Anda di halaman 1dari 31

BAB II

KAJIAN TEORI
A. Pengertian
Amputasi berasal dari kata amputare yang kurang lebih
diartikan pancung. Bararah dan Jauhar (2012) menyatakan bahwa
amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh
sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan
tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah
organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki
dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat
membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak
organtubuh yang lain seperti timbulnya komplikasi infeks.
Adapun pengertian amputasi menurut LeMone (2011) Amputasi
adalah pemotongan sebagian atau seluruh dari anggota ekstremitas.
Amputasi merupakan tidakan dari proses yang akut, seperti kejadian
kecelakaan atau kondisi yang kronik, misalnya penyakit pembuluh perifer,
diabetes mellitus
Hal yang sama diungkapkan juga oleh Lukman dan Ningsih
(2009), amputasi adalah pengangkatan/pemotongan/pembuangan sebagian
anggota tubuh/gerak yang disebabkan oleh adanya trauma, gangguan
peredaran darah, osteomeilitis, dan kanker tulang melalui proses
pembedahan.
Menurut Suratun, dkk. (2008) Amputasi

adalah tindakan

pembedahan dengan membuang bagian tubuh.


B. Etiologi Amputasi
Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi:
1.

Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki


(cedera remuk akibat kecelakaan kendaraan bermotor)

2.

Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki. Contoh :


cedera termal akibat luka bakar.

3.

Iskemia akibat penyakit vaskular progresif (klien arteriosklerosis,


diabetes militus).

4.

Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh


lainnya (ganggreng, osteomilitis kronis)

5.

Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara


konservatif.

6.

Deformitas organ / kelainan kongenital.

C. Klasifikasi Amputasi
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
1. Amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan
mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus.
Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir.
2. Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak
direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi
lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
3. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan.
Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat
seperti

pada

trauma

dengan

patah

tulang

multiple

dan

kerusakan/kehilangan kulit yang luas.


Teknik amputasi yang dikenal adalah :
a. Amputasi terbuka
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat
dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama.

Amputasi ini dilakukan pada klien dengan infeksi yang


mengembang, kemudian dipasang drainage agar luka bersih dan
kulit ditutup setelah infeksi teratasi (sembuh).
b. Amputasi tertutup
Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi

yang

lebih

memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang


dibuat dengan memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah
potongan otot dan tulang. Kulit penutup ditarik sampai ke bagian
yang diamputasi tertutup oleh kulit.
Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya
meliputi perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga
kekuatan otot/ mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan,
dan persiapan untuk penggunaan protese ( mungkin ).

D. Indikasi dan Kontra Indikasi Amputasi


1. Indikasi
a.
b.
c.
d.

Rekuren lokal dari tumor primer high grade tana tanda metastasis.
Keterlibatan vaskuler utama.
Keterlibatan saraf utama.
Kontaminasi jaringan lunak yang luas saat eksisi dengan

perdarahan yang banyak.


e. Fraktur patologis.
f. Infeksi.
g. Sarkoma high grade
2. Kontra Indikasi

Kondisi umum yang buruk, sarkoma dengan metastasis (relatif)


E. Komplikasi Amputasi
1. Perdarahan
Bila hemostasis tidak baik, dapat terjadi perdarahan di daerah operasi.
Pada insisional biopsi tumor, mudah terjadi perdarahan. Bila
perdarahan merembes dan tidak dapat dijahit (jaringan rapuh),
dilakukan penekanan dan balut tekan diatas titik perdarahan
2. Infeksi
Infeksi dapat muncul bila tehnik aseptik tidak dilaksanakan dengan
tepat, atau sudah ada infeksi di daerah yang di biopsy.
3. Nyeri
4. Fleksi kontraktur
F. Dampak Amputasi
Adapun pengaruhnya meliputi :
1. Kecepatan metabolism
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan
penekanan pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam
darah sehingga menurunkan kecepatan metabolisme basal.
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme
lebih besar dari anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik
koloid plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke
luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga
menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi
klien sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan
rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran
ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.
3. Sistem respirasi
a. Penurunan kapasitas paru

Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka


kontraksi otot intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam
rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
b. Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi
perbedaan rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara
mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena
latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
c. Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran
pernafasan sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan
menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.
4. Sistem Kardiovaskuler
a. Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik,
endokrin dan mekanisme pada keadaan yang menghasilkan
adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.
b. Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini
mengakibatkan

waktu

pengisian

diastolik

memendek

dan

penurunan isi sekuncup.


c. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer,
dimana anterior dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat,
vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah
banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang
bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak
cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah
menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur
serta dapat juga merasakan pingsan.

5. Sistem Muskuloskeletal
a. Penurunan kekuatan otot

Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler


memungkinkan suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada
jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme
akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
b. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya
penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya
atropi dan paralisis otot.
c. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta
adanya keterbatasan gerak.
d. Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan
persenyawaan organik dan anorganik sehingga massa tulang
menipis dan tulang menjadi keropos.
6. Sistem Pencernaan
a. Anoreksia
Akibat penurunan

dari

sekresi

kelenjar

pencernaan

dan

mempengaruhi sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi


perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang
menyebabkan menurunnya nafsu makan.
b. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus
dan spincter anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan
meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang
sulit buang air besar.

7. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung
kencing berada dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus
melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine sehingga
dapat menyebabkan :
a. Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah
membentuk batu ginjal.

b. Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang


biaknya kuman dan dapat menyebabkan ISK.
8. Sistem integument

Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung
dan bokong akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan
suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi
ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan
dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.
G. Penatalaksanaan Amputasi
Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan
berfungsi. Ada 2 cara perawatan post amputasi yaitu :
1. Rigid dressing
Yaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu
dikamar operasi. Pada waktu memasang harus direncanakan apakah
penderita harus immobilisasi atau tidak. Bila tidak diperlukan
pemasangan

segera

dengan

memperhatikan

jangan

sampai

menyebabkan konstriksi stump dan memasang balutan pada ujung


stump serta tempat-tempat tulang yang menonjol. Keuntungan cara ini
bisa mencegah oedema, mengurangi nyeri dan mempercepat posisi
berdiri.
Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi
segera, mobilisasi setelah 7 10 hari post operasi setelah luka
sembuh, setelah 2 3 minggu, setelah stump sembuh dan mature.
Namun untuk mobilisasi dengan rigid dressing ini dipertimbangkan
juga faktor usia, kekuatan, kecerdasan penderita, tersedianya perawat
yang terampil, therapist dan prosthetist serta kerelaan dan kemauan
dokter bedah untuk melakukan supervisi program perawatan. Rigid
dressing dibuka pada hari ke 7 10 post operasi untuk melihat luka
operasi atau bila ditemukan cast yang kendor atau tanda-tanda infeksi
lokal atau sistemik.

2. Soft dressing
Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan
pembalut steril yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang
bantalan yang cukup. Harus diperhatikan penggunaan elastik verban
jangan sampai menyebabkan konstriksi pada stump. Ujung stump
dielevasi dengan meninggikan kaki tempat tidur, melakukan elevasi
dengan mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab akan
menyebabkan fleksi kontraktur. Biasanya luka diganti balutan dan
drain dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan sedikit dengan soft
dressing dan pasien diizinkan secepat mungkin untuk berdiri setelah
kondisinya mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10 14
post operasi. Pada amputasi diatas lutut, penderita diperingatkan untuk
tidak meletakkan bantal dibawah stump, hal ini perlu diperhatikan
untuk mencegah terjadinya kontraktur.
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto rontgen untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang.
2. CT Scan dilakukan untuk mengidentifikasi lesi neoplastik,
osteomeilitis, pembentukan hematoma.
3. Angiografi dan pemeriksaan aliran untuk mengevaluasi perubahan
sirkulasi/perfusi jaringan dan membantu memperkirakan potensi
penyembuhan jaringan setelah amputasi.
4. Ultrasound Doppler, Flowmetri Doppler, dilakukan untuk

mengkaji

dan mengukur aliran darah.


5. Tekanan O2 transkutaneus memberikan peta pada area perfusi paling
besar dan paling kecil dalam keterlibatan ekstremitas.
6. Termografi untuk mengukur perbedaan suhu pada tungkai iskemik di
dua sisi, dari jaringan kutaneus ke tengah tulang. Perbedaan yang
7.

rendah antara dua pembacaan, makin besar untuk sembuh.


Plestimografi dilakukan untuk mengukur TD segmental bawah

terhadap ekstremitas bawah mengevaluasi aliran darah arterial.


8. LED mengukur peningkatan mengidentifikasi respon inflamasi.
9. Kultur luka mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab.

10. Biopsi mengonfirmasi diagnosis massa benigna/maligna.


11. Hitung darah lengkap/differensial untuk mengetahui peninggiann dan
pergeseran ke kiri diduga proses infeksi .
I. Manajemen Keperawatan
Keberhasilan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung
pada fase ini. Hal ini disebabkan fase preoperatif merupakan tahap awal
yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan selanjutnya. Kesalahan
yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya.
Pengakajian secara integral meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis
sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan tindakan operasi.
Adapun persiapan klien sebelum memasuki kamar operasi, meliputi:
a. Pre Operatif
Pada tahap praoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada
upaya untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien dalam
menghadapi kegiatan operasi.
Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang berkaitan dengan
kondisi fisik, khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh
untuk menjalani operasi.

1) Pengkajian Riwayat Kesehatan


Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang
mungkin dapat mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya
penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal dan
penyakit paru. Perawat juga mengkaji riwayat penggunaan rokok
dan obat-obatan.
2) Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum
kondisi tubuh klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya
tindakan operasi manakala tindakan amputasi merupakan tindakan
terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik
mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat.
Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :
SISTEM TUBUH

KEGIATAN

Integumen :
Kulit secara umum
Lokasi amputasi

Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat


hidrasi.
Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut
atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan
progesif. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi
terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus
return.

Sistem Cardiovaskuler
Cardiac reserve

Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan


pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator
fungsi jantung.

Pembuluh darah

Mengkaji

kemungkinan

atherosklerosis

melalui

penilaian terhadap elastisitas pembuluh darah.


Sistem Respirasi

Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai


adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.

Sistem Urinari

Mengkaji jumlah urine 24 jam.


Menkaji adanya perubahan warna, BJ urine.

Cairan dan elektrolit

Mengkaji tingkat hidrasi.


Memonitor intake dan output cairan.

Sistem Neurologis

Mengkaji tingkat kesadaran klien.


Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik
dan sensorik daerah yang akan diamputasi.

Sistem Mukuloskeletal

Mengkaji kemampuan otot kontralateral.

3) Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual


Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian
pada kondisi psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya
kemungkinan terjadi kecemasan pada klien melalui penilaian klien
terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan klien pada
amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya hidup. Kaji juga
tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping itu juga
dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi terhadap nyeri
yang mungkin timbul.
Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan
memperhatikan tingkat persepsi klien terhadap dirinya, menilai
gambaran ideal diri klien dengan meninjau persepsi klien terhadap
perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar
yang dibuat oleh klien sendiri, pandangan klien terhadap rendah
diri antisipasif, gangguan penampilan peran dan gangguan
identitas.

Adanya

gangguan

konsep diri

antisipasif

harus

diperhatikan secara seksama dan bersama-sama dengan klien

melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan koping


konstruktif.
Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti
terjadinya gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu
didiskusikan dengan klien setelah klien benar-benar siap untuk
menjalani operasi amputasi itu sendiri. Kesadaran yang penuh pada
diri klien untuk berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan
dirinya, sehingga memungkinkan bagi perawat untuk melakukan
tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre
operatif. Asuhan keperawatan pada klien preoperatif secara umum
tidak dibahas pada makalah ini.
4) Konsultasi dengan dokter obstetric-ginekologi dan dokter anestesi
Konsultasi dalam rangka persiapan tindakan operasi, meliputi
inform choice dan inform consent.
Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung
tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung
jawab terhadap pasien wajib untuk menandatangani surat
pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang
dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga
mengetahui

manfaat

konsekuensinya.

dan

Pasien

tujuan
maupun

serta

segala

keluarganya

resiko

dan

sebelum

menandatangani surat pernyataan tersebut akan mendapatkan


informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur
pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani
(inform choice).
5) Pramedikasi

Pramedikasi adalah obat yang diberikan sebelum operasi dilakukan.


Sebagai persiapan atau bagian dari anestesi. Pramedikasi dapat
diresepkan dalam berbagai bentuk sesuai kebutuhan, misalnya
relaksan, antiemetik, analgesik dll. Tugas bidan adalah memberikan
medikasi kepada klien sesuai petunjuk/resep.
6) Perawatan kandung kemih dan usus
Konstipasi dapat terjadi sebagai masalah pascabedah setelah puasa
dan imobilisasi, oleh karena itu lebih baik bila dilakukan
pengosongan usus sebelum operasi. Kateter residu atau indweling
dapat tetap dipasang untuk mencegah terjadinya trauma pada
kandung kemih selama operasi.
7) Mengidentifikasi dan melepas prosthesis
Semua prostesis seperti lensa kontak, gigi palsu, kaki palsu,
perhiasan, dll harus dilepas sebelum pembedahan. Selubung gigi
juga harus dilepas seandainya akan diberikan anestesi umum,
karena adanya resiko terlepas dan tertelan. Pasien mengenakan
gelang identitas, terutama pada ibu yang diperkirakan akan tidak
sadar dan disiapkan juga gelang identitas untuk bayi.
8) Persiapan Fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2
tahapan, yaitu persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang
operasi. Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap
pasien sebelum operasi antara lain :
a) Status kesehatan fisik secara umum
Pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas
klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat

kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status


hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi
ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain.
Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat
dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik,
tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat
hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita
tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.
b) Status nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan
berat badan, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan
globulin) dan keseimbangan nitrogen.
c) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input
dan output cairan. Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat
dengan

fungsi

ginjal.

Dimana

ginjal

berfungsi

mengatur

mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi.


Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik.
Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti oligurianuria,
insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi harus ditunda
menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang
mengancam jiwa.
d) Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Tindakan
yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan
dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan
tindakan enemalavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai

8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan


dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari
aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari
kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan
terjadinya infeksi pasca pembedahan.
e) Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari
terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena
rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi
kuman dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan
dan perawatan luka.
f) Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi,
karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat
mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Apabila masih
memungkinkan, klien dianjurkan membersihkan seluruh badannya
sendiri/dibantu keluarga di kamar mandi. Apabila tidak, maka
bidan melakukannya di atas tempat tidur.
g) Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan
pemasangan kateter. Selain untuk pengongan isi kandung kemih,
tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi balance
cairan.
h) Latihan Pra Operasi
Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain
latihan nafas dalam, latiihan batuk efektif dan latihan gerak sendi.

Latihan nafas dalam bermanfaat untuk memperingan keluhan saat


terjadi sesak nafas, sebagai salah satu teknik relaksasi, dan
memaksimalkan supply oksigen ke jaringan. Cara latihan
teknik nafas dalam yang benar adalah :
(1) Tarik nafas melalui hidung secara maksimal kemudian tahan 12
(2)

detik
Keluarkan

secara

perlahan

dari

mulut

(3) Lakukanlah 4-5 kali latihan, lakukanlah minimal 3 kali sehari


(pagi, siang, sore)
Batuk efektif bermanfaat untuk mengeluarkan secret yang
menyumbat jalan nafas. Cara batuk efektif adalah :
(1)

Tarik

nafas

dalam

4-5

kali

(2) Pada tarikan selanjutnya nafas ditahan selama 1-2 detik


(3) Angkat bahu dan dada dilonggarkan serta batukan dengan kuat
(4) Lakukan empat kali setiap batuk efektif, frekuensi disesuaikan
dengan

kebutuhan

(5) Perhatikan kondisi klien


Latihan gerak sendi bermanfaat untuk meningkatkan atau
mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot, mempertrahankan
fungsi jantung dan pernapasan, serta mencegah kontraktur dan
kekakuan pada sendi. Beberapa jenis gerakan sendi: fleksi,
ekstensi, adduksi, abduksi, oposisi, dll.

9) Laboratorik
Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara
laboratorik atau melalui pemeriksaan penunjang lain secara rutin
dilakukan pada klien yang akan dioperasi yang meliputi penilaian

terhadap fungsi paru, fungsi ginjal, fungsi hepar dan fungsi jantung.
Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai
pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain,
seperti: pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan masa
pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum,
hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa
foto thoraks, EKG dan ECG.
a) Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks,
abdomen, foto tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono
Grafi), CT scan (computerized Tomography Scan) , MRI
(Magnetic

Resonance

Imagine),

BNO-IVP,

Renogram,

Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKGECG


(Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo
Grafi), dll.
b) Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksan darah :
hemoglobin, angka leukosit, limfosit, LED (laju endap darah),
jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin),
elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT BT, ureum
kretinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada
sumsun tulang jika penyakit terkaut dengan kelainan darah.
c) Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan
bahan jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien
sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan
apakah ada tumor ganasjinak atau hanya berupa infeksi kronis
saja.
d) Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD). Pemeriksaan KGD
dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien
dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan
dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil
darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2
jam PP (post prandial).

b. Post Operasi
Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan
tanda-tanda vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas
bawah diatas lutut merupakan tindakan yang mengancam jiwa.
Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar
secara

rutin

dan

tetap

mempertahankan

kepatenan

jalas

nafas,

mempertahankan oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah


yang hilang selama operasi dan mencegah injuri.
Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya
perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau
terlalu ketat. Selang drainase benar-benar tertutup. Kaji kemungkinan
saluran drain tersumbat oleh clot darah.
Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan
secara umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan
kondisi optimum klien.
Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien,
khususnya yang dapat menyebabkan gangguan atau mengancam
kehidupan klien.
Berikutnya

fokus

perawatan

lebih

ditekankan

pada

peningkatan

kemampuan klien untuk membentuk pola hidup yang baru serta


mempercepat penyembuhan luka. Tindakan keperawatan yang lain adalah
mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul pada klien seperti nyeri
Panthom Limb dimana klien merasakan seolah-olah nyeri terjadi pada
daerah yang sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini dapat menimbulkan
adanya depresi pada klien karena membuat klien seolah-olah merasa tidak
sehat akal karena merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang. Dalam
masalah ini perawat harus membantu klien mengidentifikasi nyeri dan
menyatakan bahwa apa yang dirasakan oleh klien benar adanya.
J. Asuhan Keperawatan Amputasi
1. Pengkajian

a. Biodata
b. Keluhan Utama :
Keterbatasan aktivitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri, dan
gangguan neurosensori.
c. Riwayat kesehatan masa lalu :
Kelainan muskuloskletal (jatuh, infeksi, trauma, dan fraktur), cara
penanggulangan dan penyakit (DM).
d. Riwayat kesehatan sekarang :
Kapan timbul masalah, riwayat trauma, penyebab, gejala (tibatiba/perlahan), lokasi, obat yang diminum, dan cara
penanggulangan.
e. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum dan kesadaran, keadan integumen (kulit dan kuku),
kardiovaskuler (hipertensi dan takikardi), neurologis (spasme otot
dan kebas/kesemutan), keadaan ekstremitas, keterbatasan rentang
gerak, dan adanya konraktur, dan sisa tungkai (kondisi dan fungsi)
f. Riwayat psikososial
Reaksi emosional, citra tubuh dan sistem pendukung.
g. Pemeriksaan diagnostik
Rontgen (lokasi/luas), CT Scan, MRI, arteriogram, darah lengkap
dan kreatnin.
h. Pola kebiasaan sehari-hari
Nutrisi, eliminasi, dan asupan cairan
2. Diagnosa Keperawatan
Setelah menyelesaikan pengkajian keperawatan, perawat
melanjutkan pada diagnosa keperawatan, yaitu pernyataan yang
menggambarkan respons aktual, atau potensial klien terhadap masalah
kesehatan, perawat mempunyai lisensi dan kompetensi untuk
mengatasinya (Petty dan Potter, 2005).
Dan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien pre
dan post operasi amputasi menurut (Lukman dan Ningsih, 2013) dan
intervensinya berdasarkan Doengoes (2011) yaitu :

a. Diagnosa pre operasi


1) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan, krisis situasi.
2) Nyeri (akut) berhubungan dengan cedera fisik/jaringan trauma
saraf.
3)

Kerusakan

integritas

kulit

berhubungan

dengan

trauma

jaringan/kerusakan, adanya cedera/manipulasi intraoperasi, faktor


mekanikal(alat fiksasi).
4) Berduka antisipasi (anticipated grieving) berhubungan dengan
kehilangan akibat amputasi.
5) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan
berhubungan dengan salah satu interprestasi informasi, kurang
terpajan informasi, dan kesulitan mengingat.
b. Diagnosa post operasi
1).

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi

sekunder terhadap amputasi


2) Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh
sekunder terhadap amputasi
3)

Resiko komplikasi : infeksi, hemoragi, kontraktur, emboli lemak

berhubungan dengan amputasi.


4)

Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan

dengan penurunan aliran darah vena/arterial; edema jaringan;


pembentukan hematoma

5)

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan

ekstremitas.

3. Perencanaan keperawatan
Diagnosa pre operasi
1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan, ksisis situasi
karakteristik penentu : peningkatan tegangan, ketakutan, mengekspresikan
adanya perubahan rangsangan simpatis/gelisah.
Tujuan : kecemasan pada klien dapat berkurang.
Kriteria hasil : tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai dengan
dapat ditangani, mengakui dan mendiskusikan rasa takut, menunjukkan rentang
respon yang tepat.
Intervensi :
a. Memberikan bantuan secara fisik dan psikologis, memberikan dukungan
moral.
Rasional : secara psikologis meningkatkan rasa aman dan meningkatkan rasa
saling percaya.
b. Menerangkan prosedur operasi dengan sebaik-baiknya.
Rasional : meningkatkan/memperbaiki pengetahuann/persepsi klien.
c. Mengatur waktu kusus dengan klien untuk mendiskusikan tentang kecemasan
klien.
Rasional : meningkatkan rasa aman dan memungkinkan klien melakukan
komunikasi secara lebih terbuka dan akurat.

d. Dorong klien menggunakan manajemen stress seperti nafas dalam, bimbingan


imajinasi, visualisasi.
Rasional : membantu memfokuskan kembali perhatian, meningkatan relaksasi,
dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
2.

Nyeri (akut) berhubungan dengan cedera fisik/jaringan dan trauma saraf.


Karakteristik penentu : adanya keluhan nyeri, fokus diri menyempit, respon
autonomic, perilaku melindungi diri/berhati-hati.
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria hasil : Menyatakan nyeri hilang, tampak rileks dan mampu
tidur/beristirahat dengan tepat.
Intervensi :
a. Kaji nyeri sesuai PQRST
Rasional : membantu dalam evaluasi kebutuhan dan keefektifan
intervensi.
b. Ajarkan dan anjurkan teknik relaksasi distraksi
Rasional : Untuk mengurangi nyeri secara mandiri.
c. Observasi keadaan luka
Rasional : Untuk mengetahui tingkat luka yang menyebabkan nyeri.
d. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Rasional : Analgetik dapat mengurangi nyeri
e. Observasi keluhan nyeri local/kemajuan yang tak hilang dengan
analgetik.

Rasional : dapat mengindikasikan adanya sindrom kompartemen khususnya


cedera traumatik.
3.

Kerusakan

integritas

jaringan/kerusakan,

adanya

kulit

berhubungan

cedera/manipulasi

dengan

trauma

intraoperasi,

faktor

mekanikal(alat fiksasi).
Karakteristik penentu : cedera tusuk, frakur terbuka, bedah perbaikan,
pemasangan traksi pen, kawat, skrup, perubahan sensasi, sirkulasi, aakumulasi
ekskresi, immobilisasi fisik.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kerusakan integritas tidak
terjadi.
Kriteria hasil : menyatakan ketidaknyamanan hilang, mencapai penyembuhan
luka sesuai dengan waktu.
Intervensi :
a.

Observasi tanda-tanda vital


Rasional : untuk mengetahui adanya indikasi nyeri atau infeksi.

b.

Kaji /catat ukuran, warna , kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan
kondisi sekitar luka.
Rasional : memberikan informasi dasar tentang keadaan luka.

c.

Perhatikan peningkatan atau berlanjutnya nyeri.


Rasional : peningkatan nyeri dapat mengindikasikan infeksi.

d. Berikan perawatan luka local.


Rasional : menurunkan risiko infeksi
e.

Kolaborasi dalam pelaksanaan tindakan amputasi.

Rasional : tindakan kolaboratif medis terakhir bila therapy obat dan rekonstruksi
bedah ortopedik tidak berhasil.
4.

Ketakutan terantisipasi yang (anticipated grieving) berhubungan dengan


kehilangan akibat amputasi
Karakteristik penentu : Mengungkapkan rasa takut kehilangan kemandirian,
takut kecacatan, rendah diri dan menarik diri.
Tujuan : klien dapat mendemonstrasikan kesadaran akan dampak pembedahan
pada citra diri.
kriteria hasil : Mengungkapkan perasaan bebas, tidak takut, menyatakan
perlunya membuat penilaian akan gaya hidup yang baru.
Intervensi :

a. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaan tentang dampak pembedahan


terhadap gaya hidup.
Rasional : Mengurangi rasa tertekan pada diri klien, menghindarkan depresi,
meningkatkan dukungan mental.
b. Berikan informasi yang adekuat dan rasional tentang alasan pemilihan tindakan
amputasi.
Rasional : Membantu klien menggapai penerimaan terhadap kondisinya melalui
teknik rasionalisasi.
c. Berikan informasi bahwa amputasi merupakan tindakan untuk memperbaiki
kondisi klien dan merupakan langkah awal untuk menghindari ketidakmampuan
atau kondisi yang lebih parah.
Rasional : Meningkatkan dukungan mental.

d. Fasilitasi klien bertemu dengan orang dengan amputasi yang telah berhasil dalam
penerimaan terhadap situasi amputasi.
Rasional : strategi untuk meningkatkan adaptasi terhadap perubahan citra diri.
5.

Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan


berhubungan dengan salah satu interprestasi informasi, kurang terpajan
informasi, dan kesulitan mengingat,
Karakteristik

penentu

permintaan

informasi,

mengungkapkan

ketidakmengertian akan kondisi, prognosis, dan pengobatan.


Tujuan : menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan
pengobatan, melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam

program

pengobatan.
Intervensi :
a. Kaji ulang proses penyakit/prosedur bedah dan harapan klien yang
akan datang.
Rasional : memberikan dasar pengetahuan di mana klien dapat
membuat pilihan berdasarkan informasi.
b.

Tunjukkan

cara

perawatan

prostese,

tekankan

pentingnya

pemeliharaan secara rutin.


Rasional :dorong pemasangan yang tepat/pas, mengurangi resiko
komplikasi dan memperpanjang pengguan prostese
c. Berikan penjelasan mengenai kondisi, prognosis, dan pengobatan.
Rasioanl : memberikan pengertian dan pemahaman keepada klien.

Diagnosa post operasi:


1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi bedah sekunder
amputasi
Karakteristik penentu : Menyatakan nyeri, ekspresi wajah menunjukkan
kesakitan, merintih/meringis
Tujuan : nyeri dapat hilang atau berkurang
Kriteria hasil : Menyatakan nyeri hilang, ekspresi wajah rileks.
Intervensi :
a.

Kaji nyeri sesuai PQRST


Rasional : membantu dalam evaluasi kebutuhan dan keefektifan
intervensi.
b. Ajarkan dan anjurkan teknik relaksasi distraksi
Rasional : Untuk mengurangi nyeri secara mandiri.
c. Observasi keadaan luka
Rasional : Untuk mengetahui tingkat luka yang menyebabkan nyeri.
d. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Rasional : Analgetik dapat mengurangi nyeri
e. Observasi keluhan nyeri local/kemajuan yang tak hilang dengan
analgetik.
Rasional : dapat mengindikasikan adanya sindrom kompartemen khususnya
cedera traumatik.

2.

Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh


sekunder amputasi.
Karakteristik penentu : Menyatakan berduka mengenai kehilangan tubuh,
mengungkapkan negatif tentang tubuhnya, depresi.
Tujuan : mendemonstrasikan penerimaan diri pada situasi yang baru.
Kriteria hasil : Menyatakan penerimaan terhadap situasi diri, mengenali dan
menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga diri
negatif, membuat rencana untuk melanjutkan gaya hidup.
Intervensi :
a. Validasi masalah yang dialami klien.
Rasional : Meninjau perkembangan klien.
b. Libatkan klien dalam melakukan perawatan diri yang langsung.
Rasional : Mendorong antisipasi meningkatkan adaptasi pada perubahan citra
tubuh.
c. Berikan dukungan moral.
Rasional : Meningkatkan status mental.
d. Hadirkan orang yang pernah amputasi yang telah menerima diri.
Rasional : Meningkatkan status mental.

3. Resiko tinggi terhadap komplikasi: infeksi, hemoragi, kontraktur, emboli


lemak berhubungan denganamputasi.
Karakteristik penentu : Terdapat risiko tinggi infeksi, pendarahan berlebih,
emboli lemak.
Tujuan : tidak terjadi komplikasi.

Kriteria hasil : Tidak terjadi infeksi, tidak terjadi hemoragi, tidak ditemukan
adanya emboli.
Intervensi :
a. kaji tanda-tanda infeksi seperti dolor, rubor, calor, tumor, dan
fungsiolaesa.
Rasional : mengetahui tanda-tanda infeksi dan intervensi selanjutnya
a.

Pertahankan teknik antiseptik bila mengganti balutan/merawat luka.


Rasional : meminimalkan kesempatan introduksi bakteri.

b. Inpseksi balutan dan luka , perhatikan karakteristik drainase.


Rasional : deteksi dini terjadinya infeksi memberikan kesempatan untuk
intervensi tepat waktu dan mencegah komplikasi lebih serius.
c.

Buka puntung terhadap udara, pencucian dengan sabun ringan dan air setelah
pembalutan dikontraindikasikan.
Rasional : mempertahankan kebersihan, meminimalkan kontaminasi kulit dan
meningkatkan penyembuhan kulit yang lunak/rapuh.

d. Awasi tanda-tanda vital.


Rasional : peningkatan suhu, takikardia, dapat menunjukkan terjadinya sepsis.
e. kolaborasi dengan medis dalam pemberian antibiotik
rasional : mencegah infeksi
4. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan penurunan aliran darah vena/arterial; edema jaringan;
pembentukan hematoma.
Kriteria penentu : penurunan atau tidak adanya denyut nadi, perubahan
warna kulit, pucat (arteri), sianosis (vena), akral dingin.

Tujuan : perubahan perfusi jaringan perifer tidak terjadi.


Kriteria hasil : mempertahankan perfusi jaringan adekuat dibuktikan
dengan

nadi perifer teraba, kulit hangat/kering, dan penyembuhan luka

tepat waktu.
Intervensi :
a. Awasi tanda-tanda vital, palpasi nadi perifer, perhatikan kekuatan dan
kesamaan.
Rasional : indikasi umum status sirkulasi dan keadekuatan perfusi.
b. Lakukan pengkajian neurovaskuler periodik, contoh sensasi, gerakan,

nadi,

warna kulit5 dan suhu.


Rasional : edema jaringan pasca operasi, pembentukan hematoma, atau
balutan terlalu ketat dapat mengganggu sirkulasi pada puttung,
mengakibatkan

nekrosis jaringan.

c. Inspeksi alat balutan/drainase, perhatikan jumlah dan karakteristik


balutan.
Rasional :kehilangan darah terus menerus mengindikasikan kebutuhan untuk
tambahan cairan penggantian cairan dan evaluasi untuk gangguan koagulasi atau
intervensi bedah untuk ligasi pendarahan.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan
ekstremitas.
Kriteria penentu : menolak untuk bergerak, keluhan nyeri/ketidaknyamanan
pada pergerakan, rentang gerak terbatas, penurunan kekuatan otot.
Tujuan : peningkatan mobilitas fisik pada tingkat yang paling mungkin.

Kriteria hasil : mempertahankan posisi fungsi, dibuktikan oleh tidak adanya


kontraktur. Menunjukkan peningkatan kekuatan dan fungsi sendi serta tungkai
yang sakit.
Intervensi :
a.

Pertahankan tirah baring awal dengan sendi yang sakit pada posisi yang

dianjurkan dan tubuh dalam kesejajaran.


Rasional : memberikan waktu stabilisasi prostese dan pemulihan efek anestasi,
menurunkan risiko cedera.
b.

Batasi penggunaan posisi semifowler/tinggi, bila diindikasikan.

Rasional : fleksi panggul lama dapat meregangkan/dislokasi prostese baru.


c.

Berikan penguatan posisitif terhadap upaya-upaya.


Rasional : meningkatkan perilaku posistif, dan mendorong

keterlibatan

terapi.
d.

Lakukan/bantu rentang gerak pada sendi yang tak sakit.


Rasional : klien dengan penyakit degenarasi sendi dapat secara tepat

kehilangan fungsi sendi selama periode pembatasan aktivitas.


f. Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan
Rasional : memudahkan klien untuk memenuhi kebutuhan secara
mandiri
g. Bantu klien untuk mobilisasi menggunakan kursi roda, kruk, atau
tongkat.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan diagnosis
dan intervensi yang ditentukan.
5. Evaluasi

a. Klien tidak mengalami nyeri; tampak rileks, mengungkapkan


rasa nyaman
b. Mencapai mobilitas mandiri; memperlihatkan rentang gerak
aktif, meningkatkan kekuatan dan ketahana, menggunakan alat
bantu mobilisasi.
c. Memperlihatkan tidak berduka; mengekspresikan perasaannya,
memanfaatkan keluarga dan sahabat untuk berbagi rasa,
memusatkan diri pada fungsi masa depan.
d. Tidak terjadi infeksi; TTV normal, tidak ada dolor, rubor, calor,
tumor, dan fungsilaesa
e. Integritas kulit baik
f. Memperlihatkan peningkatan citra tubuh
g. Mencapai kemandirian perawatan diri

Daftar pustaka
Suratun, Heryati, Santa M., dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakrta : EGC.
Marrelli, T.M. 2008. Buku Saku Dokumentasi Keperawatan, Ed. 3. Jakarta : EGC.
Kozier, Barbara. 1995. Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice
: Sixth edition, Menlo Park, Calofornia.
Brunner and suddarth.2001. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 3.Jakarta
: EGC.
Lukman dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba medika.
Marilynn E. Doenges dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3.Jakarta :
EGC.

Anda mungkin juga menyukai

  • Satuan Acara Penyuluhan (Sap) Klien Dengan Gangguan Citra Tubuh
    Satuan Acara Penyuluhan (Sap) Klien Dengan Gangguan Citra Tubuh
    Dokumen6 halaman
    Satuan Acara Penyuluhan (Sap) Klien Dengan Gangguan Citra Tubuh
    Elsa Nindya Salim
    Belum ada peringkat
  • Notulen Penkes
    Notulen Penkes
    Dokumen2 halaman
    Notulen Penkes
    Elsa Nindya Salim
    Belum ada peringkat
  • VHGHGVH
    VHGHGVH
    Dokumen6 halaman
    VHGHGVH
    Elsa Nindya Salim
    Belum ada peringkat
  • Notulen Penkes
    Notulen Penkes
    Dokumen2 halaman
    Notulen Penkes
    Elsa Nindya Salim
    Belum ada peringkat
  • CCVCN
    CCVCN
    Dokumen5 halaman
    CCVCN
    Elsa Nindya Salim
    Belum ada peringkat
  • GHGJH
    GHGJH
    Dokumen1 halaman
    GHGJH
    Elsa Nindya Salim
    Belum ada peringkat
  • Djhsdjhdhs
    Djhsdjhdhs
    Dokumen15 halaman
    Djhsdjhdhs
    Elsa Nindya Salim
    Belum ada peringkat
  • Data Kesehatan Keluarga
    Data Kesehatan Keluarga
    Dokumen6 halaman
    Data Kesehatan Keluarga
    Elsa Nindya Salim
    Belum ada peringkat
  • FDXFXG
    FDXFXG
    Dokumen3 halaman
    FDXFXG
    Elsa Nindya Salim
    Belum ada peringkat
  • Namasandn
    Namasandn
    Dokumen4 halaman
    Namasandn
    Elsa Nindya Salim
    Belum ada peringkat
  • Nema 2
    Nema 2
    Dokumen76 halaman
    Nema 2
    Nitsyam Geni
    Belum ada peringkat
  • GGGGGG
    GGGGGG
    Dokumen52 halaman
    GGGGGG
    Elsa Nindya Salim
    Belum ada peringkat
  • Hgjsga
    Hgjsga
    Dokumen2 halaman
    Hgjsga
    Elsa Nindya Salim
    Belum ada peringkat
  • GFFFHGHH
    GFFFHGHH
    Dokumen49 halaman
    GFFFHGHH
    Elsa Nindya Salim
    Belum ada peringkat
  • Sab Main
    Sab Main
    Dokumen10 halaman
    Sab Main
    Elsa Nindya Salim
    Belum ada peringkat
  • Fdhjis
    Fdhjis
    Dokumen5 halaman
    Fdhjis
    Elsa Nindya Salim
    Belum ada peringkat
  • NJHBJ
    NJHBJ
    Dokumen5 halaman
    NJHBJ
    Elsa Nindya Salim
    Belum ada peringkat
  • Jhijbk
    Jhijbk
    Dokumen16 halaman
    Jhijbk
    Elsa Nindya Salim
    Belum ada peringkat
  • KHJJHG
    KHJJHG
    Dokumen73 halaman
    KHJJHG
    Elsa Nindya Salim
    Belum ada peringkat
  • Jhguyf
    Jhguyf
    Dokumen16 halaman
    Jhguyf
    Elsa Nindya Salim
    Belum ada peringkat
  • Askep Komunitas
    Askep Komunitas
    Dokumen5 halaman
    Askep Komunitas
    Elsa Nindya Salim
    Belum ada peringkat
  • Bjhs
    Bjhs
    Dokumen43 halaman
    Bjhs
    Elsa Nindya Salim
    Belum ada peringkat
  • CCVV
    CCVV
    Dokumen8 halaman
    CCVV
    Elsa Nindya Salim
    Belum ada peringkat
  • Sap Nutrisi Anak
    Sap Nutrisi Anak
    Dokumen6 halaman
    Sap Nutrisi Anak
    Elsa Nindya Salim
    Belum ada peringkat
  • S Nnnnngfgy
    S Nnnnngfgy
    Dokumen20 halaman
    S Nnnnngfgy
    Elsa Nindya Salim
    Belum ada peringkat
  • COVER
    COVER
    Dokumen2 halaman
    COVER
    Elsa Nindya Salim
    Belum ada peringkat
  • Sab Main
    Sab Main
    Dokumen10 halaman
    Sab Main
    Elsa Nindya Salim
    Belum ada peringkat
  • Kadern
    Kadern
    Dokumen8 halaman
    Kadern
    Elsa Nindya Salim
    Belum ada peringkat
  • 2 Hggy
    2 Hggy
    Dokumen2 halaman
    2 Hggy
    Elsa Nindya Salim
    Belum ada peringkat