KAJIAN TEORI
A. Pengertian
Amputasi berasal dari kata amputare yang kurang lebih
diartikan pancung. Bararah dan Jauhar (2012) menyatakan bahwa
amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh
sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan
tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah
organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki
dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat
membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak
organtubuh yang lain seperti timbulnya komplikasi infeks.
Adapun pengertian amputasi menurut LeMone (2011) Amputasi
adalah pemotongan sebagian atau seluruh dari anggota ekstremitas.
Amputasi merupakan tidakan dari proses yang akut, seperti kejadian
kecelakaan atau kondisi yang kronik, misalnya penyakit pembuluh perifer,
diabetes mellitus
Hal yang sama diungkapkan juga oleh Lukman dan Ningsih
(2009), amputasi adalah pengangkatan/pemotongan/pembuangan sebagian
anggota tubuh/gerak yang disebabkan oleh adanya trauma, gangguan
peredaran darah, osteomeilitis, dan kanker tulang melalui proses
pembedahan.
Menurut Suratun, dkk. (2008) Amputasi
adalah tindakan
2.
3.
4.
5.
6.
C. Klasifikasi Amputasi
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
1. Amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan
mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus.
Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir.
2. Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak
direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi
lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
3. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan.
Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat
seperti
pada
trauma
dengan
patah
tulang
multiple
dan
yang
lebih
Rekuren lokal dari tumor primer high grade tana tanda metastasis.
Keterlibatan vaskuler utama.
Keterlibatan saraf utama.
Kontaminasi jaringan lunak yang luas saat eksisi dengan
waktu
pengisian
diastolik
memendek
dan
5. Sistem Muskuloskeletal
a. Penurunan kekuatan otot
dari
sekresi
kelenjar
pencernaan
dan
7. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung
kencing berada dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus
melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine sehingga
dapat menyebabkan :
a. Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah
membentuk batu ginjal.
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung
dan bokong akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan
suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi
ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan
dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.
G. Penatalaksanaan Amputasi
Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan
berfungsi. Ada 2 cara perawatan post amputasi yaitu :
1. Rigid dressing
Yaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu
dikamar operasi. Pada waktu memasang harus direncanakan apakah
penderita harus immobilisasi atau tidak. Bila tidak diperlukan
pemasangan
segera
dengan
memperhatikan
jangan
sampai
2. Soft dressing
Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan
pembalut steril yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang
bantalan yang cukup. Harus diperhatikan penggunaan elastik verban
jangan sampai menyebabkan konstriksi pada stump. Ujung stump
dielevasi dengan meninggikan kaki tempat tidur, melakukan elevasi
dengan mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab akan
menyebabkan fleksi kontraktur. Biasanya luka diganti balutan dan
drain dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan sedikit dengan soft
dressing dan pasien diizinkan secepat mungkin untuk berdiri setelah
kondisinya mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10 14
post operasi. Pada amputasi diatas lutut, penderita diperingatkan untuk
tidak meletakkan bantal dibawah stump, hal ini perlu diperhatikan
untuk mencegah terjadinya kontraktur.
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto rontgen untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang.
2. CT Scan dilakukan untuk mengidentifikasi lesi neoplastik,
osteomeilitis, pembentukan hematoma.
3. Angiografi dan pemeriksaan aliran untuk mengevaluasi perubahan
sirkulasi/perfusi jaringan dan membantu memperkirakan potensi
penyembuhan jaringan setelah amputasi.
4. Ultrasound Doppler, Flowmetri Doppler, dilakukan untuk
mengkaji
KEGIATAN
Integumen :
Kulit secara umum
Lokasi amputasi
Sistem Cardiovaskuler
Cardiac reserve
Pembuluh darah
Mengkaji
kemungkinan
atherosklerosis
melalui
Sistem Urinari
Sistem Neurologis
Sistem Mukuloskeletal
Adanya
gangguan
konsep diri
antisipasif
harus
manfaat
konsekuensinya.
dan
Pasien
tujuan
maupun
serta
segala
keluarganya
resiko
dan
sebelum
fungsi
ginjal.
Dimana
ginjal
berfungsi
mengatur
detik
Keluarkan
secara
perlahan
dari
mulut
Tarik
nafas
dalam
4-5
kali
kebutuhan
9) Laboratorik
Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara
laboratorik atau melalui pemeriksaan penunjang lain secara rutin
dilakukan pada klien yang akan dioperasi yang meliputi penilaian
terhadap fungsi paru, fungsi ginjal, fungsi hepar dan fungsi jantung.
Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai
pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain,
seperti: pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan masa
pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum,
hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa
foto thoraks, EKG dan ECG.
a) Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks,
abdomen, foto tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono
Grafi), CT scan (computerized Tomography Scan) , MRI
(Magnetic
Resonance
Imagine),
BNO-IVP,
Renogram,
b. Post Operasi
Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan
tanda-tanda vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas
bawah diatas lutut merupakan tindakan yang mengancam jiwa.
Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar
secara
rutin
dan
tetap
mempertahankan
kepatenan
jalas
nafas,
fokus
perawatan
lebih
ditekankan
pada
peningkatan
a. Biodata
b. Keluhan Utama :
Keterbatasan aktivitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri, dan
gangguan neurosensori.
c. Riwayat kesehatan masa lalu :
Kelainan muskuloskletal (jatuh, infeksi, trauma, dan fraktur), cara
penanggulangan dan penyakit (DM).
d. Riwayat kesehatan sekarang :
Kapan timbul masalah, riwayat trauma, penyebab, gejala (tibatiba/perlahan), lokasi, obat yang diminum, dan cara
penanggulangan.
e. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum dan kesadaran, keadan integumen (kulit dan kuku),
kardiovaskuler (hipertensi dan takikardi), neurologis (spasme otot
dan kebas/kesemutan), keadaan ekstremitas, keterbatasan rentang
gerak, dan adanya konraktur, dan sisa tungkai (kondisi dan fungsi)
f. Riwayat psikososial
Reaksi emosional, citra tubuh dan sistem pendukung.
g. Pemeriksaan diagnostik
Rontgen (lokasi/luas), CT Scan, MRI, arteriogram, darah lengkap
dan kreatnin.
h. Pola kebiasaan sehari-hari
Nutrisi, eliminasi, dan asupan cairan
2. Diagnosa Keperawatan
Setelah menyelesaikan pengkajian keperawatan, perawat
melanjutkan pada diagnosa keperawatan, yaitu pernyataan yang
menggambarkan respons aktual, atau potensial klien terhadap masalah
kesehatan, perawat mempunyai lisensi dan kompetensi untuk
mengatasinya (Petty dan Potter, 2005).
Dan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien pre
dan post operasi amputasi menurut (Lukman dan Ningsih, 2013) dan
intervensinya berdasarkan Doengoes (2011) yaitu :
Kerusakan
integritas
kulit
berhubungan
dengan
trauma
5)
ekstremitas.
3. Perencanaan keperawatan
Diagnosa pre operasi
1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan, ksisis situasi
karakteristik penentu : peningkatan tegangan, ketakutan, mengekspresikan
adanya perubahan rangsangan simpatis/gelisah.
Tujuan : kecemasan pada klien dapat berkurang.
Kriteria hasil : tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai dengan
dapat ditangani, mengakui dan mendiskusikan rasa takut, menunjukkan rentang
respon yang tepat.
Intervensi :
a. Memberikan bantuan secara fisik dan psikologis, memberikan dukungan
moral.
Rasional : secara psikologis meningkatkan rasa aman dan meningkatkan rasa
saling percaya.
b. Menerangkan prosedur operasi dengan sebaik-baiknya.
Rasional : meningkatkan/memperbaiki pengetahuann/persepsi klien.
c. Mengatur waktu kusus dengan klien untuk mendiskusikan tentang kecemasan
klien.
Rasional : meningkatkan rasa aman dan memungkinkan klien melakukan
komunikasi secara lebih terbuka dan akurat.
Kerusakan
integritas
jaringan/kerusakan,
adanya
kulit
berhubungan
cedera/manipulasi
dengan
trauma
intraoperasi,
faktor
mekanikal(alat fiksasi).
Karakteristik penentu : cedera tusuk, frakur terbuka, bedah perbaikan,
pemasangan traksi pen, kawat, skrup, perubahan sensasi, sirkulasi, aakumulasi
ekskresi, immobilisasi fisik.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kerusakan integritas tidak
terjadi.
Kriteria hasil : menyatakan ketidaknyamanan hilang, mencapai penyembuhan
luka sesuai dengan waktu.
Intervensi :
a.
b.
Kaji /catat ukuran, warna , kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan
kondisi sekitar luka.
Rasional : memberikan informasi dasar tentang keadaan luka.
c.
Rasional : tindakan kolaboratif medis terakhir bila therapy obat dan rekonstruksi
bedah ortopedik tidak berhasil.
4.
d. Fasilitasi klien bertemu dengan orang dengan amputasi yang telah berhasil dalam
penerimaan terhadap situasi amputasi.
Rasional : strategi untuk meningkatkan adaptasi terhadap perubahan citra diri.
5.
penentu
permintaan
informasi,
mengungkapkan
program
pengobatan.
Intervensi :
a. Kaji ulang proses penyakit/prosedur bedah dan harapan klien yang
akan datang.
Rasional : memberikan dasar pengetahuan di mana klien dapat
membuat pilihan berdasarkan informasi.
b.
Tunjukkan
cara
perawatan
prostese,
tekankan
pentingnya
2.
Kriteria hasil : Tidak terjadi infeksi, tidak terjadi hemoragi, tidak ditemukan
adanya emboli.
Intervensi :
a. kaji tanda-tanda infeksi seperti dolor, rubor, calor, tumor, dan
fungsiolaesa.
Rasional : mengetahui tanda-tanda infeksi dan intervensi selanjutnya
a.
Buka puntung terhadap udara, pencucian dengan sabun ringan dan air setelah
pembalutan dikontraindikasikan.
Rasional : mempertahankan kebersihan, meminimalkan kontaminasi kulit dan
meningkatkan penyembuhan kulit yang lunak/rapuh.
tepat waktu.
Intervensi :
a. Awasi tanda-tanda vital, palpasi nadi perifer, perhatikan kekuatan dan
kesamaan.
Rasional : indikasi umum status sirkulasi dan keadekuatan perfusi.
b. Lakukan pengkajian neurovaskuler periodik, contoh sensasi, gerakan,
nadi,
nekrosis jaringan.
Pertahankan tirah baring awal dengan sendi yang sakit pada posisi yang
keterlibatan
terapi.
d.
Daftar pustaka
Suratun, Heryati, Santa M., dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakrta : EGC.
Marrelli, T.M. 2008. Buku Saku Dokumentasi Keperawatan, Ed. 3. Jakarta : EGC.
Kozier, Barbara. 1995. Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice
: Sixth edition, Menlo Park, Calofornia.
Brunner and suddarth.2001. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 3.Jakarta
: EGC.
Lukman dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba medika.
Marilynn E. Doenges dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3.Jakarta :
EGC.