerusakan

fiber,

ligament

periodontal

dan

tulang

alveolar.

pada periodontitis dapat berkembang

kronis

menjadi suatu

abses yang sering disebut abses periodontal.


lesi inflamatori yang

Lesi

bersifat akut dandekstruktif

Abses periodontal merupakan


pada

jaringan

periodontal

yang

menimbulkan akumulasi pus di dinding gingiva pada poket periodontal (Topazian,et al.,
2002)
Gingivitis merupakan proses peradangan didalam jaringan periodonsiumyang
terbatas pada gingiva, yang disebabkan oleh mikroorganisme yaangmembentuk suatu
koloni serta membentuk plak gigi yang melekat pada tepigingival.
Gingivitis adalah peradangan gingiva. Pada kondisi ini tidak terjadikehilangan
perlekatan. Pada pemeriksaan klinis terdapat gambaran kemerahan dimargin gingiva,
pembengkakan dengan tingkat yang bervariasi, perdarahan saat probing dengan tekanan
ringan dan perubahan bentuk gingival
Peradangan gingiva disebabkan oleh faktor plak maupun non-plak. Namun peradang
an

gingiva

dan peradangan

tidak selalu disebabkan oleh akumulasi plak pada permukaan gigi,


gingiva yang

tidak disebabkan oleh plak seringmemperlihatkan

gambaran klinis yang khas. Keadaan ini dapat disebabkan beberapa penyebab,
seperti infeksi bakteri spesifik, infeksi virus atau jamur yang tidak berhubungan dengan

peradangan gingiva yang berhubungan dengan plak dan peradangan gingiva karena faktor
genetik.
Peradangan

gingival

Hereditary gingival

yang

berasal

fibromatosis,

dari

dan

beberapa

yang bermanifestasi sebagai peradangan


planus, pemphigoid,

pemphigus vulgaris

faktor

genetik
kelainan

terlihat

mukokutaneus

gingiva. Contoh lesi adalah


dan erythema

multiforme.

pada
lichen

Alergi

dan

traumamerupakan contoh lain dari peradangan gingiva yang tidak disebabkan oleh
faktor non-plak

II.

ETIOLOGI PENYAKIT PERIODONTAL


Berdasarkan Peranannya
Berdasarkan peranannya dalam menimbulkan penyakit, faktor etiologi
penyakit gingival dan periodontal diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Faktor etiologi primer, berupa plak dental/ plak bakteri.
2. Faktor etiologi sekunder/ pendorong, yang mempengaruhi efek dari faktor
primer.
Berdasarkan keberadaanya:
1. Faktor etiologi lokal/ ekstrinsik
2. Faktor sistemik/ intrinsic
A. BERDASARKAN PERANANNYA
1. FAKTOR ETIOLOGI PRIMER
Penyebab primer dari penyakit periodontal adalah iritasi bakteri. Meskipun
demikian, sejumlah kecil plak biasanya tidak mengganggu kesehatan
gingiva dan periodontal (Lang dkk., 1937) dan beberapa pasien bahkan
mempunyai jumlah plak yang cukup besar yang sudah berlangsung lama
tanpa mengalami periodontitis yang merusak walaupun mereka mengalami
gingiviti.
Ada beberapa faktor lain baik lokal maupun sistemis yang merupakan
predisposisi dari akumulasi plak atau perubahan respons gingiva terhadap
plak. Faktor faktor ini dapat dianggap sebagai faktor etiologi sekunder.
Teori Plak
Hubungan antara kebersihan mulut dan penyakit gingiva sudah ditemukan
sejak zaman purba. Dewasa ini sudah cukup banyak bukti yang mendukung
hubungan tersebut. Bukti bukti berasal dari penelitian klinis, penelitian
epidemiologis, percobaan klinis dan mikrobiologi dan mikrobiologi, dan
akhir akhir ini, dari penelitian imunologi. Bukti bukti tersebut dapat
diringkas sebagai berikut :

1. Jumlah bakteri yang ada pada leher gingiva yang diianflamasi atau poket periodontal
lebih besar daripada leher gingiva yang sehat.
2. Bila ada inflamasi gingiva atau pket periodontal jumlah organisme di dalam mulut akan
meningkat
3. Injeksi bakteri mulut manusia pada babi dapat menimbulkan pembentukan abses, kalau
bakteri ini bersifat patogen.
4. Penelitian epidemiologis terhadap berbagai kelompok populasi di berbagai belahan
dunia menunjukkan hubungan langsung antara jumlah deposit bakteri yang diukur
melalui indeks kebersihan mulut dan keparahan inflamasi gingivanya.
5. Data epidemiologi menunjukkan hubungan langsung antara status kebersihan mulut dan
derajat kerusakan periodontal seperti terlihat dari gambaran radiografi tentang
kerusakan tulang alveolar.
6. Produksi inflamasi gingiva dalam percobaan, dengan cara penarikan semua bentuk
pembersih mulut. Loe dkk. (1965) menunjukkan bahwa bila 12 pelajar berhenti
membersihkan gigi geliginya, sehingga plak leluasa berkumpul disekitar tepi gingiva,
inflamasi gingiva selalu timbul. Bila pembersihan gigi dilakukan kembali, dan plak
dihilangkan, inflamasi akan reda (gambar 4.1)
7. Percobaan diatas biala diulangi pada anjing Beagle juga memberikan hasil serupa.
Selain itu pemberian diet yang lunak dan lengket pada hewan juga dapat menimbulkan
penyakit periodontal.
8. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa kontol kebersihan mulut dapat
mengurangi terjadinya gingivitis.
9. Inflamasi gingiva karena dihentikannya pembersihan mulut dapat dicegah dengan
menggunakan larutan kumur antiseptik tertentu misalnya klorheksidin glukonat, baik
pada manusia atau hewan percobaan.
10. Antibiotik maupun topikal juga dapat mengurangi inflamasi gingiva.
11. Iritasi mekanis seperti tepi tumpatan yang berlebihan atau tumpatan yang kasar, tidak
menimbulkan inflamasi gingiva kecuali tumpatan tertutup plak bakteri
12. Pada hewan bebas organisme, kerusakan mekanis dari gingiva akibat pemakaian benang
sutera antara gigi geligi kelihatanntya tidak menimbulkan inflamasi gingiva atau
kerusakan tulang alveolar. Bila bakteri ditambahkan maka akan terjadi inflamasi
gingiva dan kerusakan tulang.
13. Kultur bakteri dari poket periodontal manusia dapat menghasilkan enzim yang dapat
meregradasi jaringan ikat gingiva .
14. Pada penyakit periodontal terlihat kenaikan titer antibodi terhadap plak bakteri.
Antibodi ini dapat dideteksi pada darah dan cairan krevikular.
15. Limfosit dan sel plasma pembentuk imunoglobulin yang terdapat pada jaringan ikat
gingiva dan cairan gingiva akan bertambah jumlahnya bila ada inflamasi gingiva.
16. Pada penelitian in vitro, limfosit diaktifkan oleh deposit plak dan terlihat hubungan
langsung antara keparahan penyakit periodontal dengan transformasi limfosit.
17. Bila individu dewasa muda yang sehat tidak membersihkan mulutnya selama 28 hari,
akumulasi plak bakteri dan inflamasi gingiva yang terbentuk akan berhubungan dengan

bertambahnya transformasi limfosit dan pengeluaran faktor penghambat migrasi.


Respons selular ini akan kembali normal 28 hari setelah plak dibersihkan.
Walaupun setiap bukti yang ada dapat dipertanyakan, agregat merupakan
bukti yang kuat yang menyokong teori plak. Kesimpulan lain yang dapat
ditarik dari bukti bukti yang ada adalah bahwa diperlukan waktu yang
singkat bagi produk bakteri untuk membentuk inflamasi menunjukan bahwa
gigi geligi dibersihkan dengan interval 48 jam, tidak akan terjadi gingivitis
tetapi bila pembersihan ditunda sampai 72 ja, akan terbentuk inflamasi
gingiva.
Teori bakteri spesifik dan non spesifik dari etiologi penyakit
periodontal
Akhir akhir ini pembicaraan tentang penyakit periodontal dan penyebabnya
menjadi makin populer. Meskipun demikian, hanya tiga penyakit inflamasi
periodontal periodontitis kronis, juvenile periodontitis dan gingivitis
ulseratif akut yang dapat dikenali dengan jelas. Penyakit periodontal kronis
mencakup kondisi dari gingivitis sampai periodontitis tahap lanjut dengan
berbagai tingkatan perkembangan dan berbagai gambaran klinis. Kondisi ini
dapat berkembang atau tidak berkembang, dan bila berkembang akan
mengalami periode perkembangan, ketidakaktifan dan regresi. Kontroversi
tentang teori mikrobial spesifik dan non spesifik sebagai etiolgi penyakit
inflamasi periodontal terus berlanjut sejak hampir 100 tahun yang lalu.
Teori spesifik
Menurut teori spesifik murni, bakteri patogen spesifik tunggal merupakan
penyebab penyakit inflamasi periodontal, seperti pada kasus infeksi bakteri
eksogen pada manusia yang sangat terkenal, yaitu pneumonia pneumokokal,
tifoid, tuberkulosis dan sifilis. Pada keadaan ini perawatan harus diarahkan
untuk menghilangkan bakteri pathogen spesifik dari dalam mulut dengan
pemberian antibiotik spektrum sempit yang tepat. Selanjutnya, kontrol plak
tidak perlu lagi dilakukan karena plak tanpa bakteri patogen spesifik akan
menjadi non patogenik. Meskipun demikian, tidak pernah hanya disebabkan
oleh bakteri patogen tunggal, sebagian besar disebabkan beberapa bakteri
patogen tunggal, sebagian besar disebabkan beberapa bakteri patogen
periodontal termasuk aktinomises, spirocheata, dan berbagai batang anaerob
gram negatif umumnya ditemukan. Cukup banyak penelitian yang diarahkan
pada tiga bakteri bakterioides gingivalis, B. Intermedius, dan Actinobacillus
actinomycetencomitans. Meskipun demikian, tidak satupun bakteri tersebut

yang merupakan bakteri asing karena semuanya merupakan anggota dari


flora normal rongga mulut. Walaupun bakteri seringkali terdapat dalam
proporsi yang besar dari flora subgingiva di daerah berpenyakit yang
menunjukan tanda progresi, bakteri ini juga dapat diatemukan dalam jumlah
yang lebih kecil pada poket yang non progresif dan pada keadaan tidak ada
penyakit. Beberapa organisme ini memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh
Socransky (1979) untuk menunjukkan patogenesis, termasuk hubungan
kuantitatif dengan penyakit, perubahan respons imun, patogenitas hewan dan
faktor virulensi. Meskipun demikian, belum satupun yang dapat memenuhi
kriteria socransky bahwa penyakit dapat disembuhkan dengan menghilangkan
spesies yang diduga tanpa merubah plak kondisi plak. Perawatan spesifik ini
tidak efektif dan bahkan pendukung terkuat dari teori spesifik juga
memperkenalkan kontrol plak non spesifik juga memperkenalkan kontrol
plak non spesifik dengan disertai skalling subgingiva dan antibiotik
spektrum luas, misalnya tetrasiklin.
Penelitian tentang bakteri yang berhubungan dengan tahap aktif periodontitis
kronis umumnya terhambat oleh kendala bahwa penyakit merupakan kondisi
dinamik dan mempunyai periode perkembangan aktif yang berlangsung
singkat dan periode ketidakaktifan yang lama. Kemungkinan untuk
mengambil contoh bakteri dari daerah yang tepat pada waktu yang tepat,
bersamaan dengan tahap aktif penyakit, adalah kecil dan bahkan hampir tidak
pernah diperoleh.
Teori non spesifik
Menurut teori non spesifik murni bakteri mulut terkolonisasi pada leher
gingiva untuk membentuk plak pada keadaan tidak ada kebersihan mulut
yang efektif. Penyakit inflamasi periodontal terbentuk bila proliferasi bakteri
melebihi ambang batas resistensi hospes dan disebabkan karena efek flora
plak total. Semua bakteri plak dianggap mempunyai beberapa faktor virulensi
yang menyebabkan inflamasi gingiva dan kerusakan periodontal. Keadaan ini
menunjukkan bahwa plak akan menimbulkan penyakit tanpa tergantung pada
komposisinya. Oleh karena itu kontrol plak yang menyeluruh dianggap
dianggap perlu untuk mencegah dan merawat penyakit inflamasi periodontal.
Upaya tradisional ini, bila perlu dapat dikombinasikan dengan skaling
subgingiva yang mungkin berdampak pada potensi patogenitasnya. Selain itu,
juga tidak menjelaskan mengapa beberapa pasien atau daerah gigi tertentu
terserang gingivitis jangka panjang, sedangkan lainnya terserang periodontitis
progresif secara cepat atau lambat. Meskipun demikian, hal ini lebih banyak

disebabkan oleh perbedaan resistensi hospes lokal atau sistemis bukan karena
perubahan flora bakteri.
Oleh karena itu, kelihatannya teori modern dari etiologi mikrobial dari
penyakit periodontal merupakan kompromi antara versi exstrem dari teori
spesifik dan non spesifik.
Teori bakteri sebagai etiologi periodontitis kronis
Versi modern dari teori spesifik (socranzy, 1979) tidak lagi mengikuti ide
bakteri patogen periodontal tunggal dan menyatakan bahwa penyakit
periodontal dapat disebabkan oleh beberapa patogen yang berbeda. Disini
dinyatakan bahwa 6 12 spesies bakteri dapat ikut menyebabkan terjadinya
sebagian besar kasus periodontitis yang merusak dan ada spesies tambahan
lainnya yang menyebabkan sejumlah kecil kasus yang berbeda. Sebaliknya
penganut teori non spesifik menyetujui bahwa beberapa flora bakteri lebih
sering menyebabkan penyakit daripada bakteri lain dan mempunyai faktor
virulensi yang penting. Oleh karena itu, versi modern dari kedua teori ini
kelihatannya lebih rasional dan lebih memungkinkan.
Semua plak bakteri ikut berperan membentuk potensi patogenitas dari flora
subgingiva baik memperbesar maupun memperkecil melalui kemampuannya
untuk berkolonisasi dan menyerang pertahanan hospes dan merangsang
inflamasi serta kerusakan jaringan. Setiap komposisi plak dalam jumlah
cukup besar di dalam leher gingiva dapat menimbulkan gingivitis tetapi
hanya pada beberapa kasus keadaan ini dapat menimbulkan periodontitis
desktruktif.
Berbagai kombinasi bakteri dapat ditemukan pada lesi individual dan yang
secara bersama sama akan membentuk faktor virulensi yang diperlukan.
Karena lebih dari 200 spesies bakteri membentuk flora mulut, tidak
mengherankan bahwa berbagai bakteri indigenus yang berbeda mendominasi
berbagai tahapan penyakit pada berbagai individu dan pada berbagai daerah
rongga mulut. Kenaikan virulensi flora subgingiva kelihatannya disebabkan
karena terbentuknya ekologi plak yang tidak menguntungkan bagi hospes
tetapi menguntungkan untuk pertumbuhan bakteri yang mempunyai potensi
patogenik.
Setelah membicarakan berbagai teori peran serta bakteri, sekarang akan kami
tegaskan kembali bahwa penyakit terbentuk melalui interaksi flora bakteri
dengan pertahanan jaringan misalnya faktor faktor hospes.

2. FAKTOR ETIOLOGI SEKUNDER


Faktor etiologi sekunder dapat lokal atau sistemik. Beberapa faktor lokal pada
lingkungan gingiva merupakan predisposisi dari akumulasi deposit plak
dan menghalangi pembersihan plak. Faktor faktor ini disebut sebagai
faktor retensi plak. Faktor sistemik dan hospes dapat memodifikasi
respon gingiva terhadap iritasi lokal.
B. BERDASARKAN KEBERADAANNYA
1. FAKTOR ETIOLOGI LOKAL
Faktor etiologi lokal itu adalah faktor yang berasal dari rongga mulut itu
sendiri. Faktor etiologi lokal dibagi lagi penjadi 2 faktor yaitu
1. Faktor utama (primer) adalah bakteri pada dental plak seperti yang
dijelaskan
2.
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)

pada

etiologi

penyakit

periodontal

berdasarkan

perannannya pada faktor primer di atas.


Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah
Restorasi yng keliru
Kav2itas karies
Tumpukan sisa makanan
Gigi tiruan sebagian lepasan yang desainnya tidak baik
Pesawat orthodonti
Susunan gigi geligi yang tidak teratur
Kurangnya seal bibir atau kebiasaan bernapas melalui mulut
Merokok tembakau
Groove perkembangan pada enamel servikal atau permukaan akar

a. Restorasi yang keliru mungkin merupakan faktor yang paling menguntungkan


bagi retensi plak. Tepi tumpatan yang berlebihan sangat sering ditemukan dan
berasal dari penggunaan matriks yang ceroboh dan kegagalan untuk memoles
bagian tepi (gambar 4.2). Dahulu pernah ada anggapan bahwa tepi tumpatan
yang kasar di dekat daerah tepi gingiva akan mengiritasi jaringan namun
anggapan ini masih belum terbukti sampai sekarang. Walaupun tidak ada
akumulasi plak pada tepi restorasi, inflamasi tetap saja bisa terjadi. Restorasi
dengan kontur yang buruk, terutama yang konturnya terlalu besar dan mahkota
atau tumpatan yang terlalu cembung, dapat menghalangi aksi penyikatan gigi
yang efektif.
b. Kavitas karies terutama di dekat tepi gingiva, dapat merangsang terbentukya
daerah timbunan plakSisa makanan adalah baji yang kuat dari makanan sisa
gingiva diantara gigi geligi. Bila gigi geligi bergerak saling menjauhi dapat
berbentuk baji makanan, khususnya bila ada plunger cusp. Disini dipertanyakan
apakah memang terjadi trauma fisik, karena daerah timbunan makanan biasanya
merupakan daeerah stagnasi plak.

c. Geligi tiruan sebagian lepasan dengan desain yang buruk, geligi tiruan adalah
benda asing yang dapat menimbulkan iritasi jaringan melalui berbagai cara.
Geligi tiruan yang longgar atau geligi tiruan yang tidak terpoles dengan baik
cenderung berfungsi sebagai fokus timbunan plak. Geligi tiruan tisue borne
seringkali terbenam ke dalam mukosa dan menekan tepi gingiva, menyebabkan
inflamasi dan kerusakan jaringan. Efek ini makin bertambah buruk bila geligi
tiruan tidak diabersihkan dengan baik dan tetap dipakai selama pasien tidur.
Akibat lanjut dari geligi tiruan sebagian dengan desain yang buruk adalah stres
oklusal yang berlebihan pada gigi gigi penyangga, dan faktor ini bersama
dengan inflamasi gingiva karena plak adalah penyebab paling umum dari
tanggalnya suatu gigi.
d. Pesawat ortodonti yang dipakai siang dan malam, kecuali bila pasien sudah
diajarkan cara membersihkan plak yang bertumpuk pada pesawat. Karena
sebagian besar pasien ortodonti masih muda, inflamasi yang parah disertai
dengan pembengkakan gingiva dapat terjadi disini.
e. Susunan gigi yang tidak beraturan yang merupakan predisposisi dari retensi
plak dan mempersulit cara menghilangkan plak (gambar 4.3). Susunan gigi
yang tidak teratur seringkali disertai dengan inflamasi gingiva dan merupakan
kasus yang perawatan ortodonti, kecuali bila teknik pembersihan mulut pasien
sangat baik meskipun demikian, perlu dipastikan dilakukan gerak ortodonti
yang benar. Bila kebersihan mulut pasien buruk kebersihan diperkirakan akan
sama buruknya walaupun gigi gigi sudah diperbaiki posisinya. Sebaliknya,
bila kebersihan mulut pasien dapat menghilangkan masalah yang disebabkan
karena susunan gigi yang tidak teratur, maka tidak harus dilakukan perawatan
ortodonti, kalau dilihat dari aspek periodontal. Perawatan ortodonti merupakan
indikasi bila kebersihan mulut pasien cukup baik pada semua daerah kecuali
pada daerah ketidakteraturan. Jadi disini membuat susunan gigi yang baik juga
akan diikuti dengan perbaikan kesehatan gingiva.
f. Penyimpangan lain pada hubungan gigi dan rahang juga dapat menimbulkan
inflamasi gingiva. Pada overbite yang sangat dalam insisivus atas dapat
berkontak dengan gingiva labialbawah atau insisivus bawah berkontak dengan
gingiva palatal atas, menyebabkan inflamasi dan kerusakan jaringan bila ada
plak.Kegagalan mengganti gigi yang tanggal akan menyebabkan terjadinya
timbunan plak dan kalkulus pada gigi gigi non fungsional antagonisnya.
g. Kurangnya seal bibir. Pengaruh postur bibir terhadap kesehatan gingiva masih
dipertanyakan namun suatu fenomena klinis yang sering ditemukan adalah
gingivitis hiperplasia pada segmen anterior, biasanya pada regio insisivus atas,
dimana seal bibir kurang sempurna. Selain it, pada sebagian besar kasus daerah

hiperplasia jelas dibatasi oleh bibir (gambar 4.4). Walaupun kurangnya seal
bibir sering dihubungkan dengan kebiasaan bernapas melalui mulut, seal bibir
yang kurang memadai juga dapat terjadi walaupun pasien bernapas melalui
hidung. Bila bibir terbuka

gingiva di bagian depan mulut tentunya tidak

terlumasi saliva. Keadaan ini kelihatannya mempunyai dua defek :


1. Aksi pembersihan normal dan saliva berkurang sehingga timbunan
plak bertambah.
2. Dehidrasi dari jaringann yang akan mengganggu resistensinya.
h. Merokok tembakau. Walaupun stain tembakau dapat memperkasar permukaan
gigi, stain bukanlah faktor retensi plak satu satunya. Fakta yng sbnnarnya
terjadi adalah bahwa perokok sering tidak membersihkan gigi geliginya
sebaik mereka yang tidak merokok. Efek yang paling jelas dari kebiasaan
merokok adalah perubahan warna gigi geligi dan bertambahnya keratinisasi
epithelium mulut disertai dengan produksi bercak putih pada perokok beat di
daerah pipi dan palatum, dan kadang kadang dapat juga ditemukan pada
jaringan periodontal. Insidens gingivitis kronis dan gingivitis ulseratif akut
kelihatannya lebih besar pada perokok yang juga menunjukkan adanya
kerusakan periodontal pada wanita perokok berusia 20 39 tahun dan pria
perokok berusia 30 59 tahun menunjukkan tingkatan penyakit yang dua kali
lebih besar daripada mereka yang tidak merokok. Keratinisasi gingiva akibat
merokok kelihatannya menyamarkan inflamasi gingiva dan mengurangi
insidens pendarahan gingiva. Oleh karena itu, kenaikan prevalensi penyakit
periodontal pada perokok tentunya disebabkan karena kebersihan mulut yang
buruk dan diagnosis yang terlambat.
i. Groove perkembangan. Groove pada permukaan akar atau daerah servikal
mahkota dapat merangsang akumulasi bakteri dan tidak mungkin dibersihkan.
Keadaan ini dapat daerah daerah gingivitis lokal dan pembentukan poket,
yang paling sering terlihat disebelah palatal insisivus atas. Fosa kaninus pada
permukaan mesial gigi premolar pertama atas juga dapat berfungsi sebagai
groove perkembangan.

2.PERANAN PENYAKIT KELAINAN ENDOKRIN SEBAGAI FAKTOR


ETIOLOGI SISTEMIK
Manifestasi jaringan periodontal dari penyakit sistemik bervarisi tergantung penyakit
spesifik, respon individual dan faktor lokal yang ada. Faktor sistemik terlibat dalam

penyakit periodontal dengan saling berhubungan dengan faktor lokal. Faktor sistemik
saja tidak bisa menyebabkan respon keradangan pada penyakit periodontal,tetapi harus
ada faktor lokal yang mendukung. Pada pasien kencing manis, bila faktor lokal pada
riongga mulutnya buruk, akan bisa menyebabkan gangguan yang lebih lanjut lagi, oleh
karena seorang dengan kencing manis mempunyai kelainan pada sistemiknya.
Ada beberapa hipotesa mengenai keterlibatan diabetes melitus sebagai faktor etiologi
penyakit gingiva dan periodontal, antara lain:
1. Terjadinya penebalan membran basal
Pada penderita DM membran basal kapiler gingiva mengalami penebalan
sehingga lumen kapiler menyempit. Menyempitnya lumen kapiler akibat
penebalan tersebut menyebabkan terganggunya difusi oksigen, pembuangan
limbah metabolisme, migrasi lekosit polimorfonukleus, dan difusi faktor- faktor
serum termasuk antibody
2. Perubahan biokimia
Level cAMP, yang efeknya mengurangi inflamasi, pada penderita DM
menurun, hal mana diduga sebagai salah satu sebab lebih parahnya inflamasi
gingiva pada penderita DM.
3. Perubahan mikrobiologis
Peningkatan level glukosa dalam cairan sulkular dapat mempengaruhi
lingkungan subgingiva, yang dapat menginduksi perubahan kualitatif pada
bakteri yang pada akhirnya mempengaruhi perubahan periodontal.
4. Perubahan imunologis
Meningkatnya kerentanan penderita diabetes melitus terhadap inflamasi diduga
disebabkan oleh terjadinya defisiensi fungsi lekosit polimorfonukleus (LPN)
berupa

terganggunya

khemotaksis,

kelemahan

daya

fagositosis,

atau

terganggunya kemampuannya untuk melekat ke bakteri


5. Perubahan berkaitan dengan kolagen
Peningkatan level glukosa bisa pula menyebabkan berkurangnya produksi
kolagen. Di samping itu, terjadi pula peningkatan aktivitas kolagenase pada
gingiva.
Inflamed, papulonodular hyperplasia of the gingiva in a diabetic patient
a. Kehamilan
Kehamilan secara sendirian tidak dapat menyebabkan gingivitis. Gingivitis
pada kehamilan adalah disebabkan oleh plak bakteri, sebagaimana pada orang
yang tidak hamil. Kehamilan akan memperparah respon gingival tehadap plak
dan memodifikasi gambaran klinis yang menyertainya. Tanpa adanya iritan lokal
tidak terlihat perubahan secara klinis pada gingival wanita yang sedang
mengalami kehamilan. Ada beberapa mekanisme bagaimana kehamilan berperan
sebagai faktor etiologi penyakit gingival dan periodontal, yaitu:

Peningkatan level estradiol dan progesteron yang menyebabkan

peningkatan bakteri Prevotella intermedia.


Tertekannya respon limfosit-T maternal

mempengaruhi respon periodonsium terhadap plak.


Peningkatan level estradiol dan progesterone juga menyebabkan dilatasi

selama

kehamilan

dan simpang siurnya mikrovaskulator gingival, stasis sirkulasi, dan


peningkatan kerentanan terhadap iritasi mekanis. Perubahan tersebut
memudahkan masuknya cairan ke perivaskular.
b. Kontrasepsi Hormonal
Perubahan yang diakibatkan oleh kehamilan yang dikemukakan di atas bias
pula terjadi pada wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (bentuk
pil, implant, atau suntikan) untuk jangka waktu lebih dari satu setengah
tahun.
PERANAN

KELAINAN

PENYAKIT

DARAH

SEBAGAI

SISTEMIK

ETIOLOGI

A. Leukimia
Leukemia adalah neoplasma maligna pada precursor sel darah putih. Berdasarkan
evolusinya,

leukemia

dibedakan

atas

bentuk:

(1) akut, yang bersifat fatal;


(2) subakut;
(3) kronis.
Pada leukemia akut sel-sel leukemia menginfiltrasi gingival, dan jarang sekali bisa
infiltrasi ke tulang alveolar. Keadaan ini bisa menyebab terjadinya pembesaran gingival
(leukemic gingival enlargement). Infiltrasi yang banyak dari sel-sel leukemik yang tidak
matang disamping sel-sel inflamasi yang biasa menyebabkan respon gingival terhadap iritasi
adalah

berbeda

dibandingkan

dengan

yang

bukan

penderita

leukemia.

B. Anemia
Anemia adalah defisiensi dalam defisiensi dalam kuantitas maupun kualitas darah
yang

dimanifestasikan

dengan

berkurangnya

jumlah

eritrosit

dan

hemoglobin.

Ada empat tipe anemia berdasarkan morfologi selulernya dan kandungan hemoglobinnya,
yaitu:
(1)
(2)
(3)
(4)

anemia makrositik hiperkromik (pernicious anemia);


anemia mikrositik hipokromik (iron deficiency anemia);
sickle cell anemia; dan
anemia normositik-normokromik (hemolytic anemia/aplastic anemia).

Diantara keempat tipe anemia tersebut, tampaknya anemia aplastik yang turut
berperan dalam etiologi penyakit gingival dan periodontal. Pada tipe anemia ini kerentanan
gingival terhadap inflamasi meningkat karena terjadinya neutropenia.

DEBILITATING DISESASE SEBAGAI FAKTOR ETIOLOGI SISTEMIK :


Penyakit yang melemahkan (debilitating diseases) seperti sifilis, nefritis kronis, dan
tuberkulosa bisa menjadi factor pendorong bagi terjadinya penyakit gingival dan periodontal,
dengan jalan melemahkan pertahanan periodonsium terhadap iritan local, dan menimbulkan
kecenderungan terjadinya gingivitis dan kehilangan tulang alveolar.
GANGGUAN PSIKOSOMATIK SEBAGAI FAKTOR ETIOLOGI SISTEMIK :
Dengan gangguan psikosomatik dimaksudkan efek merusak sebagai akibat pengaruh
psikis terhadap control organic jaringan. Ada dua cara gangguan psikosomatik mempengaruhi
periodonsium

dan

(1) melalui timbulnya

jaringan
kebiasaan

di
buruk yang

rongga
dapat

mulut
mencederai

lainnya:
periodonsium;

(2) dengan efek langsung system saraf otonom terhadap keseimbangan jaringan yang
fisiologis. Dibawah tekanan mental atau emosional, mulut akan menjadi sasaran pemuasan
bagi orang dewasa. Hal ini menimbulkan kebiasaan buruk seperti: klensing; menggigit pensil,
ballpoint, atau kuku; merokok secara berlebihan; yang kesemuanya berpotensi mencederai
periodonsium. Meningkatnya aktivitas system saraf otonom oleh pengaruh psikis antara lain
bisa

menyebabkan

perubahan

respon

pada

kapiler

gingival.

AIDS/ Infeksi HIV Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) SEBAGAI


FAKTOR ETIOLOGI SISTEMIK :
Ditandai dengan penurunan system imunitas yang menyolok. Kondisi yang pertama
kali dilaporkan tahun 1981 adalah disebabkan oleh virus yang dinamakan human
immunodeficiency virus (HIV). Infeksi HIV menyebabkan gangguan terutama terhadap selTH, disamping terhadap monosit, makrofag, dan beberapa sel lainnya. Meskipun limfosit B
tidak terpengaruh, namun akibat terganggunya fungsi limfosit T akan menyebabkan deregulasi
pada sel-B. Penurunan system imunitas pada penderita yang terinfeksi HIV menyebabkan
peningkatan kerentanannya terhadap penyakit gingival dan periodontal.
PERANAN

OBAT-OBATAN

YANG

BERPERAN

SEBAGAI

FAKTOR

ETIOLOGI SISTEMIK
a. Jenis obat
Beberapa jenis obat dengan efek kerja yang berbeda dapat menginduksi
hyperplasia gingival non-inflamasi dengan gambaran klinis yang tidak dapat dibedakan.
Obat-obatan yang dimaksud adalah :

Fenitoin atau dilantin, suatu antikonvulsan yang digunakan dalam

perawatan

epilepsy
Siklosporin, suatu imunosupresif yang biasa digunakan untuk mencegah reaksi tubuh
dalam pencangkokan anggota tubuh.
Nifedipin, diltiazem, dan verapamil, yaitu penghambat kalsium (calcium blocker)
yang digunakan dalam perawatan hipertensi.
b. Mekanisme
Mekanisme penginduksian hyperplasia gingival oleh obat-obatan tersebut diatas
atau oleh metabolitnya belumlah jelas betul, namun terlepas darimana yang paling berperan
ada beberapa hipotesa yang dikemukakan :
Pengaruh obat atau metabolit secara tidak langsung
Obat atau metabolit menstimulasi diproduksinya IL-2 oleh sel-T, atau
diproduksinya metabolit testosterone oleh fibroblast gingiva, yang pada akhirnya
akan menstimulasi proliferasi dan atau sintesa kolagen oleh fibroblast gingival
Pengaruh obat atau metabolit secara langsung
Obat/metabolit secara langsung menstimulasi proliferasi fibroblast gingival,
sintesa protein, dan produksi kolagen
Penghambatan aktivitas kolagenase
Obat/metabolit dapat menghambat

aktivitas

kolagenase

hingga

penghancuran matriks akan terhambat


Penghambatan degradasi kolagenase
Obat/metabolit menstimulasi terbentuknya kolagenase fibroblastic inaktif,
dengan akibat degradasi kolagen akan terhambat
Faktor estetis
Akhir-akhir ini dihipotesakan adanya faktor genetis yang menentukan
kecenderungan bisa terjadi hyperplasia yang diinduksikan obat-obatan pada
seseorang.

Anda mungkin juga menyukai