Anda di halaman 1dari 10

Kesalahan Alat Ukur,Keamanan dan Keselamatan

Pengukuran

Andre Wahyu Ramadhan (2013-71-003)


Handika Nur Ikhsan

(2013-71-004)

Rahmat Rezky

(2013-71-009)

-Kesalahan dalam Pengukuran


Dalam proses pengukuran paling tidak ada tiga faktor yang terlibat yaitu alat ukur, benda
ukur dan orang yang melakukan pengukuran. Hasil pengukuran tidak mungkin mencapai
kebenaran yang absolut karena keterbatasan dari bermacam faktor. Yang diperoleh dari
pengukuran adanya hasil yang dianggap paling mendekati dengan harga geometris obyek
ukur. Meskipun hasil pengukuran itu merupakan hasil yang dianggap benar, masih juga
terjadi penyimpangan hasil pengukuran. Masih ada faktor lain lagi yang juga sering
menimbulkan penyimpangan pengukuran yaitu lingkungan. Lingkungan yang kurang tepat
akan mengganggu jalannya proses pengukuran.
1. Kesalahan pengukuran karena alat ukur
Di postingan sebelumnya telah disinggung adanya bermacam-macam sifat alat ukur. Kalau
sifat-sifat yang merugikan ini tidak diperhatikan tentu akan menimbulkan banyak kesalahan
dalam pengukuran. Oleh karena itu, untuk mengurangi terjadinya penyimpangan pengukuran
sampai seminimal mungkin maka alat ukur yang akan dipakai harus dikalibrasi terlebih
dahulu. Kalibrasi ini diperlukan disamping untuk mengecek kebenaran skala ukurnya juga
untuk menghindari sifat-sifat yang merugikan dari alat ukur, seperti kestabilan nol, kepasifan,
pengambangan, dan sebagainya.
2. Kesalahan pengukuan karena benda ukur
Tidak semua benda ukur berbentuk pejal yang terbuat dari besi, seperti rol atau bola baja,
balok dan sebagainya. Kadang-kadang benda ukur terbuat dari bahan alumunium, misalnya
kotak-kotak kecil, silinder, dan sebagainya. Benda ukur seperti ini mempunyai sifat elastis,
artinya bila ada beban atau tekanan dikenakan pada benda tersebut maka akan terjadi
perubahan bentuk. Bila tidak hati-hati dalam mengukur benda-benda ukur yang bersifat
elastis maka penyimpangan hasil pengukuran pasti akan terjadi. Oleh karena itu, tekanan
kontak dari sensor alat ukur harus diperkirakan besarnya.

Di samping benda ukur yang elastis, benda ukur tidak elastis pun tidak menimbulkan
penyimpangan pengukuran misalnya batang besi yang mempunyai penampang memanjang
dalam ukuran yang sama, seperti pelat besi, poros-poros yang relatif panjang dan sebagainya.
Batang-batang seperti ini bila diletakkan di atas dua tumpuan akan terjadi lenturan akibat
berat batang sendiri. Untuk mengatasi hal itu biasanya jarak tumpuan ditentukan sedemikian
rupa sehingga diperoleh kedua ujungnya tetap sejajar. Jarak tumpuan yang terbaik adalah
0.577 kali panjang batang dan juga yang jaraknya 0.544 kali panjang batang.
Kadang-kadang diperlukan juga penjepit untuk memegang benda ukur agar posisinya
mudah untuk diukur. Pemasangan penjepit ini pun harus diperhatikan betul-betul agar
pengaruhnya terhadap benda kerja tidak menimbulkan perubahan bentuk sehingga bisa
menimbulkan penyimpangan pengukuran.
3. Kesalahan pengukuran karena faktor si pengukur
Bagaimanapun presisinya alat ukur yang digunakan tetapi masih juga didapatkan adanya
penyimpangan pengukuran, walaupun perubahan bentuk dari benda ukur sudah dihindari. Hal
ini kebanyakan disebabkan oleh faktor manusia yang melakukan pengukuran. Manusia
memang mempunyai sifat-sifat tersendiri dan juga mempunyai keterbatasan. Sulit diperoleh
hasil yang sama dari dua orang yang melakukan pengukuran walaupun kondisi alat ukur,
benda ukur dan situasi pengukurannya dianggap sama. Kesalahan pengukuran dari faktor
manusia ini dapat dibedakan antara lain sebagai berikut: kesalahan karena kondisi manusia,
kesalahan karena metode yang digunakan, kesalahan karena pembacaan skala ukur yang
digunakan.
1.Kesalahan Karena Kondisi Manusia
Kondisi badan yang kurang sehat dapat mempengaruhi proses pengukuran yang akibatnya
hasil pengukuran juga kurang tepat. Contoh yang sederhana, misalnya pengukur diameter
poros dengan jangka sorong. Bila kondisi badan kurang sehat, sewaktu mengukur mungkin
badan sedikit gemetar, maka posisis alat ukur terhadap benda ukur sedikit mengalami
perubahan. Akibatnya, kalau tidak terkontrol tentu hasil pengukurannya juga ada
penyimpangan. Atau mungkin juga penglihatan yang sudah kurang jelas walau pakai kaca
mata sehingga hasil pembacaan skala ukur juga tidak tepat. Jadi, kondisi yang sehat memang
diperlukan sekali untuk melakukan pengukuran, apalagi untuk pengukuran dengan ketelitian
tinggi.
2. Kesalahan Karena Metode Pengukuran yang Digunakan
Alat ukur dalam keadaan baik, badan sehat untuk melakukan pengukuran, tetapi masih juga
terjadi penyimpangan pengukuran. Hal ini tentu disebabkan metode pengukuran yang kurang
tepat. Kekurangtepatan metode yang digunakan ini berkaitan dengan cara memilih alat ukur
dan cara menggunakan atau memegang alat ukur. Misalnya benda yang akan diukur diameter
poros dengan ketelitian 0,1 milimeter. Alat ukur yang digunakan adalah mistar baja dengan

ketelitian 0,1 milimeter. Tentu saja hasil pengukurannya tidak mendapatkan dimensi ukuran
sampai 0,01 milimeter. Kesalahan ini timbul karena tidak tepatnya memilih alat ukur.
Cara memegang dan meletakkan alat ukur pada benda kerja juga akan mempengaruhi
ketepatan hasil pengukuran. Misalnya posisi ujung sensor jam ukur, posisi mistar baja, posisi
kedua rahang ukur jangka sorong, posisi kedua ujung ukur dari mikrometer, dan sebagainya.
Bila posisi alat ukur ini kurang diperhatikan letaknya oleh si pengukur maka tidak bisa
dihindari terjadinya penyimpangan dalam pengukuran.

3.Kesalahan Karena Pembacaan Skala Ukur


Kurang terampilnya seseorang dalam membaca skala ukur dari alat ukur yang sedang
digunakan akan mengakibatkan banyak terjadi penyimpangan hasil pengukuran. Kebanyakan
yang terjadi karena kesalahan posisi waktu membaca skala ukur. Kesalahan ini sering disebut,
dengan istilah paralaks. Paralaks sering kali terjadi pada si pengukur yang kurang
memperhatikan bagaimana seharusnya dia melihat skala ukur pada waktu alat ukur sedang
digunakan. Di samping itu, si pengukur yang kurang memahami pembagian divisi dari skala
ukur dan kurang mengerti membaca skala ukur yang ketelitiannya lebih kecil daripada yang
biasanya digunakannya juga akan berpengaruh terhadap ketelitian hasil pengukurannya.
Jadi, faktor manusia memang sangat menentukan sekali dalam proses pengukuran. Sebagai
orang yang melakukan pengukuran harus menetukan alat ukur yang tepat sesuai dengan
bentuk dan dimensi yang akan diukur. Untuk memperoleh hasil pengukuran yang betul-betul
dianggap presisi tidak hanya diperlukan asal bisa membaca skala ukur saja, tetapi juga
diperlukan pengalaman dan ketrampilan dalam menggunakan alat ukur. Ada beberapa faktor
yang harus dimiliki oleh seseorang yang akan melakukan pengukuran yaitu:
1.Memiliki pengetahuan teori tentang alat ukur yang memadai dan memiliki
ketrampilan atau pengalaman dalam praktik-praktik pengukuran.
2.Memiliki pengetahuan tentang sumber-sumber yang dapat menimbulkan
penyimpangan dalam pengukuran dan sekaligus tahu bagaimana cara mengatasinya.
3.Memiliki kemampuan dalam persoalan pengukuran yang meliputi bagaimana
menggunakannya, bagaimana, mengalibrasi dan bagaimana memeliharanya.

4. Kesalahan karena faktor lingkungan


Ruang laboratorium pengukuran atau ruang-ruang lainnya yang digunakan untuk
pengukuran harus bersih, terang dan teratur rapi letak peralatan ukurnya. Ruang pengukuran
yang banyak debu atau kotoran lainnya sudah tentu dapat menganggu jalannya proses
pengukuran. Disamping si pengukur sendiri merasa tidak nyaman juga peralatan ukur bisa

tidak normal bekerjanya karena ada debu atau kotoran yang menempel pada muka sensor
mekanis dan benda kerja yang kadang-kadang tidak terkontrol oleh si pengukur. Ruang
pengukuran juga harus terang, karena ruang yang kurang terang atau remang-remang dapat
mengganggu dalam membaca skala ukur yang hal ini juga bisa menimbulkan penyimpangan
hasil pengukuran.
Akan tetapi, untuk penerangan ini ruang pengukuran sebaiknya tidak banyak diberi lampu
penerangan. Sebeb terlalu banyak lampu yang digunakan tentu sedikit banyak akan
mengakibatkan suhu ruangan menjadi lebih panas. Padahal, menurut standar internasional
bahwa suhu atau temperatur ruangan pengukur yang terbaik adalah 20C apabila temperatur
ruangan pengukur sudah mencapai 20C, lalu ditambah lampu-lampu penerang yang terlalu
banyak, maka temperatur ruangan akan berubah. Seperti kita ketahui bahwa benda padat akan
berubah dimensi ukurannya bila terjadi perubahan panas. Oleh karena itu, pengaruh dari
temperatur lingkungan tempat pengukuran harus diperhatikan.

-Kelas Alat Ukur


1. Alat Ukur Panjang
Penggaris/mistar, jangka sorong, dan mikrometer sekrup merupakan contoh alat ukur
panjang. Setiap alat ukur memiliki ketelitian yang berbeda, sehingga kamu harus bisa
memilih alat ukur yang tepat untuk sebuah pengukuran. Pemilihan alat ukur yang kurang
tepat akan menyebabkan kesalahan pada hasil pengukuran.
a. Mistar

Gambar 1
Alat ukur panjang yang sering kamu gunakan adalah mistar atau penggaris. Pada
umumnya, mistar memiliki skala terkecil 1 mm atau 0,1 cm. Mistar mempunyai ketelitian
pengukuran 0,5 mm, yaitu sebesar setengah dari skala terkecil yang dimiliki oleh mistar. Pada
saat melakukan pengukuran dengan menggunakan mistar, arah pandangan hendaknya tepat
pada tempat yang diukur. Artinya, arah pandangan harus tegak lurus dengan skala pada mistar
dan benda yang di ukur. Jika pandangan mata tertuju pada arah yang kurang tepat, maka akan
menyebabkan nilai hasil pengukuran menjadi lebih besar atau lebih kecil. Kesalahan
pengukuran semacam ini di sebut kesalahan paralaks.
b. Jangka Sorong

Gambar 2
Jangka sorong terdiri atas dua bagian, yaitu rahang tetap dan rahang geser. Skala
panjang yang terdapat pada rahang tetap merupakan skala utama, sedangkan skala pendek
yang terdapat pada rahang geser merupakan skala nonius atau vernier. Nama vernier
diambilkan dari nama penemu jangka sorong, yaitu Pierre Vernier, seorang ahli teknik
berkebangsaan Prancis.
Skala utama pada jangka sorong memiliki skala dalam cm dan mm. Sedangkan skala
nonius pada jangka sorong memiliki panjang 9 mm dan di bagi dalam 10 skala, sehingga
beda satu skala nonius dengan satu skala pada skala utama adalah 0,1 mm atau 0,01 cm. Jadi,
skala terkecil pada jangka sorong adalah 0,1 mm atau 0,01 cm.
Jangka sorong tepat digunakan untuk mengukur diameter luar, diameter dalam,
kedalaman tabung, dan panjang benda sampai nilai 10 cm. Untuk lebih memahami tentang
tentang jangka sorong, perhatikan Gambar.
c. Mikrometer Sekrup
Mikrometer sekrup sering digunakan untuk mengukur tebal benda-benda tipis dan
mengukur diameter benda-benda bulat yang kecil seperti tebal kertas dan diameter kawat.
Mikrometer sekrup terdiri atas dua bagian, yaitu poros tetap dan poros ulir. Skala panjang
yang terdapat pada poros tetap merupakan skala utama, sedangkan skala panjang yang
terdapat pada poros ulir merupakan skala nonius.
Skala utama mikrometer sekrup mempunyai skala dalam mm, sedangkan skala
noniusnya terbagi dalam 50 bagian. Satu bagian pada skala nonius mempunyai nilai 1/50
0,5 mm atau 0,01 mm. Jadi, mikrometer sekrup mempunyai tingkat ketelitian paling tinggi
dari kedua alat yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu 0,01 mm. Perhatikan gambar
berikut!

Gambar 3
2. Alat Ukur Massa
Massa benda menyatakan banyaknya zat yang terdapat dalam suatu benda. Massa tiap
benda selalu sama dimana pun benda tersebut berada. Satuan SI untuk massa adalah kilogram
(kg).

Gambar 4
Alat untuk mengukur massa disebut neraca. Ada beberapa jenis neraca, antara lain,
neraca ohauss, neraca lengan, neraca langkan, neraca pasar, neraca tekan, neraca badan, dan
neraca elektronik. Setiap neraca memiliki spesifikasi penggunaan yang berbeda-beda. Jenis
neraca yang umum ada di sekolah Anda adalah neraca tiga lengan dan empat lengan.
Pada neraca tiga lengan, lengan paling depan memuat angka satuan dan
sepersepuluhan, lengan tengah memuat angka puluhan, dan lengan paling belakang memuat
angka ratusan.
Cara menimbang dengan menggunakan neraca tiga lengan adalah sebagai berikut.
a. Posisikan skala neraca pada posisi nol dengan menggeser penunjuk pada lengan depan dan
belakang ke sisi kiri dan lingkaran skala diarahkan pada angka nol!
b. Periksa bahwa neraca pada posisi setimbang!
c. Letakkan benda yang akan diukur di tempat yang tersedia pada neraca!
d. Geser ketiga penunjuk diurutkan dari penunjuk yang terdapat pada ratusan, puluhan, dan
satuan sehingga tercapai keadaan setimbang!
e. Bacalah massa benda dengan menjumlah nilai yang ditunjukkan oleh penunjuk ratusan,
puluhan, satuan, dan sepersepuluhan!
3. Alat Ukur Waktu

Gambar 6
Standar satuan waktu adalah sekon atau detik. Alat yang digunakan untuk mengukur
waktu biasanya adalah jam atau arloji. Untuk mengukur selang waktu yang pendek di
gunakan stopwatch. Stopwatchmemiliki tingkat ketelitian sampai 0,01 detik. Alat ukur yang
paling tepat adalah jam atom. Jam ini hanya digunakan oleh para ilmuwan di laboratorium.
Arloji ada dua jenis, yaitu arloji mekanis dan arloji digital. Jarum arloji mekanis
digerakkan oleh gerigi mekanis yang selalu berputar, sedangkan arloji digital berdasarkan
banyaknya getaran yang dilakukan oleh sebuah kristal kuarsa yang sangat kecil. Arloji akan

bekerja sepanjang sumber energinya masih ada. Ketelitian arloji adalah 1 sekon. Kelemahan
arloji mekanis maupun digital adalah selalu bergerak sehingga sulit dibaca secara teliti.
Waktu yang terbaca pada arloji mekanis ditunjukkan oleh kerja ketiga jarum, yaitu
jarum jam, jarum menit, dan jarum detik. Jarum jam bergerak satu skala tiap satu jam, jarum
menit bergerak satu skala tiap satu menit, jarum detik bergerak satu skala tiap satu detik. Cara
membaca untuk arloji digital sangat mudah sebab angka yang ditampilkan pada arloji sudah
menunjukkan waktunya.

Keselamatan kerja
Keselamatan kerja dalam pengukuran merupakan poin penting yang harus diperhatikan
setiap praktikan pada saat melakukan pengukuran atau percobaan di ruang laboratorium. Hal
ini perlu menjadi perhatian setiap siswa karena dapat membahayakan keselamatan bersama,
mengingat di laboratorium banyak bahan berbahaya atau peralatan yang dapat melukai
praktikan itu sendiri.

Keselamatan kerja dalam pengukuran merupakan poin penting yang harus diperhatikan
setiap siswa pada saat melakukan pengukuran atau percobaan di ruang laboratorium. Hal ini
perlu menjadi perhatian setiap siswa karena dapat membahayakan keselamatan bersama,
mengingat di laboratorium banyak bahan berbahay atau peralatan yang dapat melukai.

Keselamatan Kerja Dalam Pengukuran


Belajar fisika tidak dapat dipisahkan dari kegiatan laboratorium. Dalam melaksanakan
percobaan dan kegiatan di laboratorium mungkin saja terjadi kecelakaan. Oleh karena itu,
penting sekali untuk menjaga keselamatan dalam bekerja. Salah satu usaha menjaga
keselamatan kerja dan mencegah terjadinya kecelakaan adalah dengan memperhatikan dan
melaksanakan tata tertib di laboratorium.

Pentingnya Mengutamakan Keselamatan Kerja Dalam Pengukuran


Mengapa kecelakaan dapat terjadi? Kecelakaan di laboratorium dapat terjadi disebabkan
beberapa hal, antara lain :
1. tidak mematuhi tata tertib laboratorium,
2. tidak bersikap baik dalam melaksanakan kegiatan laboratorium,
3. kurangnya pemahaman dan pengetahuan terhadap alat, bahan, serta cara
penggunaannya,
4. kurangnya penjelasan dari guru atau tenaga laboratorium, dan
5. tidak menggunakan alat pelindung.
Adapun bahaya-bahaya yang mungkin perlu diantisipasi di lingkungan laboratorium adalah
sebagai berikut:
1. luka bakar akibat panas,
2. bahaya listrik,
3. bahaya radioaktif, dan
4. bahaya kebakaran.
Kejadian-kejadian diatas tidak akan terjadi apabila setiap orang dilingkungan laboratorium
saling mengutamakan keselamatan kerja dalam pengukuran.
Keselamatan Kerja dalam Pengukuran
Keselamatan kerja dalam melakukan kegiatan percobaan sangat
penting, baik

keselamatan pelaku maupun keselamatan alat yang


digunakan dalam percobaan. Berikut ini
adalah hal
hal yang dapat
dilakukan selama melakukan
percobaan.
1.
Tanamkan sikap hati
hati dalam melakukan setiap kegiatan
agar kegiatan
pembelajaran yang dilakukan dapat berhasil
dengan baik dan alat
alat yang digunakan
tidak mengalami
kerusakan.
2.
Alat
alat yang terbuat dari bahan gelas atau kaca, seperti
tabu
ng reaksi, gelas kimia,
alat konveksi zat cair, dan alat ukur
listrik memerlukan perlakuan khusus karena
mudah pecah jika
terjatuh.
3.
Berhati
hati dalam menggunakan bahan kimia. Bahan
bahan
kimia tertentu dapat
menimbulkan iritasi jika mengenai kulit,
bahkan
ada yang bersifat racun jika terhirup
atau tertelan.
Setelah selesai melakukan percobaan menggunakan bahan
kimia, segera
mencuci alat
alat yang digunakan dalam
percobaan itu. Cuci tangan dengan sabun
cuci atau bahan
pembersih lainnya, kemudian bilas denga
n air hingga bersih.
4.
Berhati
hati ketika menggunakan sumber arus listrik PLN. Pegang
steker dengan baik
dan benar ketika akan menghubungkannya

pada stop kontak, demikian juga ketika


melepasnya dari stop
kontak. Pegang bagian yang berisolasi dan tarik steke
r itu dalam
arah lurus sehingga mudah melepaskannya.
5.
Ketika melakukan percobaan untuk membuat rangkaian listrik,
buat rangkaian listrik
itu dengan baik dan benar sesuai dengan
petunjuk percobaan, kemudian hubungkan ke
sumber arus
listrik PLN. Jika dalam pe
rcobaan kamu menemui kesulitan
atau
keraguan, minta bimbingan guru.
6.
Jika dalam percobaanmu menggunakan api atau pembakar
spiritus, matikan api
setelah percobaan selesai. Sebelum
pembakar spiritus disimpan di gudang, pastikan
bahwa apinya
sudah mati.
7.
Untuk
mendapatkan data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan,
gunakan alat
dengan baik dan bacalah alat ukur yang
kamu gunakan dengan benar. Pengamatan
yang tidak benar
akan menghasilkan data yang tidak tepat. Pembacaan alat ukur
yang
benar adalah ketika m
elakukan pengamatan, posisi mata
berimpit atau segaris dengan
skala alat yang diamati.
8.
Jika yang diamati adalah alat yang memiliki jarum penunjuk,
misalnya
stopwatch
dan
alat ukur listrik, posisi mata harus lurus
dengan jarum penunjuk pada alat tersebut
se
hingga data yang
diperoleh benar dan dapat dipertanggungjawabkan

Anda mungkin juga menyukai