Anda di halaman 1dari 49

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam
terutama yang berasal dari perairan. Salah satu sumber daya alam dari perairan laut
di Indonesia adalah udang. Udang mengandung nutrisi yang lengkap terutama
kandungan proteinnya yang dominan. Hal ini yang menyebabkan udang bersifat
mudah rusak (perishable) oleh mikroba kontaminan jika penanganan pasca panen
yang dilakukan minimal dan kurang baik. Oleh karena itu, penanganan pasca panen
udang harus dilakukan dengan baik dan cepat untuk meminimalkan kerusakan fisik,
kimia maupun mikrobiologi.(Purwaningsih,2000)
Udang yang banyak terdapat di Indonesia yang memiliki nilai ekonomis tinggi
antara lain udang windu (Penaeus monodon), udang putih (Penaeus marguiensis)
dan udang dogol (Metapenaeus monoceros). Sedangkan udang air tawar yang
memiliki nilai ekonomis tinggi antara lain udang galah (Macrobranchium rosenbergii),
udang kipas (Panulirus sp) dan udang karang (Lobster) (Permana, 2007).
Pembekuan udang adalah salah satu pengolahan hasil perikanan yang
bertujuan

untuk

mengawetkan

makanan

berdasarkan

atas

penghambatan

pertumbuhan mikroorganisme, menahan reaksi-reaksi kimia dan aktivitas enzimenzim. Produk udang beku merupakan komoditas ekspor, dalam penambahan
devisa negara di Indonesia dari hasil perikanan,oleh karena itu untuk menjamin
terhadap jaminan mutu dan keamanan produk udang beku bagi konsumen mutlak
diperlukan suatu cara pengendalian mutu untuk mengkompromi problema food
hygiene dan safety yang terjadi dengan pendekatan HACCP.( Badan Standarisasi
Nasional,1991)
Untuk mengantisipasi

masalah tersebut

perusahaan pengolahan udang

diwajibkan melakukan kebijakan dalam penerapan program manajemen mutu


terpadu yang berkonsepsi pada prinsip Hazard Analysis Critical Control
(HACCP). HACCP merupakan merupakan

manajemen khusus untuk

point
bahan

makanan termasuk hasil perikanan yang didasari pada pendekatan sistematika


untuk megantisipasi kemungkinan terjadinya bahaya (Hazard) selama proses

produksi serta menentukan titik kritis yang harus dilaksanakan pengawasan secara
ketat.Tujuan utama menerapkan HACCP adalah memberikan jaminan mutu
meningkakan mutu produk, meminimalkan kecacatan produk dan keluhan konsumen
serta

memberikan efisiensi

jaminan

mutu. Keuntungan lain

HACCP adalah penggunaan sumberdaya

secara

lebih

baik

dari penerapan
dan pemecahan

masalah lebih tepat (Mayes, 2001).


1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pembuatan prosedur evaluasi HACCP pada pembekuan udang
vannamei head less?
2. Bagaimana prosedur yang baik dalam pembekuan udang vannamei head less?
3. Bagaimana standard prosedur operasional dalam produk pembekuan udang
vannamei head less?
4. Bagaimana standard sanitasi operasi prosedur dalam

produk pembekuan

udang vannamei head less?


5. Bagaimana analisis bahaya dalam produk pembekuan udang vannamei head
less?
6. Bagaimana mengidentifikasi titik kendali kritis dalam

produk pembekuan

udang vannamei head less?


7. Bagaimana cara menetapkan batas kritis dalam produk pembekuan udang
vannamei head less?
8. Bagaimana menetapkan tindakan koreksi dalam produk pembekuan udang
vannamei head less?
1.3 Tujuan
1.

Untuk

mengidentifikasi

pembuatan

prosedur

evaluasi

HACCP

pada

pembekuan udang vannamei head less


2.

Untuk menjelaskan prosedur yang baik dalam pembekuan udang vannamei


head less

3. Untuk mengetahui standard prosedur operasional dalam produk pembekuan


udang vannamei head less
4. Untuk mengetahui standard sanitasi operasi prosedur dalam
pembekuan udang vannamei head less

produk

5. Untuk menganalisis bahaya dalam produk pembekuan udang vannamei head


less
6. Untuk mengidentifikasi titik kendali kritis dalam produk pembekuan udang
vannamei head less
7. Untuk menetapkan batas kritis dalam produk pembekuan udang vannamei
head less
8. Untuk menetapkan tindakan koreksi dalam
vannamei head less

produk pembekuan udang

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pembuatan Prosedur Evaluasi HACCP pada Proses Pembekuan Udang
Vannamei Headless
2.1.1 Product Description
Product Quality Assurance

No.001
Rev.1

Udang Vannamei Headless Beku


Production by : Kelompok 6
Product description

Page 01

Product name : Udang Vannamei Headless Beku


Ingredients :

udang vannamei segar


es curai
air
klorin

Process categories : pencucian,pemotongan kepala, Pembekuan menggunakan


Contact Plate Freezer NISSIN : kapasitas 648 kg, (360 inner),waktu pembekuan 4
jam.
Physical/chemical structure : udang vannamei yang digunakan masih segar,
berwarna putih cerah corak kebiruan, kulitnya melekat erat pada daging, udang
dalam keadaan headless
Microcidal/static treatment : cemaran mikroba pada udang vannamei yaitu, E.coli
(Maks<2), vibrio cholera (negatif), salmonella (negatif)
Package : kemasan plastik polietilen sebagai inner, inner karton, master karton,
plastik tebal, strapping band.
Storage : disimpan dalam cold storage yang bersuhu -20oC.
Shelf life : 1 tahun
Consumer : local dan ekspor
Distribution method : Produk diangkut dengan kontainer yang dilengkapi dengan
pendingin (Container Pendingin), suhu container -18C

Quality Control :

Quality Assurance :

Bagian Quality Control bertugas dari Quality assurance memiliki tugas yang
bahan

baku

datang

untuk

menguji terencana

dan

sistematis

yang

kualitas bahan baku di laboratorium, dimplementasikan dalam suatu system


dengan melakukan uji seperti pengujian

kualitas sehingga persyaratan kualitas

kandungan antibiotik, histamin, dan lain-

barang dan jasa akan terpenuhi. Tujuan

lain. Selain itu melakukan control setiap

dari kegiatan penjaminan mutu ini adalah

kali produksi sesuai dengan pedoman untuk


dan melakukan koreksi apabila terjadi

membantu

perbaikan

dan

peningkatan secara terus menerus dan

kesalahan, serta memastikan produk berkesinambungan melalui praktek yang


yang dihasilkan masih bermutu tinggi.

terbaik dan mau mengadakan inovasi.

Dalam pelaksanaan proses produksi QA

terfokus

pada

pemberian

dilapangan, bagian QC ini juga dibantu jaminan/keyakinan bahwa persyaratan


bagian check line untuk membantu mutu akan dapat dipenuhi. QA berhak
dalam pemantauan secara langsung memberikan arahan dan keputusan suatu
proses produksi disetiap bagian. Bagian
ini

juga

bertanggung

mengendalikan,

jawab

mengawasi

produk

itu

layak

atau

tidak

untuk

dalam dikeluarkan.proses ini tentu melibatkan


dan proses

menjamin kualitas/ mutu produk yang

proses

,inventory,

dihasilkan, serta bertanggung jawab atas menjaga


sanitasi selama proses produksi yang

lain

seperti

maintenance.
corporate

berlangsung.

2.2 GMP (Good Manufacturing Product)

QA

image

menjaga defect ke konsumen.

produksi
lebih
dengan

Proses pembuatan produk pembekuan udang vannamei headless dapat


dilihat dari diagram alir proses pembuatan produk udang vannamei headless beku
dibawah ini
Pencucian 4

Penerimaan Bahan Baku

Pencucian 1

Penimbangan 4

Penimbangan 1

Penyusunan

2
Pencucian 2

Pembekuan

Penimbangan 2

Glazing

Potong kepala

Pengemasan

2
Penimbangan 3

penyimpanan
Pencucian 3
Pengiriman
Grading

Sortasi warna dan


kualitas

Note :
1. Persiapan
2. Proses
3, Pengepakan

2.3 SOP (Standard Operation Procedures)

Standard Operational Procedure pada pembekuan udang vannamei head less


adalah sebagai berikut:
Penerimaan Bahan Baku

Udang diangkut dengan menggunakan truk atau pick up yang ditempatkan


pada blong plastik yang ditambahkan es supaya suhu udang dan air

maksimal 5C.
Proses pembongkaran udang dilakukan di dalam ruang pembongkaran
yang tertutup agar tidak terkena sinar matahari sehingga suhunya tetap
terjaga dingin.

Ruang

pembongkaran

berada

di

sebelah

ruang

purchase(penerimaan). Antar ruangan tersebut dihubungkan dengan lubang


kecil

yang dilengkapi plastik curey atau

tirai

plastik

untuk

menjaga

kualitas suhu ruang.


Bahan baku Udang vannamei dimasukkan kedalam keranjang kemudian

disemprot dengan air bersih.


Bahan baku yang akan diproses menjadi produk harus mempunyai tingkat
kesegaran

tinggi,

dimana

udang

tersebut

harus

memenuhi

kriteria

udang segar, berwarna putih cerah corak kebiruan, kulitnya melekat erat

pada daging, bau masih segar.


Kegiatan yang berlangsung di ruang penerimaan yaitu sortasi mutu dan
ukuran udang, penentuan size, pencucian I, dan pengambilan sampel untuk

dilakuakan pengujian laboratorium.


Petugas quality control melakukan pengecekan terhadap kesegaran udang
vannamei berdasarkan parameter aroma dan diambil sampel untuk dilakukan
uji kloramfenikol (CAP), bahan kimia, bahan pencemar dan mikrobiologi

(terutama Salmonella sp. , E.coli, vibrio, staphylococcus).


Petugas receiving memberikan label pada tiap keranjang kemudian
dimasukkan ke ruang proses untuk disortir.

Pencucian 1

Pencucian udang dilakukan setelah proses penerimaan bahan baku yang


dilakukan dengan menggunakan air klorin 200 ppm bersuhu 5oC dalam
sebuah fiber. Tujuan dari pencucian awal ini yaitu untuk menghilangkan
kotoran-kotoran dan bau yang melekat pada udang tersebut, sehingga

kotoran-kotoran yang terbawa dari tambak maupun air laut akan larut

pada pencucian tersebut.


Setelah dari bak pencucian I udang diangkat dengan keranjang plastik
untuk kemudian dibilas dengan air dingin biasa, fungsinya untuk pembilasan

dan mengurangi kandungan klorin yang terdapat pada tubuh udang.


Udang yang telah dibilas kemudian dipindahkan ke ruang penimbangan.
Pemindahan dilakukan dengan melewatkan keranjang plastik ke sebuah
bak air dingin yang menghubungkan ruang penimbangan. Hal ni berfungsi
untuk

menjaga

kesegaran udang

dan untuk meringankan proses

pemindahan. Setiap keranjang plastik diberi label supplier udang, untuk


memberi tanda asal bahan bakunya.

Penimbangan 1

Penimbangan

mengetahui total berat awal udang vannamei sebelum diproses lebih lanjut.
Pada tahap ini ada dua aktivitas utama yaitu perhitungan jumlah dilakukan

untuk menentukan jenis dan pukuran yang seragam.


Setelah penimbangan dilakukan pencatatan udang berdasarkan ukuran,

mutu, dan jumlah bobotnya.


Kemudian setiap udang dalam keranjang penimbangan diberi label serta

ditambahkan es agar tetap dalam keadaan dingin dan segar.


Jumlah standar ukuran udang dapat dilihat pada table dibawah ini

dilakukan

setelah

pencucian

yang

bertujuan

untuk

Pencucian 2

Pencucian

dilakukan

bertujuan

untuk

menghilangkan

sisa-sisa

kotoran,lendir dan bakteri setelah dilakukan penimbangan 1. Udang dicuci


dengan memasukkannya ke dalam sebuah viber yang bervolume 250
liter pada suhu 5C yang dilengkapi dengan sistem aerator (gelembunggelembung

udara)

yang

berfungsi

mendorong

kotoran

yang masih

menempel agar terlepas dari tubuh udang.


Dan tahap terakhir yaitu udang dibilas dengan air biasa sebanyak 3 kali.

Penimbangan 2

Penimbangan 2 dilakukan setelah pencucian 2 yang bertujuan untuk

mengetahui berat udang vannamei yang telah dilakukan pencucian kedua.


Setelah penimbangan dilakukan pencatatan udang berdasarkan jumlah
bobotnya. Kemudian setiap udang dalam keranjang penimbangan diberi label
serta ditambahkan es agar tetap dalam keadaan dingin dan segar.

Pemotongan kepala

Pemotongan kepala udang dilakukan dengan menggunakan skop yang


dipasang pada ibu jari dan terbuat dari bahan stainless. Untuk jenis head
on(H/O) juga dilakukan proses diruang yang sama, tetapi hanya berupa
9

pemotongan antena,

rostrum,

dan

membelah

bagian

perut

untuk

menghilangkan kotoran di dalamnya.


Adapun cara pemotongan kepala (deheading), sebagai berikut:
Udang dipegang punggungnya dengan tangan kiri,dalam posisi tengkurap.
Jempol tangan kanan menggunakan alat pemotong yang disebut skop

terbuat dari bahan stainless


Kulit dan kaki jangan dibuang, ekor jangan sampai terpotong.
Pada saat pencabikan kepala udang mengarah kesamping, dilakukan

dengan hati-hati .
Dalam pemotongan,organ-organ masih melekat di kepala harus dibersihkan.
Adapun sketsa gambar pemotongan kepala, seperti pada gambar 6

Sumber : (Google Images,2015)


Proses pemotongan kepala dilakukan diatas meja yang terbuat dari
stainless yang cekung ditengah dan disetiap sisinya dilengkapi dengan
tempat untuk pembuangan kepala yang

menuju keranjang dibawah

meja. Hasil dari potongan kepala disimpan didalam keranjang. Setelah


itu dimasukkan kedalam ember plastik yang diberi tambahan es curai
agar tidak terjadi kenaikan suhu yang mengakibatkan kerusakan bahan.
Penimbangan 3
Udang ditimbang setelah proses pemotongan kepala yang bertujuan untuk
mengetahui berat udang vannamei headless setelah dipotong kepala.
Udang dilakukan penimbangan dengan menggunakan keranjang plastik kecil.
.
Pencucian 3

Udang

yang telah

melewati

serangkaian

proses

sortasi

kemudian

dilakukan tahap pencucian yang ke-3 dengan menggunakan air dingin

10

dengan suhu tidak lebih dari 5oC dengan penambahan klorin sebesar 5

ppm dengan diaduk-aduk selama 30 detik.


Untuk memastikan pencucian 30 detik digunakan bell alarm. Setelah 30
detik udang dicuci dengan air dingin biasa dengan suhu kurang dari 5C.
Setelah proses pencucian sebelum ditimbang udang ditiriskan di rak khusus
selama 10 menit.

Grading

Grading dilakukan dengan cara penyemprotan air sebanyak 3 kali.


Penentuan size dilakukan dengan menggunakan mesin grading. Satu unit
mesin

grading

dilengkapi

dengan

81

piringan

tempat meletakkan

udang dan berkapasitas 272 kg/jam.


Putaran mesin disesuaikan dengan kemampuan operator, dimana waktu

yang dibutuhkan dalam satu kali putaran adalah 25 detik.


Udang diletakkan satu persatu pada piring mesin, kemudian piring ini akan
berputar

dengan

sendirinya

melewati timbangan

maka

secara

piring

otomatis

tersebut

bila

piring

akan menjatuhkan

tersebut
udang

sesuai dengan ukuran atau berat yang telah diatur pada mesin tersebut.
Udang yang dijatuhkan akan terkumpul pada basket yang berada didalam
kapal mesin yang telah direndam air dingin dengan suhu 5C. Setelah
proses ini udang kemudian diangkut menuju ruang TSK untuk dilakukan
proses sortasi.

Sortasi Warna dan Kualitas

Proses sortasi dilakukan untuk memisahkan udang sesuai dengan standar


perusahaan dan yang tidak sesuai. Pada proses sortasi ini udang yang tidak
masuk standar dipisahkan dalam keranjang yang berbeda yaitu udang

ukuran besar, kecil, udang mutu 2, udang kulit muda, dan udang broken.
Sortasi dilakukan dengan cepat dan pada suhu ruangan tidak lebih dari 20C

untuk menjaga agar bahan baku tetap segar.


Pada sortasi ini dilakukan proses pemisahan warna. Sortasi ini dilakukan
secara visual, yaitu dengan cara dilihat kemudian udang dipisahkan menurut
warnanya. Menurut Hariadi (1994), dalam sortasi warna pada dasarnya ada
tiga warna yang harus digunakan, dengan tujuan mempertinggi nilai artistik

11

jika disusun dalam bentuk beku nantinya. Meskipun kualitas udang lebih
penting, akan tetapi segi keindahan susunan dan kesegaran warna juga

sangat berperan dalam menarik minat konsumen.


Adapun tiga warna tersebut adalah black (hitam), blue (biru) dan white

(putih).
Sortasi ukuran adalah suatu cara penyortiran udang berdasarkan ukuran.
Dalam sortasi ini dilakukan sesuai dengan jumlah tertentu untuk setiap
pound. Pada tahap ini udang selalu dipertahankan pada kondisi dingin yaitu
dengan cara memberi es curai pada udang yang sedang disortir. Jumlah
standar ukuran udang

Pencucian 4

Udang yang telah melewati serangkaian proses sortasi warna dan kualitas
kemudiandilakukan tahap pencucian yang ke-4 dengan menggunakan air
dingin dengan suhu tidak lebih dari 5C dengan penambahan klorin sebesar
5 ppm dengan diaduk-aduk selama 30 detik. Untuk memastikan pencucian

30 detik digunakan bell alarm.


Setelah 30 detik udang dicuci dengan air dingin biasa dengan suhu kurang
dari 5oC. Setelah proses pencucian sebelum ditimbang udang ditiriskan di
rak khusus selama 10 menit.

Penimbangan 4
Penimbangan ke 4 dilakukan setelah proses pencucian ke 4. Udang masuk
dalam standar size kemudian udang di masukkan dalam inner pan.
Hasil dari timbangan tersebut di dalamnya diberi label sesuai dengan
mutu, size, dan jumlah ekor udang. Dalam menunggu proses penyusunan
udang dibagian atasnya diberi es curah untuk mempertahankan suhu rendah
udang tersebut.
Penyusunan

Penyusunan dimulai dengan meletakkan kertas label ditengah inner pan.


Cara penyusunan udang sendiri disesuikan dengan size udang masingmasing.

12

Selama proses penyusunan setiap udang diamati apabila ada foreign


material (rambut, rumput, dll) dan apabila ada diambil dan dilakukan

pencatatan.
Menurut Purwaningsih (2000) yaitu posisi ekor bertemu ekor dan potongan
kepala menghadap ke samping. Jumlah udang pada setiap lapis tergantung
pada pada ukuran yang disusun.

Pembekuan

Produk yang telah disusun dalam inner pan kemudian disusun ke dalam
long pan, Setelah itu produk sebelum masuk ke Contact Plat Freezer (CPF)

diberi air dingin sampai penuh dan merata.


Pengisian medium air disamping sebagai precooling, juga berfungsi

untuk membentuk blockes udang itu sendiri.


Setelah itu diatas setiap inner pan diberi penutup yang telah dilapisi

plastik untuk kemudian baru dapat di masukkan ke dalam CPF.


Suhu pembekuan untuk membekukan udang vannamei headless mencapai
40C selama 2,5 - 4 jam. Udang dianggap beku apabila lapisan es pada
permukaan

pan

sudah

berwarna

putih

susu,

tidak

basah

dan

permukaan segmen udang tampak pucat. Suhu akhir produk dibawah


-18C, produk setelah beku akan dicek mutu dengan menggunakan
schoor sheet udang beku.
Glazing

Tujuan glazing yaitu untuk mencegah terjadinya oksidasi ,dehidrasi dan

memperbaiki penampilan karena terbentuknya lapisan es tipis yang seragam.


glazing dilakukan dengan cara mencelupkan udang blok ke dalam bak yang

berisi air dingin.


Sebelum dilakukan glazing, sebelumnya produk diambil dari CPF untuk
pelepasan produk dari inner pan dilakukan penyemprotan air sebanyak 3

kali selama 10 detik (produk lepas dari inner pan).


Glazing yang dilakukan sebesar 2 %, suhu air yang digunakan yaitu 2C

dalam waktu 15 detik.


Setelah produk lepas kemudian dimasukkan kedalam plastik tipis atau
plastik inner. Plastik yang digunakan untuk membungkus udang adalah
plastik jenis PE (polietilen) dengan ketebalan 0,08 mm.
13

Pengemasan

Sebelum dilakukan pengemasan terlebih dahulu dilakukan pendeteksian


logam pada produk. Pendeteksian ini dilakukan dengan melewatkan produk
yang sudah dikemas plastik tipis ke atas ban konveyor mesin pendeteksi

logam.
Apabila terdapat logam maka ban konveyor berhenti dan mesin akan

berbunyi,kemudian produk akan dipisahkan dan diperiksa oleh pengawas.


Setelah melewati metal detector produk dipisah sesuai dengan mutu,

size dan jenis.


Produk tahap

pertama

dimasukkan

dalam

inner

karton

berukuran

20cmx30cmx7cm, didalam kemasan inner carton ini terdapat lapisan lilin

agar produk dapat tahan lama pada waktu disimpan.


Tahap kedua kemudian produk dimasukkan ke dalam

master

karton

berukuran 21cmx 31cmx 39cm. Setiap kemasan master karton terdapat 6


kemasan inner carton yang setiap master karton dilengkapi dengan mutu,

size, dan jenis produk yang sama.


Produk setelah dibungkus master

karton kemudian

dibungkus

dengan

plastik tebal dan diikat dengan strapping band. Packing dilakukan dengan
cepat dan hati-hati untuk menjaga kemungkinan kerusakan pada produk.
Adapun isi label yang terdapat pada pengemas master karton adalah
sebagai berikut :
1. Label size
2. Mutu udang
3. Berat
4. Tanggal produksi dan tanggal kadaluarsa
5. Nama produk
6. Jenis produk
7. Kode Pabrik
Penyimpanan

Produk

storage yang bersuhu -20oC.


Cara penyimpanan disusun dengan

akhir

yang

sudah

dikemas

langsung
pemberian

disimpan
jarak

dalam cold

yang bertujuan

untuk sirkulasi udara. Suhu cold storage di cek oleh bagian mekanik

14

secara berkala untuk menjaga suhu ruang cold storage. Hal ini didukung
oleh pendapat Purwaningsih (2000), bahwa penyimpanan udang beku yang
telah dikemas dengan master karton selanjutnya disimpan dalam cold
storage dengan suhu antara -18C sampai 20C.
Pengiriman

Produk yang pertama masuk harus keluar terlebih dahulu atau dengan

penggunaan sistem yang dikenal dengan first in first out (FIFO).


Produk kemudian diangkut dengan container yang dilengkapi

dengan

pendingin (Container Pendingin), suhu container -18 C dan pemuatan


produk dilakukan dengan

hati-hati

dan

cepat

untuk

menghindari

kerusakan pada produk.


2.4 SSOP (Sanitation Standard Operating Procedur)
Persyaratan SSOP (Standard Sanitation Operation Procedure) pada proses
Pembekuan udang vannamei head less meliputi 7 aspek kunci pokok SSOP yaitu :
a. Sanitasi Bahan Baku

Pada udang vannamei perlakuan sanitasi dan hygiene dimulai pada saat

awal penerimaan bahan baku, proses produksi, penyimpanan dan distribusi.


Proses awal ketika udang datang diperiksa terlebih dahulu oleh Quality
Control dan kepala bagian penerimaan atau kepala bagian produksi yang

akan menilai mutu dari bahan baku tersebut.


Tujuannya adalah agar didapatkan bahan baku yang benar benar sesuai
dengan kriteria yang diminta oleh perusahaan. Pengujian mutu bahan baku
dikenakan untuk setiap spesies udang dan setiap lot (nomor urut setiap

jumlah udang dalam satu container) bahan baku.


Proses pemindahan udang vannamei dari kontainer ke keranjang keranjang
melalui papan stainless steel yang disusun seperti papan seluncur ke bawah
kemudian di bagian ujungnya diletakkan keranjang untuk menampung udang

tersebut.
Tujuannya adalah untuk meminimalisir sentuhan dengan tangan yang
nantinya bisa menyebabkan sebagai sumber kontaminasi, selain itu juga
mempercepat proses pengerjaannya atau efisiensi waktu.
15

b. Sanitasi Bahan tambahan


Air
Dalam proses industri pengolahan air yang digunakan harusnya memenuhi
persyaratan.
Mutu dan kualitas air yang digunakan harus bebas dari bakteri, senyawa
kimia berbahaya dan tidak berbau serta tidak berwarna. Tujuan dari proses
ozonisasi adalah untuk mematikan spora-spora yang dapat mempercepat
proses pembusukan sehingga dapat memperpanjang daya awet produk.
Kontaminasi yang mencemari air digolongkan ke dalam tiga kategori:
kimiawi, fisik dan hayati.
Kontaminan-kontaminan tertentu dalam setiap kategori ini dapat mempunyai
pengaruh nyata terhadap kualitas air. Untuk mencegah kontaminan tersebut
maka dilakukan pemeriksaan air dan menetapkan kualitas mikrobiologisnya,
menggunakan metode pemurnian air untuk menyediakan air minum yang
aman dan menyediakan fasilitas pembersih air untuk air buangan sebelum
dibuang atau digunakan kembali.
Air yang digunakan di ruang proses sudah mengalami water treatment
yaitu air yang berasal dari sumur harus difilter terlebih dahulu. Air digunakan
sesuai dengan teknik sanitasi.
Bahan tambahan yang digunakan seperti es, air, dan klorin digunakan
dengan

dosis

pemakaian

yang

telah

disesuaikan

dengan

persyaratan yang ditetapkan pemerintah dan negara tujuan ekspor (buyer).


Senyawa klorin yang digunakan adalah kaporit. Kaporit ini berfungsi
sebagai

disinfektan

yang

mempunyai

kemampuan

membunuh

mikroorganisme. Klorin yang digunakan sebagai disinfektan yaitu untuk


menginaktifkan

bakteri dan

virus

patogenik .Sedangkan untuk sumber

pencemaran pada air sendiri dibagi menjadi dua, yaitu pencemaran secara
langsung dan pencemaran secara tidak langsung (Ehsa, 2011).

16

Es
Sanitasi es sangat diperhatikan karena es tersebut akan kontak langsung
dengan produk, sehingga apabila es tersebut tidak bersih maka dapat

menyebabkan bahan baku udang yang akan diolah menjadi tercemar.


Es yang digunakan ada dua macam yaitu es curah dan es balok.
Es curah yang digunakan terbuat dari air bersih yang standar air minum. Es
curah ini dibuat dengan menggunakan mesin pembuat es curah (Flake ice

machine).
Sanitasi yang diterapkan terhadap es curah ini adalah dengan menyimpan es
curah dalam ruangan tersendiri yang tertutup sehingga tidak ada kontaminasi
dari luar dan dipertahankan suhu ruanganya agar tetap rendah sehingga es
tidak mencair, sedangkan untuk es balok di gunakan pada saat kebutuhan es
curah tidak mencukupi.

C. Sanitasi Peralatan

Sarana

dan

keamanan,

prasarana
kenyamanan,

produksi yang digunakan


daya

tahan

dan

mempertimbangkan
kemudahan dalam

membersihkannya.
Meja produksi, alat pengaduk, inner-pansemua terbuat dari logam stainless

steel yang tidak mudah berkarat dan mudah untuk dibersihkan.


Untuk alat lain yang kontak dengan produk seperti keranjang semua
terbuat dari fiberglass yang memiliki sifat kuat dan tahan lama.

17

Bak pencucian ada yang terbuat dari logam stainless steel ada juga

yang terbuat dari fiberglass.


Khusus proses potong kepala, kupas dan cabut usus sebelum dan
sesudah proses selalu dilakukan penyemprotan alkohol 70% pada meja
yang digunakan untuk melakukan proses tersebut,sampai datang bahan

baku yang baru yang akan diproses potong kepala.


Adapun tahapan pembersihan meja dan peralatan setelah selesai
digunakan adalah sebagai berikut :
-Penyiraman meja dengan air untuk menghilangkan kotoran besar
-Penyikatan meja dengan sabun-Penyiraman sabun yang masih tersisa
dengan air yang mengandung klorin 5 ppm
-Pensterilan meja dengan klorin 100 ppm
-Penggarukan menggunakan pel karet agar cepat kering
-Penyemprotan meja dengan alkohol 70% setiap pagi sebelum digunakan

D. Sanitasi Lingkungan
Sanitasi dlingkungan produksi meliputi keseluruhan bagian dari pabrik.
Sanitasi lingkungan produksi meliputi :
Lantai
Lantai ruang pengolahan merupakan ubin, alasan menggunakan lantai ubin
ini karena termasuk bahan kedap air, tahan lama, dan mudah dibersihkan.
Lantai dibuat dengan kemiringan 5, lantai ruang proses slalu dibersihkan
setelah proses produksi, lantai ruang proses dibersihkan dengan cara disikat
menggunakan larutan clorin 200 ppm kemudian dibilas menggunakan air
bersih.
Dinding
Dinding ruang proses dilapisi dengan keramik agar memudahkan dalam
pembersihanya. Langit-langit ruang proses tersebut terbuat dari bahan yang

tidak berlubang, permukaaan rata, berwarna terang dan mudah dibersihkan.


Penjagaan sanitasi pada lingkungan selama 3 kali dengan menyemprotkan
air pada semua lantai dan dinding yang kotor pada pagi hari sebelum proses
dimulai, siang hari pada saat bagian produksi istirahat, dan sore hari saat

aktivitas produksii selesai.


Atap

18

Atap terbuat dari internit yang berwarna terang. Penerangan dengan


menggunakan lampu TL (tube lamp) dengan daya 40 watt yang cukup
merata di setiap ruang proses.
Pintu masuk
Pintu masuk ruang pengolahan dilengkapi dengan tirai plastik tebal yang
saling menumpuk, bertujuan untuk mencegah masuknya lalat dan serangga
lain, debu serta menjaga kestabilan suhu ruang proses.
Selokan
Selokan dibuat agar dapat mengalirkan air buangan dengan lancar dan
ditutupi besi sehingga tikus dan hewan pengerat lainnya tidak dapat masuk.
E. Sanitasi Pekerja
Pada waktu-waktu tertentu diadakan inspeksi rutinan utuk memeriksa
kuku dan rambut karyawan untuk menjaga kebersihan dan keamanan mutu
produk yang dihasilkan.
Apabila ditemukan karyawan yang memiliki kuku yang panjang dan rambut
yang keluar dari kerudung penutup kepala, maka karyawan tersebut
tidak diizinkan bekerja sebelum memotong kuku dan merapihkan rambutnya.
Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan produk
yang

bermutu

dan

aman

adalah

kesehatan karyawan.Kesehatan

karyawan yang baik dan terjaga akan memberikan kontribusi positif


terhadap produk yang dihasilkan.
Karyawan sakit atau tingkat kesehatannya
pada

tingkat

karyawan

produktivitas

yang

sakit

perusahaan

secara

tidak

dan

rendah akan berdampak


lebih

langsung

penting

adalah

menjadi carrier bagi

mikroba pathogen yang dapat menjadi kontaminan terhadap produk.


Karyawan yang bekerja di area non produksi apabila ingin masuk ke
dalam ruang produksi harus meminta izin kepada petugas kebersihan
karyawan dan harus dibersihkan badan dan menggunakan pakaian yang
telah disediakan untuk masuk ke dalam ruang produksi.
Setiap karyawan baru yang diterima ataupun tamu yang akan masuk ke
proses produksi harus melakukan cek Stapylococcus aureus di bagian
tangan (calon karyawan/karyawan baru dan tamu).
Petugas sanitasi dan kebersihan juga selalu mengawasi kegiatan karyawan
selama jam kerja. Karyawan dilarang keluar ruang produksi selama jam kerja

19

jika tidak ada keperluan yang penting.Karyawan yang pergi ke toilet


harus

melepassemua seragam yang dikenakan untuk bekerja di ruang

produksi. Karyawan yang diketahui melanggar aturan ini akan dikenakan


sanksi oleh perusahaan.
Tangan pekerja, sarung tangan, baju seragam, peralatan yang kontak
langsung

dengan

produk,

yang

mengalami

kontak

dengan

limbah,

lantai, dan objek lain yang tidak saniter, tidak boleh kontak dengan
produk sebelum dibersihkan dan disanitasi.:
Menggunakan pakaian pekerja yang telah disiapkan perusahaan yang dicuci
2 hari sekali dilengkapi dengan kerudung atau penutup kepala sebanyak 3
lapis, serta dilengkapi sepatu karet dan apron.
Melewati pembersih yang dikenal dengan koro-koro apabila dimungkinkan
ada kotoran

yang

menempel pada

badan atau ada rambut

yang

keluar, sebanyak 2 kali setelah memakai pakaian dan sebelum memasuki


ruang proses.
Mencuci tangan dengan air kran dan menggunakan hand soap.
Merendam tangan dalam liquid soap dan dikeringkan menggunakan kain.
Mengeringkan tangan dengan hand dryer, memakai sarung tangan proses,
dan menyemprotkan alkohol pada sarung tangan sebelum memulai kerja.
F. Sanitasi Limbah

Limbah padat berasal dari hasil proses pemotongan kepala, dan pengupasan
kulit yang ditangani dengan cara masing-masing ditampung dalam keranjang
dan dimasukkan kedalam ruang khusus melalui dinding berlubang (ukuran
50 cm x 50 cm) yang diberi tabir plastik curtain. Limbah padat yang dijual tiap
harinya rata-rata antara 1-5 ton, tergantung dari bahan baku yang diterima.
Limbah padat hasil produksi biasanya diambil oleh pihak luar untuk pakan
ternak. Setiap sebelum dan setelah selesai kegiatan proses ruang
penampungan limbah dibersihkan dengan larutan klorin 5 ppm agar tidak

bau.
Limbah cair yang berasal dari limbah cair berklorin hasil proses pencucian
udang diolah secara biologis, yaitu pengolahan dengan menggunakan media
mikroorganisme terutama bakteri untuk merubah baha organik didalam
limbah cair menjadi lumpur aktif berbentuk padatan. Pertumbuhan bakteri

20

pada mulanya berbiak dengan konstan dan semakin menurun karena


perbedaan kondisi. Apabila bakteri tumbuh dengan cepat yang tidak
diimbangi dengan jumlah makanannya, maka jumlah bakteri akan semakin
sedikit. Oleh karena itu, perlu adanya penambahan bahan makanan dari
lumpur yang baru, sehingga pertumbuhan bakteri dapat dipertahankan dan
pengolahan limbah cair dapat terus berlangsung. Lumpur yang digunakan
sebagai bahan makanan bakteri disebut lumpur aktif (activated sludge).
Penambahan lumpur diberikan sebelum bak aerasi dengan mengambil
lumpur dari bak pengendapan. Limbah cair yang telah mengalai pengolahan
setiap bulannya dilakukan pengujian mutu limbah cair.
G. Sanitasi dan Higiene Produk Akhir

Menurut Erliza dan Sutedja (1987) dalam Nurminah (2002) bahan kemasan
harus mempunyai syaratsyarat yaitu tidak toksik, harus cocok dengan
bahan yang dikemas, harus menjamin sanitasi dan syarat-syarat kesehatan,
dapat

mencegah

kepalsuan,

kemudahan

membuka

dan

menutup,

kemudahan pembuangan kemasan bekas, ukuran, bentuk dan berat harus


sesuai, serta harus memenuhi syarat-syarat yaitu kemasan yang ditujukan
untuk daerah tropis mempunyai syarat yang berbeda dari kemasan yang
ditujukan untuk daerah subtropis atau daerah dingin. Demikian juga untuk
daerah yang kelembaban tinggi dan daerah kering. Penyusunan produk
dalam cold storage disusun rapi bertingkat dengan tujuan agar lebih mudah
pada saat pengecekan dan tidak menyebabkan kerusakan pada kardus
maupun produk.
2.5 Analisis bahaya ( Hazard Analysis)
Analisa

bahaya

dilakukan

dengan

melakukan pengamatan pada tiap

tahapan proses pembuatan produk udang kupas beku, sejak udang dipanen,
diterima, diolah hingga menjadi produk yang siap dipasarkan dan membuat dugaan
kemungkinan/resiko bahaya yang akan timbul dari tiap tahapan. Menurut Permana
(2007) Ruang lingkup dalam penyusunan HACCP ini meliputi seluruh bahaya
yang terkait yaitu bahaya fisik, kimia dan biologi.

21

a. Bahaya biologis
Ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan bahaya biologis
pada HACCP, yaitu pertama faktor intristik seperti pH, kadar air, struktur biologis dan
lain-lain.

Faktor bahaya yang kedua adalah

faktor

ekstrinsik

seperti

suhu,

kelembaban dan lain-lain. Bahaya potensial biologis dapat dilihat pada tabel
dibawah ini

b. Bahaya kimia
Kontaminasi bahan kimia dapat terjadi pada bahan baku dan pada
tahap produksi. Bahaya potensial kimia dapat dilihat pada tabel dibawah ini

c. Bahaya fisik

22

Secara umum, bahaya fisik banyak disebabkan adanya benda asing


yang seharusnya tidak terdapat dalam lingkup ruang produksi atau dapat
disebabkan oleh pekerja. Bahaya potensial fisik dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel Pengelompokan bahaya fisik
Kelompok Bahaya

Sumber

Logam

Meja, mesin sortasi, alat


pemotong, triple pan, perhiasan

Serangga

Ruang proses, lingkungan kotor,

Penanganan Kasar

bahan baku
Pekerja

Hazard Analysis
Steps
1. Penerimaan

Hazards
F : Lalat, rambut,

Cause
kontaminasi

Bahan Baku

kotoran

bakteri

K : klorin, senyawa

patogen akibat

antibiotik:

suhu

chloramphenicol,

penyimpanan

nitrofurant (AOZ),

udang tidak

OTC/CTC

sesuai

B : S.aureus,

standar

E.coli, V.cholera,

(>5oC)

Risk
Medium

Severity
High

Significance
Signifikan

Medium

Medium

Tidak

V.parahaemolyticu
s,

Pekerja tidak

Salmonella spp.

menggunakan
sarung tangan
Pencemaran

2. Pencucian

F : Lalat, rambut,

air
kontaminasi

23

kotoran

air,

K : klorin, senyawa

dekomposisi

antibiotik:

apabila air

chloramphenicol,

pencucinya

nitrofurant (AOZ),

suhunya >50C

OTC/CTC

serta adanya

B : S.aureus,

residu klorin

E.coli, V.cholera,

akibat dari

V.parahaemolyticu

kelebihan

s,

penggunaan

Salmonella spp.

klorin dalam

3.

F : Lalat, rambut,

pengolahan
kurangnya

Penimbangan

kotoran

berat produk

K : klorin, senyawa

akibat

antibiotik:

kesalahan

chloramphenicol,

karyawan yang

nitrofurant (AOZ),

menimbang

OTC/CTC

dan timbangan

B : S.aureus,

yang

E.coli, V.cholera,

digunakan

signifikan

Medium

Medium

Tidak
Signifikan

V.parahaemolyticu

4.
2

s,

Pekerja tidak

Salmonella spp.

menggunakan

Pencucian F : Lalat, rambut,

sarung tangan
kontaminasi

kotoran

air,

K : klorin, senyawa

dekomposisi

antibiotik:

apabila air

chloramphenicol,

pencucinya

nitrofurant (AOZ),

suhunya >50C

OTC/CTC

serta adanya

B : S.aureus,

residu klorin

24

medium

medium

Tidak
Signifikan

E.coli, V.cholera,

akibat dari

V.parahaemolyticu

kelebihan

s,

penggunaan

Salmonella spp

klorin dalam

5.

F : Lalat, rambut,

pengolahan
Didalam

Penimbangan

kotoran

keranjang

K : klorin, senyawa

penimbangan

antibiotik:

tidak diberi

chloramphenicol,

label dan tidak

nitrofurant (AOZ),

ditambahkan

OTC/CTC

es

Medium

medium

Tidak
Signifikan

B : S.aureus,
E.coli, V.cholera,
V.parahaemolyticu
s,
Salmonella spp.
6.

F : Lalat, rambut,

Pekerja tidak

Pemotongan

kotoran

memperhatika

kepala

K : klorin, senyawa

n prosedur

antibiotik:

pemotongan

Medium

High

Signifikan

chloramphenicol,
nitrofurant (AOZ),

Pekerja

OTC/CTC

berbicara saat

B : S.aureus,

melakukan

E.coli, V.cholera,

pemotongan

V.parahaemolyticu
s,
Salmonella spp.
7

F : Lalat, rambut,

kurangnya

Penimbangan

kotoran

berat produk

K : klorin, senyawa

akibat
25

Medium

High

Signifikan

antibiotik:

kesalahan

chloramphenicol,

karyawan yang

nitrofurant (AOZ),

menimbang

OTC/CTC

dan timbangan

B : S.aureus,

yang

E.coli, V.cholera,

digunakan

V.parahaemolyticu
s,

Pekerja tidak

Salmonella spp

menggunakan
sarung tangan
Tidak diberi
label sesuai
dengan mutu,
size, dan

8 Pencucian 3

9. Grading

F : Lalat, rambut,

jumlah ekor
kontaminasi

kotoran

air,

K : klorin, senyawa

dekomposisi

antibiotik:

apabila air

chloramphenicol,

pencucinya

nitrofurant (AOZ),

suhunya >50C

OTC/CTC

serta adanya

B : S.aureus,

residu klorin

E.coli, V.cholera,

akibat dari

V.parahaemolyticu

kelebihan

s,

penggunaan

Salmonella spp.

klorin dalam

F : Lalat, rambut,

pengolahan
Terjadi

kotoran

kontaminasi

K : klorin, senyawa

pada peralatan

antibiotik:

26

Medium

Medium

medium

High

Tidak
Signifikan

Signifikan

chloramphenicol,

Waktu yang

nitrofurant (AOZ),

tidak akurat

OTC/CTC
B : S.aureus,
E.coli, V.cholera,
V.parahaemolyticu
s,
Salmonella spp.
10. Sortasi

F : Lalat, rambut,

Napas dan

Warna dan

kotoran

berbicara saat

Kualitas

K : klorin, senyawa

bekerja

Medium

Medium

Signifikan

Medium

Medium

Tidak

antibiotik:
chloramphenicol,

Pekerja tidak

nitrofurant (AOZ),

menggunakan

OTC/CTC

sarung tangan

B : S.aureus,
E.coli, V.cholera,
V.parahaemolyticu
s,
Salmonella spp.
11. Pencucian

F : Lalat, rambut,

kontaminasi

kotoran

air,

K : klorin, senyawa

dekomposisi

antibiotik:

apabila air

chloramphenicol,

pencucinya

nitrofurant (AOZ),

suhunya >50C

OTC/CTC

serta adanya

B : S.aureus,

residu klorin

E.coli, V.cholera,

akibat dari

V.parahaemolyticu

kelebihan

s,

penggunaan

27

Signifikan

Salmonella spp

klorin dalam

11.

F : Lalat, rambut,

pengolahan
kurangnya

Penimbangan

kotoran

berat produk

K : klorin, senyawa

akibat

antibiotik:

kesalahan

chloramphenicol,

karyawan yang

nitrofurant (AOZ),

menimbang

OTC/CTC

dan timbangan

B : S.aureus,

yang

E.coli, V.cholera,

digunakan

Medium

High

Signifikan

Medium

High

Signifikan

V.parahaemolyticu
s,

Pekerja tidak

Salmonella spp

menggunakan
sarung tangan
Tidak diberi
label sesuai
dengan mutu,
size, dan

12.

F : Lalat, rambut,

jumlah ekor
penggunaan

Penyusunan

kotoran

temperature

K : klorin, senyawa

yang tidak

antibiotik:

standar

chloramphenicol,
nitrofurant (AOZ),
OTC/CTC
B : S.aureus,
E.coli, V.cholera,
V.parahaemolyticu
s,
Salmonella spp.

28

13.

F : Lalat, rambut,

terjadinya

Pembekuan

kotoran

kekurangan

K : klorin, senyawa

berat yang

antibiotik:

diakibatkan

chloramphenicol,

oleh

nitrofurant (AOZ),

pembekuan

OTC/CTC

yang lambat.

High

High

Signifikan

Medium

High

Signifikan

High

High

Signifikan

B : S.aureus,

14. Glazing

E.coli, V.cholera,

Suhu dan

V.parahaemolyticu

waktu tidak

s,

akurat

Salmonella spp.
F : Lalat, rambut,

suhu yang

kotoran

tidak standard

K : klorin, senyawa

dan

antibiotik:

kontaminasi

chloramphenicol,

pada air yang

nitrofurant (AOZ),

digunakan

OTC/CTC
B : S.aureus,
E.coli, V.cholera,
V.parahaemolyticu
s,
Salmonella spp.
15.

F : Lalat, rambut,

kesalahan

Pengemasan

kotoran

dalam

K : klorin, senyawa

melakukan

antibiotik:

pelabelan, hal

chloramphenicol,

ini terjadi

nitrofurant (AOZ),

dikarenakan

OTC/CTC

kesalahan

B : S.aureus,

manusia
29

E.coli, V.cholera,
V.parahaemolyticu

Pekerja tidak

s,

menggunakan

Salmonella spp.

sarung tangan

16.

F : Lalat, rambut,

dehidrasi

Penyimpanan

kotoran

penurunan

K : klorin, senyawa

berat, hal ini

antibiotik:

bisa

chloramphenicol,

disebabkan

nitrofurant (AOZ),

karena

OTC/CTC

fluktuasi naik

B : S.aureus,

turunnya

E.coli, V.cholera,

suhu gudang

V.parahaemolyticu

penyimpanan

Medium

Medium

Signifikan

Medium

Medium

Signifikan

s,
Salmonella spp.

Pencemaran

17.

F : Lalat, rambut,

air
kerusakan

Pengiriman

kotoran

pada produk,

K : klorin, senyawa

hal ini dapat

antibiotik:

dikarenakan

chloramphenicol,

pada proses

nitrofurant (AOZ),

penanganan

OTC/CTC

yang kasar

B : S.aureus,
E.coli, V.cholera,

Suhu dan

V.parahaemolyticu

waktu tidak

s,

akurat

Salmonella spp.

2.6 Identifikasi Titik Kendali Kritis (Critical Control Point/CCP)

30

STEP
1. Penerimaan

Q1

Q2

Q3

Q4

CCP

Ya

Ya

Tidak

Tidak

CCP

Ya

Tidak

Ya

Tidak

CCP

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Bukan

bahan baku
2. Pencucian 1
3. Penimbangan
1
4. Pencucian 2

Ya

Ya

Ya

5. Penimbangan

Ya

Ya

Ya

Ya

CCP

6. Pemotongan

Ya

Ya

Ya

Ya

CCP

kepala
7. Penimbangan

Ya

Ya

Ya

Ya

CCP

8. Pencucian 3

Ya

Ya

CCP

9. Grading

Ya

Tidak

Tidak

Bukan

Ya

CCP
CCP

CCP
10. Sortasi warna

Ya

Ya

Ya

Ya

CCP

11.Pencucian 4

Ya

Ya

CCP

12.Penimbangan

Ya

Ya

Ya

Ya

CCP

4
13. Penyusunan
14. Pembekuan
15. Glazing

Ya
Ya
Ya

Ya
-

Ya
Ya
Tidak

Ya
Ya
Tidak

CCP
CCP
Bukan

16. Pengemasan
17. Penyimpanan
18. Pengiriman

Ya
Ya
Tidak

Tidak

Ya
Ya
Tidak

Ya
Ya
Tidak

CCP
CCP
CCP
Bukan

dan kualitas

CCP

Titik

kendali kritis merupakan tahapan, langkah atau prosedur dimana

pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan dapat dihilangkan atau

31

direduksi hingga batas yang dapat diterima. Setiap tahapan yang menyebabkan
adanya bahaya yang nyata harus diidentifikasi lebih lanjut untuk meyakinkan
apakah tahapan tersebut termasuk dalam CCP atau tidak. Melalui keputusan
yang telah ditabulasikan, diperoleh 2 bahaya signifikan yang termasuk dalam
titik kendali kritis. Bahaya signifikan yang termasuk ke dalam CCP adalah
adanya residu antibiotik pada bahan baku udang. Antibiotik
petambak

udang

mengkontaminasi

untuk
udang,

mengeliminasi

digunakan

bakteri pathogen,

seperti Salmonella sp,

yang

para
sering

Vibrio parahaemoliticus,

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. (Purwaningsih,2000)


2.7 Penetapan Batas Kritis (Control Limit Establishment)
Steps
1. Penerimaan

Hazard
F : Lalat, rambut,

Cause
kontaminasi bakteri

Control Limit
suhu udang dan

Bahan Baku

kotoran

patogen akibat

air maksimal 5oC

K : klorin, senyawa

suhu

antibiotik:

penyimpanan

, E.coli (Maks<2),

chloramphenicol,

udang tidak

vibrio cholera

nitrofurant (AOZ),

sesuai standar

(negatif),

OTC/CTC

(>5 C)

B : S.aureus, E.coli,

salmonella
(negatif)

V.cholera,

Pekerja tidak

V.parahaemolyticus

menggunakan

sarung tangan

Salmonella spp.
2. Pencucian 1

F : Lalat, rambut,

Pencemaran air
kontaminasi air,

dengan air dingin

kotoran

dekomposisi

biasadengan

K : klorin, senyawa

apabila air

suhu kurang dari

antibiotik:

pencucinya

5C

chloramphenicol,

suhunya >50C

nitrofurant (AOZ),

serta adanya

OTC/CTC

residu klorin akibat

B : S.aureus, E.coli,

dari kelebihan

32

V.cholera,

penggunaan klorin

V.parahaemolyticus

dalam pengolahan

,
3. Penimbangan I

Salmonella spp
F : Lalat, rambut,

kurangnya berat

standar udang

kotoran

produk akibat

untuk tiap

K : klorin, senyawa

kesalahan

blocknya adalah

antibiotik:

karyawan yang

1,8 kg atau 1800

chloramphenicol,

menimbang dan

gr

nitrofurant (AOZ),

timbangan yang

OTC/CTC

digunakan

B : S.aureus, E.coli,

, E.coli (Maks<2),
vibrio cholera

V.cholera,

Pekerja tidak

(negatif),

V.parahaemolyticus

menggunakan

salmonella

sarung tangan

(negatif)

F : Lalat, rambut,

kontaminasi air,

dengan air dingin

kotoran

dekomposisi

biasadengan

K : klorin, senyawa

apabila air

suhu kurang dari

antibiotik:

pencucinya

5C

chloramphenicol,

suhunya >50C

nitrofurant (AOZ),

serta adanya

OTC/CTC

residu klorin akibat

B : S.aureus, E.coli,

dari kelebihan

V.cholera,

penggunaan klorin

V.parahaemolyticus

dalam pengolahan

Salmonella spp.
4. Pencucian 2

,
Salmonella spp.

5. Penimbangan 2

F : Lalat, rambut,

Didalam keranjang

Setelah

kotoran

penimbangan tidak

penimbangan

K : klorin, senyawa

diberi label dan

dilakukan

33

antibiotik:

tidak ditambahkan

pencatatan udang

chloramphenicol,

es

berdasarkan

nitrofurant (AOZ),

jumlah bobotnya.

OTC/CTC

Kemudian setiap

B : S.aureus, E.coli,

udang dalam

V.cholera,

keranjang

V.parahaemolyticus

penimbangan

diberi label serta

Salmonella spp.

ditambahkan es
agar tetap dalam
keadaan dingin

6. Pemotongan

F : Lalat, rambut,

Pekerja tidak

dan segar.
mematahkan

kepala

kotoran

memperhatikan

kepala dari bawah

K : klorin, senyawa

prosedur

ke atas dan

antibiotik:

pemotongan

bagian yang

chloramphenicol,

dipotong mulai

nitrofurant (AOZ),

Pekerja berbicara

dari batas kelopak

OTC/CTC

saat melakukan

penutup kepala

B : S.aureus, E.coli,

pemotongan

hingga batas leher

V.cholera,
V.parahaemolyticus

, E.coli (Maks<2),

vibrio cholera

Salmonella spp.

(negatif),
salmonella
(negatif)

6. Penimbangan 3

F : Lalat, rambut,

kurangnya berat

standar udang

kotoran

produk akibat

untuk tiap

K : klorin, senyawa

kesalahan

blocknya adalah

antibiotik:

karyawan yang

1,8 kg atau 1800

chloramphenicol,

menimbang dan

gr, E.coli

nitrofurant (AOZ),

timbangan yang

(Maks<2), vibrio

34

OTC/CTC

digunakan

cholera (negatif),

B : S.aureus, E.coli,

salmonella

V.cholera,

Pekerja tidak

V.parahaemolyticus

menggunakan

sarung tangan

(negatif)

Salmonella spp.
Tidak diberi label
sesuai dengan
mutu, size, dan
7. Pencucian 3

F : Lalat, rambut,

jumlah ekor
kontaminasi air,

dengan air dingin

kotoran

dekomposisi

biasadengan

K : klorin, senyawa

apabila air

suhu kurang dari

antibiotik:

pencucinya

5C
0

chloramphenicol,

suhunya >5 C

nitrofurant (AOZ),

serta adanya

OTC/CTC

residu klorin akibat

B : S.aureus, E.coli,

dari kelebihan

V.cholera,

penggunaan klorin

V.parahaemolyticus

dalam pengolahan

,
Salmonella spp.
8. Grading

F : Lalat, rambut,

Terjadi kontaminasi

mesin grading

kotoran

pada peralatan

dilengkapi

K : klorin, senyawa

dengan 81

antibiotik:

Waktu yang tidak

piringan tempat

chloramphenicol,

akurat

meletakkan

nitrofurant (AOZ),

udang dan

OTC/CTC

berkapasitas 272

B : S.aureus, E.coli,

kg/jam

V.cholera,
V.parahaemolyticus

35

,
Salmonella spp.
9. Sortasi Warna

F : Lalat, rambut,

Napas dan

segar, berwarna

dan Kualitas

kotoran

berbicara saat

putih cerah corak

K : klorin, senyawa

bekerja

kebiruan, kulitnya

antibiotik:

melekat erat pada

chloramphenicol,

Pekerja tidak

daging, udang

nitrofurant (AOZ),

menggunakan

dalam keadaan

OTC/CTC

sarung tangan

headless.

F : Lalat, rambut,

kontaminasi air,

dengan air dingin

kotoran

dekomposisi

biasadengan

K : klorin, senyawa

apabila air

suhu kurang dari

antibiotik:

pencucinya

B : S.aureus, E.coli,
V.cholera,
V.parahaemolyticus
,
Salmonella spp.
10. Pencucian 4

5C
0

chloramphenicol,

suhunya >5 C

nitrofurant (AOZ),

serta adanya

OTC/CTC

residu klorin akibat

B : S.aureus, E.coli,

dari kelebihan

V.cholera,

penggunaan klorin

V.parahaemolyticus

dalam pengolahan

,
Salmonella spp.
11. Penimbangan

F : Lalat, rambut,

kurangnya berat

standar udang

kotoran

produk akibat

untuk tiap

K : klorin, senyawa

kesalahan

blocknya adalah

antibiotik:

karyawan yang

1,8 kg atau 1800

chloramphenicol,

menimbang dan

gr

36

nitrofurant (AOZ),

timbangan yang

OTC/CTC

digunakan

B : S.aureus, E.coli,

, E.coli (Maks<2),
vibrio cholera

V.cholera,

Pekerja tidak

(negatif),

V.parahaemolyticus

menggunakan

salmonella

sarung tangan

(negatif)

Tidak diberi label

Pemberian label

sesuai dengan

yang sesuai

mutu, size, dan

dengan mutu,

jumlah ekor

size, dan jumlah

F : Lalat, rambut,

penggunaan

ekor
disesuikan

kotoran

temperature yang

dengan size

K : klorin, senyawa

tidak standar

udang masing-

Salmonella spp.

12. Penyusunan

antibiotik:

masing

chloramphenicol,
Suhu 5oC

nitrofurant (AOZ),
OTC/CTC
B : S.aureus, E.coli,
V.cholera,
V.parahaemolyticus
,
Salmonella spp.
13. Pembekuan

F : Lalat, rambut,

terjadinya

Suhu ndengan

kotoran

kekurangan berat

melakukan

K : klorin, senyawa

yang diakibatkan

pembekuan cepat

antibiotik:

oleh pembekuan

(-40oC)

chloramphenicol,

yang lambat.

nitrofurant (AOZ),

kapasitas 648 kg,

OTC/CTC

Suhu dan waktu

(360 inner),waktu

B : S.aureus, E.coli,

tidak akurat

pembekuan 4

37

V.cholera,

jam.

V.parahaemolyticus
,
Salmonella spp.
14. Glazing

F : Lalat, rambut,

suhu yang tidak

Suhu 2C dalam

kotoran

standard dan

waktu 15 detik

K : klorin, senyawa

kontaminasi pada

antibiotik:

air yang digunakan

Mengukuti SSOP

chloramphenicol,

dan GMP yang

nitrofurant (AOZ),

telah ditentukan

OTC/CTC
B : S.aureus, E.coli,
V.cholera,
V.parahaemolyticus
,
Salmonella spp.
15. Pengemasan

F : Lalat, rambut,

kesalahan dalam

check fisik atau

kotoran

melakukan

penglihatan

K : klorin, senyawa

pelabelan, hal ini

antibiotik:

terjadi dikarenakan

, E.coli (Maks<2),

chloramphenicol,

kesalahan

vibrio cholera

nitrofurant (AOZ),

manusia

(negatif),

OTC/CTC

salmonella

B : S.aureus, E.coli,

Pekerja tidak

V.cholera,

menggunakan

V.parahaemolyticus

sarung tangan

,
Salmonella spp.

38

(negatif)

16. Penyimpanan

F : Lalat, rambut,

dehidrasi

cold storage

kotoran

penurunan berat,

dengan suhu

K : klorin, senyawa

hal ini bisa

antara -18C

antibiotik:

disebabkan

sampai 20C.

chloramphenicol,

karena fluktuasi

nitrofurant (AOZ),

naik turunnya

OTC/CTC

suhu gudang

B : S.aureus, E.coli,

penyimpanan

V.cholera,
V.parahaemolyticus

Pencemaran air

,
Salmonella spp.
17. Pengiriman

F : Lalat, rambut,

kerusakan pada

suhu container

kotoran

produk, hal ini

-18C

K : klorin, senyawa

dapat dikarenakan

antibiotik:

pada proses

chloramphenicol,

penanganan yang

nitrofurant (AOZ),

kasar

OTC/CTC
B : S.aureus, E.coli,

Suhu dan waktu

V.cholera,

tidak akurat

V.parahaemolyticus
,
Salmonella spp.

Batas kritis merupakan kondisi/keadaan yang memberikan batasan atau


perbedaan antara produk yang aman dan tidak aman. Batas kritis juga dapat
diartikan

sebagai

menjamin bahwa

satu

atau

lebih

suatu CCP secara

toleransi

yang

efektif

dapat

mikrobiologis, kimia dan fisik (Thaheer,2005).

39

harus

dipenuhi

mengendalikan

untuk
bahaya

2.8 Menetapkan tindakan koreksi (Corrective Action)

Steps

Cause

Control Limit

Monitoring System

Correctie
Action

Penerimaan dengan
1. Peneri-

cepat, dan dilakukan

Memantau

maan

Penerimaan

dengan cepat. Agar

penerimaan agar tidak

Pengolahan

Bahan

lambat

produk tidak banyak

lambat dan merusak

Ulang

mengalami

produk.

Baku

perubahan.
Alat
2. Penimba
ngan 1

penimbangan

Teliti dalam

tidak akurat,

menimbang untuk

jumlah dan

menetukan berat

ukuran yang

awal

tidak seragam

Pemantauan berkala
mesin yang digunakan
untuk menimbang
agar tidak terjadi

Pengolahan
Ulang

kesalahan.

Pencucian udang
Suhu dan
waktu yang
3. Pencucia
n1

tidak akurat.
Pencucian
yang kurang
bersih

dilakukan setelah
proses penimbangan
yang dilakukan
dengan

Pemantauan suhu dan


waktu dalam

menggunakan air

pencucian.

Pengolahan
Ulang

klorin 200 ppm


bersuhu 0-5oC dalam
sebuah fiber.
Untuk mengetahui

Berat udang
4. Penimba
ngan 2

setelah
dipotong
kepalanya

berat udang

Pemantauan

vannamei yang telah

penimbangan.

dipotong kepalanya

Teliti dalam

sebelum diproses

melakukan

lebih lanjut.

penimbangan.

40

Pengolahan
Ulang

untuk
menghilangkan sisasisa kotoran,lendir
dan bakteri setelah
dilakukan
pemotongan kepala.

5. Pencucia

n2

Sisa-sisa

Udang dicuci dengan

kotoran, lendir

memasukkannya ke

dan bakteri

dalam sebuah viber

ketika

yang bervolume

pemotongan

250 liter yang

kepala udang

dilengkapi dengan

masih

sistem aerator

menempel

(gelembung-

pada udang.

Pemantauan sisa-sisa
kotoran lendir di
produk

Pengolahan
Ulang

gelembung udara)
yang berfungsi
mendorong kotoran
yang masih
menempel agar
terlepas dari tubuh

6. Potong
Kepala

Terkontaminas
inya mikroba

udang
Pemotongan kepala

Uji lab sampel bahan.

Ulang

udang dilakukan

pada alat

dengan

Pemantauan hygiene-

pemotong

menggunakan skop

sanitasi alat dan

yang dipasang pada

petugas pengolahan

ibu jari dan terbuat


dari bahan stainless.
Untuk jenis head
on(H/O) juga

41

Pengolahan

dilakukan proses
diruang yang sama,
tetapi hanya berupa
pemotongan antena,
rostrum, dan
membelah bagian
perut untuk
menghilangkan
kotoran di
dalamnya.

7. Penimba
ngan 3

Udang, mutu

Penimbangan udang

dan ukurannya

dengan teliti dan

di timbang

ukurannya dengan

perblock.

tepat.
Proses pencucian ke-

. Pemantauan suhu

3 menggunakan air

dan waktu agar

dingin 5oC dengan

pencucian benar-benar

penambahan klorin

bersih.

sebesar 5ppm

Mengetahui volume

dengan diaduk

klorin yang tepat, agar

Mesin grading

selama 30 detik.
Penentuan size

pembersihan optimal.
Memantau kondisi

Pengolahan

yang tercemar

dilakukan dengan

mesin granding.

Ulang

mikroba

menggunakan mesin

Memperhatikan

Kesalahan saat

grading. Satu unit

sanitasi-hygiene pada

penentuan size

mesin grading

mesin granding.

Suhu dan
waktu yang
8. Pencuci-

tidak akurat.

an 3

Volume klorin
yang tidak
akurat.

9. Grading

dilengkapi dengan
81 piringan
tempat meletakkan
udang dan
42

Pemantauan alat
penimbangan agar
teliti dan tepat.

Pengolahan
Ulang

Pengolahan
Ulang

berkapasitas 272
kg/jam.
Pengelompoka
n kualitas
10. Sortasi
Warna
dan
Kualitas

udang dan

Teliti dalam

warna udang

melakukan sortasi

yang tidak

warna dan kualitas,

sesuai.

agar tidak terjadi

Suhu udang

masalah ketika

yang tidak

pengiriman.

Pemantauan dalam
melakukan sortasi
warna dan kualitas.

Pengolahan
Ulang

dijaga dengan
stabil.
Suhu dan
waktu yang
11. Pencucia
n4

tidak akurat.
Volume klorin
yang tidak
akurat.

12. Penimba
ngan 4

dingin 5oC dengan


penambahan klorin
sebesar 5ppm
dengan diaduk

Udang, mutu
dan ukurannya

dengan teliti dan

di timbang

ukurannya dengan

perblock.
Terdapatnya

tepat.

13. Penyusu

udang.

nan

Penyusunan
tidak sesuai

an

3 menggunakan air

selama 30 detik.
Penimbangan udang

foreign dalam

14. Pembeku

Proses pencucian ke-

Pemantauan suhu dan


waktu agar pencucian
benar-benar bersih.

Pengolahan

Mengetahui volume

Ulang

klorin yang tepat, agar


pembersihan optimal.
Pemantauan alat
penimbangan agar
teliti dan tepat.

Pengolahan
Ulang

Memperhatikan
sanitasi dan hygiene

Pemantauan sanitasi

pada pekerja, agar

dan hygiene agar tidak

tidak akan terdapat

terdapat foreign.

Pengolahan
Ulang

foreign.

size.
Tidak

Pengisian medium

Pemantauan susunan

Pengolahan

meratanya

air sebagai

produk dalam CPF

Ulang

43

susunan
produk dalam
CPF.
Tidak terisinya
medium air.
Tidak
diberinya
penutup
plastik.
Suhu dan
waktu yang
15. Glazing

tidak akurat
saat
pencelupan air
dingin.

16. Pengema
san

precooling dan untuk


membentuk blockes
udang.

agar pembekuan

Inner dilapisi plastik

merata.

untuk kemudian

Mengisi medium

dimasukkan ke CPF.

dengan tepat.

Suhu pembekuan
-40oC
Dapat mencegah
terjadinya oksidasi,

Suhu dan waktu yang

dehidrasi dan

dilakukan saat glazing

memperbaiki

harus tepat dan akurat.

Pengolahan
Ulang

penampilan.
Setelah melawati

Teliti sebelum masuk

Produk tidak

metal detector

dalam pengemasan,

lulus metal

produk dipisah

agar tidak terjadi

detector.

sesuai mutu dan

produk yang tidak

jenis produk.
Produk sudah

lulus detector.

Pengolahan
Ulang

Suhu pada cold

dikemas dan

storage tidak

disimpan dalam cold

17. Penyimp

sesuai.

storage suhu -20oC.

anan

Perlakuan

Disusun dengan rak

yang salah saat

agar terdapat jarak

penyimpanan.

untuk sirkulasi

Suhu container

udara.
Produk yang masuk

Sebelum memasuki

Pengolahan

tidak

harus keluar terlebih

pengiriman,

Ulang

memenuhi

dahulu (FIFO)

penyiapan countener

18. Pengirim
an

44

Memantau
penyimpanan pada
cold storage agar tidak
terjadi perlakuan yang

Pengolahan
Ulang

salah.

syarat.

dengan suhu yang

Produk

tepat dahulu, agar

random yang

tidak merusak produk

dikirim.

yang akan dikirim.

Tindakan koreksi merupakan prosedur-prosedur yang harus dilaksanakan


ketika

kesalahan serius atau kritis

ditemukan atau batas kritis terlampaui.

Tindakan koreksi secara terencana dalam HACCP plan,sehingga setiap titik


kendali kritis memiliki tindakan koreksi yang spesifik dan penerapan tindakan
koreksi harus jelas orang yang berwenang untuk melaksanakan tindakan
koreksi tersebut. Selain itu tindakan koreksi yang dilakukan haruslah terekam dan
tercatat. Tindakan koreksi harus segera dilaksanakan apabila terjadi kegagalan
dalam pengawasan

pada

CCP.

Tindakan

koreksi harus

mengurangi

atau

mengeliminasi potensi bahaya dan resiko yang terjadi ketika batas kritis
terlampaui pada CCP. Jika bahan baku terbukti mengandung residu antibiotik,
tindakan koreksi yang dilakukan adalah menolak dan mengembalikan bahan
baku tersebut kepada suppliernya.(Permana,2007)

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai pembekuan udang vannamei headless
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

Description product : Udang Vannamei Headless Beku berbahan dasar


udang

vannamei

segar, es

curai,

air

dan

klorin

yang

dibekukan

menggunakan Contact Plate Freezer, waktu pembekuan 4 jam dan


disimpan dalam cold storage (-20C) dengan masa simpan 1 tahun. Adapun
kemasan berupa kemasan plastik polietilen sebagai inner, inner karton,

45

master karton, plastik tebal, strapping band.Target pemasaran adalah pasar

lokal dan internasional.


GMP (Good Manufacturing Product) pembekuan udang vannamei headless
meliputi

penerimaan

penimbangan

1,

bahan

pencucian

baku

(udang

2,penimbangan

vannamei),
2,

pencucian

pemotongan

1,

kepala,

penimbangan 3, pencucian 3, grading, sortasi warna dan kualitas, pencucian


4, penimbangan 4, penyusunan, pembekuan, glazing, pengemasan,

penyimpanan, dan pengiriman.


SOP (Standard Operation Procedures) dari udang vannamei merupakan
implementasi dari GMP dimana setiap tahapan dari GMP dilakukan
berdasarkan standar operasional yang menjadi acuan pembekuan udang

vannamei headless oleh berbagai perusahaan pembekuan.


SSOP (Standard Sanitation Operation Procedures) dalam pembekuan udang
vannamei headless terbagi atas SSOP bahan baku, bahan tambahan,
peralatan, lingkungan, pekerja, limbah, dan produk akhir. Ketujuh aspek
tersebut merupakan bentuk kegiatan aseptik dan mewujudkan kondisi saniter
untuk menghilangkan faktor faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai

perpindahan penyakit
Berdasarkan identifikasi Hazard Analysis dari pembekuan udang vannamei
headless, dapat diketahui bahwa pada setiap tahapan proses pembekuan
udang vannamei headless terdapat hazard yang terbagi atas hazard fisika,
kimia dan biologi. Penyebab utamanya adalah kondisi sanitasi dari bahan
baku, bahan tambahan, peralatan, lingkungan, hasil interaksi dari pekerja,
limbah dan produk akhir. Tiap tiap hazard memiliki resiko, keparahan dan

tingkat signifikan yang beragam.


Control Limit Establishment merupakan penentuan penerapan control limit
yang mengacu pada keterkaitan hasil identifikasi hazard dengan penyebab

timbulnya hazard tersebut.


CCP (Critical Control Point Determination) pada pembekuan udang
vannamei terdapat pada tahap penerimaan bahan baku (udang vannamei),
pencucian 1, penimbangan 1, pencucian 2,penimbangan 2, pemotongan
kepala, penimbangan 3, pencucian 3, grading, sortasi warna dan kualitas,
pencucian

4,

penimbangan

4,

penyusunan,

pengemasan, penyimpanan, dan pengiriman.

46

pembekuan,

glazing,

Monitoring System and Corrective Action merupakan tindakan akhir dari


proses

hazard

analysis,

penentuan

CLE

dan

CCP.

Kegiatan

ini

menggambarkan hubungan sebab akibat yang bertujuan untuk menentukan


pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan pembenahan yang
mungkin timbul dari setiap tahapan proses yang disebabkan oleh potensi
hazard.
3.2 Saran
Pembekuan udang vannamei headless merupakan bentuk preservasi dari
perishable food dimana pada setiap tahapan proses memiliki potensi bahaya. Oleh
karena itu disarankan agar penerapan GMP, SOP, SSOP diterapkan secara
keseluruhan kemudian dilanjutkan pembuatan prosedur evaluasi HACCP sehingga
dampak negativ dari hazard dapat diketahui sedini mungkin dan dapat segera
diatasi.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional.1991. Standar Nasional Indonesia, 01-2705-1992.
Udang Beku. BSN . Jakarta.
Ehsa. 2011. Quality Control in The Food Industry. Vol.1. 2nd Ed.London: Academic
Press Inc.
Erliza dan Sutedja.1987. Pengantar Pengemasan. Laboratorium pengemasan,
Jurusan TIP. IPB. Bogor.
Google Image. 2015. Shrimp. www.wikipedia.org. [10 Nopember 2015]
Hariadi S. 1994. Pembekuan Udang Jilid I. Surabaya : Karya Anda.
Mayes J. 2001. HACCP : Principles and Applications. New York : Van Nostrand
Reinhold
Permana, RJ. 2007. Penerapan HACCP pada Pembekuan Udang Beku Tanpa
Kepala (headless) di PT. Satu Tiga Enam Delapan Banyuwangi Jawa

47

Timur. [Laporan Magang] Jurusan Agroteknlogi Hasil Perikanan, Fakultas


Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
_________.2007. Penerapan HACCP pada Pembekuan Udang Beku Tanpa Kepala
(headless) di PT. Satu Tiga Enam Delapan Banyuwangi Jawa Timur.
[Laporan Magang] Jurusan Agroteknlogi Hasil Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
_________.2007. Penerapan HACCP pada Pembekuan Udang Beku Tanpa Kepala
(headless) di PT. Satu Tiga Enam Delapan Banyuwangi Jawa Timur.
[Laporan Magang] Jurusan Agroteknlogi Hasil Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
PT. Misaja Mitra Pati. 2009. Dokumen Bagian Produksi PT Misaja Mitra Pati. Pati:
PT Misaja Mitra Pati.
Purwaningsih

S.

1995.

Penerapam

HACCP

Pembekuan

Udang.

Jakarta:

PT.Penebar Swadaya
Purwaningsih S. 2000. Teknologi Pembekuan Udang. Jakarta: PT.Penebar Swadaya
_________. 2000. Teknologi Pembekuan Udang. Jakarta: PT.Penebar Swadaya
_________. 2000. Teknologi Pembekuan Udang. Jakarta: PT.Penebar Swadaya
_________. 2000. Teknologi Pembekuan Udang. Jakarta: PT.Penebar Swadaya
Thaheer H. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Jakarta: Buku Aksara
________. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Jakarta: Buku Aksara
________. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Jakarta: Buku Aksara

48

Q1. Apakah ada langkah-langkah pengendalian untuk bahaya yang teridentifikasi?

Ya

Tidak

modifikasi langkah, proses atau produk

Apakah pengendalian pada tahap ini


diperlukan untuk tahap keamanan

Tidak

Ya

Bukan CCP

Berhenti

Q2. Apakah tahap ini dapat menghilangkan atau mengurangi kemungkinan


adanya suatu bahaya sampai pada tahap yang bisa diterima?
LAMPIRAN
Ya

Tidak
Identifikasi Critical Control Point (CCP) Di Dalam Proses
Q3. Dapatkah komunitas terhadap bahaya yang teridentifikasi terjadi sampai
melebihi tingkat yang dapat diterima? Atau dapatkah kontaminasi itu
meningkat sampai tingkat yang tidak dapat diterima?

Ya

Tidak

Bukan CCP

Berhenti

Q4. Akan kah tahap proses berikutnya menghilangkan bahaya yang


teridentifikasi atau mengurangi kemungkinan terdapatnya bahaya
sampai pada tingkat yang dapat diterima?

49

Ya

Bukan CCP

Berhenti

Tidak

CCP

Anda mungkin juga menyukai