Mutans, Phorphyromonas Gingivalis, Actinobacillus Actinomycetemcomitans
Mutans, Phorphyromonas Gingivalis, Actinobacillus Actinomycetemcomitans
I.
periodontal berupa inflamasi seperti periodontitis kronis. Beberapa faktor lain turut
berperan
secara
tidak
perkembangbiakan
langsung
dengan
bakteri
cara
memfasilitsasi
plak
seperti
penumpukandan
Streptococcus
fiber,
ligament
periodontal
dan
tulang
alveolar.
kronis
menjadi suatu
Lesi
jaringan
periodontal
yang
menimbulkan akumulasi pus di dinding gingiva pada poket periodontal (Topazian,et al.,
2002)
Gingivitis merupakan proses peradangan didalam jaringan periodonsiumyang
terbatas pada gingiva, yang disebabkan oleh mikroorganisme yaangmembentuk suatu
koloni serta membentuk plak gigi yang melekat pada tepigingival.
Gingivitis adalah peradangan gingiva. Pada kondisi ini tidak terjadikehilangan
perlekatan. Pada pemeriksaan klinis terdapat gambaran kemerahan dimargin gingiva,
pembengkakan dengan tingkat yang bervariasi, perdarahan saat probing dengan tekanan
ringan dan perubahan bentuk gingival
Peradangan gingiva disebabkan oleh faktor plak maupun non-plak. Namun peradang
an
gingiva
dan peradangan
gambaran klinis yang khas. Keadaan ini dapat disebabkan beberapa penyebab,
seperti infeksi bakteri spesifik, infeksi virus atau jamur yang tidak berhubungan dengan
peradangan gingiva yang berhubungan dengan plak dan peradangan gingiva karena faktor
genetik.
Peradangan
gingival
Hereditary gingival
yang
berasal
fibromatosis,
dari
dan
beberapa
pemphigus vulgaris
faktor
genetik
kelainan
terlihat
mukokutaneus
multiforme.
pada
lichen
Alergi
dan
traumamerupakan contoh lain dari peradangan gingiva yang tidak disebabkan oleh
faktor non-plak
II.
1. Jumlah bakteri yang ada pada leher gingiva yang diianflamasi atau poket periodontal
lebih besar daripada leher gingiva yang sehat.
2. Bila ada inflamasi gingiva atau pket periodontal jumlah organisme di dalam mulut akan
meningkat
3. Injeksi bakteri mulut manusia pada babi dapat menimbulkan pembentukan abses, kalau
bakteri ini bersifat patogen.
4. Penelitian epidemiologis terhadap berbagai kelompok populasi di berbagai belahan
dunia menunjukkan hubungan langsung antara jumlah deposit bakteri yang diukur
melalui indeks kebersihan mulut dan keparahan inflamasi gingivanya.
5. Data epidemiologi menunjukkan hubungan langsung antara status kebersihan mulut dan
derajat kerusakan periodontal seperti terlihat dari gambaran radiografi tentang
kerusakan tulang alveolar.
6. Produksi inflamasi gingiva dalam percobaan, dengan cara penarikan semua bentuk
pembersih mulut. Loe dkk. (1965) menunjukkan bahwa bila 12 pelajar berhenti
membersihkan gigi geliginya, sehingga plak leluasa berkumpul disekitar tepi gingiva,
inflamasi gingiva selalu timbul. Bila pembersihan gigi dilakukan kembali, dan plak
dihilangkan, inflamasi akan reda (gambar 4.1)
7. Percobaan diatas biala diulangi pada anjing Beagle juga memberikan hasil serupa.
Selain itu pemberian diet yang lunak dan lengket pada hewan juga dapat menimbulkan
penyakit periodontal.
8. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa kontol kebersihan mulut dapat
mengurangi terjadinya gingivitis.
9. Inflamasi gingiva karena dihentikannya pembersihan mulut dapat dicegah dengan
menggunakan larutan kumur antiseptik tertentu misalnya klorheksidin glukonat, baik
pada manusia atau hewan percobaan.
10. Antibiotik maupun topikal juga dapat mengurangi inflamasi gingiva.
11. Iritasi mekanis seperti tepi tumpatan yang berlebihan atau tumpatan yang kasar, tidak
menimbulkan inflamasi gingiva kecuali tumpatan tertutup plak bakteri
12. Pada hewan bebas organisme, kerusakan mekanis dari gingiva akibat pemakaian benang
sutera antara gigi geligi kelihatanntya tidak menimbulkan inflamasi gingiva atau
kerusakan tulang alveolar. Bila bakteri ditambahkan maka akan terjadi inflamasi
gingiva dan kerusakan tulang.
13. Kultur bakteri dari poket periodontal manusia dapat menghasilkan enzim yang dapat
meregradasi jaringan ikat gingiva .
14. Pada penyakit periodontal terlihat kenaikan titer antibodi terhadap plak bakteri.
Antibodi ini dapat dideteksi pada darah dan cairan krevikular.
15. Limfosit dan sel plasma pembentuk imunoglobulin yang terdapat pada jaringan ikat
gingiva dan cairan gingiva akan bertambah jumlahnya bila ada inflamasi gingiva.
16. Pada penelitian in vitro, limfosit diaktifkan oleh deposit plak dan terlihat hubungan
langsung antara keparahan penyakit periodontal dengan transformasi limfosit.
17. Bila individu dewasa muda yang sehat tidak membersihkan mulutnya selama 28 hari,
akumulasi plak bakteri dan inflamasi gingiva yang terbentuk akan berhubungan dengan
disebabkan oleh perbedaan resistensi hospes lokal atau sistemis bukan karena
perubahan flora bakteri.
Oleh karena itu, kelihatannya teori modern dari etiologi mikrobial dari
penyakit periodontal merupakan kompromi antara versi exstrem dari teori
spesifik dan non spesifik.
Teori bakteri sebagai etiologi periodontitis kronis
Versi modern dari teori spesifik (socranzy, 1979) tidak lagi mengikuti ide
bakteri patogen periodontal tunggal dan menyatakan bahwa penyakit
periodontal dapat disebabkan oleh beberapa patogen yang berbeda. Disini
dinyatakan bahwa 6 12 spesies bakteri dapat ikut menyebabkan terjadinya
sebagian besar kasus periodontitis yang merusak dan ada spesies tambahan
lainnya yang menyebabkan sejumlah kecil kasus yang berbeda. Sebaliknya
penganut teori non spesifik menyetujui bahwa beberapa flora bakteri lebih
sering menyebabkan penyakit daripada bakteri lain dan mempunyai faktor
virulensi yang penting. Oleh karena itu, versi modern dari kedua teori ini
kelihatannya lebih rasional dan lebih memungkinkan.
Semua plak bakteri ikut berperan membentuk potensi patogenitas dari flora
subgingiva baik memperbesar maupun memperkecil melalui kemampuannya
untuk berkolonisasi dan menyerang pertahanan hospes dan merangsang
inflamasi serta kerusakan jaringan. Setiap komposisi plak dalam jumlah
cukup besar di dalam leher gingiva dapat menimbulkan gingivitis tetapi
hanya pada beberapa kasus keadaan ini dapat menimbulkan periodontitis
desktruktif.
Berbagai kombinasi bakteri dapat ditemukan pada lesi individual dan yang
secara bersama sama akan membentuk faktor virulensi yang diperlukan.
Karena lebih dari 200 spesies bakteri membentuk flora mulut, tidak
mengherankan bahwa berbagai bakteri indigenus yang berbeda mendominasi
berbagai tahapan penyakit pada berbagai individu dan pada berbagai daerah
rongga mulut. Kenaikan virulensi flora subgingiva kelihatannya disebabkan
karena terbentuknya ekologi plak yang tidak menguntungkan bagi hospes
tetapi menguntungkan untuk pertumbuhan bakteri yang mempunyai potensi
patogenik.
Setelah membicarakan berbagai teori peran serta bakteri, sekarang akan kami
tegaskan kembali bahwa penyakit terbentuk melalui interaksi flora bakteri
dengan pertahanan jaringan misalnya faktor faktor hospes.
pada
etiologi
penyakit
periodontal
berdasarkan
c. Geligi tiruan sebagian lepasan dengan desain yang buruk, geligi tiruan adalah
benda asing yang dapat menimbulkan iritasi jaringan melalui berbagai cara.
Geligi tiruan yang longgar atau geligi tiruan yang tidak terpoles dengan baik
cenderung berfungsi sebagai fokus timbunan plak. Geligi tiruan tisue borne
seringkali terbenam ke dalam mukosa dan menekan tepi gingiva, menyebabkan
inflamasi dan kerusakan jaringan. Efek ini makin bertambah buruk bila geligi
tiruan tidak diabersihkan dengan baik dan tetap dipakai selama pasien tidur.
Akibat lanjut dari geligi tiruan sebagian dengan desain yang buruk adalah stres
oklusal yang berlebihan pada gigi gigi penyangga, dan faktor ini bersama
dengan inflamasi gingiva karena plak adalah penyebab paling umum dari
tanggalnya suatu gigi.
d. Pesawat ortodonti yang dipakai siang dan malam, kecuali bila pasien sudah
diajarkan cara membersihkan plak yang bertumpuk pada pesawat. Karena
sebagian besar pasien ortodonti masih muda, inflamasi yang parah disertai
dengan pembengkakan gingiva dapat terjadi disini.
e. Susunan gigi yang tidak beraturan yang merupakan predisposisi dari retensi
plak dan mempersulit cara menghilangkan plak (gambar 4.3). Susunan gigi
yang tidak teratur seringkali disertai dengan inflamasi gingiva dan merupakan
kasus yang perawatan ortodonti, kecuali bila teknik pembersihan mulut pasien
sangat baik meskipun demikian, perlu dipastikan dilakukan gerak ortodonti
yang benar. Bila kebersihan mulut pasien buruk kebersihan diperkirakan akan
sama buruknya walaupun gigi gigi sudah diperbaiki posisinya. Sebaliknya,
bila kebersihan mulut pasien dapat menghilangkan masalah yang disebabkan
karena susunan gigi yang tidak teratur, maka tidak harus dilakukan perawatan
ortodonti, kalau dilihat dari aspek periodontal. Perawatan ortodonti merupakan
indikasi bila kebersihan mulut pasien cukup baik pada semua daerah kecuali
pada daerah ketidakteraturan. Jadi disini membuat susunan gigi yang baik juga
akan diikuti dengan perbaikan kesehatan gingiva.
f. Penyimpangan lain pada hubungan gigi dan rahang juga dapat menimbulkan
inflamasi gingiva. Pada overbite yang sangat dalam insisivus atas dapat
berkontak dengan gingiva labialbawah atau insisivus bawah berkontak dengan
gingiva palatal atas, menyebabkan inflamasi dan kerusakan jaringan bila ada
plak.Kegagalan mengganti gigi yang tanggal akan menyebabkan terjadinya
timbunan plak dan kalkulus pada gigi gigi non fungsional antagonisnya.
g. Kurangnya seal bibir. Pengaruh postur bibir terhadap kesehatan gingiva masih
dipertanyakan namun suatu fenomena klinis yang sering ditemukan adalah
gingivitis hiperplasia pada segmen anterior, biasanya pada regio insisivus atas,
dimana seal bibir kurang sempurna. Selain it, pada sebagian besar kasus daerah
hiperplasia jelas dibatasi oleh bibir (gambar 4.4). Walaupun kurangnya seal
bibir sering dihubungkan dengan kebiasaan bernapas melalui mulut, seal bibir
yang kurang memadai juga dapat terjadi walaupun pasien bernapas melalui
hidung. Bila bibir terbuka
penyakit periodontal dengan saling berhubungan dengan faktor lokal. Faktor sistemik
saja tidak bisa menyebabkan respon keradangan pada penyakit periodontal,tetapi harus
ada faktor lokal yang mendukung. Pada pasien kencing manis, bila faktor lokal pada
riongga mulutnya buruk, akan bisa menyebabkan gangguan yang lebih lanjut lagi, oleh
karena seorang dengan kencing manis mempunyai kelainan pada sistemiknya.
Ada beberapa hipotesa mengenai keterlibatan diabetes melitus sebagai faktor etiologi
penyakit gingiva dan periodontal, antara lain:
1. Terjadinya penebalan membran basal
Pada penderita DM membran basal kapiler gingiva mengalami penebalan
sehingga lumen kapiler menyempit. Menyempitnya lumen kapiler akibat
penebalan tersebut menyebabkan terganggunya difusi oksigen, pembuangan
limbah metabolisme, migrasi lekosit polimorfonukleus, dan difusi faktor- faktor
serum termasuk antibody
2. Perubahan biokimia
Level cAMP, yang efeknya mengurangi inflamasi, pada penderita DM
menurun, hal mana diduga sebagai salah satu sebab lebih parahnya inflamasi
gingiva pada penderita DM.
3. Perubahan mikrobiologis
Peningkatan level glukosa dalam cairan sulkular dapat mempengaruhi
lingkungan subgingiva, yang dapat menginduksi perubahan kualitatif pada
bakteri yang pada akhirnya mempengaruhi perubahan periodontal.
4. Perubahan imunologis
Meningkatnya kerentanan penderita diabetes melitus terhadap inflamasi diduga
disebabkan oleh terjadinya defisiensi fungsi lekosit polimorfonukleus (LPN)
berupa
terganggunya
khemotaksis,
kelemahan
daya
fagositosis,
atau
selama
kehamilan
KELAINAN
PENYAKIT
DARAH
SEBAGAI
SISTEMIK
ETIOLOGI
A. Leukimia
Leukemia adalah neoplasma maligna pada precursor sel darah putih. Berdasarkan
evolusinya,
leukemia
dibedakan
atas
bentuk:
berbeda
dibandingkan
dengan
yang
bukan
penderita
leukemia.
B. Anemia
Anemia adalah defisiensi dalam defisiensi dalam kuantitas maupun kualitas darah
yang
dimanifestasikan
dengan
berkurangnya
jumlah
eritrosit
dan
hemoglobin.
Ada empat tipe anemia berdasarkan morfologi selulernya dan kandungan hemoglobinnya,
yaitu:
(1)
(2)
(3)
(4)
Diantara keempat tipe anemia tersebut, tampaknya anemia aplastik yang turut
berperan dalam etiologi penyakit gingival dan periodontal. Pada tipe anemia ini kerentanan
gingival terhadap inflamasi meningkat karena terjadinya neutropenia.
dan
jaringan
kebiasaan
di
buruk yang
rongga
dapat
mulut
mencederai
lainnya:
periodonsium;
(2) dengan efek langsung system saraf otonom terhadap keseimbangan jaringan yang
fisiologis. Dibawah tekanan mental atau emosional, mulut akan menjadi sasaran pemuasan
bagi orang dewasa. Hal ini menimbulkan kebiasaan buruk seperti: klensing; menggigit pensil,
ballpoint, atau kuku; merokok secara berlebihan; yang kesemuanya berpotensi mencederai
periodonsium. Meningkatnya aktivitas system saraf otonom oleh pengaruh psikis antara lain
bisa
menyebabkan
perubahan
respon
pada
kapiler
gingival.
OBAT-OBATAN
YANG
BERPERAN
SEBAGAI
FAKTOR
ETIOLOGI SISTEMIK
a. Jenis obat
Beberapa jenis obat dengan efek kerja yang berbeda dapat menginduksi
hyperplasia gingival non-inflamasi dengan gambaran klinis yang tidak dapat dibedakan.
Obat-obatan yang dimaksud adalah :
perawatan
epilepsy
Siklosporin, suatu imunosupresif yang biasa digunakan untuk mencegah reaksi tubuh
dalam pencangkokan anggota tubuh.
Nifedipin, diltiazem, dan verapamil, yaitu penghambat kalsium (calcium blocker)
yang digunakan dalam perawatan hipertensi.
b. Mekanisme
Mekanisme penginduksian hyperplasia gingival oleh obat-obatan tersebut diatas
atau oleh metabolitnya belumlah jelas betul, namun terlepas darimana yang paling berperan
ada beberapa hipotesa yang dikemukakan :
Pengaruh obat atau metabolit secara tidak langsung
Obat atau metabolit menstimulasi diproduksinya IL-2 oleh sel-T, atau
diproduksinya metabolit testosterone oleh fibroblast gingiva, yang pada akhirnya
akan menstimulasi proliferasi dan atau sintesa kolagen oleh fibroblast gingival
Pengaruh obat atau metabolit secara langsung
Obat/metabolit secara langsung menstimulasi proliferasi fibroblast gingival,
sintesa protein, dan produksi kolagen
Penghambatan aktivitas kolagenase
Obat/metabolit dapat menghambat
aktivitas
kolagenase
hingga