Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 11
HANIK MASFUFATUL 1001114
NOVI NURLAELI 1004563
VEGA ISMA ZAKIAH 1006336
3. Memahami prinsip penentuan kadar logam dalam suatu sampel dengan alat spektrometer
serapan atom.
4. Menentukan kadar Cu(II) dalam sampel air limbah menggunakan spektrometer serapan atom.
A. DASAR TEORI
Metode Spektroskopi Serapan Atom (SSA) atau Atomic Absorbtion Spectroscophy
(AAS) adalah metode spektrometri yang didasari oleh adanya serapan/absorpsi cahaya ultra
violet (uv) atau visible (vis) oleh atom-atom suatu unsur dalam keadaan dasar yang berada di
dalam nyala api. Cahaya UV atau vis yang diserap berasal dari energi yang diemisikan oleh
sumber energi tertentu.
Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada
sifat unsurnya. Misalnya Natrium menyerap pada 589 nm, Uranium pada 358,5 nm, sedangkan
Kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk
mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik.
Dengan absorbansi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan
dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi.
Besarnya cahaya yang diserap oleh suatu atom dalam keadaan dasar sebanding dengan
konsentrasinya. Hal ini berdasarkan Hukum Lambert-Beer yang secara sederhana dirumuskan
sebagai berikut :
A=abC
Keterangan :
A = absorbansi/daya serap
a = absorftivitas
b = lebar kuvet (cm)
C = konsentrasi
Dengan cara kurva kalibrasi, yaitu hubungan linier antara absorbansi (sumbu Y) dan
konsentrasi (sumbu X) , kita dapat menentukan konsentrasi suatu sempel.
Ada tiga komponen alat yang utama dalam SSA, yaitu (1) unit atomisasi, berupa nyala api dari
pembakaran bahan bakar tertentu dengan oksidan ; (2) sumber energi, berupa hollow cathode;
dan (3) unit pengukur fotometrik, terutama berupa detektor yang dapat mendeteksi intensitas
cahaya yang melaluinya.
Spektroskopi serapan atom ini didasarkan pada interaksi materi dengan cahaya melalui
absorpsi cahaya materi atau senyawa. Ketika suatu atom pada keadaan dasar dikenai sinar maka
atom tersebut akan tereksitasi dari keadaan dasarnya ke tingkat energi yang lebih tinggi. Energi
dari atom yang tereksitasi tersebut dijadikan sebagai dasar pengukuran untuk AAS.
Proses Spektroskopi Serapan Atom ini meliputi :
1. Atomic Absorption (Absorpsi Atom)
Logam akan mengabsorpsi energi cahaya. Cahaya yang diabsorpsi spesifik sekali untuk tiap
unsur tersebut.
Pemancaran radiasi resonansi (sinar) terjadi bila kedua elektroda diberi tegangan, arus lustrik
yang terjadi menimbulkan ionisasi gas-gas pengisi. Ion-ion yang bermuatan positif ini
menembaki atom-atom yang terdapat pada katoda yang menyebabkan tereksitasinya atom-atom
tersebut. Atom-atom yang tereksitasi ini bersifat tidak stabil dan akan kembali ke tingkat dasar
dengan melepaskan energi eksitasinya dalam bentuk radiasi. Radiasi ini yang dilewatkan melalui
atom yang berada dalam nyala.
2. Chopper
Merupakan modulasi mekanik dengan tujuan mengubah sinar dari sumber sinar menjadi
berselang-seling (untuk membedakan sinar dari emisi atom dalam nyala yang bersifat kontinyu).
Isyarat selang-seling oleh detektor diubah menjadi isyarat bolak-balik, yang oleh amplifier akan
digandakan, sedang emisi kontinyu bersifat searah dan tidak digandakan oleh amplifier.
5. Spray Chamber
Berfungsi untuk membuat campuran yang homogen antara gas oksidan, bahan bakar, dan
aerosol yang mengandung sampel sebelum memasuki burner.
6. Ducting
Merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa pembakaran AAS, yang
langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian luar pada atap bangunan, agar asap yang
dihasilkan oleh AAS tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar.
7. Kompresor
Merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena alat ini berfungsi untuk mensuplai
kebutuhan udara yang akan digunakan oleh AAS pada waktu pembakaran atom.
8. Burner
Burner merupakan sistem tempat terjadi atomisasi yaitu pengubahan kabut/uap garam yang
akan dianalisis menjadi atom-atom normal dalam nyala.
Merupakan bagian paling terpenting didalam main unit, karena burner berfungsi sebagai
tempat pencampuran gas asetilen, dan aquabides agar tercampur merata, dan dapat terbakar pada
pemantik api secdara baik dan merata. Lubang yang berada pada burner merupakan lubang
pemantik api, dimana pada lubang inilah awal dari proses pengatomisasian nyala api. Warna api
yang dihasilkan berbeda-beda tergantung pada konsentrasi logam yang diukur.
9. Monokromator
Setelah radiasi resonansi dari lampu katoda berongga melalui populasi atom didalam nyala,
energi radiasi ini sebagian diserap dan sebagian lagi diteruskan. Fraksi radiasi yang diteruskan
dipisahkan dari radiasi lainnya. Pemilihan atau pemisahan radiasi tersebut dilakukan oleh
monokromator.
Berkas cahaya dari lampu katode berongga akan dilewatkan melalui celah sempit dan
difokuskan menggunakan cermin menuju monokromator. Monokromator dalam alat AAS akan
memisahkan, mengisolasi, dan mengontrol intensitas energi yang diteruskan ke detektor.
Monokromator berfungsi untuk mengisolasi sinar yang diperlukan (salah satu atau lebih
garis-garis resonansi dengan tertentu) dari sinar (spektrum) yang dihasilkan oleh lampu katoda
berongga, dan meniadakan yang lain. Monokromator dalam AAS diletakkan setelah tempat
sampel, hal tersebut guna menghilangkan gangguan yang berasal dari spektrum kontinyu yang
dipancarkan oleh molekul-molekul gas bahan bakar yang tereksitasi didalam nyala.
10. Detektor
Berfungsi untuk menentukan intensitas radiasi foton dari gas resonansi yang keluar dari
monokromator dan mengubahnya menjadi arus listrik. Detektor yang paling banyak digunakan
adalah photo multifier tube. Terdiri dari katoda yang dilapisi senyawa yang bersifat peka cahaya
dan suatu anoda yang mampu mengumpulkan elektron.
Ketika foton menumbuk katoda maka elektron akan dipancarkan, dan bergerak menuju
anoda. Antara katoda dan anoda terdapat dinoda-dinoda yang mampu menggandakan elektron.
Sehingga intensitas elektron yang sampai menuju anoda besar dan akhirnya dapat dibaca sebagai
sinyal listrik.
11. Rekorder
Sinyal listrik yang keluar dari detektor diterima oleh piranti yang dapat menggambarkan
secara otomatis kurva absorpsi.
3 mL
2. Larutan sampel
3. Aquades
4. Larutan HNO3 pekat
50 mL
secukupnya
6 mL
1 lembar
C. PROSEDUR KERJA
1. Preparasi sampel
Diambil 50 mL sampel dan dimasukkan ke dalam gelas kimia 100 mL. Ditambahkan 2,5 mL
larutan HNO3 pekat, diaduk, kemudian diuapkan di atas hot plate sampai volumenya
menjadi
15 mL. Ditambahkan lagi 2,5 mL larutan HNO3 pekat, lalu ditutup dengan kaca
arloji, dan dipanaskan kembali sampai warna larutan menjadi jernih. Kemudian larutan sampel
didinginkan, ditambahkan sedikit aquades dan dituangkan ke dalam labu takar 50 mL. Volume
sampel di tepatkan / tanda batas sampai dengan 50 mL dengan cara menambahkan aquades.
Kemudian larutan sampel disaring dengan kertas saring Whatmann.
2. Pembuatan larutan blanko
Sebanyak 0,349 mL larutan HNO3 16 M dipipet dan diencerkan dengan memasukannya ke dalam
gelas kimia 600 mL yang berisi aquades dengan volume 500 mL. Larutan blanko berupa larutan
HNO3 dengan pH 2.
3. Pembuatan larutan kerja Cu(II)
Larutan kerja Cu(II) dibuat dengan konsentrasi 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, dan 25 ppm.
Larutan kerja konsentrasi 5 ppm dibuat dalam labu takar 50 mL, sedangkan untuk larutan standar
lainnya dibuat dalam labu takar 25 mL. Larutan kerja Cu(II) dalam labu takar dengan masingmasing konsentrasi, diencerkan dengan larutan blanko sampai tanda batas.
4. Pembuatan kurva kalibrasi dan pengukuran konsentrasi sampel
Diukur absorbansi masing-masing larutan kerja yang telah disiapkan dimulai dari konsentrasi
terendah. Kemudian diukur absorbansi larutan sampel. Dibuat grafik hubungan absorbansi vs
konsentrasi dengan program Excell. Ditentukan persamaan matematik hubungan linier antara
absorbansi dengan konsentrasi. Ditentukan konsentrasi (ppm) tembaga (II) dalam larutan contoh
uji.
yang lain; dan agar garam-garam yang mungkin terbentuk dapat larut, sehingga tidak terbentuk
endapan dan larutannya pun menjadi jernih. Selain itu, digunakannya larutan HNO 3 yang bersifat
asam, agar terhindar dari terjadinya pengendapan dari ion Cu 2+, jika ditambahkan basa akan
terbentuk endapan Cu(OH)2. Dan fungsi pemanasan yaitu untuk mempercepat dan
mengefektifkan proses pemutusan ikatan atau destruksi berlangsung. Setelah sampel dilakukan
penambahan HNO3 pekat dan pemanasan, larutan sampel disaring dengan kertas saring
Whatmann, agar didapat larutan yang homogen.
Larutan blanko yang digunakan merupakan larutan HNO 3, karena larutan HNO3 sebagai
pelarut dalam larutan sampel dan larutan standar, dengan demikian keberadaan HNO 3 tidak
mempengaruhi data absorbansi yang diperoleh dari proses pengukuran larutan standar dan
larutan sampel. Dalam pengukuran sampel ini, digunakan metode adisi standar. Karena diduga
adanya kadar Cu2+ dalam larutan sampel sedikit. Sehingga jika larutan diukur dikhawatirkan
bahwa absorbansinya tidak terbaca. Larutan blanko yang dibuat, diencerkan sampai pH 2 yang
bersifat asam, agar atom Cu dalam keadaan bebas/netral dan tidak terbentuk endapan.
Pada pembuatan larutan kerja Cu(II), dibuat dengan berbagai konsentrasi yaitu 5 ppm, 10
ppm, 15 ppm, 20 ppm, dan 25 ppm. Maka analisis kuantitatif dilakukan dengan cara kurva
kalibrasi antara absorbansi (sumbu y) dengan konsentrasi Cu (sumbu x).
Kemudian dilakukan pengukuran konsentrasi sampel dan pembuatan kurva kalibrasi. Dari
data pengamatan nilai absorbansi yang didapat, semakin besar konsentrasi suatu larutan, maka
semakin besar pula nilai absorbansi atau penyerapan cahaya oleh atom.
Dari hasil pengamatan, diperoleh persamaan garis y = 0,0455x dengan R 2 = 0,9794. Dari
kurva tersebut, dilihat bahwa absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi. Hal ini sesuai
dengan Hukum Lambert-Beer A = a b C . Dari persamaan garis ini diperoleh kadar Cu(II) dalam
sampel sebesar 0,2198 ppm.
E. KESIMPULAN
Pengambilan sampel dari beberapa titik dengan kedalaman yang sama, kemudian
dihomogenkan agar diperoleh sampel yang dapat dianalisis oleh instrumen AAS. Preparasi
sampel dilakukan proses destruksi dengan penambahan larutan HNO 3 pekat dan proses
pemanasan. Larutan kerja dibuat dari larutan stock Cu(II) 1000 ppm dan larutan blanko, dibuat
berbagai konsentrasi yaitu 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, dan 25 pppm. Prinsip pengukuran
dengan instrumen spektrometer serapan atom adalah penyerapan/absorbansi cahaya oleh atom
Cu dalam keadaan bebas/netral yang berada pada nyala api. Pengukuran dengan spektrometer
serapan atom menghasilkan data absorbansi, dan untuk pengukuran kadar Cu(II) dilakukan
dengan metode kurva kalibrasi dari larutan kerja. Berdasarkan hasil percobaan penentuan kadar
Cu(II) pada sampel air limbah, dengan metode spektrometer serapan atom diperoleh kadar Cu(II)
dalam sampel air limbah sebesar 0,2198 ppm.
F. DAFTAR PUSTAKA
Hendayana, Sumar. (1994). Kimia Analitik Instrumen. Edisi Kesatu. Semarang: IKIP Semarang Press.
G. LAMPIRAN
1. Cara pembuatan larutan
a.
Sampel limbah
Pembuatan larutan sampel
15 mL
b.
Larutan HNO3 pekat
Pembuatan larutan blanko
Dipipet 0,349 mL
c.
Dipipet masing-masing 0,25 mL (5 ppm), 0,25 mL (10 ppm), 0,375 mL (15 ppm), 0,5 mL (20
ppm), 0,625 mL (25 ppm)
Dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL, untuk konsentrasi 5 ppm dimasukkan ke dalam
labu takar 50 mL
Diencerkan dengan larutan blanko sampai tanda batas
Larutan kerja Cu(II)
2. Data pengamatan
a.
Tabel pengamatan
Cara Kerja
a. Preparasi sampel
Dimasukkan 50 mL ke dalam gelas
kimia 100 mL
Ditambahkan
2,5
mL
larutan
HNO3 pekat
Diaduk
Didinginkan
Ditambahkan sedikit aquades
Pengamatan
Sampel berupa air limbah berwarna
coklat keruh
Air limbah diadisi, ditambahkan
larutan Cu 1000 ppm, sebanyak 10 mL
Larutan HNO3 pekat = larutan tidak
berwarna
Campuran air limbah + HNO3 pekat =
larutan berwarna coklat
Ditambahkan lagi HNO3 pekat =
campuran berwarnakuning muda
Setelah selesai dipanaskan, campuran
berupa larutan berwarna kuning
Ketika didinginkan, daerah dinding
gelas kimia berwarna kuning
Larutan sampel berwarna kuning
Larutan sampel homogen berwarna
b. Kondisi instrumen
data terlampir
Parameter
Asal
Wujud
Warna
Bau
Logam yang di uji
Volume
c.
Pengamatan
Limbah pabrik daerah Leuwi Gajah
Cair
Coklat keruh
Tidak berbau
Logam Cu
50 mL
Kondisi sampel
Parameter
Kuat arus
Hollow Cathode Lamp
Panjang gelombang
Energi
Intergrated time
Reflicated
Oksidan dan fuel
Slit atau celah
Warna nyala
0,23
10
0,443
15
0,589
20
0,866
25
1,235
sampel
0,465
Pengamatan
15 Ampere
Cu
324,8 nm
66 %
0,7 s
3 (triplo)
Oksidan : udara dan fuel : asetilen
0,7 nm
Biru
3. Perhitungan
# Pembuatan larutan blanko
HNO3 = 1,39 Kg/L
Mr NO3 = 63
% HNO3 = 65 %
V HNO3 = 65% x 100 mL = 65 mL = 0,065 L
Massa HNO3 = V x
= 0,065 L x 1,39 Kg/L
= 0,09035 Kg
= 90,35 g
n HNO3 =
= 1,434 mol
M HNO3 =
=
= 14,34 M
pH larutan = 2 maka [larutan] = 1x 10-2 M
[HNO3] = 14,34 M ; V HNO3 = 500 mL
[larutan] x V larutan = [HNO3] x V HNO3
V HNO3 =
# Pembuatan larutan kerja Cu (II)
= 0,349 mL
5 ppm
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 1000 ppm = 50 mL x 5 ppm
V1 = 0,25 mL
10 ppm
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 1000 ppm = 25 mL x 10 ppm
V1 = 0,25 mL
15 ppm
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 1000 ppm = 25 mL x 15 ppm
V1 = 0,375 mL
20 ppm
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 1000 ppm = 25 mL x 20 ppm
V1 = 0,5 mL
25 ppm
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 1000 ppm = 25 mL x 25 ppm
V1 = 0,625 mL
# Perhitungan kadar Cu(II)
Persamaan garis y= 0,0455x R2 = 0,9794
Absorbansi sampel = 0,0465
y = 0,0455x
0,0465 = 0,0455x
x = 10,2198 ppm
Karena pada preparasi sampel ditambahkan larutan stock Cu dengan konsentrasi 10 ppm, maka
kadar Cu dalam air limbah adalah 10,2198 ppm 10 ppm = 0,2198 ppm.
SEMESTER 5 1 KOMENTAR
ANALISIS Cd DAN Cu
DENGAN METODE SPEKTROFOMETRI SERAPAN ATOM
ANNISA SYABATINI
J1B107032
KELOMPOK 4
PROGRAM STUDI S-1 KIMIA FMIPA UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
ABSTRAK
Percobaan menganalisis Cd dan Cu ini, merupakan percobaan yang
menggunakanspektrofotometer serapan atom (AAS). Tujuan yang ingin dicapai pada
percobaan ini adalah untuk menentukan kadar Cd dan Cu pada sampel dengan
menggunakan spektrofometri serapan atom. Spektrofometri serapan atom merupakan salah
satu metode analisis kuantitatif untuk penentuan kadar logam. Pada percobaan ini,larutan
standar Cd dan larutan standar Cu dengan konsentrasi yang berbeda-beda yang dihasilkan
dari pengenceran larutan induk, akan dianilisis absorbansinya untuk menghasilkan
konsentrasi larutan sampel yang belum diketahui. Kadar Cd dan Cu dalam sampel yang
dihasilkan dari perhitungan yaitu untuk sampel dari sungai Martapura sungai Barito, sungai
Ruin, sumur Mandiangin, sumur Karang Intan, sumur Gambut, sumur Loktabat, sumur
Pelaihari, sumur Coca Cola, sumur Banjarbaru dan sampel x yang mengandung Cd berturutturut yaitu -0,1276 mg/L; -0,1229 mg/L; -0,1233 mg/L; -0,1271 mg/L; -0,1289 mg/L; -0,1207
mg/L; -0,1349 mg/L; -0,1349 mg/L; -0,1319 mg/L dan 0,2025 mg/L. Sedangkan untuk sampel
yang mengandung Cu yaitu -0,0539 mg/L; -0,0556 mg/L; -0,0539 mg/L; -0,0539 mg/L;
-0,0605 mg/L m; -0,0441 mg/L; -0,0556 mg/L; -0,0474 mg/L; -0,0507 mg/L; -0,0408 mg/L
dan 0,119875.
Kata Kunci : Spektrofometri Serapan Atom, Larutan standar Cd, Larutan standar Cu.
PENDAHULUAN
mengukur absorban dari komplek tersebut pada daerah tampak, sehingga besarnya radiasi
sinar tampak yang diserap akan sebanding dengan konsentrasi analit [1].
Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhofer, ketika menelaah garis-garis
hitam pada spectrum matahari. Sedangkan yang memanfaatkan prinsip serapan atom pada
bidang analisis adalah seorang Australia bernama Alan Walsh di tahun 1955. Sebelumnya
ahli kimia banyak bergantung pada cara-cara spektrofotometrik atau metode analisis
spektrografik. Beberapa cara ini yang sulit dengan memakan waktu, kemudian digantikan
dengan spektrofotometri serapan atom atau atomic absroption spectroscopy (AAS) [2].
Spektrofotometri molekuler pita absopsi inframerah dan UV-tampak yang di pertimbangkan
melibatkan molekul poliatom, tetapi atom individu juga menyerap radiasi yang menimbulkan
keadaan energi elektronik tereksitasi. Spectra absorpsi lebih sederhana dibandingakan
dengan spectra molekulnya karena keadaan energi elektronik tidak mempunyai sub tingkat
vibrasi rotasi. Jadi spectra absopsi atom terdiri dari garis-garis yang jauh lebih tajam
daripada pita-pita yang diamati dalam spektrokopi molekul [3].
AAS didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral dalam keadaan gas.
Sinar yang diserap biasanya sinar tampak / UV. Prinsip AAS secara garis besar sama dengan
spektrofotometer UV-VIS, hanya saja dibedakan atas cara pengerjaan, cuplikan, peralatan
dan bentuk spectrum atom. Untuk analisis kuantitatif, AAS mengukur kadar total unsur
logam dalam satu cuplikan, tidak bergantung bentuk molekul logam dalam cuplikan [3].
Spektra absorpsi lebih sederhana dibandingkan dengan spectra molekul karena keadaan
elektronik tidak mempunyai sub tingkatan vibrasi-rotasi. Spectra absorpsi atom terdiri dari
garis-garis yang lebih tajam daripada pira-pita yang diamati dalam spektroskopi molekuler.
Absorpsi atom telah dikenal bertahun-tahun yang lalu. Misalnya garis-garis gelap pada
frekuensi tertentu dalam spectrum matahari yang tanpa garis itu akan kontinu, pertama kali
diperhatikan oleh Wallaston dalam tahun 1802 [4].
Selama bertahun-tahun detector uap raksa mewakili analitis utama dari absorpi atom.
Tekanan uap raksa logam cukup besar sehingga membahayakan kesehatan dalam ruang
yang ventilasinya tidak memadai. Detector-detektor itu pada dasarnya adalah
spektrofotometer primitive, dimana sumbernya adalah sebuah lampu uap raksa bertekanan
rendah. Atom-atom raksa yang dieksitasi dalam discas listrik dari lampu itu, memencarkan
radiasi bila mereka kembali ketingkatan elektronik yang lebih rendah. Radiasi itu bukan
suatu kontinum melainkan terdiri dari frekuensi-frekuensi diskrit yang menyatakan transisi
elektronik dalam atom raksa [5].
E. Amplifier
F. Sistem pembacaan
Spektroskopi serapan atom (SSA) melibatkan penguapan contoh, seringkali dengan
menyemprotkan suatu larutan contoh ke dalam suatu lampu listrik yang menghasilkan
spektrum dari unsur yang akan ditetapkan. Atom logam bentuk gas normalnya tetap berada
dalam keadaan tek terkesitasi, atau dengan perkataan lain dalam keadaan dasar, mampu
menyerap energi cahaya yang panjang gelombang resonansi yang khas untuknya, yang
pada umumnya adalah panjang gelombang radiasi yang akan dipancarkan atom-atom itu
bila terkesitasi dari keadaan dasar. Jadi, jika cahaya dengan panjang gelombang resonansi
itu dilewatkan nyala yang mengandung atom-atom yang bersangkutan, maka sebagian
cahaya itu akan diserap, dan jauhnya penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya
atom keadaan dasar yang berada dalam nyala. Inilah asas yang mendasari spektroskopi
serapan atom [5].
Mineral-mineral bersifat alam terjadi zat anorganik dengan suatu komposisi kimia secara
relatif tetap dan cukup baik dari sifat fisika. Selama periode-periode panjang berhubungan
dengan geologi tidaklah mungkin untuk memperoleh mutlak mineral-mineral murni tanpa
pencemaran, [alat; makna] yang bahwa paling mineral-mineral berisi unsur pokok ucapan
tambahan bahwa mengubah sebagian dari karakteristik mereka. Ada sejumlah unsur-unsur
yang sungguh dengan mudah yang dapat bertukar tempat, dengan mineral yang itu hasil
boleh menyusun dan menilai ke dalam yang lain [6].
Oleh karena itu, ada banyak pertimbangan untuk meneliti unsur kelumit di mineral-mineral
dierent: untuk menentukan kemurnian mineral-mineral, dan untuk menentukan kehadiran
dari unsur-unsur penting dan yang sangat jarang yang bisa yang disadap dan digunakan
untuk memperoleh data yang memberi informasi sangat penting tentang analisis mineralmineral tersebut yaitu spektroskopi serapan atom atau atomic absroption
spectroscopy (AAS) [6].
METODOLOGI PERCOBAAN
A. Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah spektrofotometer serapan atom, labu
ukur 100 ml, kuvet, botol semprot, pipet tetes dan pipet volume 10 ml, 5 ml, botol sampel.
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan standar Cd : 0,2 mg/L, 0,4
mg/L, 0,6 mg/L, 0,8 mg/L dan 1 mg/L, larutan standar Cu 0,5 mg/L, 1 mg/L, 1,5 mg/L, 2 mg/L
dan 2,5 mg/L, HNO3 pekat, sampel air dari air sumur Martapura, air sumur Barito, air sumur
kuin, air sumur mandiangin, air sumur daerah Karang Intan, air sumur daerah Gambut, air
sumur Loktabat, air sumur Pelaihari, air sumur perusahaan Coca-cola, dan air sumur
Banjarbaru, akuades.
1. C. Cara kerja
2. 1. Pengenceran Larutan Induk Cd 100 ppm
Mengencerkan Larutan induk Cd 100 mg/L menjadi 10 mg/L dalam 100 ml larutan.
Kemudian membuat larutan standar dari larutan Cd 10 ppm pada konsentrasi 0,2 ; 0,4 ; 0,6 ;
0,8 dan 1 mg/L yang diencerkan dengan asam nitrat.
0,2
0,4
0,09525
0,14125
0,6
0,202
0,8
0,25725
0,3285
0,5
1
0,086
0,16025
1,5
0,23875
0,323
2,5
0,3875
Cd
Cu
Sungai Martapura
-0,007125
0,00075
-0,00575
0,0005
Sungai Barito
-0,005875
0,00075
Sungai Kuin
-0,007
0,00075
Sumur Mandiangin
-0,0075
-0,00025
Sumur Gambut
-0,00512
0,00225
Sumur Loktabat
-0,00925
0,0005
Sumur Pelaihari
-0,00925
0,00175
-0,009
0,00125
Sumur Banjarbaru
-0,008375
0,00275
Sampel X
0,119875
0,2025
GRAFIK
Grafik 1. Hubungan antara absorbans dengan konsentrasi larutan standar Cd
Grafik 2. Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi larutan Cu
Perhitungan
Analisis untuk Cd :
y = 0,291x + 0,030
1. 1. Sampel sungai martapura
A = -0,007125
-0,007125 = 0,291x + 0,030
0,291x = -0,037125
x = -0,1276 mg/L
2. Sampel sungai barito
A = -0,00575
A = -0,00512
-0,00512 = 0,291x + 0,030
0,291x = -0,03512
x = -0,1207 mg/L
11. Sampel x
A = 0,119875
0,119875 = 0,291x + 0,030
0,291x = 0,089875
x = 0,3088 mg/L
Anailisis untuk Cu :
y = 0,153x + 0,009
1. 1. Sampel sungai martapura
A = 0,00075
0,00075= 0,153x + 0,009
0,153x = -0,00825
x = -0,0539 mg/L
2. Sampel sungai barito
A = 0,0005
0,0005= 0,153x + 0,009
0,153x = -0,0085
x = -0,0556 mg/L
x = -0,0441 mg/L
0,153x = -0,00625
x = -0,0408 mg/L
11. Sampel x
A = 0,2025
0,2025 = 0,153x + 0,009
0,153x = 0,1935
x = 1,2647 mg/L
B. Pembahasan
1. Spektrofotometer Serapan Atom (AAS)
sehingga didapat persamaan linier untuk Cu adalah y = 0,153x + 0,009 dengan nilai regresi
R = 0,998. Kedua grafik tersebut mendekati linear dengan nilai R mendekati 1, yang berarti
hasil per grafik tersebut sudah memenuhi hukum Lambert-Beer.
Ditinjau dari hubungan antara konsentrasi dan absorbansi, maka hukum Lambert-Beer dapat
digunakan jika sumbernya adalah monokromatis. Pada AAS, panjang gelombang garis
adsorpsi resonansi identik dengan garis-garis emisi disebabkan keserasian transisinya.
Untuk bekerja pada panjang gelombang ini diperlukan suatu monokromator celah yang
menghasilkan lebar puncak sekitar 0,002-0,005 nm.
Pada pengukuran absorbansi larutan sampel 1 sampai sampel 11 air sungai martapura,
sungai barito, sungai kuin, sumur mandiangin, sumur karang intan, sumur gambut, sumur
loktabat, sumur pelaihari, pabrik cocacola, sumur banjarbaru dan sampel x menggunakan
larutan standar Cd maka didapatkan nilai untuk sampel 1 sampai dengan sampel 11 nilai x
adalah :
-0,1276 mg/L; -0,1229 mg/L; -0,1233 mg/L; -0,1271 mg/L; -0,1289 mg/L; -0,1207
mg/L; -0,1349 mg/L; -0,1349 mg/L; -0,1319 mg/L dan 0,3088 mg/L. Sedangkan untuk
sampel yang menggunakan larutan standar Cu maka didapatkan pada sampel 1 sampai
dengan sampel 11 nilai x adalah : -0,0539 mg/L;
-0,0556 mg/L; -0,0539 mg/L; -0,0539
mg/L; -0,0605 mg/L; -0,0441 mg/L; -0,0556 mg/L; -0,0474 mg/L; -0,0507 mg/L; -0,0408
mg/L dan 1,2647 mg/L.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh untuk sampel air yang mengandung logam Cd yang
paling tinggi terdapat pada sampel x dengan konsentrasi sebesar 0,3088 mg/L. Sedangkan
untuk sampel air yang mangandung logam Cu yang paling tinggi juga terdapat pada sampel
x yaitu dengan konsentrasi 1,2647 mg/L.
Kadar dalam sampel yang dihasilkan ada yang bernilai negatif, hal ini mungkin disebabkan
oleh pengenceran yang kurang tepat dan kemungkinan besar tidak terdapat kandungan Cd
dan Cu atau kandungannya relatif sangat kecil. Analisis dengan menggunakan
spektrofotometer (AAS) serapan atom harus benar-benar kuantitatif sehingga diperoleh hasil
yang maksimal. AAS merupakan instrumen yang sangat peka mengenai batas-batas
konsentrasi yang dideteksi.
Gangguan utama dalam absorpsi atom adalah efek matriks yang mempengaruhi proses
pengatoman. Baik jauhnya disosiasi menjadi atom-atom pada suatu temperatur tertentu
maupun laju proses sangat bergantung pada komposisi dari sampel yang digunakan.
Larutan standar yang sangat mirip dengan sampel tidak diketahui dalam hal komposisi
umum, sehubungan dengan komponen-komponen yang berada dengan kuantitas besar.
Dalam hal ini diharapkan varisai dalam komposisi keseluruhan dari satu ke lain sampel,
umumnya diinginkan agar yang menganalisa dapat menciptakan sendiri matriksnya dengan
sesuatu bahan seukupnya untuk menenggelamkan variasi sampel.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan yang dilakukan bahwa hubungan antara
absorbansi dengan larutan konsentrasi larutan standar Cu maka didapatkan persamaan y =
0,153x + 0,009, sedangkan hubungan antara absorbansi dengan larutan standar Cd maka
didapatkan persamaan y = 0,291x + 0,030 dan berdasarkan hasil perhitungan diperoleh
untuk sampel air yang mengandung logam Cd yang paling tinggi terdapat pada sampel x
dengan konsentrasi sebesar 0,3088 mg/L. Sedangkan untuk sampel air yang mangandung
logam Cu yang paling tinggi juga terdapat pada sampel x yaitu dengan konsentrasi 1,2647
mg/L.
REFERENSI
1. Solecha, D.I & Bambang Kuswandi. 2002. Penentuan Ion Cu(II) dalam Sampel Air
Secara Spektrofotometri Berbasis Reagen Kering TAR/PVC. FMIPA, Universitas
Jember.
2. Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia, Jakarta.
3. Underwood, A.L, & Day R. A. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Erlangga, Jakarta.
4. Day, R.A Jr. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keempat. Erlangga, Jakarta.
5. Bassett, J. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
6. Stafilov, Trajce dan Dragica Zendelovska. 2002. Determination of Trace Elements
in Iron Minerals by Atomic Absorption Spectrometry. Turk J Chem, Macedonia.
https://annisanfushie.wordpress.com/2009/11/19/analisis-cd-dan-cu-denganmetode-spektrofometri-serapan-atom/
2.1 Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar Cu dalam sampel dengan
menggunakan AAS ( Atomic Absorption Spectrophotometer )
2.2 Prinsip
Prinsip percobaan ini adalah penentuan kadar Cu dengan AAS yang didasarkan
pada absorbsi cahaya oleh atom, atom-atom menyerap cahaya tersebut pada
panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya
2.3 Dasar Teori
2.3.1 Pengertian Spektrometri Serapan Atom (SSA)
Spektrometri Serapan Atom (SSA) adalah suatu alat yang digunakan pada
metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metalloid yang
pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang
tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas (Skoog et al., 2000). Metode ini
sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini mempunyai
beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode spektroskopi emisi konvensional.
Sebenarnya selain dengan metode serapan atom, unsur-unsur dengan energi
eksitasi rendah dapat juga dianalisis dengan fotometri nyala, akan tetapi fotometri
nyala tidak cocok untuk unsur-unsur dengan energy eksitasi tinggi. Fotometri nyala
memiliki range ukur optimum pada panjang gelombang 400-800 nm, sedangkan
AAS memiliki range ukur optimum pada panjang gelombang 200-300 nm (Skoog et
al., 2000). Untuk analisis kualitatif, metode fotometri nyala lebih disukai dari AAS,
karena
AAS
memerlukan
lampu
katoda
spesifik
(hallow
cathode).
Kemonokromatisan dalam AAS merupakan syarat utama. Suatu perubahan
temperature nyala akan mengganggu proses eksitasi sehingga analisis dari
fotometri nyala berfilter. Dapat dikatakan bahwa metode fotometri nyala dan AAS
merupakan komplementer satu sama lainnya.
Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom, atom-atom menyerap
cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya.
Misalkan natrium menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm sedangkan
kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada gelombang ini mempunyai cukup energi untuk
mengubah tingkat energi elektronik suatu atom. Dengan absorpsi energi, berarti
memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat
energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat-tingkat eksitasinya pun bermacam-macam.
Misalnya unsur Na dengan nomor atom 11 mempunyai konfigurasi elektron
1s1 2s2 2p6 3s1, tingkat dasar untuk elektron valensi 3s, artinya tidak memiliki
kelebihan energi. Elektron ini dapat tereksitasi ke tingkat 3p dengan energi 2,2 eV
ataupun ke tingkat 4p dengan energy 3,6 eV, masing-masing sesuai dengan
panjang gelombang sebesar 589 nm dan 330 nm. Kita dapat memilih diantara
panjang gelombang ini yang menghasilkan garis spektrum yang tajam dan dengan
intensitas maksimum, yang dikenal dengan garis resonansi. Garis-garis lain yang
bukan garis resonansi dapat berupa pita-pita lebar ataupun garis tidak berasal dari
eksitasi tingkat dasar yang disebabkan proses atomisasinya.
Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel
yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya
tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan
banyaknya atom bebas logam yang berada pada sel. Hubungan antara absorbansi
dengan konsentrasi diturunkan dari:
Hukum Lambert: bila suatu sumber sinar monkromatik melewati medium
transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya
ketebalan medium yang mengabsorbsi.
Hukum Beer: Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial
dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut.
Dari kedua hukum tersebut diperoleh suatu persamaan:
Dimana:
lo = intensitas sumber sinar
lt = intensitas sinar yang diteruskan
= absortivitas molar
b = panjang medium
c = konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar
A = absorbansi
Dengan
T = transmitan
Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya
berbanding lurus dengan konsentrasi atom (Day & Underwood, 1989).
Sumber radiasi
Tabung Gas
Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi gas
asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu 20.000K, dan ada juga
tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan kisaran
suhu 30.000K. Regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk pengaturan
banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam tabung.
Ducting
Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa
pembakaran pada AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian
luar pada atap bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya bagi
lingkungan sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran pada AAS, diolah
sedemikian rupa di dalam ducting, agar polusi yang dihasilkan tidak berbahaya.
4.
Kompresor
Kompresor merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena alat ini
berfungsi untuk mensuplai kebutuhan udara yang akan digunakan oleh AAS, pada
waktu pembakaran atom. Kompresor memiliki 3 tombol pengatur tekanan, dimana
pada bagian yang kotak hitam merupakan tombol ON-OFF, spedo pada bagian
tengah merupakan besar kecilnya udara yang akan dikeluarkan, atau berfungsi
sebagai pengatur tekanan, sedangkan tombol yang kanan merupakantombol
pengaturan untuk mengatur banyak/sedikitnya udara yang akan disemprotkan ke
burner. Bagian pada belakang kompresor digunakan sebagai tempat penyimpanan
udara setelah usai penggunaan AAS. Alat ini berfungsi untuk menyaring udara dari
luar, agar bersih.posisi ke kanan, merupakan posisi terbuka, dan posisi ke kiri
merupakan posisi tertutup
5.
Burner
Burner berfungsi sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan aquabides, agar
tercampur merata, dan dapat terbakar pada pemantik api secara baik dan merata.
Lobang yang berada pada burner, merupakan lobang pemantik api, dimana pada
lobang inilah awal dari proses pengatomisasian nyala api.
6.
7.
Monokromator
Berfungsi mengisolasi salah satu garis resonansi atau radiasi dari sekian
banyak spectrum yang dahasilkan oleh lampu piar hollow cathode atau untuk
merubah sinar polikromatis menjadi sinar monokromatis sesuai yang dibutuhkan
oleh pengukuran.
8.
Detector
Dikenal dua macam detector, yaitu detector foton dan detector panas.
Detector panas biasa dipakai untuk mengukur radiasi inframerah termasuk
thermocouple dan bolometer. Detector berfungsi untuk mengukur intensitas radiasi
yang diteruskan dan telah diubah menjadi energy listrik oleh fotomultiplier. Hasil
pengukuran detector dilakukan penguatan dan dicatat oleh alat pencatat yang
berupa printer dan pengamat angka.
Astd = b Cstd
= Astd / Cstd
Asmp = b Csmp
b = Asmp / Csmp
Sehingga,
Astd/Cstd = Csmp/Asmp -> Csmp = (Asmp/Astd) x Cstd
Dengan mengukur absorbansi larutan sampel dan standar, konsentrasi larutan
sampel dapat dihitung.
2.
garis lurus yang diperoleh dengan menggunakan program regresi linewar pada
kurvakalibrasi.
3.
AT = k(Cs+Cx)
Dimana,
Cx = konsentrasi zat sampel
Cs = konsentrasi zat standar yang ditambahkan ke larutan sampel
Ax = absorbansi zat sampel (tanpa penambahan zat standar)
AT = absorbansi zat sampel + zat standar
Jika kedua rumus digabung maka akan diperoleh Cx = Cs + {Ax/(AT-Ax)}
Konsentrasi zat dalam sampel (Cx) dapat dihitung dengan mengukur Ax dan AT
dengan spektrometri. Jika dibuat suatu seri penambahan zat standar dapat pula
dibuat grafik antara AT lawan Cs garis lurus yang diperoleh dari ekstrapolasi ke AT =
0, sehingga diperoleh:
Cx = Cs x {Ax/(0-Ax)} ; Cx = Cs x (Ax/-Ax)
Cx = Cs x (-1) atau Cx = -Cs
Jika persamaan
perbandingannya:
dan
dibandingkan,
maka
diperoleh
persamaan
Sehingga
Dari persamaan 9 dapat diperoleh nilai transmitan untuk tiap absorbansi, misal
pada A1
Dengan cara yang sama diperoleh nilai trnasmitan untuk A yang lain, hasilnya:
T2 = 4,6978 x 10-3
T3 = 4,6590 x 10-3
T4 = 4,6494 x 10-3
Dalam persentase, transmitan menjadi bernilai
Dengan cara yang sama nilai persentase transmitan yang lain adalah:
T2 = 0,4697 %
T3 = 0,4659 %
T4 = 0,4649 %
2.5 Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar Cu dengan metode
Spektrofotometri Serapan Atom. Prinsip kerja alat ini adalah absorpsi cahaya oleh
atom. Di sini atom-atom menyerap cahaya pada panjang gelombang yang sesuai
dengan karakteristik atom tersebut. Sinar sinar yang diserap berupa sinar
ultraviolet dan sinar tampak.
Metode yang dipakai dalam analisa dengan AAS ini menggunakan metode
adisi standar. Metode ini dipilih karena dapat meminimalkan kesalahan yang
disebabkan oleh perbedaan matriks sampel dengan standar yang digunakan.
Metode ini dilakukan dengan menambahkan larutan standar ke dalam sampel dan
melakukan pengukuran absorbansi terhadap campuran sampel dan larutan standar
tersebut. Larutan standar yang digunakan dalam percobaan adalah larutan CuSO 4 1
M. Larutan ini dipilih karena merupakan standar bagi logam Cu. Metode ini
menggunakan volume larutan smpel yang tetap yakni 10 ml, sementara larutan
standar yang ditambahkan bervariasi dari 0,5 ml, 1 ml dan 1,5 ml. Masing masing
campuran sampel dengan ketiga volume larutan standar tersebut selanjutnya
dianalisa dengan AAS.
Hasil analisa AAS terhadap larutan larutan di atas akan memberikan nilai
absorbansi dan transmitan seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1. Dari data absorbansi
yang diperoleh tersebut, dapat dihitung konsentrasi Cu dalam larutan sampel.
Perhitungan ini dilakukan melalui perbandingan nilai absorbansi pada berbagai
larutan sampel sesuai persamaan 5,6 dan 7. Kecenderungan yang tampak dari
perhitungan tersebut adalah konsentrasi Cu semakin besar seiring dengan
penambahan volume larutan standar. Padahal seharusnya nilai konsentrasi tersebut
harusnya sama. Perbedaan ini disebabkan oleh konsentrasi sampel yang tinggi
sehingga mempengaruhi hasil konsentrasi Cu sehingga konsentrasi yang didapat
berbeda-beda, hal ini dikarenakan seharusnya AAS digunakan untuk larutan dengan
konsentrasi rendah (menggunakan ppm). Perhitungan tersebut dapat digunakan
untuk mencari kadar rata rata Cu dalam sampel, yakni sebesar 0,62 M.
Nilai transmitan menunjukkan besarnya besarnya sinar yang ditransmisikan
oleh sampel. Makin kecil nilai transmitan maka makin banyak sinar yang diabsorpsi
oleh larutan. Tabel 2.1 menunjukkan bahwa nilai transmitan terendah terjadi pada
absorbansi A3 yakni sebesar 0,4659 % dengan nilai transmitan rata-rata 0,5016%.
2.6 Kesimpulan
Konsentrasi Cu dalam larutan sampel diukur dengan AAS adalah sebesar0,62 M.