Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN
SKENARIO III
PANAS
Kasus 1 :
Seorang anak perempuan berusia 3 tahun dibawa oleh ibunya ke IGD dikarenakan
demam tinggi.Saat ini anak tidak mau makan dan minum.Demam didapatkan sejak
dua hari yang lalu.Selain itu ditemukan mata sedikit kemerahan, pilek tanpa disertai
batuk dan diare. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan nadi 110x/menit,
pernapasan 30x/menit, temperature: 400C. Ditemukan rash.

Kasus 2 :
Sudah sejak 3 hari Agus berusia 6 tahun mengalami demam tinggi terus menerus
sepanjang hari.Sudah diberi obat penurun panas oleh ibunya tetapi panas hanya turun
sebentar dan kemudian naik lagi.Ibu Agus cemas karena anak tetangganya dirawat di
rumah sakit dengan gejala mirip.Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dokter meminta
untuk dilakukan pemeriksaan penunjang dan sambil memberikan penatalaksanaan
dokter juga memberi penjelasan pada ibu mengenai tanda-tanda perdarahan atau
syok.Bila terdapat tanda-tanda tersebut supaya ibu segera membawa Agus ke rumah
sakit untuk mendapatkan penatalaksanaan kegawatdaruratan yang dialaminya.
Selanjutnya dokter akan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat untuk
memutus rantai penularan.

BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Langkah I : Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam
skenario
Dalam skenario III ini kami mengklarifikasi beberapa istilah sebagai berikut :
1. Rash :
Ruam; inflamasi; perubahan warna kulit yang dapat disebabkan karena luka
gores, obat-obatan, kosmetik, atau penyakit seperti ruam popok, dermatitius,
infeksi jamur,dll.
2. Syok :
Adanya ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan konsumsi oksigen
dalam tubuh sehingga perfusi organ menjadi tidak adekuat.
3. Tanda pendarahan :
Syok hipovolemik; ketidaknormalan dari system peredaran darah yang
mengakibatkan perfusi organ dan oksigenisasi ke jaringan tidak adekuat
karena kehilangan akut volume peredaran darah yang salah satunya ditandai
dengan timbulnya petechie, purpura, dan ekimosis .
4. IGD :
Instalasi Gawat Darurat yang buka 24 jam, merupakan salah satu unit
terdepan dari bagian pelayanan rumah sakit yang memberikan pelayanan pada
pasien gawat darurat/emergency dan false emergency bekerja sama dengan
unit terkait lainnya.

B. Langkah II : Menentukan/ mendefinisikan permasalahanPermasalahan pada


skenario PANAS antara lain:
1
2
3
4

Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik dari kasus I?


Bagaimana patogenesis rash dan apa hubungannya dengan demam?
Apa hubungan mata kemerahan dengan demam tinggi?
Mengapa terjadi pilek tanpa batuk dan diare? Apa hubungannya dengan

5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

demam tinggi?
Bagaimana patofisiologi syok dan klasifikasinya?
Bagaimana sistem termoregulasi pada anak?
Bagaimana patofisiologi demam dan apa saja jenisnya?
Mengapa pada pasien I tidak mau makan dan minum?
Apa saja diagnosis banding dan diagnosis kerja dari kasus I dan II?
Apa edukasi yang diberikan untuk memutus rantai penularan penyakit?
Apa saja pemeriksaan penunjang pada kasus I dan II?
Bagaimana penatalaksanaan awal dan setelah terjadi syok?
Bagaimana penatalaksanaan pada kasus I?
Apa kaitan penyakit yang dialami pada kasus II dengan sakit tetangganya?
Apa pemeriksaan fisik yang dilakukan pada kasus II?
Dimana kerja obat antipiretik menekan? Pada situasi apa obat tersebut dipilih?

C. Langkah III : Menganalisis permasalahan dan membuat pertanyaan sementara


mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah II)
1. Interpretasi pemeriksaan fisik
Denyut Nadi (Heart Rate)
Pada bayi dan anak, ada atau tidaknya denyut nadi utama yang kuat sering
merupakan tanda berguna untuk melihat ada tidaknya syok dibandingkan
mengukur tekanan darah. Nilai normal denyut nadi pada anak menurut usia,
yaitu:
0 3 bulan : 85 200 kali/menit
3 bulan 2 tahun : 100 190 kali/menit
2 10 tahun : 60 140 kali/menit
Pada anak yang sedang tidur denyut nadi normal 10% lebih lambat (WHO,
2009)
Frekuensi Pernapasan (Respiratory Rate)

Adapun kriteria normal frekuensi pernapasan pada neonatus dan anak menurut
usia sebagai berikut (WHO, 2009):
< 1 tahun : 30 40 kali/menit
2 5 tahun : 20 30 kali/menit
5 12 tahun : 15 - 20 kali/menit
> 12 tahun : 12 16 kali/menit
Suhu Tubuh
Menurut Buku Panduan Manajemen Balita Sakit Terpadu (2008), anak
dikatakan demam jika suhu tubuhnya 37,5oC

Pada skenario ditemukan nadi 110x/menit, pernapasan 30x/menit yang semua


masih dalam batas normal, namun temperatur pada anak 40 oC menandakan
adanya demam. Juga ditemukan rash yang bisa berasal dari invasi organism
pathogen, produksi toksin oleh organism, dan respon imun pejamu.

2. Patofisiologi rash, konjungtiva kemerahan, pilek, dan diare


Pilek pada pasien menandakan bahwa kemungkinan agen penyebab penyakit
didapat dari saluran pernapasan.Tidak ada diare menandakan kemungkinan agen
penyebab tidak didapat dari makanan atau jalur gastrointestinal seperti pada
penyakit demam tifoid.
Sel endothelial pada pembuluh darah kecil di seluruh badan memperlihatkan
bukti adanya infeksi virus campak secara jelas (misalnya, ditemukan badan
inklusi antigen virus campak, atau RNA) pada saat gejala prodromal dan
munculnya ruam pada kulit.Hal ini disertai dengan pelebaran pembuluh darah,
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, inflitrasi sel mononuclear, dan
terjadinya infeksi di sekitar jaringan.Sel endotel yang diinfeksi tampaknya
memegang peranan utama dalam pathogenesis, sehingga terjadi perubahan pada
kulit, konjungtiva, dan membrane mukosa.

Dari hasil pemeriksaan histopatologi ruam yang disebabkan oleh virus


campak memberikan kesan bahwa, kejadian pertama adalah infeksi sel
endothelial kulit, selanjutnya diikuti dengan penyebaran infeksi ke dalam
epidermis yang tumpang-tindih dengan sel epithelial pada stratum granulosum,
sehingga terbentuk keratosis fokal dan edema, dan terjadi akumulasi bentuk sel
epithelial raksasa dan infiltrat perivaskuler.
3. SYOK, TANDA DAN GEJALA
Syok Hipovolemik merupakan suatu keadaan dimana terjadi kehilangan cairan
tubuh atau darah yang menyebabkan jantung tidak mampu memompakan cukup
darah

ke

seluruh

tubuh

sehingga

perfusi

jaringan

tubuh

menjadi

terganggu.Keadaan ini bersifat emergensi dan dapat menyebabkan seluruh organ


gagal

berfungsi

dan

lebih

parah

lagi,

dapat

menimbulkan

kematian

organ.Hipovolemia berbeda dengan dehidrasi, dimanapada hipovolemia biasanya


terjadi penurunan sodium dalam darah, sedangkan pada dehidrasi tidak.
Kehilangan cairan tubuh hingga mencapai 1/5 dari total cairan tubuh dapat
menebabkan syok hypovolemik. Kehilangan cairan tubuh tersebut dapat
disebabkan oleh

Kehilangan darah (seperti perdarahan interna maupun eksterna)

Kehilangan plasma (seperti terbakar, luka bakar)

Kehilangan sodium dan cairan intravaskular (seperti keringat berlebih,


diare, atau

muntah)

Dilatasi (pelebaran) pembuluh darah (akibat cidera pada saraf yang


mengontrol pembuluh darah sehingga menyebabkan pembuluh darah
mengalami dilatasi, obat - obatan yang menyebabkan vasodilatasi
[pelebaran pembuluh darah] seperti antihipertensi)

Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala syok hipovolemik tidak akan muncul sampai sesorang
mengalami kehilangan cairan tubuh atau darah hingga 10-20%. Apabila terjadi
syok hipovolemia, tanda dan gejala yang akan muncul yaitu terjadi takikardi
(denyut jantung menjadi cepat), menurunnya tekanan darah, dan terjadi gangguan
perfusi jaringan sehingga pasien tampak pucat dan terjadi penurunan capilary
refill (pengisisan kapiler) pada jidat, kuku, dan bibir. Pasien juga dapat merasakan
pusing, mual, lemas, dan merasa sangat haus.Semua tanda - tanda-tanda tersebut
dapat muncul pada kebanyakat tipe syok.
Berbeda dengan orang dewasa, tekanan darah pada anak - anak ketika terjadi
syok hipovolemia, akan tertap normal untuk mempertahankan suplai atau perfusi
jaringan sehingga sering kurang diperhatikan Namun apabila telah mngalami
tahap dekompensasi, tekanan darah nya akan menurun secara cepat.Oleh karena
itu, ketika terjadi pendarahan internal (pendarahan yang terjadi di dalam tubuh)
pada anak-anak, harus segera ditangani meskipun tidak tampak tanda - tanda syok
pada umum nya (tekanan darah yang menurun).
Ketika terjadi perdarahan pada pasien, ingat tanda - tanda pasien yang dapat
mengalami syok hipovolemia akibat perdarahan, yaitu "blood on the floor, plus 4
more = intrathoracic, intraperitoneal, retroperitoneal, pelvis/thigh" (darah pada
lantai, tambah 4 lebih = intratorakik, intraperitoneal, retroperitoneal, pelvis/paha).
tanda - tanda pendarahan internal dapat dilihat dari mekanisme cidera (trauma
yang yang bisa menyebabkan cidera pada organ dalam), dan tanda tanda Gray
Turner's sign atau Cillen's sign.
Gray Turner's sign (gambar 1)merupakan memar berwarna kebiruan yang
terdapat pada daerah pinggang. Tanda ini biasa terapat pada keadaan serangan
akut pankreatitis disertai pendarahan retroperitoneal.Tanda ini muncul selama 24 48 jam. Gray turner'sign ini biasanya juga disertai dengan Cullen's sign (gambar
2). Cullen's sign merupakan edema dan memar superfisial pada jaringan lemak
disekitar umbilikus.

Gambar 1 - Gray Turner's sign

Gambar 2 - Cullen's sign

Stage Syok Hipovolemik

Syok hipovolemik dibagi menjadi 4 tingkatan.Empat tingkatan ini dikanal


juga dengan 'Tenis's Shock Hypovolemic Shock". Hal ini dikarenakan 4 tingkatan
dari persentase kehilangan darah pada stage ini mirip dengan skor pada olah raga
tenis, yaitu 15, 15-30, 30-40, 40.
Stage 1

Stage 2

Stage

3 Stage 4

(Classic sign)
%

<15%

volume 15%

Kehilangan

total (750 ml)

volume darah

30% 30%

volume

40% >40% volume

total volume

(750 1500 ml)

total total

(>2000

(1500 2000 ml)


ml)

Cardiac

Normal

Tidak

Output

terkompensasi

dikompensasi

oleh konstriksi oleh


pembuluh

mampu Tidak

darah

Normal

dikompensasi

pembuluh darah

dikompensasi

pembuluh

pembuluh

darah

darah

TD

sistolik TD

normal

namun menurun <100 hingga

diastolic

mmHg

meningkat
sehingga
antara
dan

mampu

konstriksi oleh konstriksi oleh konstriksi

darah
Tekanan

mampu Tidak

gap
sistolik

diastolic

(pulse pressure)
menurun.

sistolik Menurun
mmHg

<

70

Laju nafas

Normal

Meningkat
namun

Takipnea jelas Takipnea jelas

<

30 (>30 x /menit)

(>30 x /menit)

x/menit
Nadi

Normal

Takikardi

Takikardia

Takikardia

(>100x/menit)

jelas (>120 x / (>130 x/ menit)


menit)

dengan pulsasi
yang lemah

Kulit

Kulit

mulai Pucat,

pucat

karena

dingin Berkeringat,
alian dingin

Berkeringat,

dan dingin,

darah menuju ke pucat

dan

sangat pucat

organ vital
Status Mental Normal hingga Gelisah

ringan Bingung,

sedikit tampak (restless)

cemas, agitasi

cemas/ gelisah
Pengisian

normal

Kapiler

Penurunan
kesadaran,
lethargy, coma

Delayed (Waktu

Delayed

absent

pengisian
kapiler
memanjang)

Urine Output

normal

Menurun (20-30 20 ml /jam

Sangat

ml / jam)

menurun
hingga absentTidak berarti

KLASIFIKASI SYOK MENURUT PROSESNYA


Syok digolongkan ke dalam beberapa kelompok : (Tjokronegoro, A., dkk, 2003).
1. Syok kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung)

2. Syok hipovolemik ( akibat penurunan volume darah)


3. Syok anafilaktik (akibat reaksi alergi)
4. Syok septik (berhubungan dengan infeksi)
5. Syok neurogenik (akibat kerusakan pada sistem saraf).
Menurut Weil dan Shubin, ada beberapa macam syok yang cukup sederhana dan
mudah dipahami. Ada empat (4) kategori syok, tujuan dari pembagian ini adalah
untuk mempermudah diagnosa hemodinamiknya sehingga terapi yang tepat dapat
dilakukan sebelum diagnosa klinis dapat ditegakkan.
Klasifikasi syok tersebut antara lain sebagai berikut :
a. Syok hipovolemik kehilangan cairan/plasma (karena luka bakar, gagal ginjal,
diare, muntah), kehilangan darah (sebelum atau sesudah operasi).
b. Syok kardiogenik syok yang disebabkan kegagalan jantung, metabolisme
miokard. Apabila lebih dari 40% miokard ventrikel mengalami gangguan, maka
akan tampak gangguan fungsi vital dan kolaps kardiovaskular.
c. Syok distributif terjadinya gangguan distribusi aliran darah (pada seseorang
yang sehat mendadak timbul demam tinggi dan keadaan umum memburuk setelah
dilakukan tindakan instrumentasi atau prosedur invasif).
d. Syok obstruktif terjadinya gangguan anatomis dari aliran darah berupa
hambatan aliran darah.
e. Syok lainnya syok yang terjadi karena faktor lainnya, seperti : Reaksi
anafilaksis, hipoglikemia, kelebihan dosis obat, emboli paru, tamponade jantung,
dll.
4. Pengaturan Suhu Tubuh
Suhu adalah hasil produksi metabolisme tubuh yangdiperlukan untuk
kelancaran aliran darah dan menjaga agar reaksi kimia tubuh dapat berjalan
baik(enzim hanya bekerja pada suhu tertentu).Sebagai makhluk yang homeotermik,
10

anak selalu berusaha mengatur suhu tubuhnya.Suhu tubuh diatur oleh suatu
mekanisme yang menyangkut susunan saraf, biokimia, dan hormonal.
Hipotalamus menerima informasi suhu tubuh bagian dalam dari suhu darah
yang masuk ke otak dan informasi suhu luar tubuh dari reseptor panas di
kulit.Termostat dalam hipotalamus diatur pada set-point sekitar suhu 370C dengan
rentang sekitar 10C, dan suhu dipertahankan dengan menjaga keseimbangan
pembentukan atau pelepasan panas.Saraf eferen dari hipotalamus terdiri dari saraf
somatik dan saraf autonom, sehingga hipotalamus dapat mengatur aktifitas otot,
kelenjar keringat, peredaran darah, dan ventilasi paru.
Hipotalamus posterior merupakan pusat pengatur yang bertugas meningkatkan
produksi panas dan mengurangi pengeluaran panas. Bila suhu luar lebih rendah,
pembentukan panas akan dilakukan dengan meningkatkan metabolisme, dengan
mekanisme kontraksi otot / menggigil, pengeluaran panas akan dikurangi dengan
vasokonstriksi

pembuluh darah

kulit

dan pengurangan

produksi keringat.

Hipotalamus anterior merupakan pusat pengatur pengeluaran panas. Bila suhu di luar
tubuh lebih tinggi maka pengeluaran panas ditingkatkan dengan cara vasodilatasi,
evaporasi (berkeringat), radiasi (dipancarkan), kontak (bersinggungan/ kompres),
aliran (dari daerah panas ke dingin), dan konveksi. Permukaan tubuh anak relatif
lebih luas dibandingkan dewasa, sehingga proses penguapan dan radiasi sangat
penting, terutama untuk daerah tropis.
Pada termoregulasi, suhu tubuh dan suhu luar diatur oleh hipatalamus. Apabila
terjadi ketidakseimbangan antara termoregulasi, suhu tubuh dan suhu luar maka akan
terjadi kondisi patologik atau demam. Secara faal, hal ini terjadi dikarenakan
pelepasan zat pirogen endogen selanjutnya sitokin IL-1 memacu pelepasan
prostaglandin yang berlebih di daerah pre optik hipotalamus.Obat seperti aspirin
menekan zat pirogen endogen yang mensintesis prostaglandin.
5. Demam pada anak
Suhu tubuh normal bervariasi sesuai irama suhu circardian (variasi diurnal).
Suhu terendah dicapai pada pagi hari pukul 04.00 06.00 dan tertinggi pada

11

awal malam hari pukul 16.00 18.00. Kurva demam biasanya juga mengikuti
pola diurnal ini.1,2 Suhu tubuh juga dipengaruhi oleh faktor individu dan
lingkungan, meliputi usia, jenis kelamin, aktivitas fisik dan suhu udara ambien.
Oleh karena itu jelas bahwa tidak ada nilai tunggal untuk suhu tubuh normal.
Hasil pengukuran suhu tubuh bervariasi tergantung pada tempat pengukuran
Pola demam
Pola demam

Penyakit

Kontinyu

Demam tifoid, malaria falciparum malignan

Remitten

Sebagian besar penyakit virus dan bakteri

Intermiten

Malaria, limfoma, endocarditis

Hektik atau septik

Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenic

Quotidian

Malaria karena P.vivax


Kala

Double quotidian
Relapsing

azar, arthritis

gonococcal, juvenile

arthritis, beberapa drug fever (contoh karbamazepin)


atau

periodic

Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis

Demam rekuren

Familial Mediterranean fever

rheumathoid

Demam dengan localizing sign

Kelompok

Penyakit

Infeksi

ISPA virus, otitis media, tonsillitis, laryngitis, stomatitis

nafas atas

saluran

herpetika

12

Pulmonal

Bronkiolitis, pneumonia

Gastrointestinal

Gastroenteritis, hepatitis, appendicitis

Sistem saraf pusat

Meningitis, encephalitis

Eksantem

Campak, cacar air

Kolagen

Rheumathoid arthritis, penyakit Kawasaki

Neoplasma

Leukemia, lymphoma

Tropis

Kala azar, cickle cell anemia

Penyakit demam yang paling sering ditemukan pada praktek pediatrik berada
pada kategori ini.Demam biasanya berlangsung singkat, baik karena mereda
secara spontan atau karena pengobatan spesifik seperti pemberian antibiotik.
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik

Sekitar

Demam tanpa localizing signs


20%

dari

keseluruhan

episode

demam

menunjukkan

tidak

ditemukannyalocalizing signs pada saat terjadi. Penyebab tersering adalah infeksi


virus, terutama terjadi selama beberapa tahun pertama kehidupan.Infeksi seperti ini
harus dipikirkan hanya setelah menyingkirkan infeksi saluran kemih dan
bakteremia. Demam

tanpa localizing

signs umumnya

memiliki

awitan

akut,

berlangsung kurang dari 1 minggu, dan merupakan sebuah dilema diagnostik yang
sering dihadapi oleh dokter anak dalam merawat anak berusia kurang dari 36 bulan.

Persistent Pyrexia of Unknown Origin (PUO)

Istilah ini biasanya digunakan bila demam tanpa localizing signs bertahan selama 1
minggu dimana dalam kurun waktu tersebut evaluasi di rumah sakit gagal mendeteksi
penyebabnya. Persistent pyrexia of unknown origin, atau lebih dikenal sebagai fever
of unknown origin (FUO) didefinisikan sebagai demam yang berlangsung selama
minimal 3 minggu dan tidak ada kepastian diagnosis setelah investigasi 1 minggu di
rumah sakit.

13

14

D. Langkah IV :Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan


sementara mengenai permasalahan pada langkah III
Demam

Anoreksia ketika demam

Patogenesis
Tanpa syok
Penyakit exantema
anak

Pato

Kasus 2

Kasus 1

Dengan Syok
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Kasus 1
- Campak
- Rubella
- Roseola

Diagnosis Banding
Terapi
- Anti piretik pada anak
- Terapi lain

Prognosis, komplikasi

15

Kasus 2
- Demam Berdarah Dengue
- Malaria
- Demam typoid
- Dengue fever
-Leukimia

E. Langkah V : Merumuskan tujuan pembelajaran


Tujuan pembelajaran (learning objectives) pada skenario III ini adalah
menjelaskan tentang:
1. Mengetahui tentang patogenesis pilek tetapi tidak disertai batuk dan diare
pada anak di kasus pertama
2. Mengetahui penyebab anak tidak mau makan dan minum pada skenario kasus
pertama
3. Mengetahui diagnosis banding dan diagnosis kerja pada skenario kasus 1 dan
4.
5.
6.
7.

2.
Koordinasi dengan Dinas Kesehatan pada skenario kasus 2.
Mengetahui pemeriksaan fisik pada kasus 2
Mengetahui tata laksana penanggulangan kasus 2 dengan dan tanpa syok.
Mengetahui manfaat pentingnya mengetahui kaitan sakit yang dialami

tetangga
8. pemeriksaan penunjang pada skenario kedua kasus.
9. Mengetahui tatalaksana (terapi) dari skenario kedua kasus.
10. Mengetahui fungsi, indikasi, kontraindikasi, dan cara pemakaian obat
antipiretik pada anak.
11. Patogenesis Syok mengenai sistem RAA
F. Langkah VI : Mengumpulkan informasi baru
Masing-masing anggota kelompok kami telah mencari sumber sumber
ilmiah dari beberapa buku referensi maupun akses internet yang sesuai dengan topik
diskusi tutorial ini secara mandiri untuk disampaikan dalam pertemuan berikutnya.

16

G. Langkah VII : Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang
diperoleh
1. PATOGENESIS PILEK TANPA DISRTAI DEMAM DAN DIARE PADA
BALITA KASUS PERTAMA.
Pilek pada pasien menandakan bahwa kemungkinan agen penyebab penyakit
didapat dari saluran pernapasan. Tidak ada diare menandakan kemungkinan
agen penyebab tidak didapat dari makanan atau jalur gastrointestinal seperti
pada penyakit demam tifoid.
Sel endothelial pada pembuluh darah kecil di seluruh badan memperlihatkan
bukti adanya infeksi virus campak secara jelas (misalnya, ditemukan badan
inklusi antigen virus campak, atau RNA) pada saat gejala prodromal dan
munculnya ruam pada kulit. Hal ini disertai dengan pelebaran pembuluh
darah, peningkatan permeabilitas pembuluh darah, inflitrasi sel mononuclear,
dan terjadinya infeksi di sekitar jaringan. Sel endotel yang diinfeksi
tampaknya memegang peranan utama dalam pathogenesis, sehingga terjadi
perubahan pada kulit, konjungtiva, dan membrane mukosa.
Penyakit campak ditransmisikan melalui droplet respirasi. Virus dari droplet
dapat aktif dan menular hingga 2 jam baik di udara bebas maupun di suatu
permukaan. Lokasi infeksi awal biasanya terjadi di epitel trachea dan bronkus.
Lokasi infeksi ini yang menimbulkan munculnya gejala prodormal seperti
demam, konjungtivitis, batuk, dan koriza.
Dari hasil pemeriksaan histopatologi ruam yang disebabkan oleh virus
campak memberikan kesan bahwa, kejadian pertama adalah infeksi sel
endothelial kulit, selanjutnya diikuti dengan penyebaran infeksi ke dalam
epidermis yang tumpang-tindih dengan sel epithelial pada stratum
granulosum, sehingga terbentuk keratosis fokal dan edema, dan terjadi
akumulasi bentuk sel epithelial raksasa dan infiltrat perivaskuler.
2. PENYEBAB TIDAK MAU MAKAN DAN MINUM PADA SKENARIO
KASUS PERTAMA.

17

Selain menyebabkan demam, IL-1 juga bertanggung jawab terhadap gejala


lain seperti timbulnya rasa kantuk/tidur, supresi nafsu makan, dan
penurunan sintesis albumin serta transferin. Penurunan nafsu makan
merupakan akibat dari kerjasama IL-1 dan TNF-. Keduanya akan
meningkatkan ekspresi leptin oleh sel adiposa. Peningkatan leptin dalam
sirkulasi menyebabkan negatif feedback ke hipothalamus ventromedial yang
berakibat pada penurunan intake makanan (Luheshi et al., 2000).

3. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING KASUS PERTAMA DAN


KEDUA.
Kasus 1
Campak (measles/rubeola/morbili)
Etiologi
: Morbillivirus (fam. Paramixoviridae)
Masa inkubasi : 14 21 hari.
Masa penularan : 2 hari sebelum gejala prodromal sampai 4 hari timbulnya
erupsi. Cara penularan melalui droplet.

Manifestasi klinis:

Masa prodromal antara 2-4 hari ditandai dengan demam 38,4 40,6C,
koriza, batuk, konjungtivitis, bercak Koplik.

Bercak Koplik timbul 2 hari sebelum dan sesudah erupsi kulit, terletak pada
mukosa bukal posterior berhadapan dengan geraham bawah, berupa papul
18

warna putih atau abu-abu kebiruan di atas dasar bergranulasi atau


eritematosa.

Demam sangat tinggi di saat ruam merata dan menurun dengan cepat setelah
2-3 hari timbulnya eksantema.

Dapat disertai adanya adenopati generali ata dan splenomegali.

Eksantema timbul pada hari ke 3-4 masa prodromal, memudar setelah 3 hari
dan meng-hilang setelah 6-7 hari.

Erupsi dimulai dari belakang telinga dan per-batasan rambut kepala


kemudian menyebar secara sentrifugal sampai ke seluruh badan pada hari
ke-3 eksantema

Eksantema berupa papul eritematosa berbatas jelas dan kemudian


berkonfluensi menjadi bercak yang lebih besar, tidak gatal dan kadang
disertai purpura.

Bercak menghilang disertai dengan hiperpigmentasi kecoklatan dan


deskuamasi ringan yang menghilang setelah 7-10 hari.

Black measles merupakan keadaan yang berat dari campak, terdapat demam
dan delirium diikuti penekanan fungsi pernafasan dan erupsi hemo-ragik
yang luas.

Diagnosis:

manifestasi klinis, tanda patognomonik bercak Koplik

isolasi virus dari darah, urin, atau sekret nasofaring

pemeriksaan serologis: titer antibodi 2 minggu setelah timbulnya penyakit

Komplikasi:
Otitis

media,

mastoiditis,

pneumonia,

ensefalomielitis,

subacute

sclerosing

panenchephalitis (SSPE).
Terapi:
Suportif, Karena penyebab Campak adalah virus, maka disebut self-limiting
disease (dapat sembuh sendiri) karena itu kesembuhan sangat tergantung pada daya
tahan tubuh penderitanya. Pengobatan hanya bersifat suportif berupa :
19

Istirahat, sebaiknya pasien ditempatkan pada ruangan hangat dan lembab serta hindari
paparan sinar yang kuat. Biasanya anak anda akan dirawat dalam ruang isolasi untuk
mencegah penyebaran penyakit hingga empat hari setelah bercak muncul, setelah itu
anak dapat beraktivitas biasa
Obat penurun panas
Asupan cairan yang cukup.
Vitamin A (100.000IU untuk usia 6 bulan- 1 tahun, dan 200.000IU untuk usia > 1
tahun).
Vitamin A diberikan bila usia anak 6 bulan sampai 2 tahun saat terkena campak, atau
anak
dengan daya tahan tubuh rendah atau memiliki penyakit yang menghalangi
penyerapan vitamin A.
Campak umum sebelum tahun 1966, maka kebanyakan orang yang lahir sebelum itu
mempunyai kekebalan. Orang yang menghadapi risiko campak termasuk:
-

Orang yang lahir pada atau sejak tahun 1966 yang belum pernah menderita
campak dan belum pernah menerima dua dosis vaksin CampakGondong-

Rubela (MMR) dari usia 12 bulan.


Orang yang mempunyai sistem kekebalan yang lemah (mis. orang yang
sedang menerima kemoterapi atau radioterapi untuk kanker atau orang yang
sedang menerima dosis besar obat steroid) meskipun telah diimunisasi

sepenuhnya atau menderita infeksi campak sebelumnya.


Orang yang tidak mempunyai kekebalan dan melakukan perjalanan ke luar

negeri.
Vaksin adalah cara untuk mencegah Campak. Bahkan di Indonesia, setiap
anak wajib untuk imunisasi campak saat anak berusia 9 bulan. Vaksin yang
diberikan dapat hanya campak saja yaitu saat usia 9 bulan (cukup sekali saja),
atau gabungan campak, gondongan dan campak jerman (MMR) saat usia 1215 bulan. Untuk vaksin MMR, akan diberikan dosis kedua saat anak berusia
4-6 tahun. Orang dewasa dapat mengulang imunisasi Campak saat masuk
kuliah atau saat mau bekerja.

20

Virus Morbilli pada ibu hamil muda (1-2 bulan pertama) kemungkinan besar
mengalami abortus (keguguran), bila terinfeksi pada kehamilan selanjutnya,
maka bayi yang dilahirkan kemungkinan mengalami kelainan kongenital,
berat badan lahir rendah atau lahir mati. Karenanya pada wanita yang
merencanakan kehamilan dan belum pernah divaksin Campak, dianjurkan
untuk divaksin Campak terlebih dulu, atau diberikan vaksin gabungan yang
ada komponen campaknya seperti MMR (measles, mumps,rubella).
Campak adalah penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin. Hampir 95%
anak yang mendapat vaksin tidak akan terkena campak, jadi kecil
kemungkinan terkena lagi. Tetapi kadar kekebalan tubuh terhadap virus
campak semakin menurun seiring bertambahnya usia, karena itu vaksin
diulang lagi saat dewasa. Bila tidak diulang maka kemungkinan terkena lagi
akan ada.
Komplikasi timbul pada 5-15% dari keseluruhan kasus campak. Komplikasi
yang dapat muncul adalah otitis media (radang telinga), pneumonia (radang
paru), laryngitis, dan eksaserbasi (munculnya infeksi dari kuman yang
dorman) Tuberkulosis. Tapi yang paling ditakutkan adalah komplikasi pada
system saraf anak, komplikasi tersebut berupa ensefalitis/radang otak (paling
sering), sindroma Guillain-Barr,kelumpuhan, neuritis retrobulbar/radang
saraf mata (jarang terjadi). Biasanya kematian timbul akibat komplikasi yang
timbul.
Komplikasi ini akan lebih mudah terjadi pada anak yang memang sebelum
sakit sudah mempunyai daya tahan tubuh yang lemah seperti pada anak
dengan gizi buruk, tbc, penyakit keganasan (mis. leukemia) dll.
Jaga tubuh anak agar tetap bersih sehingga dia tetap merasa nyaman. Boleh
saja anak dimandikan atau dilap seluruh tubuhnya. Pendapat yang mengatakan
kalau anak campak tidak boleh dimandikan adalah keliru karena bila tubuhnya
kotor dan berkeringat akan menimbulkan rasa lengket dan gatal luar biasa.
Dorongan menggaruk kulit yang gatal bisa menimbulkan infeksi berupa bisulbisul kecil bernanah. Gunakan sabun bayi yang tak terlalu merangsang kulit

21

dan gosoklah kulitnya perlahan. Sehabis mandi, keringkan dan taburi dengan
bedak salycyl talc.
Campak Atipik
Etiologi : Imnunisasi oleh vaksin virus campak yang telah dimatikan
Patogenesis : Delayed hypersensitivity terhadap antigen virus
Manifestasi klinis:
Demam tinggi, nyeri kepala, nyeri otot dan nyeri perut yang disertai pneu monitis.
Erupsi kulit tidak seperti campak yaitu berupa urtikaria, maku-lopapular, ptekie,
purpurik dan kadang vesikular dengan predileksi pada ekstremitas. Dapat terjadi
edema pada lengan dan kaki serta hiperestesi pada kulit. Bentuk dan distribusi dari
eksantema menyerupai rocky mountain spotted fever.
Terapi: Simtomatik.
Pencegahan: Imunisasi oleh vaksin virus campak hidup yang dilemahkan.

Rubela (German Measles)


Etiologi

: Rubivirus (fam. Togaviridae), virus RNA.

Masa Inkubasi

: 14-21 hari

Masa penularan

: Sejak akhir masa inkubasi sampai 5 hari setelah timbulnya

ruam. Cara penularan melalui droplet.

22

Manifestasi klinis :

Masa prodromal 1-5 hari ditandai dengan demam subfebris, malaise, anoreksia,
konjungtivitis ringan, koriza, nyeri tenggorokan, batuk dan limf deno-pati. Gejala
cepat menurun setelah hari pertama timbulnya ruam.

Demam berkisar 380C 38,70C. Biasanya timbul dan menghilang bersamaan


dengan ruam kulit.

Enantema

pada

rubela

(Forschheimer

spots)

ditemukan

pada

periode

prodrodromal sampai satu hari setelah timbulnya ruam, berupa bercak pinpoint
atau lebih besar, warna merah muda, tampak pada palatum mole sampai uvula.
Bercak Forsch heimer bukan tanda patognomonik.

Terdapat limfadenopati generalisata tapi lebih sering pada nodus limfatikus


suboksipital, retroaurikular atau suboksipital.

Eksantema berupa makulopapular, eritematosa, diskret. Pertama kali ruam tampak


di muka dan menyebar ke bawah dengan cepat (leher,badan, dan ekstremitas)
Ruam pada akhir hari pertama mulai merata di badan kemudian pada hari ke dua
ruam di muka mulai menghilang, dan pada hari ke tiga ruam tampak lebih jelas di
ekstremitas sedangkan di tempat lain mulai menghilang.

Diagnosis:
Prodromal ringan, ruam menghilang dalam 3 hari, limfadenopati retroaurikular dan
suboksipital. Isolasi virus, virus ditemukan pada faring 7 hari sebelum dan 14 hari
sesudah timbulnya ruam. Serologis dapat dideteksi mulai hari ke tiga timbulnya ruam.
Komplikasi: Jarang pada anak. Komplikasi dapat berupa artritis, purpura
danensefalitis.
Pencegahan: vaksinasi MMR

Roseola Infantum (Exanthem Subitum)

23

etiologi : HHV 6
Inkubasi: sulit diketahui

Manifestasi klinis:

Perjalanan penyakit dimulai dengan demam tinggi mendadak mencapai 4040,60C, anak tampak iritabel, anoreksia, biasanya terdapat koriza, konjungtivitis
dan batuk. Demam menetap 3-5 hari dan menurun secara mendadak ke suhu
normal disertai timbulnya ruam.

Ruam tampak pertama kali di punggung dan menyebar ke leher, ekstremitas atas
muka, dan ektremitas bawah.

Ruam berwarna merah muda, makulopapular, diskret, jarang koalesen sehingga


mirip dengan lesi rubela.

Lamanya timbul erupsi 1-2 hari, kadang dapat hilang dalam beberapa jam. Ruam
hilang tidak meninggalkan bekas berupa pigmentasi atau deskuamasi.

Diagnosis: Manifestasi klinis penurunan hitung leukosit.


Terapi: Simptomatis.
Kasus 2
1. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Patogenesis
Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus sebagai
vector ketubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Infeksi yang pertama

24

kali dapat member gejala sebagi DD. Apabila orang tersebut mendapat infeksi
berulang oleh tipe virus dengue.
Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama
mungkin memberi gejala sebagai demam dengue. Reaksi yang amat berbeda akan
tampak bila seseorang mendapat infeksi yang berulang dengan tipe virus dengue
yang berlainan. Hipotesis infeksi sekunder (the secamdary heterologous infection/
the sequential infection hypothesis) menyatakan bahwa demam berdarah dengue
dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi dengue pertama kali mendapat
infeksi berulang dengue lainnya. Re infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi
amnestif antibodi yang akan terjadi dalam beberapa hari mengakibatkan
proliferasi dan transformasi limsofit dengan menghasilkan titik tinggi antibodi Ig
G antidengue. Disamping itu replikasi virus dengue terjadi juga dalam limsofit
yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal
ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen antibody (virus
antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem
komplemen pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan
peningkatan permeabilitis dinding pembuluh darah dan merembesnya plasing dari
ruang intravascular ke ruang ekstravascular.

25

Penatalaksana
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi
suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan
hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan
tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan
pasien harus tetap dijaga terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak
mampu
dipertahankan,
maka

dibutuhkan

suplemen
melalui
untuk

caiaran
intravena
mencegah

dehidrasi

dan

hemokonsentraasi
secara bermakna.
Penatalaksanaan
DD atau DBD tanpa
penyulit

bias

dengan tirah baring.


Dan dengan makan
makanan lunak, bila
belum

memiliki

nafsu makan diberi


minum 1,5-2 liter
dalam 24 jam (susu,
air dengan gula, atau
sirop) atau air tawar
ditambah garam.
Pasien DHF perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda renjatan, yaitu:

26

o
o
o
o

Keadaan umum memburuk


Hati makin membesar
Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia
Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala

Dalam hal ditemukan tanda-tanda dini tersebut, infus harus disiapkan dan
terpasang pada pasien. Obervasi meliputi pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan
umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernafasan, serta Hb dan Ht setiap 4 6 jam
pada hari pertama pengamatan, selanjutnya tiap 24 jam.
Terapi untuk SSD bertujuan utama untuk mengembalikan volume cairan
intravaskular ke tingkat yang normal, dan hal ini dapat tercapai dengan pemberian
segera cairan intravena. Jenis cairan dapat berupa NaCl faali, laktat Ringer atau
bila terdapat renjatan yang berat dapat dpaki plasma atay ekspander plasma.
Jumlah cairan dan kecepatan pemberian cairan disesuaikan dengan perkembangan
klinis.
Kecepatan permulaan tetesan ialah 20 ml / kg berat badan, dan bila renjatan telah
dilatasi, kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 ml / kg berat badan / jam. 5Pada
kasus dengan renjatan berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan bila tak tampak
perbaikan, diusahakan pemerian plasma atau ekspander plasma atau dekstran atau
preparat hemasel dengan jumlah 15 29 ml / kg berat badan. Dalam hal ini perlu
diperhatikan keadaan asidosis yang harus dikireksi dengan Nabikarbonas. Pada
umumnya untuk menjaga keseimbangan volume intravaskular, pemberian cairan
intravena baik dalam bentuk elektrolit maupun plasma dipertahankan 12 48 jam
setelah renjatan teratasi. Tranfusi darah dilakukan pada:
-

Pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemesis dan

melena)
Pasien SSD pada pemeriksan berkala, menunjukan penurunan kadah Hb

dan Ht.
DIG diperkirakan merupakan penyebab utama perdarahan. Bila dengan
pemeriksaan hemostasis terbukti adanya DIG, heparin perlu diberikan.

Derajat Penyakit

27

Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudah
ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi)
Derajat I

Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah
uji bendung.

Derajat II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi
Derajat III menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit
dingin dan lembap dan anak tampak gelisah.
Derajat IV

Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak
terukur.

28

Prognosis
Kematian karena demam dengue hamper tidak ada. Pada DBD/ DSS mortalitasnya
cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta
menunjukan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan
daripada anak-anak.
2. Malaria
Pada anamnesis ditanyakan gejala penyakit dan riwayat bepergian ke daerah endemic
malaria. Gejala dan tanda yang dapat ditemukan seperti demam, splenomegali,
anemia, dan ikterus. Demam khas pada malaria terdiri atas 3 stadium, yaitu menggigil
(15 menit- 1 jam), puncak demam (2-6 jam), dan berkeringat (2-4 jam). Demam akan
mereda secara bertahap karena tubuh dapat beradaptasi terhadap parasit dalam tubuh
dan ada respons imun. Splenomegali merupakan gejala khas malaria kronik. Limpa
mengalami kongesti, menghitam, dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit
parasit dan jaringan ikat yang bertambah. Derajat anemia tergantung pada spesies
penyebab, yang paling berat adalah anemia karena P.falciparum. anemia disebabkan
oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan, eritrosit normal tidak dapat hidup lama,
gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang.
Ikterus disebabkan karena hemolisis dan gangguan hepar.
Patogenesis
Patogenesis malaria ada dua cara yaitu alami, melalui gigitan nyamuk ke tubuh
manusia. Atau dengan induksi, jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam
darah manusia melalui transfusi, suntukan, atau pada bayi baru lahir melalui plasenta
ibu yang terinfeksi (Kongenital).
Etiologi
Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang termasuk dalam genus plasmodium
dari family plasmodidae. Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit (sel
darah merah) dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan di eritrosit.
Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk yaitu anopheles betina. Secara

29

keseluruhan ada lebih dari 100 plasmodium yang menginfeksi binatang (82 pada jenis
burung dan reptile dan 22 pada binatang primata).
Plasmodium sebagai penyebab malaria terdiri dari empat spesies, yaitu Plasmodium
vivak, P.falcifarum, P. malariae, dan P. ovale. Malaria juga melibatkan hospes
perantara, yaitu manusia maupun vetebrata lainya, dan hospes defenitif, yaitu nyamuk
anopheles.
Working Diagnosis (WD/)
Diagnosa malaria sering memerlukan anamnesa yang tepat dari penderita tentang asal
penderita apakah dari daerah endemic malaria, riwayat bepergian kedaerah malaria,
riwayat pengobatan kuratip maupun preventip. Pemeriksaan tes darah tepi
menemukan adanya parasit malaria untuk menegakkan diagnose. Pemeriksaan darah
dilakukan minimal 3 kali.
Penatalaksanaan
Terapi spesifik untuk malaria bergantung pada spesies yang didapat, cara perolehan,
dan tempat perolehan. Klorokuin merupakan terapi malaria yang didapat di temapt
yang tidak mempunyai malaria resisten-klorokuin. Pada daerah dengan P. falciparum
yang diketahui resisten-klorokuin, terapi terdiri dari kina ditambah pirimetamin /
sulfadoksi atau kina ditambah doksisiklin, tetrasiklin, atau meflokuin. Penyakit berat
mungkin memerlukan penggunaan kina atau quinidin intravena. Untuk mencegah
kekambuhan infeksi P. ovale dan P. vivax yang ditularkan nyamuk, primakuin
digunakan untuk melenyapkan fase hepatic siklus parasit. Karena fase hepatic tidak
terjadi pada infeksi P. malariae atau P. falciparum congenital atau yang didapat
dengan transfuse, perimakuin tidak diindikasikan pada situasi ini. Primaquin
merangsang terjadinya hemolisis pada pasien dengan defisiensi G6PD. Pada penyakit
berat, dukungan multisystem, transfuse, dan kemungkinan transfuse tukar diperlukan.
3. Leukimia
Leukimia (kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah
putih yang diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow). Sum tulang atau bone
marrow ini dalam tubuh manusia memproduksi tiga type sel darah diantaranya sel

30

darah putih (berfungsi sebagai daya tahan tubuh melawan infeksi), sel darah merah
(berfungsi membawa oxygen ke dalam tubuh) dan platelet (bagian kecilsel darah
yang membantu proses pembekuan
Leukimia umunya muncul pada diri seseorang sejak dimasa kecilnya. Sumsum tulang
tanpa diketahui dengan jelas penyebabnya telah memproduksi sel darah putih yang
berkembang tidak normal abnormal. Normalnya, sel darah putih mereproduksi ulang
bila tubuh memerlukannya atau ada tempat bagi sel darah sendiri. Tubuh manusia
akan memberikan tanda/signal secara teratur kapan sel darah diharapkan diproduksi
kembali.
Tanda dan Gejala
-

Anemia. Penderita akan menampakkan cepat lelah, pucat dan bernafas cepat
(sel darah merah di bawah normal menyebabkan oksigen dalam tubuh kurang,

akibatnya penderita bernafas cepat sebagai kompensasi)


Perdarahan. Ketika platelet tidak terproduksi dengan wajar karena didominasi
oleh sel darah putih, maka penderita akan mengalami perdarahan di jaringan

kulit (banyaknya jentik merah lebar/kecil dijaringan kulit.


Terserang infeksi, sel darah putih yang diproduksi tidak berfungsi

sebagaimana mestinya.
Nyeri Tulang dan persendian
Nyei perut
Pembengkakan kelenjar limpa
Kesulitan bernapas

Diagnosa
Penyakit leukemia biasanya dimulai dari gejala yang muncul, seperti anemia,
perdarahan dan darah (complete blood count (CBC)), CT atau CAT scan, MRI, Xray, Ultrasound, Spinal/lumbar puncture.
Penanganan
-

Kemoterapi, pengobatan intratekal


Terapi radiasi, metode ini sangat jarang digunakan
Transplantasi bone marrow
Pemberian obat-obatan tablet dan suntik
Transusi sel darah merah atau platelet

31

4. PENCEGAHAN MEMUTUS RANTAI PENULARAN PADA

PASIEN 2

DAN KOORDINASI DINAS KESEHATAN


Salah satu pencegahan rantai penularan pada kasus pasien 2 dengan cara
melakukan teknik dasar 3M Plus. Teknik dasar 3M Plus yang telah
disosialisasikan antara lain: 1) menutup adalah memberi tutup yang rapat pada
tempat air ditampung seperti bak mandi, kendi, gentong air, botol air minum, dan
tempat penampungan air lainnya; 2) menguras adalah membersihkan tempat yang
sering dijadikan tempat penampungan air seperti kolam renang, bak mandi, ember
air, tempat air minum, penampung air di belakang kulkas, penampungan air
tetesan dispenser, dan tempat penampungan air lainnya; 3) mengubur adalah
memendam di dalam tanah sampah plastik atau barang bekas yang memiliki
potensi menampung air hujan sehingga dapat menjadi tempat nyamuk vektor
DBD

bertelur. Selain

itu,

ditambahkan

kegiatan

pencegahan

meliputi

menggunakan obat nyamuk/antinyamuk sesuai dosis dan petunjuk pemakaian


pada kemasan; menggunakan kelambu saat tidur siang dan malam hari; menanam
tanaman pengusir nyamuk seperti lavender, zodia; memelihara ikan yang dapat
memakan jentik nyamuk pada kolam atau bak mandi; menghindari daerah gelap
di dalam rumah agar tidak ditempati nyamuk dengan mengatur ventilasi dan
pencahayaan; serta memberi bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang
sulit dibersihkan.
Langkah pencegahan penularan ini dapat digunakan untuk mencegah penyakit
menular, terutama pada daerah endemis.Contoh langkah 3M Plus ini dapat
digunakan untuk membatasi nyamuk sebagai vektor pada kasus DBD.

32

Alur Penanggulangan KLB-DBD

33

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG PADA PASIEN KASUS 2


DBD
Manifestasi klinis pasien 2 mirip dengan penyakit DBD maka perlupemeriksaan
laboratorium. Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:

Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ketiga dapat ditemui
limfosit relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma
biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan
meningkat.

Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8

Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan


hematokrit > 20% dari hematokrit awal, umumnya mulai pada hari ketiga
demam.

Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Diner, atau


FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan
darah.

Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.

SGOT/SGPT dapat meningkat

Ureum,kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal

Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan

Golongan darah dan cross match : bila diberikan transfuse darah atau
komponen darah.

Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.


IgM : terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,
menghilang setelah 60-90 hari.
IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terditeksi pada hari ke 14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terditeksi pada hari ke 2

Pemeriksaan radiologis : Pada foto dada didapatkan efusi pleura terutama


pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi
pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan rongen dada

34

sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kananan (pasien tidur pada sisi badan
sebelah kanan). Asites dengan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.
Malaria
Pada pemeriksaan laboratorium malaria, dapat ditemukan :

Anemia berat (hematokrit < 15%; hemoglobin < 5 g/dl)

Hipoglikemia (glukosa darah < 2.5 mmol/liter atau < 45 mg/dl).


Pada anak yang mengalami penurunan kesadaran dan/atau kejang, lakukan
pemeriksaan glukosa darah. Selain itu, pada semua anak yang dicurigai
malaria berat, lakukan pemeriksaan:
Tetes tebal (dan apusan darah tipis untuk identifikasi spesies)

Hematokrit
Bila dicurigai malaria serebral (misalnya pada anak yang mengalami koma
tanpa sebab yang jelas) dan bila tidak ada kontra-indikasi, lakukan pungsi
lumbal untuk menyingkirkan meningitis bakteri.Jika hasil temuan klinis
mencurigai malaria berat dan hasil asupan darah negatif, ulangi apusan darah.

6. TATALAKSANA PADA KASUS DENGAN SYOK DAN TANPA SYOK


a Tatalaksana kasus tanpa syok
1 Tatalaksana Demam Berdarah Dengue tanpa syok
Anak dirawat di rumah sakit
Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air sirup,
susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,
muntah/diare.

35

Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen

karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.


Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
o Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat
o Kebutuhan cairan parenteral

Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam

Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam

Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam

o Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam
o Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan
jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena
biasanya hanya memerlukan waktu 2448 jam sejak kebocoran pembuluh
kapiler spontan setelah pemberian cairan.

Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tata


laksana syok terkompensasi (compensated shock).

36

Tatalaksana malaria
Obati anak secara rawat jalan dengan obat anti malaria lini pertama, seperti yang
direkomendasikan pada panduan nasional.Terapi yang direkomendasikan WHO
saat ini adalah kombinasi artemisinin sebagai obat lini pertama (lihat rejimen yang
dapat digunakan di halaman berikut).Klorokuin dan Sulfadoksin-pirimetamin tidak
lagi menjadi obat anti malaria lini pertama maupun kedua karena tingginya angka
resistensi terhadap obat ini di banyak negara untuk Malaria falsiparum. Berikan
pengobatan selama 3 hari dengan memberikan rejimen yang dapat dipilih di bawah
ini :

Artesunat ditambah amodiakuin. Tablet terpisah 50 mg artesunat dan 153 mg


amodiakuin basa (saat ini digunakan dalam program nasional)
Artesunat : 4 mg/kgBB/dosis tunggal selama 3 hari
Amodiakuin : 10 mg-basa/kgBB/dosis tunggal selama 3 hari;

Dehidroartemisinin ditambah piperakuin (fixed dose combination). Dosis


dehidroartemisin: 2-4 mg/kgBB, dan piperakuin: 16-32 mg/kgBB/dosis
tunggal. Obat kombinasi ini diberikan selama tiga hari.

Artesunat ditambah sulfadoksin/pirimetamin (SP). Tablet terpisah 50 mg


artesunat dan 500 mg sulfadoksin/25 mg pirimetamin:
o Artesunat : 4 mg/kgBB/dosis tunggal selama 3 hari
o SP : 25 mg (Sulfadoksin)/kgBB/dosis tunggal

Artemeter/lumefantrin. Tablet kombinasi yang mengandung 20 mg artemeter dan


120 mg lumefantrin:

Artemeter : 3.2 mg/kgBB/hari, dibagi 2 dosis

Lumefantrin : 20 mg/kgBB

Tablet kombinasi ini dibagi dalam dua dosis dan diberikan selama 3 hari.

Amodiakuin ditambah SP. Tablet terpisah 153 mg amodiakuin basa dan 500
mg sulfadoksin/25 mg pirimetamin

37

o Amodiakuin : 10 mg-basa/kgBB/dosis tunggal


o SP : 25 mg (Sulfadoksin)/kgBB/dosis tunggal
Untuk Malaria falsiparum khusus untuk anak usia> 1 tahun tambahkan primakuin
0.75 mg-basa/kgBB/dosis tunggal selama 1 hari. Untuk vivax, ovale dan malariae
tambahkan primakuin basa 0.25 mg/kgBB/hari dosis tunggal selama 14 hari
b Tatalaksana kasus dengan syok
1 Tatalaksana syok hipovolemia

First Aid

Ketika terdapat pasien yang menunjukkan tanda dan gejala syok hipovolemia,
tindakan pertama adalah sesegera mungkin mencari bantuan medis.
Sementara menunggu bantuan medis datang, lakukan hal hal berikut :
1

Buat pasien merasa nyaman dan hangat (untuk mencegah terjadinya


hipotermia)

Pastikan bahwa tidak ada permasalahan pada ABC (Airway, Breathing,


and Circulation)

Apabila tampak akadanya pendarahan eksternal, maka lakukan penekanan


secara langsung pada lokasi perdarahan. Apabila hal tersebut gagal
lakukan penekanan secara tidak langsung atau pun dengan cara
memberikan torniquet.

Baringkan pasien dalam posisi datar dengan kaki ditinggikan 45 derajat


untuk mempertahankan sirkulasi. Apabila terdapat cidera pada kepala,
leher, tungkai bawah, seperti fraktur, maka jangan berusaha untuk
digerakkan sebelum sudah terfiksasi dengan baik kecuali apabila pasien
dalam keadaan darurat

Jika terjadi reaksi alergi, tangani reaksi alergi terebut. Hospitalisasi


bertujuan untuk mengani cairan atau darah yang hilang ketika terjadi
syok.

38

Field Care
Pada perawatan di lapangan atau saat transportasi menuju ke rumah sakit,

berikan oxygen kepada pasien untuk mempertahan splai oksigen ke jaringan.Terapi


cairan intravena seperti pemberian Ringer Lactat dapat mengkompensasi kehilangan
darah pada pasien, namuncairan intravena tidak mengangkut darah pada pasien,
sehingga tetap lebih baik untuk mendapatkan tranfusi darah.
Selain itu juga, dilakukan metode "Permissive Hypotension" terutama pada
pasien trauma, yaitu melakukan terapi cairan secara restriktif sehingga tekanan
darah sistolik miningkat tanpa mencapai normotensif (tekanan darah normal),
dengan tujuan untuk mencegah terlarutnya faktor pembekuan secara berlebihan.

Hospital Care

Ketika pasien dirumah sakit, dilakukan beberapa pemeriksaan meliputi :


1

Daah rutin, Kimia darah

Central venous Line/ Tekanan Darah

Analisis Gas darah (AGD)

Pengukuran urin output melalui kateter

Saturasi Oksigen

Selanjutnya dilakukan intervensi sebagai berikut :


1

Pasang Oksigen sesuai kebutuhan

Pasang jalur IV untuk bisa dilakukan resusitasi cairan. Cairan Kristaloid


bermanfaat jika diberikan pada stage 2 syok hipovolemik dan dibutuhkan
pada stage 3 dan 4. Pemberian transfusi darah diindikasikan jika Hb < 10

Pembedahan pada tempat pendarahan

Terapi inotropik (dopamin, dan noradrenalin)

Prognosis
Syok hipovolemik merupakan kondisi gawat darurat. Prognosis nya bergantung dari :

Jumlah darah / cairan yang hilang

39

Laju hilang nya darah/ cairan

Penyakit atau cidera yang menyebabkan kehilangan darah

penyakit yang menyertai, seperti diabetes, penyakit jantung, paru-paru, dan


ginjal

Komplikasi

Kerusakan Ginjal

Kerusakan Otak

Gangren pada lengan atau tungkai hingga amputasi

Serangan Jantung

Syok yang berat dapat berujung pada kematian

Tatalaksana syok pada Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)


Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah
terapi suportif.Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan
hingga kurang dari 1%.Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan
yang paling penting dalam penanganan kasus DBD.Asupan cairan pasien harus tetap
dijaga terutama cairan oral.Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu
dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen caiaran melalui intravena untuk mencegah
dehidrasi dan hemokonsentraasi secara bermakna.
Penatalaksanaan DD atau DBD tanpa penyulit bias dengan tirah baring. Dan
dengan makan makanan lunak, bila belum memiliki nafsu makan diberi minum 1,5-2
liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula, atau sirop) atau air tawar ditambah garam.
Pasien DHF perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda renjatan,
yaitu:
- Keadaan umum memburuk
- Hati makin membesar
Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia
-Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala

40

Dalam hal ditemukan tanda-tanda dini tersebut, infus harus disiapkan dan terpasang
pada pasien. Obervasi meliputi pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan umum, nadi,
tekanan darah, suhu dan pernafasan, serta Hb dan Ht setiap 4 6 jam pada hari
pertama pengamatan, selanjutnya tiap 24 jam.
Terapi untuk SSD bertujuan utama untuk mengembalikan volume cairan
intravaskular ke tingkat yang normal, dan hal ini dapat tercapai dengan pemberian
segera cairan intravena.Jenis cairan dapat berupa NaCl faali, laktat Ringer atau bila
terdapat renjatan yang berat dapat dpaki plasma atay ekspander plasma.Jumlah cairan
dan kecepatan pemberian cairan disesuaikan dengan perkembangan klinis.
Kecepatan permulaan tetesan ialah 20 ml / kg berat badan, dan bila renjatan
telah dilatasi, kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 ml / kg berat badan / jam. 5Pada
kasus dengan renjatan berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan bila tak tampak
perbaikan, diusahakan pemerian plasma atau ekspander plasma atau dekstran atau
preparat hemasel dengan jumlah 15 29 ml / kg berat badan. Dalam hal ini perlu
diperhatikan keadaan asidosis yang harus dikireksi dengan Nabikarbonas.Pada
umumnya untuk menjaga keseimbangan volume intravaskular, pemberian cairan
intravena baik dalam bentuk elektrolit maupun plasma dipertahankan 12 48 jam
setelah renjatan teratasi. Tranfusi darah dilakukan pada:
-Pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemesis dan melena)
- Pasien SSD pada pemeriksan berkala, menunjukan penurunan kadah Hb dan Ht.
DIG diperkirakan merupakan penyebab utama perdarahan. Bila dengan pemeriksaan
hemostasis terbukti adanya DIG, heparin perlu diberikan.

Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secarra
nasal.

Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat secepatnya.

Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20 ml/kgBB


secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian koloid 1020ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.

41

Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan

terjadinya

perdarahan

tersembunyi;

berikan

transfusi

darah/komponen.

Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10 ml/kgBB/jam
dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis dan
laboratorium.

Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam.
Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak
daripada pemberian yang terlalu sedikit

Gambar 3. Alur penanganan DBD

42

Tatalaksana malaria berat


Tindakan gawat darurat harus dilakukan dalam waktu satu jam pertama:

Bila terdapat hipoglikemia atasi sesuai dengan tatalaksana hipoglikemia

Atasi kejang sesuai dengan tatalaksana kejang

Perbaiki gangguan sirkulasi darah (lihat gangguan pada keseimbangan cairan

Jika anak tidak sadar, pasang pipa nasogastrik dan isap isi lambung secara
teratur untuk mencegah risiko pneumonia aspirasi

Atasi anemia berat

Mulai pengobatan dengan obat anti malaria yang efektif (lihat bawah).
Pengobatan Antimalaria
Jika konfirmasi apusan darah untuk malaria membutuhkan waktu lebih dari satu jam,
mulai berikan pengobatan antimalaria sebelum diagnosis dapat dipastikan atau
sementara gunakan RDT.

Artesunat intravena. Berikan 2.4 mg/kgBB intravena atau intramuskular,


yang diikuti dengan 2.4 mg/kg IV atau IM setelah 12 jam, selanjutnya setiap hari 2.4
mg/kgBB/hari selama minimum 3 hari sampai anak bisa minum obat anti malaria
per oral. Bila artesunat tidak tersedia bisa diberikan alternatif pengobatan dengan:

Artemeter intramuskular.Berikan 3.2 mg/kg IM pada hari pertama, diikuti


dengan 1.6 mg/kg IM per harinya selama paling sedikit 3 hari hingga anak bisa
minum obat. Gunakan semprit 1 ml untuk memberikan volume suntikan yang kecil.

Kina-dehidroklorida intravena. Berikan dosis awal (20 mg/kgBB) dalam


cairan NaCl 0.9% 10 ml/kgBB selama 4 jam. Delapan jam setelah dosis awal,

43

berikan 10 mg/kgBB dalam cairan IV selama 2 jam dan ulangi tiap 8 jam sampai
anak bisa minum obat. Kemudian, berikan dosis oral untuk menyelesaikan 7 hari
pengobatan atau berikan satu dosis SP bila tidak ada resistensi terhadap SP
tersebut.Jika

ada

resistensi

SP,

berikan

dosis

penuh

terapi

kombinasi

artemisinin.Dosis awal kina diberikan hanya bila ada pengawasan ketat dari
perawat terhadap pemberian infus dan pengaturan tetesan infus. Jika ini tidak
memungkinkan, lebih aman untuk memberi obat kina intramuskular.

Kina intramuskular. Jika obat kina melalui infus tidak dapat diberikan,
quinine dihydrochloride dapat diberikan dalam dosis yang sama melalui suntikan
intramuskular. Berikan garam kina 10 mg/kgBB IM dan ulangi setiap 8 jam. Larutan
parenteral harus diencerkan sebelum digunakan, karena akan lebih mudah untuk
diserap dan tidak begitu nyeri

Tatalaksana komplikasi perdarahan

Jika terjadi perdarahan berat segera beri darah bila mungkin. Bila tidak, beri
koloid dan segera rujuk.
Penanganan kelebihan cairan
Kelebihan cairan merupakan komplikasi penting dalam penanganan syok. Hal ini
dapat terjadi karena:

kelebihan dan/atau pemberian cairan yang terlalu cepat

penggunaan jenis cairan yang hipotonik

pemberian cairan intravena yang terlalu lama

pemberian cairan intravena yang jumlahnya terlalu banyak dengan kebocoran


yang hebat.
Tanda awal:

napas cepat
tarikan dinding dada ke dalam
efusi pleura yang luas

44

asites
edema peri-orbital atau jaringan lunak.
Tanda-tanda lanjut kelebihan cairan yang beratedema paru

sianosis

syok ireversibel.
Tatalaksana penanganan kelebihan cairan berbeda tergantung pada keadaan apakah
klinis masih menunjukkan syok atau tidak:

anak yang masih syok dan menunjukkan tanda kelebihan cairan yang berat sangat sulit
untuk ditangani dan berada pada risiko kematian yang tinggi. Rujuk segera.
Jika syok sudah pulih namun anak masih sukar bernapas atau bernapas cepat dan
mengalami efusi luas, berikan obat minum atau furosemid intravena 1 mg/kgBB/dosis
sekali atau dua kali sehari selama 24 jam dan terapi oksigen
Jika syok sudah pulih dan anak stabil, hentikan pemberian cairan intravena dan jaga
anak agar tetap istirahat di tempat tidur selama 2448 jam. Kelebihan cairan akan
diserap kembali dan hilang melalui diuresis..
Pemantauan
Untuk anak dengan syok:Petugas medik memeriksa tanda vital anak setiap jam
(terutama tekanan nadi) hingga pasien stabil, dan periksa nilai hematokrit setiap 6
jam. Dokter harus mengkaji ulang pasien sedikitnya 6 jam.
Untuk anak tanpa syok:Petugas medis memeriksa tanda vital anak (suhu badan,
denyut nadi dan tekanan darah) minimal empat kali sehari dan nilai hematokrit
minimal sekali sehari.
Catat dengan lengkap cairan masuk dan cairan keluar. Jika terdapat tanda berikut:
syok berulang, syok berkepanjangan, ensefalopati, perdarahan hebat, gagal hati akut,
gagal ginjal akut, edem paru dan gagal napas, segera rujuk.
5

Tatalaksana tifoid

45

Obati dengan kloramfenikol (50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis per oral atau
intravena) selama 10-14 hari, namun lihat halaman 78 untuk pengobatan bagi bayi
muda.

Jika tidak dapat diberikan kloramfenikol, dipakai amoksisilin 100 mg/kgBB/hari


peroral atau ampisilin intravena selama 10 hari, atau kotrimoksazol 48 mg/kgBB/hari
(dibagi 2 dosis) peroral selama 10 hari.

Bila klinis tidak ada perbaikan digunakan generasi ketiga sefalosporin seperti
seftriakson (80 mg/kg IM atau IV, sekali sehari, selama 5-7 hari) atau sefiksim oral
(20 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis selama 10 hari).
Perawatan penunjang
Jika anak demam ( 39 C) berikan parasetamol.
Pemantauan :Awasi tanda komplikasi.
Komplikasi:Komplikasi demam tifoid termasuk kejang, ensefalopati, perdarahan dan
perforasi usus, peritonitis, koma, diare, dehidrasi, syok septik, miokarditis, pneumonia,
osteomielitis dan anemia. Pada bayi muda, dapat pula terjadi syok dan hipotermia
7. KAITAN TETANGGA DENGAN PASIEN KASUS 2
Kemungkinan tetangga pasien 2 terinfeksi dengue virus yang dibawa nyamuk
aides aigepty kemudian ditularkan pada pasien 2 melalui gigitan. Nyamuk Aedes
aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk
lain. Nyamuk ini mempunyai dasar hitam dengan bintik- bintik putih pada bagian
badan, kaki, dan sayapnya.Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan
tumbuhan atan sari bunga untuk keperluan hidupnya.Sedangkan yang betina
mengisap darah.Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia dari pada
binatang.Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari.Aktivitas
menggigit biasanya pagi (pukul 9.00-10.00) sampai petang hari (16.0017.00.Aedes aegypti mempunyai kebiasan mengisap darah berulang kali untuk
memenuhi lambungnya dengan darah.
8. PEMERIKSAAN FISIK PADA SKENARIO KASUS 2.

46

Pemeriksaan fisik
Bagi pasien demam dengue saja tidak ditemukan kelainan. Bagi
pasien Demam Berdarah Dengue (DBD), nadi pasien mula-mula cepat dan
kemudian menjadi normal dan melambat pada hari ke 4 dan 5. Brakinardi
dapat menetap selama beberapa hari selama masa penyembuhan. Dapat juga
ditemukan lidah kotor dan mengalam kesulitan dalam buang air besar. Pada
mata terdapat pembengkakan, injeksi, konjungtiva, lakrimasi dan fototobia.
Eksantem dapat muncul di awal demam yang terlihat jelas di muka dan dada,
berlangsung beberapa jam lalu akan muncul kembali pada hari ke 3 hingga 6
dan berupa bercak di lengan dan kaki lalu di seluruh tubuh.
Pada DBD, dapat terjadi gejala pendarahan pada hari ke 3 hingga 5 berupa
ptekiae, purpura, ekimosis, hemotemesis, melena dan epistaksis. Hati
umumnya membesar dan terdapat nyeri tekan yang tak sesuai dengan beratnya
penyakit. Pada Sindrom Syok Dengue (SSD), gejala renjatan ditandai dengan
kulit yang terasa lembab dan dingin, sianosis perifer yang terutama tampak
pada ujung hidung, jari-jari tangan dan kaki, serta penurunan tekanan darah.
Renjatan biasanya terjadi pada waktu demam atau saat sengan turun antara
hari ke-3 dan hari ke 7 penyakit.

9. MENGETAHUI TATALAKSANA (TERAPI) DARI SKENARIO KEDUA


KASUS.
Tatalaksana Demam Berdarah Dengue tanpa syok
Anak dirawat di rumah sakit
-

Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air sirup,
susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,

muntah/diare.
Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.
Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:

Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat

47

Kebutuhan cairan parenteral


Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam

Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam

Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam

Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium

(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam


Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan
jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena
biasanya hanya memerlukan waktu 2448 jam sejak kebocoran pembuluh

kapiler spontan setelah pemberian cairan.


Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan
tata laksana syok terkompensasi (compensated shock).

48

Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan Syok

Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secarra
nasal.

Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat secepatnya.

Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20


ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian
koloid 10-20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.

Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan

terjadinya

perdarahan

tersembunyi;

berikan

transfusi

darah/komponen.

Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10
ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam
sesuai kondisi klinis dan laboratorium.

Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam.
Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak
daripada pemberian yang terlalu sedikit

Tatalaksana komplikasi perdarahan

Jika terjadi perdarahan berat segera beri darah bila mungkin. Bila tidak, beri
koloid dan segera rujuk.

Penanganan kelebihan cairan


Kelebihan cairan merupakan komplikasi penting dalam penanganan syok. Hal ini
dapat terjadi karena:

kelebihan dan/atau pemberian cairan yang terlalu cepat

penggunaan jenis cairan yang hipotonik

pemberian cairan intravena yang terlalu lama

49

pemberian cairan intravena yang jumlahnya terlalu banyak dengan kebocoran


yang hebat.

Tanda awal:

napas cepat

tarikan dinding dada ke dalam

efusi pleura yang luas

asites

edema peri-orbital atau jaringan lunak.

Tanda-tanda lanjut kelebihan cairan yang berat

edema paru

sianosis

syok ireversibel.

Tatalaksana penanganan kelebihan cairan berbeda tergantung pada keadaan apakah


klinis masih menunjukkan syok atau tidak:

anak yang masih syok dan menunjukkan tanda kelebihan cairan yang berat
sangat sulit untuk ditangani dan berada pada risiko kematian yang tinggi.
Rujuk segera.

Jika syok sudah pulih namun anak masih sukar bernapas atau bernapas cepat
dan mengalami efusi luas, berikan obat minum atau furosemid intravena 1
mg/kgBB/dosis sekali atau dua kali sehari selama 24 jam dan terapi oksigen
(lihat halaman 302).

Jika syok sudah pulih dan anak stabil, hentikan pemberian cairan intravena
dan jaga anak agar tetap istirahat di tempat tidur selama 2448 jam. Kelebihan
cairan akan diserap kembali dan hilang melalui diuresis.

Pemantauan

Untuk anak dengan syok: Petugas medik memeriksa tanda vital anak setiap
jam (terutama tekanan nadi) hingga pasien stabil, dan periksa nilai hematokrit
setiap 6 jam. Dokter harus mengkaji ulang pasien sedikitnya 6 jam.

50

Untuk anak tanpa syok: Petugas medis memeriksa tanda vital anak (suhu
badan, denyut nadi dan tekanan darah) minimal empat kali sehari dan nilai
hematokrit minimal sekali sehari.

Catat dengan lengkap cairan masuk dan cairan keluar. Jika terdapat tanda berikut:
syok berulang, syok berkepanjangan, ensefalopati, perdarahan hebat, gagal hati akut,
gagal ginjal akut, edem paru dan gagal napas, segera rujuk.
10. MENGETAHUI FUNGSI, INDIKASI, KONTRAINDIKASI, DAN CARA
PEMAKAIAN OBAT ANTIPIRETIK PADA ANAK.
Penggunaan

antipiretik

parasetamol

(acetaminophen)

atau

ibuprofen

direkomendasikan untuk menurunkan demam untuk mengurangi ketidaknyamanan.


Peng-gunaan kombinasi atau alternatif antipiretik tidak dianjurkan. Dosis antipiretik
harus berdasarkan berat badan anak bukan berdasarkan usia. Pemberian oral
parasetamol lebih dianjurkan dibanding pemberian rektal,apabila memungkinkan
penggunaan ibuprofen tidak direkomendasikan pada anak demam disertai varicella
atau dehidrasi. Penggunaan ibuprofen atau parasetamol tidak dikontraindikasikan
pada anak demam dengan asma. Data masih sangat terbatas untuk membentuk
rekomendasi dalam hal penanganan demam pada anak dengan kondisi kronis, tetapi
peringatan harus diberikan pada kasus gagal hati berat atau gagal ginjal berat atau
malnutrisi berat. Bayi baru lahir dengan demam harus dirawat inap karena risiko yang
meingkat terhadap penyakit berat, parasetamol dapat diberikan tetapi dengan
penyesuaian dosis berdasarkan usia gestasi. Penggunaan parasetamol atau ibuprofen
tidak efektif dalam mencegah kejang demam atau efek samping dari vaksinasi
11. PATOGENESIS SYOK MENGENAI SISTEM RAA
Renin Angiotensin Aldosteron System atau disebut juga RAAS adalah suatu
sistem/mekanisme hormon yang mengatur keseimbangan tekanan darah dan cairan
dalam tubuh.

51

Dalam mekanisme ini ada beberapa hormon yang mempunyai peran penting,
diantaranya adalah :

Renin : suatu enzim protein yang dilepaskan oleh ginjal bila tekanan arteri turun

Angiotensin : merupakan enzim yang dibagi menjadi; angiotensin 1( enzim yang


mempunyai sifat vasokonstriktor ringan tapi dapat bertahan lama dalam darah);
angiotensin II (enzim yang mempunyai sifat vasokonstriktor kuat tapi hanya 12menit dalam darah karena diinaktivasi angiotensinase

Angiotensinogen : pengubah renin menjadi angiotensin 1

angiotensin converting enzim(ACE): enzim pengubah angiotensin 1 menjadi 2

Aldosteron : hormon steroid golongan mineralkortikoid yang dihasilkan oleh


korteks adrenal yang mempunyai fungsi untuk meningkatkan absorpsi natrium
dan meningkatkan sekresi kalium oleh sel epitel ginjal terutama sel prinsipal di
sel tubulus kolektivus .
Mekanisme kerja dari RAAS dapat dimulai dari 3 proses:

1. Penurunan volume darah yang menyebabkan terjadi penurunan tekanan darah di


glomerulus.(hipotensi/renal artery stenosis
2. Stimulasi sel juxtaglomerular oleh saraf simpatis
3. penurunan konsentrasi osmotic cairan tubular di macula densa.(penurunan kadar
sodium)
proses diatas dapat merangsang sel-sel jukstaglomerular di ginjal untuk melepaskan
enzim renin, kemudian renin ini akan bersirkulasi ke seluruh tubuh yang kemudian
akan bertemu dengan angiotensinogen yang diproduksi di hati untuk melepaskan
enzim angiotensin I. Angiotensin I akan berubah menjadiAngiotensin II setelah
diubah oleh Angiotensin Converting Enzim (ACE) yang dihasilkan oleh endotelium
pembuluh paru. Angiotensin II akan menyebabkan beberapa efek, yaitu :

vasokontriksi di seluruh tubuh terutama di arteriol yang akan meningkatkan


tahanan perifer total sehingga terjadi peningkatan tekanan arteri

menurunkan eksresi garam dan air sehingga meningkatkan volume ekstra sel
yang menyebabkan peningkatan tekanan arteri juga.

52

merangsang sekresi aldosteron di kalenjar adrenal yang kemudian meningkatkan


reabsorpsi garam dan air oleh tubulus ginjal.

merangsang central nervous system untuk menjadi haus sehingga kelenjar


pituitary posterior mengeluarkan hormon vasopresin (ADH) yang akan
menstimulasi reabsorpsi air di ductus collectivus dan peningkatan tonus simpatis,
meningkatkan cardiac output.

Sistem ini juga dapat diaktifkan oleh mekanisme lain yaitu melalui enzim natriuretic
peptides (BNP dan ANP) yang dihasilkan oleh jantung. Untuk penjelasan mengenai
hal ini dan juga hubungannya RAAS dengan penyakit hipertensi akan dijelaskan
dikemudian waktu.

53

BAB III
SIMPULAN
Pada kasus 1, ditemukan pasien mengalami demam tinggi, mata kemerahan,
pilek, tanpa batuk dan diare.Tanda vital pasien normal.Ditemukan UKK berupa
rash.Berdasarkan UKK tersebut, kemerahan/exanthema pada anak dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu makulopapuler dan vesikulopapuler.Ditemukannya rash,
menunjukkan jenis exanthema makulopapuler.Diagnosis banding dari exanthema
makulopapuler adalah campak/morbili, roseola.Dalam kasus, adanya demam sejak
dua hari yang lalu dan tidak disertai batuk serta UKK, lebih mengarah pada diagnosis
kerja campak.
Pada kasus 2, ditemukan pasien demam tinggi yang hanya turun sebentar
setelah diberi obat turun panas.Berdasarkan penemuan ini, demam tersebut dapat
digolongkan

dalam

demam

bifasik

yang

khas

pada

demam

berdarah

dengue.Kemudian, tetangga yang sebelumnya mengalami gejala mirip, juga


memperkuat adanya penularan.Tanda-tanda perdarahan dapat terjadi pada demam
berdarah dan pada kejadian tertentu dapat menimbulkan kegawatdaruratan berupa
syok.Oleh sebab itu, dokter penting dalam memberi edukasi pada Ibu apabila terjadi
syok hipovolemik tersebut.Diagnosis kerja yang ditegakkan adalah demam berdarah
dengue, dengan diagnosis bandingnya adalah malaria, leukemia, dan demam dengue.

54

BAB IV
SARAN

Secara umum diskusi tutorial skenario 3 Blok Pediatri berjalan dengan baik
dan lancar. Semua anggota sudah berpartisipasi aktif dengan mengungkapkan
pendapat masing-masing mengenai skenario yang dibahas. Namun masih ada
beberapa hal yang perlu diperbaiki supaya dalam

melakukan diskusi tutorial

selanjutnya kami dapat melaksanakan diskusi tutorial yang ideal. Berdasarkan diskusi
kelompok kami pada skenario ini, kami kurang aktif dalam mengkritisi setiap
pendapat yang dikemukakan, sehingga diskusi kurang tajam.
Saran untuk tutorial berikutnya agar kami dapat menggunakan waktu secara
efisien supaya waktu yang dialokasikan untuk diskusi dapat dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya.Memahami materi diskusi dengan baik, supaya diskusi berjalan lancar
dan tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Adanya tutor yang memahami skenario dengan baik, kami syukuri karena
tutor dapat mengarahkan dengan baik jalannya tutorial sehingga dapat menemukan
serta memahami tujuan pembelajaran pada diskusi kali ini.

55

DAFTAR PUSTAKA

Behrman. (1999). NELSON: Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008b. Tata Laksana Demam Berdarah
Dengue

.http://www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana%20DBD.pdf

(diakses pada Februari 2016)


Fisher RG, Boyce TG.(2005). Fever and shock syndrome, dalam: Fisher RG, Boyce
TG, penyunting.Moffets Pediatric infectious diseases: A problem-oriented
approach. Edisi ke-4. New York: Lippincott William & Wilkins. pp: 318-73
Hassan, R. Husein, A. (1998). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Penerbit FK
UI.
Kliegmann RM et al. (2011). Nelson Textbook of Pediatrics Nineteenth Edition.
Philadelphia: Elsevier
Lubis, Inke Nadia. (2011). Penanganan Demam pada Anak.Jakarta : IDAI Sari
Pediatri.
Matondang, C et al. (2003). Diagnosis Fisik pada Anak. Jakarta: Sagung Seto.
Sherwood,

L.

(2008).

Human

physiology

From

cells

to

systems.7th

edition.Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins.


Soedarmo Sumarmo S.P, Garna Herry, Hadinegoro Sri Rejeki S., Satari Hindra
Irawan (2008). Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI.
Rahayu, Tuty. (2004). Gambaran Klinis Penyakit Eksantema Akut Pada
Anak.Jakarta : IDAI Sari Pediatri.

56

Anda mungkin juga menyukai