Anda di halaman 1dari 21

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

PRAKTIKUM GEOLOGI FISIK


ACARA V : FOSIL

LAPORAN

NAMA
NIM

: WAHYU FAUZI
: D61115508

GOWA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan kekayaan alam, berupa sumber
daya alam yang melimpah, kebudayaan dari berbagai daerah, bahkan tempat dan
benda-benda bersejarah. Kali ini penulis akan menerangkan mengenai tempat yang
menyimpan benda-benda bersejarah seperti fosil-fosil,
Fosil adalah sisa-sisa tanaman dan hewan yang terlestarikan. Mereka sering
ditemukan di batuan endapan, yang terbentuk dengan penumpukan perlahan atau
sedimentasi. Usia fosil ditentukan dengan pengukuran karbon
Fosil penting untuk memahami sejarah batuan sedimen bumi. Subdivisi dari
waktu geologi dan kecocokannya dengan lapisan batuan tergantung pada fosil.
Organisme berubah sesuai dengan berjalannya waktu dan perubahan ini digunakan
untuk menandai periode waktu. Sebagai contoh, batuan yang mengandung fosil
graptolit harus diberi tanggal dari era paleozoikum. Persebaran geografi fosil
memungkinkan para ahli geologi untuk mencocokan susunan batuan dari bagianbagian lain di dunia oleh karena itu diadakan pratikum ini untuk membantu
mahasiswa mengetahui jenis-jenis fosil dan pemanfaannya diseluruh dunia hingga
dapat membandingkan susunan batuan tempat fosil berada.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari pembuatan laporan ini adalah mengetahui definisi dan jenis jenis
fosil. Sedangkan tujuan dari pembuatan laporan ini adalah :
a. Untuk menjelaskan proses proses pemfosilan.
b. Untuk mengetahui hubungan fosil terhadap ilmu geologi.
1.3 Alat dan bahan
Adapun alat dan bahan yang di gunakan dalam pratikum ini diantaranya:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Alat tulis menulis


Alat peraga (Fosil)
Koin (Pembanding)
Tabel data pratikum
Kertas A4s
Kamera

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Fosil

Fosil dalam bahasa Latin adalah fossa yang berarti menggali keluar dari dalam
tanah

adalah

sisa-sisa

atau

bekas-bekas makhluk

hidup yang

menjadi batu atau mineral. Untuk menjadi fosil, sisa-sisa hewan atau tanaman ini
harus segera tertutup sedimen. Oleh para pakar dibedakan beberapa macam fosil. Ada
fosil batu biasa, fosil yang terbentuk dalam batu ambar. Hewan atau tumbuhan yang
dikira sudah punah tetapi ternyata masih ada disebut fosil hidup. Fosil yang paling
umum adalah kerangka yang tersisa seperti cangkang, gigi dan tulang. Fosil jaringan
lunak sangat jarang ditemukan. Ilmu yang mempelajari fosil adalah paleontologi,
yang juga merupakan cabang ilmu yang direngkuh arkeologi.
Istilah "fosil hidup" adalah istilah yang digunakan suatu spesies hidup yang
menyerupai sebuah spesies yang hanya diketahui dari fosil. Beberapa fosil hidup
antara lain ikan coelacanth dan pohon ginkgo. Fosil hidup juga dapat mengacu
kepada sebuah spesies hidup yang tidak memiliki spesies dekat lainnya atau sebuah
kelompok kecil spesies dekat yang tidak memiliki spesies dekat lainnya. Contoh dari
kriteria terakhir ini adalah nautilus.
Kebanyakan fosil ditemukan dalam batuan sedimen yang permukaannya
terbuka. Batu karang yang mengandung banyak fosil disebut fosiliferus. Tipe-tipe
fosil yang terkandung di dalam batuan tergantung dari tipe lingkungan tempat
sedimen secara ilmiah terendapkan. Sedimen laut, dari garis pantai dan laut dangkal,
biasanya mengandung paling banyak fosil.
2.2 Proses-Proses Pemfosilan

Fosilisasi merupakan proses penimbunan sisa-sisa hewan atau tumbuhan yang


terakumulasi dalam sedimen atau endapan-endapan baik yang mengalami
pengawetan secara menyeluruh, sebagian ataupun jejaknya saja. Terdapat beberapa
syarat terjadinya pemfosilan yaitu antara lain:
Organisme mempunyai bagian tubuh yang keras
a.
b.
c.
d.

Mengalami pengawetan
Terbebas dari bakteri pembusuk
Terjadi secara alamiah
Mengandung kadar oksigen dalam jumlah yang sedikit umurnya lebih dari
10.000 tahun yang lalu.
Kendala pemfosilan yaitu saat organisme mati (bangkai) dimakan oleh

organisme lain atau terjadi pembusukan oleh bakteri pengurai. Suatu contoh tempat
yang mendukung terjadinya proses fosilisasi adalah delta sungai, dasar danau, atau
danau tapal kuda (oxbow lake) yang terjadi dari putusnya suatu meander.
Tidak semua organisme yang mati dapat terfosilkan, karena kebanyakan telah
dimakan oleh binatang atau hancur karena organisme lainnya. Selain itu proses
dekomposisi atau pembusukan juga dapat menghancurkan organisme tersebut.
Kadang-kadang

proses

tersebut

berlangsung

sangat

cepat

sehingga

akan

menghancurkan seluruh sisa-sisa makhluk hidup dan sama sekali tidak meninggalkan
jejak. Hanya sisa organism yang telah mengalami kondisi tertentulah yang dapat
terawetkan dan menjadi fosil. Proses pembentukan fosil disebut fosilisasi. Jenis-jenis
fosilisasi diantaranya masih dapat terlihat jelas dengan menggunakan mikroskop.
Proses mineralisasi dapat terjadi dengan bermacam cara, yaitu:

A. Permineralisasi
Permineralisasi adalah proses pemfosilan yang terjadi penggantian sebagian
atau bagian dari fosil oleh satu jenis mineral karena dari akibat masuknya mineral
tertentu ke dalam rongga-rongga atau pori pori tulang, cangkang atau material
tumbuhan sehingga menyebabkan fosil akan lebih berat dari semula dan akan lebih
tahan terhadap pelapukan. Mineral yang mengisi dan terendapkan adalah kalsit, silika
dan beberapa jumlah senyawa dari besi. Pada tulang dan cangkang binatang dapat
dijumpai rongga atau lubang yang berisi jaringan sumsum, pembuluh darah, syaraf
dan bagian lunak lainnya. Ketika organisme tersebut mati, bagian lunaknya akan
membusuk sehingga air dapat mengalir melalui rongga-rongga tersebut. Jika air yang
masuk ke dalam rongga tersebut mengandung ion-ion terlarut seperti silika, kalsium
karbonat atau oksida besi, ion-ion tersebut akan mengalami presipitasi dan mengisi
rongga-rongga tersebut dengan mineral.

B. Replacement
Replacement adalah penggantian secara keseluruhan bagian dari fosil dengan
mineral lain. Serupa dengan permineralisasi, hanya saja sisa organisme asli telah
terbawa pergi setelah sebelumnya terkubur dalam sedimen kemudian larut oleh air
tanah, sehingga meninggalkan rongga pada batuan yang selanjutnya terisi oleh
material baru berupa material karbonatan, silikat, dan senyawa besi, terkadang hingga

molekul per molekul, sehingga struktur halus dari fosil tersebut tetap terjaga dengan
baik
C. Rekristalisasi
Rekristalisasi adalah suatu proses pemfosilan yang umum dimana sisa-sisa
organisme terkena suhu dan tekanan yang lebih tinggi sehingga materialmaterial penyusunnya (mineral penyusun fosil) berubah ke bentuk yang lebih stabil.
Pada skala makroskopis, fosil yang mengalami rekristalisasi sulit dibedakan dari yang
asli, namun pada skala lebih kecil, struktur-struktur halus dari fosil tidak lagi
kelihatan atau berubah, mengikuti struktur kristal dari mineral yang baru. Contohnya
fosil yang tersusun dari mineral kalsit berubah menjadi mineral aragonite.
D. Mold dan Cast Mold
Cetakan negatif dari bagian keras organisme yang terbentuk ketika organisme
yang mati jatuh dan menekan sedimen di dasar laut , kemudian bagian yang jatuh
(keras) membentuk cetakan pada sedimen. Ketika bagian keras organisme itu hilang,
maka cetakan yang tertinggal disebut Mold. Ketika Mold terisi oleh material-material
tertentu, akan terbentuk cetakan yang serupa dengan organisme yang membentuk
Mold. Cetakan dari Mold inilah yang disebut Cast. Dengan kata lain Cast adalah
cetakan positifnya. Cast terbagi menjadi dua yaitu external cast yang memperlihatkan
kenampakan bagian luar cangkang dan internal cast yang memperlihatkan
kenampakan bagian dalam cangkang

E. Compression fossil
Compression fossil adalah salah satu jenis fosil yang sering dijumpai pada
batuan sedimen yang mengalami kompresi (penekanan) secara fisika akibat gaya
yang bekerja pada sedimen yang mengandung fosil. Fosil jenis ini akan mengalami
distorsi atau perubahan bentuk akibat proses tekanan tersebut, sehingga fosil
tumbuhan, khususnya daun lebih banyak ditemukan dalam bentuk ini ketimbang fosil
hewan. Umumnya fosil terkompres sangat kuat sehingga hanya meninggalkan
cetakan berupa lapisan karbon pada batuan yang disebut phytoleim.
F. Bioimmuration
Bioimmuration adalah salah satu tipe pengawetan dimana rangka luar beserta
organisme yang hidup di dalamnya. Pengawetan ini terjadi karena rangka luar dari
organisme berkembang melingkupi organisme di dalamnya sehingga ikut terawetkan.
Organisme yang terawetkan dengan cara ini biasanya yang hidup pada suatu substrat,
dan biasanya berupa organisme bentos sessile yang hidupnya menambat di dasar laut.
2.3 Filum Moluska
Moluska berasal dari bahasa latin: molluscus yang artinya lunak. Moluska
adalah hewan triploblastik slomata yang bertubuh lunak. Moluska hidup di laut, air
tawar, payau, dan darat. Beberapa Moluska memiliki cangkang. Filum Moluska
merupakan filum terbesar kedua setelah Artropoda.
Ciri-Ciri dari Moluska yaitu:

a. Ukuran dan bentuk tubuh Moluska bervariasi.


b. Bertubuh lunak dan tidak beruas-ruas.
c. Hewan triplobastik selomata.
d. Tidak mempunyai tulang belakang
e. Hidup di air dan di darat
f. Memiliki cincin syaraf yang merupakan sistem syaraf.
g. Organ ekskresi berupa nefridia
h. Memiliki radula (lidah bergigi).
i. Hewan Heterotof
j. Bereproduksi secar seksual
k. Struktur tubuhnya simetri bilateral
l. Tubuh terdiri dari kaki, massa viseral, dan mineral.

Struktur tubuh Moluska terdiri dari 3 bagian:


Kaki, berfungsi untuk bergerak. Sebagian Moluska kaki telah berubah
menjadi tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsa. Massa Viseral, di dalam
massa Viseral terdapat organ pencernaan, ekskresi, dan reproduksi. Massa Viseral
dilindungi oleh mantel. Mantel, Mantel adalah jaringan tebal yang melindungi Massa
Viseral. Mantel membentuk rongga mantel, yang isinya adalah tempat lubang insang,
lubang ekskresi, dan anus. Sistem syaraf mollusca terdiri dari cincin syaraf yang

mengelilingi esofagus. Sistem pencernaan Moluska terdiri dari mulut, esofagus,


lambung, usus, dan anus.
2.3.1 Klasifikasi Moluska

A. Amphineura

Amphineura merupakan jenis Moluska yang masih primitif. Memiliki tubuh


simteri bilateral. Memiliki beberapa insang di dalam rongga mantelnya. Hidup di
sekitar panta. Contoh: Chiton.
B. Scaphopoda
Scaphopoda hidup di laut atu di pantai, memiliki cangkang yang tajam,
berbentuk seperti terompet, memiliki kaki kecil, di kepalanya terdapat beberapa
tentakel, dan tidak memiliki insang. Contoh: Dentalium Vulgare.
C. Gastropoda
Gastropoda adalah hewan yang menggunakan perutnya sebagai kaki.
Hidupnya di darat, air tawar, maupun di laut. Umumnya Gastropoda memiliki
cangkang. Contoh: Siput.

D. Cephalopoda
Cephalopoda menggunakan kepalanya sebagai alat gerak. Mempunyai
endoskeleton, eksoskeleton, atau tanpa keduanya. Tubuhnya simetri bilateral.
Tubuhnya terdiri dari kepala, leher, dan badan. Contoh: Cumi-Cumi
E. Pelecypoda (Bilvalvia)
Pelecypoda memiliki bentuk kaki seperti kapak yang terletak di anterior.
Bilvalvia adalah hewan bercangkang yang terdiri atas dua bagian. Memiliki sistem
saraf dan otak yang berkembang baik. Hidup di air tawar dan laut. Contoh:
Meleagrina (kerang mutiara), Anadonta (kijing), Ostrea (tiram), Panope Generosa
(kerang raksasa).
2.4 Filum Coelenterata
Coelenterata adalah kelompok hewan berongga (Coelenterata) mempunyai bentuk
tubuh seperti tabung. Bentuk tubuhnya beragam , tetapi mempunyai rongga dengan
mulut yang dikelilingi oleh tentakel. Dalam keadaan berenang, mulutnya menghadap
ke dasar laut.
Tubuh hewan berongga terdiri dari jaringan luar (eksoderm), jaringan dalam
(endoderm) dan sistem otot yang membujur dan menyilang. Contoh hewan berongga
antara lain ubur-ubur, hydra, dan anemon laut.
Ciri-ciri Coelenterata yaitu:

1.

Bentuk tubuh, Radial simetris, hewan multisel diploblastik dengan jaringan


terorganisasi.

2. Habitat, Air, air tawar atau bentuk soliter atau kolonial laut yang mungkin
berenang bebas atau menetap.
3.

Kehadiran panjang, struktur berongga disebut tentakel yang digunakan untuk


bergerak dan menangkap makanan.

4.

Kehadiran jenis aneh sel yang disebut cnidoblasts, nematosis atau sel
penyengat pada ektoderm, terutama di tentakel, yang digunakan untuk menyerang
dan bertahan.

5.

Pencernaan adalah baik intraseluler dan ekstraseluler.

6.

Respirasi dan ekskresi melalui difusi sederhana.

7.

Kehadiran jaringan saraf tersebar di seluruh tubuh.

8. Tubuh memiliki mulut di ujung mulut yang mengarah ke dalam rongga luas yang
disebut rongga gastrovaskular atau coelenteron.
2.4.1 Klafikasi Coelenterata

Coelenterata terdiri dari tiga kelas, yaitu:

A. Hydrozoa
Berupa polip, hanya sebagian kecil yang berbentuk medusa dan hidup
berkoloni. Habitat Hydrozoa di air tawar, sebagian hidup di laut. Biasanya hidup
menempel pada benda yang ada dalam air, misalnya tanaman air. Reproduksi
aseksual Hydrozoa dengan membentuk tunas, adapun reproduksi seksual dengan
membentuk sperma dan ovum. Hydrozoa kebanyakan hermaprodit, meskipun ada
yang gonochoris.
Contohnya:
1. Hydra viridis (Hydra hijau): hidup soliter (tidak berkoloni) di air tawar, misalnya
kolam atau sungai berarus tenang.
2. Hydra fusca (Hydra coklat)
3. Hydra attenuate (Hydra bening)
4. Obelia sp: bentuknya mirip batang bercabang, merupakan koloni polip (polip
vegetatif dan polip reproduktif).
B. Scyphozoa
Bentuk tubuh seperti mangkuk terbalik. Fase medusa Scyphozoa lebih
dominan dari pada polip. Tempat hidupnya di laut, kebanyakan gonochoris.
Scyphozoa mempunyai kelenjar kelamin (gonade) terdapat dalam kantung-kantung
ruang gastrikum. Contohnya Aurelia aurita (ubur-ubur).

C. Anthozoa
Meliputi hewan-hewan karang dan anemon laut, berbentuk polip. Anthozoa
merupakan pembentuk batu karang di laut. Hewan-hewan ini tidak bertangkai,
biasanya terbungkus skeleton eksternal yang disebut karang. Batu karang tumbuh
dengan baik di perairan tropik bersuhu hangat (20oC atau lebih). Anthozoa
mempunyai tentakel yang terdapat di sekitar mulut, jumlahnya banyak. Mulutnya
memanjang, bermuara di dalam tabung yang disebut stomodeum. Stomodeum
memanjang memasuki rongga gastrovaskuler yang terbagi menjadi beberapa ruang
kompartemen oleh pembatas vertical.
2.5 Penentuan Umur Fosil
Salah satu penentuan umur fosil adalah dengan menggunakan metode
radiometric dating. Metode ini paling sering dipakai untuk menentukan fosil dengan
cara menentukan umur batuan dan fosil pada skala waktu absolut. Fosil mengandung
isotop unsur yang terakumulasi dalam organisme ketika masih hidup. Karena setiap
isotop radioaktif memiliki laju peluruhan yang sudah tetap, isotop itu dapat
digunakan untuk menentukan umur suatu spesimen. Waktu paruh (half-life) suatu
isotop, yaitu jumlah rentang waktu yang diperlukan untuk meluruhkan 50% dari
sampel awal. Sebagai contoh karbon memiliki waktu paruh sebesar 5.600-5.730

tahun, yang merupakan suatu laju peluruhan yang efektif untuk menentukan umur
fosil yang relatif muda. Sebagai contoh ketika suatu organisme tersebut masih hidup,
organisme tersebut mengasimilasi isotop yang berbeda, salah satunya karbon. Setelah
organisme tersebut mati maka karbon tersebut tersimpan dan akan meluruh sesuai
dengan lama fosil tersebut. Sementara untuk isotop yang lebih lama bisa
menggunakan uranium, yang memiliki waktu paruh 4,5 miliar tahun.
Sinar kosmik menumbuk atmosfer dan melepaskan neutron yang selanjutnya
neutron tersebut akan menumbuk atom nitrogen untuk menghasilkan karbon yang
selanjutnya akan diambil oleh organisme.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Adapun hasil dan pembahasan dari praktikum geologi fisik acara fosil sebagai
berikut:
3.1.1

Neptunea Gontrapita
Sampel ini merupakan spesies Neptunea Gontrapia, klasifikasinya termasuk

dalam filum moluska, kelas Neogastropoda, berordo Neograstopoda termasuk dalam


family Neptunea.

Gambar 1.1 Fosil Neptunea Contrapita


Genusnya adalah Neptunea, pada sampel ini proses pemfosilan adalah
mineralisasi sebagian dimana rangka sepenuhnya berisi larutan cair dan penguraian
terjadi pada tahap lanjutan, struktur dalam membatu. Selanjutnya rangka sepenuhnya
digantikan oleh mineral selain aslinya, suatu salinan lengkap cangkang akan

dihasilkan. Dan cetakan persis rangka terbentuk akibat tekanan, maka sisa-sisa
permukaan luar rangka mungkin bertahan.

3.1.2

Thecosmilia Trichotoma
Sampel ini merupakan dalam spesies Thescomilia Trichotomo, klasifikasinya

termasuk dalam filum Coelenterata, kelas Anthozoa, berordo Scleractinia termasuk


dalam family Thescosmilianidae.

Gambar 1.2 Fosil Thescomilia Trichotomo


Genus dari sampel ini adalah Thecosmilia, pada sampel ini proses pemfosilan
adalah Replacement yaitu terjadi jika cangkang, rangka, tulang atau jaringan lain
terubah oleh mineral lain. Komposisi mineral adalah Silika dengan bentuk fosil
Simetris radial yaitu menempel, umur kapur tengah dan ditemukan di dasar laut
dalam, diketahui karena mineral penyusunnya adalah Silika.
3.1.3

Omphyma Subturbinata

Sampel ini merupakan dalam spesies Omphyma Subturbinata, klasifikasinya


termasuk dalam filum Mollusca, kelas Antrozoa , berordo Rugosa termasuk dalam
family Omphymadeae.

Gambar 1.3 Fosil Omphyma Subturbinata


Genus dari sampel ini adalah Omphyma, pada sampel ini proses pemfosilan
adalah dimulai ketika organisme ini mati, kemudian mengalami transportasi pada
daerah cekungan sedimen oleh media geologi berupa air, es maupun angin. Seiring
dengan berjalannya waktu organisme tersebut tertimbun oleh material-material
sedimen yang terakumulasi dalam cekungan sehingga organisme tersebut terhindar
dari makhluk pemangsa. Di dalam cekungan material-material sedimen semakin
bertambah maka tekanan pada organisme yang tertimbun semakin besar sehingga
terjadi proses kompaksi dan membentuk lapisan sedimen. Kemudian terjadi proses
leaching/pencucian dimana bagian tubuh yang kurang resisten tergantikan oleh
mineral yang lebih resisten. Selanjutnya organisme ini mengalami proses petrifikasi,
berupa proses permineralisasi, yaitu penggantian sebagian mineral penyusun tubuh
organisme ini dengan mineral lain. Organisme ini lalu mengalami proses litifikasi
yang merupakan perubahan organisme menjadi batu oleh adanya bahan-bahan seperti

silika, kalsium karbonat, FeO, MnO dan FeS. Bahan itu masuk dan mengisi lubang
serta pori dari hewan atau tumbuhan yang telah mati. Seiring berjalan waktu
organisme tersebut menjadi keras/membatu dan menjadi fosil.
Proses pemunculan fosil ke permukaan di pengaruhi oleh gaya endogen dan
mengalami pengangkatan. Gaya endogen yang bekerja membuat lapisan sedimen
yang berada dibawah terangkat melalui proses-proses tektonik. Kemudian dibantu
dengan adanya gaya eksogen berupa air hujan atau angin yang membuat lapisanlapisan sedimen tererosi sehingga fosil yang berada dalam lapisan batuan tersingkap
ke permukaan dan dikenali sebagai fosil.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

a. Proses-proses pemfosilan dengan penimbunan sisa-sisa hewan atau tumbuhan


yang terakumulasi dalam sedimen atau endapan-endapan baik yang mengalami
pengawetan secara menyeluruh, sebagian ataupun jejaknya saja. Dan syaratsyaratnya adalah mengalami pengawetan, terbebas dari bakteri pembusuk, terjadi
secara alamiah, mengandung kadar oksigen dalam jumlah yang sedikit umurnya
lebih dari 10.000 tahun yang lalu.
b. Fosil memiliki hubungan erat dengan geologi, meskipun berkaitan dengan
kehidupan, sebenarnya merupakan cabang dari geologi atau ilmu yang
mempelajari alam fisik. Dan di geologi namanya Paleontologi, Paleontologi
menggunakan fosil organisme untuk memperkirakan kondisi di bumi pada saat
kehidupan organisme tersebut berlangsung. Perubahan pada spesies tertentu juga
akan membantu menjawab pertanyaan tentang evolusi. Karena fosil umumnya
terpendam dalam formasi berbagai jenis batuan,
4.2 Saran

Saran untuk asisten dan laboratorium adalah jangan terlalu pelit memberi
nilai, kalau bisa asisten laporan tidak dipersulit atau ditekan dan alat buat praktikum
lengkap dan tidak ada yang kurang.
DAFTAR PUSTAKA

Palmer, Douglas. Buku saku:Fosil;alih bahasa,Yulin Lestari. Jakarta:Erlangga,2002.


Palmer, T. J., and Wilson, MA (1988) Parasitism of Ordovician bryozoans Sand the
origin of pseudoborings. Palaeontology 31, 939949

Anda mungkin juga menyukai