Anda di halaman 1dari 28

I

Pengantar

Nyeri Kronik dan Nyeri Kepala

Halaman:

Nyeri Kronik dan Nyeri Kepala


1. Nyeri Kronik: Epidemiologi
Nyeri merupakan keluhan utama yang sering dikemukakan sewaktu berobat ke
unit pelayanan kesehatan primer, dan sekitar 10-20%-nya berupa nyeri kronik
(13) (lihat Gambar 1). Dengan mengambil sebuah sampel pada praktek
kesehatan umum, nyeri kronik yang membutuhkan terapi dan obat penghilang
nyeri teridentifikasi sebanyak 14% pasien; dari jumlah tersebut 6%-nya
melaporkan ketidak berdayaan tingkat tinggi akibat derita nyeri (4). Sebuah
survei yang dilakukan oleh WHO pada para pasien di unit pelayanan kesehatan
primer di 14 negara didapati tiga lokasi nyeri tersering yaitu: punggung,
kepala, dan sendi (3) (Gambar 2). Yang menarik, dua pertiga pasien
melaporkan nyeri lebih dari satu bagian tubuh. Dengan memakai sampel dari
komunitas, angka prevalensi nyeri didapati lebih tinggi lagi.

Gbr. 1. Prevalensi keluhan utama berupa nyeri dan nyeri kronik di unit pelayanan
kesehatan primer. (Berdasarkan kepustakaan No. 13.)

Dalam sebuah survei populasi umum keluhan muskuloskeletal terlaporkan


sebesar 80% dari penduduk yang berusia 15-84 tahun, dan 13% melaporkan
nyeri berat (5). Nyeri muskuloskletal paling sering didapati mengenai daerah
punggung (6) (Gambar 3). Disamping itu, kesakitan bersumber muskuloskletal
(yang sering tampil sebagai nyeri kronik) menempati ranking ketujuh dalam
pembiayaan rumah sakit dan menempati ranking pertama dalam hal biaya
terkait mangkir kerja dan kecacatan (7). Sebuah survei pengeluaran biaya

Nyeri Kronik dan Nyeri Kepala

Halaman:

perawatan kesehatan terhadap para pekerja terlihat bahwa diantara semua


keluhan kesehatan fisik, nyeri pinggang mekanik merupa-

Gbr. 2. Lokasi terlaporkan nyeri oleh pasien pada survei internasional pasien di unit
pelayanan kesehatan primer. (Berdasarkan kepustakaan No. 3.)

Gbr. 3. Prevalensi nyeri muskuloskeletal. Persentase pasien praktek kesehatan primer


melaporkan nyeri muskulosekletal berlangsung lebih dari 1 minggu dalam masa satu
bulan sebelumnya. (Berdasarkan kepustakaan No.6.)

kan kondisi kesakitan paling mahal nomor empat; bersama dengan kesakitan
daerah punggung lainnya menduduki kondisi kesakitan termahal nomor tujuh
(8). Pasien yang melaporkan nyeri kronik sering mengalami distress psikologi
dan ketidak berdayaan disamping nyeri (Gambar 4). Dampak bermakna nyeri
kronik hanya baru saja ditekankan dalam sebuah penelitian oleh Blyth dan
koleganya (9). Survei yang dilakukannya pada penduduk Australia dewasa
Nyeri Kronik dan Nyeri Kepala

Halaman:

dengan nyeri kronik menunjukan bahwa, walau hanya 29% melaporkan


pembatasan kerja akibat keluhan nyeri, 58% melaporan penurunan efektifitas
kerja. Responden melaporkan bekerja dengan menahan sakit selama 84 hari
selama masa 6 bulan, tetapi hanya kehilangan 4,5 hari kerja akibat derita
nyeri. Dengan mempertimbangkan angka mangkir kerja dan penurunan
efektifitas

Gambar 4. Distres dan ketidak berdayaan terkait nyeri kronik. Berdasarkan pada data
dari survei pelayanan kesehatan primer yang dilakukan WHO di 14 negara.
Berdasarkan kepustakaan No. 3.)

kerja dari keseluruhan hari kerja; rata-rata 16 hari kerja hilang selama masa 6
bulan. Walau pasien sering datang dengan keluhan nyeri kronik, sebuah survei
yang baru saja dilakukan pada para dokter yang bekerja di unit pelayanan
kesehatan primer mencatat hanya 15% yang merasa nyaman mengobati
pasien dengan keluhan nyeri kronik (10). Para dokter di unit pelayanan
kesehatan dasar juga merasa tidak nyaman dengan meluasnya kebutuhan,
berkaitan dengan perlunya meresepkan opioid untuk pasien dengan nyeri
kronik; 41% dokter menunggu pasiennya yang mengambil inisiatif meminta
obat penghilang nyeri.

2. Sarana Pengkajian Kasus Nyeri Kronik


Pengkajian keluhan nyeri dimulai dengan mengidentifikasi lokasi nyeri.
Penentuan lokasi paling lazim dilakukan dengan meminta pasien melengkapi
gambar sederhana peta lokasi nyeri (Gambar 5). Gambar ini efektif sebagai
sarana identifikasi semua daerah potensial dirasa nyeri yang penting,
ketimbang hanya berfokus pada satu daerah khusus yang paling menjadi
perhatian pasien. Walau sebagian besar pasien akan melaporkan lebih dari
satu daerah yang dirasakan nyeri (3), banyak pasien hanya akan melaporkan
Nyeri Kronik dan Nyeri Kepala

Halaman:

secara verbal daerah yang dikeluhkan paling dirasakan nyeri pada hari
dilakukan pemeriksaan atau keluhan yang mungkin pasien yakini tersedia
obatnya. Sebagai contoh, pasien dengan fibromyalgia datang dengan keluhan
utama sakit kepala atau sakit pinggang kepada dokternya, walau ia menderita
nyeri yang tersebar luas. Kegagalan mengenali adanya keluhan nyeri
tambahan akan berakibat pada diagnose yang tidak lengkap dan kegagalan
mengenali secara adekuat semua keluhan pasien yang mengganggu. Contoh
gambar peta lokasi nyeri yang telah terisi lengkap diperlihatkan pada Gambar
6.

Gambar 5. Gambar peta lokasi nyeri. Instruksi untuk gambar peta lokasi nyeri: arsirlah
daerah dalam gambar dengan tanda-tanda berikut (sesuai keluhan): ///// =nyeri; :::::
=kesemutan; *** = perih terbakar atau hypersensititas terhadap sentuhan.

Sejumlah pasien juga mendapati lebih mudah mengutarakan keluhan nyerinya


dengan gambar nyeri ketimbang dengan kata-kata. Sebuah penelitian yang
mengkaji

keluhan

nyeri

kepala

pada

226

anak-anak

memperlihatkan

sensitifitas diagnostik dari gambar peta lokasi nyeri untuk mengevaluasi nyeri
pada pasien dengan migraine sebesar 93%, dengan nilai spesifisitas 83%, dan
nilai prediksi positif 87% (11). Temuan-temuan dalam penelitian kedua
mungkin lebih bermakna, karena hampir setengah anak dengan gejala
migraine gagal mendukung gambaran migraine yang telah dilaporkan dalam
anamnesa awal (12). Sebagai contoh, aura tidak teridentifikasi pada sejumlah
Nyeri Kronik dan Nyeri Kepala

Halaman:

46%, yang belakangan kemudian diketahui memiliki aura; muntah tidak


terkonfirmasi pada 50%, mual 31%, lokasi nyeri satu sisi 38%, kualitas nyeri
berdenyut 29%, fotofobia sebesar 11%, atau fonofobia 11%. Pasien juga
diminta menentukan tingkat keparahan nyeri. Sekala keparahan nyeri verbal
(dengan menggunakan kata sifat tertentu), sekala analog visual (menandai
skor keparahan pada sebuah garis dengan nilai dari 0 hingga 100), dan sekala
keparahan angka (mis., 0= bebas nyeri dan 10= nyeri sangat) semuanya
dapat digunakan. Sekala angka (memilih tingkat keparahan nyeri antara
angka 0 dan 10) mudah bagi pasien, valid, dan sensitif terhadap pengaruh
terapi (13). Lagi pula, catatan keparahan nyeri dengan angka dapat digunakan
secara mudah menilai dan mendokumentasi-kan intervensi terapi yang efektif.

Nyeri Kronik dan Nyeri Kepala

Halaman:

Gambar-6. Keluhan utama dan contoh gambar nyeri. (A) nyeri kepala episodik, sisi kiri,
dan meng-akibatkan tidak mampu beraktifitas; (B) Nyeri kepala episodik, sisi kiri dan
membuat tidak mampu beraktifitas (bersambung)

3. Ringkasan
Para klinisi dapat dengan percaya diri dan nyaman dalam mengelola nyeri
kronik dengan menjadi lebih berpengetahuan dalam hal penyebab, diagnose,
pilihan terapi untuk pasien nyeri kronik. Hal ini dapat dicapai dengan
menerapkan strategi dan sarana pengkajian yang mudah digunakan. Buku ini
dirancang

untuk

memberikan

imformasi

praktis

seputar

pathogenesis,

diagnosis, dan terapi nyeri kronik yang paling lazim dijumpai pada pasien yang
khas, seperti pada contoh kasus. Disamping itu juga disediakan materi
pengkajian dan edukasi pasien yang disajikan dalam format yang mudah untuk
digunakan dalam praktek klinik pelayanan primer yang sibuk. Imformasi
praktis yang disajikan dalam buku ini diharapkan mampu memperbaiki
pemahaman jenis kesakitan ini dan kemanjuran dari

berbagai pilihan

pengelolaan nyeri kronik yang tersedia di unit pelayanan kesehatan primer.


Informasi dan sarana yang tersedia dalam buku ini diharapkan dapat
membantu klinisi yang sibuk menyederhanakan keluhan pasien yang maha
meluas menjadi masalah yang dapat dikelola, dengan sarana / alat yang
disiapkan untuk masalah-masalah yang sering dihadapi.

Nyeri Kronik dan Nyeri Kepala

Halaman:

Gambar-6. (sambungan) (C) nyeri pinggang menetap; (D) nyeri pinggang menetap.
Diagnoses:
(A) migraine, (B) migraine dengan fibromyalgia, (C) nyeri pinggang myofascial, dan
(D) nyeri pingang dengan radikulopati.
KEPUSTAKAAN
1. Mantyselka P, Kumpusalo E, Ahonen R, et al. Pain as a reason to visit the doctor: a
study in a Finnish primary health care. Pain 2001; 89:175180.
2. Hasselstrm J, Liu-Palmgren J, Rasj-WrK G. Prevalence of pain in general practice.
Eur J Pain 2002; 6:375385.
3. Guereje O, von Korff M, Simon GE, Gater R. Persistent pain and well-being: a World
Health organization study in primary care. JAMA 1998; 280:147151.
4. Smith BH, Elliott AM, Chambers WA, et al. The impact of chronic pain in the
community. Family Practice 2001; 18:292299.
5. Ihlebaek C, Eriksen HR, Ursin H. Prevalence of subjective health complaints (SHC) in
Norway. Scand J Public Health 2002; 30:2029.
6. Urwin M, Symmons D, Allison T, et al. Estimating the burden of musculoskeletal
disorders in the community: the comparative prevalence of symptoms at different
anatomical sites, and the relation to social deprivation. Ann Rheum Dis 1998; 57: 649
655.
7. Van Tulder MW, Koes BW, Bouter LM. A cost-of-illness study of back pain in the
Netherlands. Pain 1995; 62:233240.

Nyeri Kronik dan Nyeri Kepala

Halaman:

8. Goetzel RZ, Hawkins K, Ozminkowski, Wang S. The health and productivity cost
burden of the top 10 physical and mental health conditions affecting six large US
employers in 1999. J Occup Environ Med 2003; 45:514.
9. Blyth FM, March LM, Nicholas MK, Cousins MJ. Chronic pain, work performance and
litigation. Pain 2003; 103:4147.
10. Potter M, Schafer S, Gonzalez-Mendez E, et al. Opioids for chronic nonmalignant
pain: attitudes and practices of primary care physicians in the UCSF/Stanford
Collaborative Research Network. J Fam Pract 2001; 50:145151.
11. Stafstrom CE, Rostasy K, Minster A. The usefulness of childrens drawings in the
diagnosis of headache. Pediatrics 2002; 109:460472.
12. Metshonkala L, Sillanpaa M, Tuominen J. Headache diary in the diagnosis of
childhood migraine. Headache 1997; 37:240244.
13. Von Korff M, Jensen MP, Karoly P. Assessing global pain severity by self-report. TEN
2002; 4:3439.

From: Chronic Pain: A Primary Care Guide to Practical Management


Edited by: D. A. Marcus Humana Press, Totowa, NJ

Nyeri Kronik dan Nyeri Kepala

Halaman:

Ringkasan Isu-Isu Manajemen


Nyeri
Konsen Terapi Nyeri Kronik
Pasien dengan nyeri kronik sering mendatangi dokter dengan sejuta keluhan
dan harapan. Sewaktu berhadapan dengan pasien nyeri kronik, dokter sering
memberi perhatian dengan caranya sendiri yaitu berkisar pada pengesahan
keparahan nyeri yang dilaporkan, dan kecacatan yang menyertai, banyaknya
waktu dan sumber daya yang akan dihabiskan oleh pasien untuk mengatasi
keluhan yang menjadi perhatiannya, dan tidak memadainya informasi yang
mereka terima selama menjalani pendidikan dan pelatihan dokter dalam
menangani nyeri kronik. Buku ini dirancang untuk mengisi kesenjangan yang
menyelimuti kasus kesakitan nyeri kronik yang paling banyak ditemukan dan
memberikan alat klinik bermanfaat untuk mempermudah melakukan
pendekatan yang efektif terhadap keluhan pasien di praktek klinik yang sibuk.
Sejumlah fokus perhatian terkait pengesahan, kemaknaan, dan kemampuan
untuk menterapi pasien dengan keluhan nyeri secara efektif diberikan disini.
Masing-masing dari isu dibahas cukup detail dalam bab-bab berikutnya.
Apakah benar orang menderita nyeri kronik lama setelah mereka
pulih dari cedera?
Nyeri kronik merupakan alasan yang paling sering untuk mengunjungi
praktek dokter kesehatan dasar (dokter umum). Sebagaia contoh, sekitar
sepertiga kunjungan dokter umum adalah karena nyeri muskuloskletal.
Penelitian pada hewan coba secara konsisten memperlihatkan perubahan
pada system saraf sebagai respon terhadap cedera lama. Peningkatan
sensitifitas saraf dan teraktifkannya saraf untuk mengaktifkan jalur nyeri
terjadi setelah cedera dan kesesuain dengan tingkah laku nyeri yang
diperlihatkan.
Gejala sakit yang betul-betul dibuat-duat, atau berpura-pura jarang
ditemukan.
Depresi premorbid, ketidak puasan dalam pekerjaan, dukungan social yang
kurang, dan merokok meningkatkan resiko mengeluh nyeri kronik.
Benarkah anak-anak tidak lazim menderita nyeri kronik?
Keluhan nyeri kronik dilaporkan oleh sekitar 5 to 15% anak dan
remaja.
Keluhan nyeri kronik yang paling dikemukan pada pasien anak
adalah nyeri kepala, nyeri perut, dan nyeri muskuloskletal.
Jangan mengaharapkan anak secara cepat dapat mengatasi
keluhan nyerinya. Sebagai contoh, nyeri muskuloskletal kronik
yang menetap minimal 1 tahun pada sekitar 75% anak. Nyeri
kronik pada anak yang tidak diterapi disertai dengan distress dan
ketidak berdayaan bermakna (termasuk tidak bisa sekolah) dan
dapat sebagai faktor predisposisi buat si anak pada saat
kehidupan dewasa menderita nyeri kronik.

Nyeri Kronik dan Nyeri Kepala

Halaman:

10

Benarkah rasa ngilu dan sakit merupakan bagian dari proses menua
normal?
Sekitar sepertiga orang tua menderita nyeri kronik, sering karena arthritis,
patah tulang terkait osteoporosis, dan stenosis lumbal. Kondisi sakit ini
dapat diobati dan hendaknya jangan pernah dianggap sebagai bagian dari
proses menua normal.
Nyeri kronik pada pasien orang tua dapat mengakibatkan depresi, kualitas
hidup buruk, dan kehilanga idependensi.
Kemampuan mengidentifikasi dan mengelola nyeri pada pasien usia tua
akan menjadi semakin penting pada unit pelayanan kesehatan primer
karena populasi penduduk dunia usia tua semakin meningkat.
Saya pernah mendengar bahwa anda sesungguhnya tidak dapat
mengobati nyeri kronik dan pasien hanya perlu belajar hidup dengan
nyeri. Apakah ada pengobatan yang efektif untuk nyeri kronik?
Walau tidak dapat menyembuhkan secara tuntas sepenuhnya, nyeri kronik
merupakan keadaan yang dapat diterapi dan dikelola.
Kondisi nyeri seseorang sering membutuhkan modalitas terapi yang
berbeda.
Sejumlah terapi, seperti: olahraga peregangan, teknik relaksasi, terapi
antidepresi, dan obat antiepilepsi semuanya bermanfaat untuk nyeri kronik
yang sangat beragam adanya.
Apakah opioid efektif untuk pasien dengan nyeri kronik, atau obat
semacam itu sering menimbulkan adiksi?
Opioids dapat mengurangi keparahan nyeri, tetapi harus dipergunakan
dalam kontek program terapi yang komprehensif .
Pasien dengan nyeri kronik yang diterapi dengan opioid perlu pemantauan
ketat. Sekitar 25 hinga 30% pasien nyeri kronik yang diterapi dengan opioid
akan memperlihatkan tingkah laku penyalah gunaan.
Penyalah gunaan opioid dapat diperkecil dengan menetapkan target terapi
yang realistik. Menggunakan obat dosis rendah, dan menerapkan kontrak
kesepakatan yang diikuti dengan patuh.
Benarkah, Menangani Pasien Nyeri Kronik Menghabiskan Banyak
Waktu Bagi Praktek Yang Sibuk?
Pasien-pasien dengan nyeri kronik mungkin mempunyai keluhan yang
banyak dan tidak dapat ditangani dalam satu kali kunjungan. Pasien
mungkin menyampaikan keluhan masalah-masalah yang telah berlangsung
lama kepada dokter pemberi layanan primer: keparahan nyeri, gangguan
tidur, suasana hati depresi, ketidak mampuan bekerja, dan komplik
keluarga.
Alat bantu kantor, seperti gambar peta nyeri dan alat pengkajian mandiiri,
dapat membantu pasien memfokuskan diri pada tujuan jangka pendek dan
jangka panjang yang dapat dicapai dengan terapi. Membantu pasien agar
terfokus pada tujuan tertentu juga dipermudah dengan memakai lembar
pengkajian tujuan dan pencapaian. Lembar pengkajian tersebut dapat diisi
oleh sebagian besar pasien dengan sedikit petunjuk.
Sarana edukasi, seperti handouts tertulis, dapat memperkuat pesan terapi
dan meminimalkan jumlah kebutuhan waktu bertatap muka untuk
memberikan edukasi pada pasien.
Apakah sungguh diperlukan penanganan tearah pada nyeri kronik?
Nyeri Kronik dan Nyeri Kepala

Halaman:

11

Apakah tidak lebih baik waktu digunakan untuk berfokus mengatasi


masalah medis yang riil, seperti Diabetes, Penyakit jantung, dan
hipertensi?

Keluhan nyeri kronik sangat sering dan sering mengantarkan pasien datang ke
praktek dokter untuk meminta informasi dan mencari tahu apa masalah sakitnya
dan apa obatnya.
Kondisi nyeri kronik yang tidak diobati dapat membuat kambuhnya frustasi dan
distress psikologi dan mengakibatkan ketidak mampuan bermakna, termasuk tidak
bisa sekolah pada anak dan tidak dapat masuk kerja atau kerja tidak bisa purna
waktu pada orang dewasa.
Keluhan nyeri kronik juga dapat disebabkan oleh atau diperparah oleh penyakit
medis lainnya, seperti neuropati terkait diabetes dan bertambah buruknya nyeri
sendi karena kegemukan. Penerimaan terapi untuk penyakit dasar sering
ditingkatkan sewaktu terapi juga memperbaiki kondisi nyeri sekunder.
Pilihan terapi untuk penderita nyeri kronik, yang meliputi: olahraga, ketrampilan
relaksasi, manajemen stress, dan penggunaan terapi obat yang tepat, kesemuanya
sangat bermanfaat untuk memelihara kesehatan yang baik secara keseluruhan dan
memaksimalkan kemanjuran terapi obat resep untuk penyakit medis lainnya yang
menyertai.

II
Patogenesis

Nyeri Kronik dan Nyeri Kepala

Halaman:

12

Patogenesis Nyeri Kronik


CONTOH KASUS
Tuan Thompson, laki-laki, usia 46 tahun, penjaga sekolah, selalu menikmati
pekerjaannya dan mempunyai catatan kehadiran kerja sangat bagus. Sewaktu
mengangkat air seember besar, tiba-tiba ia merasakan nyeri pinggang yang
menjalar hingga kaki dan ia merasa tidak mampu berdiri tegak.

Dia

tinggalkan pekerjaannya dan pulang ke rumah dan tiduran, tetapi keesokan


paginya ia merasa jari jempolnya kesemutan dan nyeri pingang terus menerus.
Dia tidak dapat duduk di ranjang dan perlu bantuan istri untuk beranjak dari
tempat tidur. Tuan Thomson mengunjungi dokternya, yang mendiagnosisnya
sebagai menderita herniasi diskus lumbalis dengan radikulopati L5. Tuan
Thomsom menjalani operasi dan merasa ada sedikit pengurangan kesemutan
pasca operasi. Dia dan istrinya diberi tahu oleh dokter bedahnya bahwa
operasinya sukses. Sewaktu kontrol ulang ke dokter bedah 1 bulan setelah
operasi, Tuan Thomson melaporkan masih menderita nyeri menetap, dan
membuat tidak bisa beraktifitas. Pada pemeriksaan fisik didapati kekuatan otot
dan refleks bagus, dan sensibilitas baik. Kemampuan membungkuk ke depan
berkurang derajat sedang, dan otot-otot sekitar tulang belakang nampak
membengkak dan dengan palpasi pelan terasa nyeri. Pemeriksaan MRI dan
elektromiografi tidak nampak kelainan. Dokter bedah memberikan sebuah
buku dan menunjukan latihan punggung dan mengatakan Tuan Thomson dapat
Nyeri Kronik dan Nyeri Kepala

Halaman:

13

kembali bekerja jika ia merasa siap. Tiga bulan setelah operasi ia mendatangi
dokter keluarga, yang membaca catatan dokter bedah, yang menyatakan hasil
tindakan pembedahan secara neurologis baik. Akan tetapi, Tuan Thomson
terus mengeluh nyeri yang tidak pernah hilang. Ia melaporkan tidak mampu
berolahraga akibat
menghabiskan

nyeri dan belum bisa bekerja kembali. Tuan Thomson

waktu

hari-harinya

dengan

menonton

televisi

dan

menghentikan semua tugas rumah tangganya. Tuan Thomson mencatat bahwa


istrinya bak bidadari membawakan dia makan di tempat tidur dan
membantunya berpakaian. Dia meminta dokter pelayanan primer memberi
surat keterangan agar tetap bisa istirahat di rumah dan tidak masuk kerja.
Tuan Thomson disarankan memulai melakukan program olahraga dan kembali
bekerja paruh waktu. Kontrol ulang dijadwalkan 3 bulan kemudian. Enam bulan
setelah operasi, Tuan Thomson masih mengeluhkan nyeri yang bersifat
menetap, dan menjadi mudah marah dan frustasi karena ketidak mampuan
dan nyeri yang tidak kunjung menghilang. Dia diam saja sepanjang hari dan
tidak kembali bekerja. Tuan Thomson datang ke dokter untuk meminta surat
keterangan cacat dan minta dimasukan sebagai menderita cacat tetap.
Istrinya sering membenahi bantal dibelakang punggungnya dan membawakan
minum

untuknya.

Pemeriksaan

ulang

dan

pemeriksaan

MRI

dan

Elektromiografi ulang tidak memperlihatkan adanya kelainan patologis. Dokter


keluarganya kemudian mencurigai sebagai gejala dibesar-besarkan untuk
mendapatkan kompensasi, dan memintakan pemeriksaan psikologis.

***
Kasus ini merupakan ilustrasi dari banyak kejadian nyeri kronik, dan
perubahan yang lazim yaitu dari pekerja efektif hingga menjadi orang yang
lumpuh. Nyeri kronik sering terjadi tanpa adanya patologi yang dapat
diidentifikasi, sehingga sering menyebabkan salah persepsi sebagai nyeri
imajinasi atau dibuat-buat untuk mendapatkan keuntungan finasial atau
sebagai cara berkelit dari teman-temannya. Akan tetapi penelitian dimasa
sekarang ini, dengan memakai model hewan, dengan jelas menujukan
perubahan aktifasi dan aktifitas yang berlangsung lama pada susunan saraf
pusat (SSP) sebagai akibat cedera sangat menyakitkan walaupun hewannya
telah pulih. Penelitian-penelitian tersebut menunjukan pola plastisitas saraf
yang sejenis mungkin bertanggung jawab terhadap menetapnya nyeri pada
manusia, walau semua kelainan yang ada telah dibenahi.
Nyeri Kronik dan Nyeri Kepala

Halaman:

14

POIN-POIN PENTING

Nyeri kronik adalah akibat dari sensitifitas, pembangkitan dan koneksi saraf yang
abnormal.
Nyeri yang menetap selama 3 bulan tidak mungkin bisa hilang spontan.
Distres psikologi premorbid, isu terkait pekerjaan, pemakaian nikotin, dan kondisi nyeri
sebelumnya dapat digunakan untuk memprediksi kemunculan nyeri yang bersifat menetap.
Keluhan nyeri yang betu-betul dibuat-buat atau malingering sangat jarang terjadi.

Nyeri akut sering merupakan pengalaman kehidupan, timbul jika jari kaki
tertusuk, jari tangan terpukul palu, atau akibat jatuh terpleset. Nyeri akut khas
terjadi sebagai akibat cedera atau benturan dan dapat disertai dengan gejala
peradangan. Pergelangan kaki yang terkilir missalnya, akan teraba panas,
terlihat merah, nyeri dan bengkak, serta spasme otot-otot sekitarnya.
Perubahan-perubahan akut ini bersifat menguntungkan: nyeri mengajarkan
seseorang agar lebih berhati-hati di masa mendatang untuk menghindari
cedera lebih lanjut, dan meningkatkan kemungkinan istirahat agar proses
penyembuhan dapat berjalan, sapasme otot bertindak layaknya gips alamiah,
dan peningkatan aliran darah membawa sel-sel ke kondisi perbaikan.
Penyembuhan berlangsung beberapa minggu hingga beberapa bulan dan
umumnya diikuti dengan meredanya nyeri, spasme otot, maupun peradangan
(Gbr.1).
Nyeri kronik didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung lebih dari
3 bulan. Nyeri kronik dapat terjadi sebagai gejala sisa cereda akut, sebagai
gejala penyakit degenerative (contoh: rematoid artritis) atau muncul perlahan.
Nyeri kronik yang dimulai setelah cedera
Fase I: Perkembangan nyeri akut
Belajar

Paradangan
Cedera

Nyeri akut
Medulla
spinalis
diaktifkan

Spasme otot
(reflex)
Proteksi

Fase II: Resolusi nyeri akut

Paradangan
berkurang

Nyeri akut
berkurang

Penyembu
Pengtifan
Nyeri Kronik dan Nyeri medulla
Kepala spinalis
Halaman:

15

Spasme otot
(refleks)

Proteksi
berkurang
Fase III: Perkembangan kearah nyeri kronik

Informasi
Nyeri kronik
Memori
cedera

medulla
spinalis

Spasme otot
(refleks)
Informasi

Gbr. 1. Patogenesis nyeri akut dan kronik. Fase I: Nyeri akut disertai dengan imflamasi
dan pengaktifan jalur medulla spinalis yang mengirimkan berita nyeri untuk
mendorong agar dikemudian hari cedera dihindari dan menyebabkan spasme otot
sebagai cara perlindungan. Fase II: Dalam beberapa minggu, jaringan yang cedera
pulih, peradangan hilang, dan lebih sedikit impuls sentral dikirim yang dapat dirasakan
sebagai nyeri atau spasme otot. Fase III: Pasien-pasien yang mengembangkan nyeri
kronik, sistem sarafnya terus-menerus mengirim sinyal nyeri dan spasme otot, seolah
merespon cedera akut, walau cedera hanyalah sebuah memori. Karena itu, orang
dengan nyeri lumbal kronik yang duduk di kursi akan menerima informasi yang tidak
bermanfaat yang mengatakan dia sedang mengalami cedera dan menderita nyeri
serta spasme otot, walaupun sesungguhnya tidak ada cedera (aktif).

disertai dengan keparahan nyeri, ketidak mampuan, dan distress psikologi


yang lebih besar (13). Keterkaitan antara trauma dan distress emosional pada
pasien dengan nyeri kronik khususnya kuat pada laki-laki (4). Keterkaitan
antara cedera yang berpotensi mendapatkan kompensasi dan resultante
keparahan nyeri sering mengarahkan pada sebagian besar nyeri kronik
sebagai imajiner, dibesar-besarkan atau bertujuan mendapatkan keuntungan
sekunder

(mis.,

kompensasi

pekerja,

atau

keuntungan

akibat

ketidak

berdayaan, tugas rumah tangga berkurang, dan perhatian lebih. Kenapa


sejumlah orang yang terpapar dengan cedera hanya mengembangkan nyeri
akut, sementara beberapa yang lainnya berkembang menjadi nyeri kronik,
tidaklah diketahui. Proses penyembuhan terlaksana pada kedua jenis nyeri,
tetapi sinyal nyeri berkurang setelah luka sembuh hanya pada kasus nyeri
akut. Pada pasien yang berkembang menjadi nyeri kronik diyakini bahwa
koneksi saraf dihidupkan kembali (rewired) dan sensitifitas stimulasi saraf
berubah sewaktu proses penyembuhan (Gbr. 1). Perubahan tersebut ada pada
Nyeri Kronik dan Nyeri Kepala

Halaman:

16

plastisitas sentral yang telah dedifinisikan dengan baik pada model nyeri
kronik rodensia (5).
1. PATOFISIOLOGI NYERI KRONIK
Para peneliti telah mengidentifikasi tingkah laku dan perubahan fisiologis yang
konsisten pada hewan coba, sebagai respon terhadap trauma. Temuan-temuan
ini telah digunakan untuk mengisolasi fisiologi dari adanya kemungkinan isu
untuk mendapatkan keuntungan sekunder dan membantu mengkonfirmasi
kebenaran keluhan nyeri kronik baik bagi petugas pemberi layanan kesehatan
maupun pasien. Temuan yang paling bermanfaat telah didapat dari pengikatan
parsial saraf sciatikus pada tikus (6,7). Dalam penelitian tersebut, pengikatan
sementara saraf sciatikus dalam kondisi terbuka dan kemudian dilepas. Walau
saraf memperoleh kembali fungsi sarafnya, tikus tetap memperlihatkan
tingkah laku nyeri, yaitu berusaha memutuskan kakinya dengan menggigitnya
(commit autotomy).

Autotomy diyakini sebagai padanan laboratorium dari

tingkah laku nyeri manusia, seperti menyampaikan keluhan secara verbal dan
menggosok-gosok bagian punggung yang sakit. Autopsi tikus yang digunakan
sebagai percobaan dalam penelitian ini menunjukan perubahan neurologis
yang tersebar luas, dengan teraktifasinya neuron di kornu dorsalis medulas
spinalis dan otak (8,9). Perubahan demikian meningkatkan eksitasi saraf dan
resiko koneksi abnormal dari saraf-saraf peraba ke jalur saraf nyeri. Penelitian
yang paling cermat dalam bidang model nyeri kronik adalah tanduk doralis.
Evaluasi tikus model nyeri kronik menunjukan peningkatan sensitifitas saraf
penyalur impuls urutan kedua pada tanduk dorsal, dengan peningkatan jumlah
potensial aksi dan sinyal saraf spontan. Perubahan-perubahan tersebut
meningkatkan

sensitifitas

terhadap

stimulus

nyeri,

atau

hiperalgesia.

Disamping iitu, terminal sentralis dari mekanoreseptor pada tanduk dorsalis


medulla spinalis memperlihatkan perubahan distribusi yaitu terkoneksi ke
saraf-saraf penyusun jalur nyeri, yang dalam kondisi normal hanya dicetuskan
oleh dtimulasi nyeri (Gbr. 2). Dalam kasus seperti itu, stimulasi taktil yang
mestinya tidak bersifat nyeri, seperti sentuhan atau fibrasi, akan mengaktifkan
neuron-neuron

nyeri

dan

menghasilkan

persepsi

nyeri

atau

allodynia.

Lapangan daerah saraf penerima pada tanduk dorsalis juga meningkat,


dengan akibat peningkatan penyebaran persepsi nyeri ke daerah sebelumnya
yang tidak terlibat cedera yang menginduksi nyeri akut.
Model ini mirif dengan nyeri lumbar kronik yang menetap setelah
herniorafi dan disektomi yang sukses, seperti yang terjadi pada Tuan
Nyeri Kronik dan Nyeri Kepala

Halaman:

17

Thomson. Mirif kejadiannya dengan pada tikus coba, saraf manusia fungsinya
dapat pulih, tetapi perubahan bermakna saraf dalam ukuran mikroskopis dan
fisiologis bersifat menetap (Gbr. 3). Pasien dapat memperlihatkan gejala
aktifasi saraf, meliputi hiperalgesia, allodynia, dan nyeri tersebar (Tabel 1).
Model

ini

telah

diuji

pada

manusia

dengan

menggunakan

analgesia

pratindakan, yaitu dengan melakukan anastesi lokal pada daerah yang akan
terpapar

nyeri.

Analgesia

pratindakan

dimaksudkan

untuk

mengurangi

kejadian nyeri menetap dengan memblok input spinal dari cedera akut.
Analgesia pratindakan efektif mengurangi nyeri maupun pemakaian narkotik
pasca operasi, pada pasien yang menjalani operasi tungkai, atau mastektomi
(10). Pada satu penelitian orang yang menjalani amputasi kaki, nyeri kaki
phantom

kuat

pembedahan

timbul
standar

pada

64%

pasien

(11).

Analgesia

dalam

satu

pratindakan

minggu

dengan

setelah

pemberian

bupivacaine epidural 72 jam sebelum tindakan menurunkan insiden nyeri kaki


phantom

menjadi

27%.

Penelitian

pemberian

analgetika

pratindakan

memperlihatkan bahwa resiko timbulnya nyeri menetap dikurangi dengan


mencegah aktifasi awal jalur nyeri medulla spinalis.
2. PERJALANAN YANG DIHARAPKAN PADA NYERI KRONIK
Nyeri menetap yang berlangsung lebih dari 3 bulan tidak mungkin dapat
sembuh spontan (12). Penelitian prospektif pada pasien dengan keluhan nyeri
pinggang (LBP) baru yang berobat di unit pelayanan kesehatan primer
memperlihatkan gejala menetap lebih dari 3 bulan pada 48-79%, menetap
lebih dari 12 bulan pada 42-75% pasien (13-15). Lucunya, dokter sering hanya
memperhatikan sebagian kecil pasien saja, yaitu yang konsul ulang kepada
mereka setelah pemeriksaan awal nyeri akut. Data ini mengisyaratkan
kebanyakan kejadian nyeri akut pulih spontan. Pada sebuah sampel konsultasi
baru ke dokter praktek umum sebanyak 463 dengan keluhan nyeri punggung
akut, persentase pasien yang datang dengan keluhan nyeri sangat kecil (13).
Tetapi, bila pasien dihubungi dan ditanyai langsung terkait gejala atau masalah
sakit yang masih tetap ada, yang melaporkan nyeri kronik dan ketidak
mampuan hasilnya tinggi (Gbr. 4). Data ini mengisyaratkan bahwa keluhan
nyeri bermakna sering menetap, walau tidak melakukan kontrol ulang ke
dokternya. Disamping itu, kasus nyeri yang gagal menghilang setelah 3 bulan
cendrung menetap selama minimal 12 bulan. Karena itu terapi hendaknya
dimulai terhadap pasien yang sakitnya menetap minimal selama 3 bulan.

Nyeri Kronik dan Nyeri Kepala

Halaman:

18

Gbr. 2. Patogenesis nyeri kronik. Dalam kondisi normal, stimulasi reseptor taktil akan
mengaktifkan jalur tanduk dorsalis medulla spinalis dan aktifasi ujung-ujung saraf
bebas mengaktifkan jalur nyeri spinotalamikus lateralis. Stimulus pembangkit nyeri
yang diaktifkan semasa nyeri akut meningkatkan sinyal pada jaulur spinotalamikus
lateralis. Perubahan fisiologis terjadi semasa nyeri kronik mengakibatkan stimulasi
reseptor taktil (mis., sentuhan atau vibrasi) mengaktifkan jalur spinotalamikus
lateralis, dan otak salah mengartikannya sebagai ujung saraf sensitif nyeri telah
diaktifkan.

3. FAKTOR PREDIKSI NYERI KRONIK


Ilmu pengetahuan kedokteran tidak dapat menjelaskan kenapa dua orang
yang mengalami cedera yang sama dapat mengalami jenis nyeri yang
berbeda: yang satu hanya mengalami nyeri akut, sedang yang satunya lagi
menderita

nyeri

kronik.

Sejumlah

penelitian

telah

mengidentifikasi

karakteristik fisik, psikologi, dan sosial yang dapat memprediksi kemungkinan


lebih besar mengalami nyeri menetap (14,16-21) (Tabel 2). Menariknya, jenis
kelamin dan karakteristik psikologi pramorbid memprediksi nyeri yang
menetap nampaknya kondisi nyeri berbeda, seperti nyeri miofasial mastikasi
dan nyeri pinggang kronik. Gambaran ini dapat digunakan untuk memprediksi
Nyeri Kronik dan Nyeri Kepala

Halaman:

19

adanya kemungkinan lebih besar munculnya nyeri yang bersifat menetap jika
karakteristik tersebut ada dan menunjukan perlunya terapi yang lebih agresif.
Nyeri kronik jenis tertentu juga terjadi lebih
Cedera

Nyeri
akut

Penyembuhan
normal
Nyeri
reda

Penyembuhan dengan
plastisitas sentral
Nyeri
Kronik

Hiperalge
sia

Allodyni

Nyeri
tersebar

Gbr. 3. Perjalanan nyeri akut. Cedera yang menyebabkan nyeri akut dapat sembuh dan
nyeri hilang. Alternatif lain, terjadi perubahan saraf selama prose penyembuhan,
dengan akibat nyeri menetap dan perubahan fisiologi saraf.

Tabel 1
Perubahan Neurologis Sewaktu Cedera dan Gejala yang ditimbulkan
Perubahan
Gejala medis
Keluhan tipikal
Temuan Tipikal
Fisiologis
Ambang nyeri berku- Hiperalgesia:
Sensitifitas
Respon
nyeri
rang
sensitifitas
meningkat
terha-dap
Aksi
potensial
terha-dap
terhadap:
tusukan
jarum
mening-kat
rangsangan
garukan, jepitan
pelan jadi hebat.
nyeri
jari tangan, atau
meningkat
air hangat
Firing spontan
Neuron
Allodynia:
Sentuhan
kain Sentuhan
ringan
mekanoreseptor
stimulus
seprai pada kaki
di-respon dengan
mengadakan
sentuhan bukan
yang
telanjang
me-narik
koneksi ulang ke
nyeri dipersepsi
dirasakan
extremitas
dan
jalur nyeri.
sebagai nyeri.
sebagai nyeri.
meringis.
Tiupan angin atau Menjaga
daerah
percikan
air
nyeri agar tidak
dingin dirasakan
disentuh.
nyeri.
Peningkatan ukuran Nyeri meluas ke Nyeri
menyebar Nyeri
pada
la-pangan
daerah sekitar
dari
semula
perabaan daerah
penerimaan.
(yang
tidak
hanya me-ngenai
sekitar
nyeri
meng-alami
pergelangan kaki
asal.
cidera)
menjadi selu-ruh
kaki.
Nyeri Kronik dan Nyeri Kepala

Halaman:

20

umum pada orang-orang dengan jenis pekerjaan tertentu. Sebagai contoh,


profesi yang mempunyai keterkaitan kuat dengan kejadian nyeri pinggang
kronik meliputi: mereka yang membutuhkan kerja angkat-angkat, mendorong,
atau menarik beban 11,25 kg atau lebih; berdiri lama; berada dalam sikap
tubuh tertentu dalam jangka lama (22,23). Pekerja yang beresiko seperti itu
meliputi sejumlah pekerjaan kesehatan (mis., asisten perawat, perawat, dokter
gigi dan chiropractors), pekerja kontruksi, mekanik mobil, pembantu

Gbr. 4. Ketidak sesuaian antara angka kunsultasi ulang dengan menetapnya gejala
sakit setelah kejadian nyeri punggung akut. Ketidak mampuan mencakup kesulitan
mengerjakan aktifitas kehidupan sehari-hari. (Berdasarkan pada data kepustakaan 13.)

Tabel 2
Prediktor Nyeri Kronik
Indikator Nyeri
Faktor-Faktor Prediksi Nyeri Kronik
Temuan fisik
Nyeri pinggang disertai dengan keterbatasan fleksi lumbal.
Pemeriksaan neurologi dengan hasil abnormal.
Gejala
Nyeri tidak terlokalisir
Onset nyeri tidak jelas
Nyeri pinggang yang menjalar hingga kaki
Faktor Psikologi
Isu personal
Jenis kelamin wanita
Riwayat nyeri kronik
Riwayat trauma
Terlambat berkonsultasi (> 30 hari).
Tidak memuaskan dengan konsultan.
Depresi atau distress psikologis
Pengguna nikotin
Isu keluarga
Kurang dukungan social
Keluarga mendelegitimasi nyeri yang diderita
Riwayat keluarga nyeri kronik
Isu pekerjaan
Tidak puas dengan pekerjaan atau status pekerjaan
Tidak bekerja
Sebelumnya ganti pekerjaan karena nyeri

Nyeri Kronik dan Nyeri Kepala

Halaman:

21

rumah tangga, dan penata rambut (24-27). Sebuah survey baru pada asisten
perawat, sebagai contoh, menunjukan keluhan nyeri muskuloskletal

selama

masa dua minggu sebelumnya pada 89%, dengan 51% tingkatan nyeri dalam
tahapan intens (28). Cedera tulang punggung akibat kerja lebih cendrung
terjadi pada orang-orang dengan pekerja beresiko ini dibanding pekerja ringan.
Disamping itu, identifikasi serorang pekerja sebagai beresiko tinggi untuk
mengalami nyeri kronik berdasarkan pada karakteristik fisik, psikologi atau
sosial akan mengakibatkan terapi dini dan lebih agresif.

4. MENGIDENTIFIKASI PASIEN YANG BERPURA-PURA


Untuk memberikan perawatan yang tepat kepada pasien nyeri kronik, klinisi
harus mampu mempercayai laporan pasien tentang ketidak nyamanan atau
rasa sakit yang ia alami, karena tidak ada cara pengukuran nyeri yang objektif.
Klinisi juga harus mempertimbangkan fakta, bahwa diskripsi dan tampilan
nyeri pasien dipengaruhi oleh pengalaman sebelumnya, jenis kelamin, dan
latar belakang budaya. Contoh, respon terhadap nyeri yang berbeda dapat
dilihat di ruang persalinan, kontraksi rahim pada tingkatan yang sama
mengakibatkan respon yang berbeda, ada yang tetap tenang dan bernapas
dalam, sementara yang lainnya berteriak kesakitan. Orang yang berhati tabah
mengeluhkan nyeri sebagai rasa tidak nyaman dengan sedikit gerakangerakan tubuh, orang-orang yang lebih demonstratif akan menggunakan
uraian nyeri seperti aduh atau Sakit dan sering mengubah posisi, meringis,
atau berteriak kesakitan sewaktu ditanyai. Para pemberi layanan kesehatan
mempertanyakan validitas laporan dari pasien-pasien golongan manapun dan
enggan meresepkan obat-obatan yang berpotensi ketergan-tungan pada
pasien-pasien yang nampaknya menderita nyeri minor atau keluhan nyeri
yang dibesar-besarkan. Akan tetapi, penting untuk diingat bahwa pasien yang
paling rasionalpun dapat prustasi dengan derita nyeri kronik dan mengganggu
tidur, bersama dengan kebutuhan menemukan bukti bahwa memang benar
ada sesuatu yang tidak beres sewaktu hasil tes menunjukan hasil normal
dapat berakibat pada memburuknya keluhan. Sangat penting menterapi
semua pasien dengan rasa hormat dan keterbukaan dan membiarkan mereka
melihat anda mempercayai setiap pasien sebagai partner terapi, bukan
sebagai musuh. Ketika pasien juga sebaliknya mempercayai pemberi layanan
kesehatan, mereka akan paling mungkin untuk diajak bekerja sama dalam
melakukan evaluasi.
Nyeri Kronik dan Nyeri Kepala

Halaman:

22

Beruntung, pasien yang berpura-pura sakit jarang adanya dan


biasanya mudah ditandai (Kotak saji-1). Pasien yang bepura-pura, sadar bahwa
dirinya melaporkan gejala palsu. Mereka umumnya mempunyai keyakinan
bahwa mereka dapat membodohi kebanyakan dokter, tetapi sangat diragukan
bahwa mereka dapat membodohi semua dokter. Karena itu, pasien yang
berpura-pura

sakit

menghindari

memberikan

informasi

yang

dapat

membongkar karakter palsu keluhah sakitnya, baik dalam anamnesa maupun


pemeriksaan fisik. Mereka akan menghindari memberikan informasi riwayat
sakit dan meminta dokter dengan tegas hanya berdasarkan pada catatan
medis yang ada atau diskripsi dokter yang yang dapat ia setujui. Kemudian,
jika ada ketidak sesuaian mereka akan langsung mengingatkan dokter bahwa
mereka tidak mengatakan kebohongan; baik dari algoritma maupun yang
dokter lakukan. Pasien demikian juga akan bersikeras bahwa mereka tidak
dapat menjawab semua pertanyaan tentang nyeri atau menjalani semua
pemeriksaan fisik karena nyerinya tidak tertahankan. Pasien berpura-pura
sakit telah belajar untuk berhasil membuat pemberi layanan kesehatan
merasa bersalah karena tidak menterapi mereka, walaupun pemberi layanan
kesehatan merasa tidak nyaman meresepkan terapi. Pasien demikian biasanya
akan

memaksa

bahwa

mereka

butuh

obat

dulu

sebelum

menjalani

pemeriksaan penunjang diagnostik dan akan mengancam pergi ke UGD jika


dokter gagal memberikan pereda nyeri. Bertolak belakang dengan pasien yang
berpura-pura, yang akan menolak dilakukan pemeriksaan tambahan, sebagian
besar pasien nyeri kronik sangat semangat menjalani pemeriksaan tambahan
untuk menemukan patologi sakitnya.
Pasien dengan nyeri sungguhan tipikal ada kemauan untuk menjadi
lebih baik, karenanya lebih bekerja sama dalam pemeriksaan. Beberapa pasien
terlihat membesarkan keluhan gejalanya, walau hal ini perlu diantisipasi dalam
pemeriksaan yang menyakitkan atau persepsi mereka bahwa dokter tidak
yakin nyerinya nyata. Jika pasien tidak dapat cukup bekerjasama selama
pemeriksaan untuk memungkinkan dokter menegakkan diagnosis, dokter
hendaknya menjelaskan bahwa kemampuan ia untuk memilih terapi yang
efektif tergantung pada diagnose yang tepat; jika perlu pemeriksaan ulang
pada kesempatan kunjungan berikutnya perlu dilakukan ketika pasien lebih
mau bekerjasama. Pasien yang berpura-pura akan mengatakan sibuk bisnis,
sementara

pasien

yang

benar-benar

mencari

melakukan pemeriksaan ulang.

Nyeri Kronik dan Nyeri Kepala

Halaman:

23

kesembuhan

akan

mau

Tanda-tanda patologi nonorganik, gejala membesar-besarkan keluhan,


atau malingering telah dibuat katagorinya oleh Waddell dkk. (29). Katagori
tersebut baru saja dikaji nilai manfaatnya dalam mengidentifikasi gejala-gejala
nonorganik pada pasien dengan keluhan nyeri (30). Tanda-tanda Waddells
meliputi: nyeri tekan kulit superfisial, nyeri tersebar luas, nyeri pada
penekanan puncak kepala atau memutar torak, perubahan dalam performa tes
angkat kaki lurus bila dilakukan pengalihan saat dites, membuka rahasia
kelemahannya, gangguan sensorik yang tidak sesuai dengan dermatom, dan
ekspresi

nyeri

berlebihan.

Sesuai

harapan,

pasien

demikian

cendrung

membenarkan tingkatan nyeri dan ketidak mampuan yang lebih tinggi. Akan
tetapi diluar prediksi, mereka tidak berkorelasi dengan distress psikologi atau
tujuan pencapaian sekunder, mereka tidak pula membedakan antara pasien
dengan kelainan organik dan nonorganik. Sebagai contoh, pasien akan
menghasilkan uji tes angkat kaki lurus yang lebih tinggi sewaktu perhatiannya
dialihkan, karena mereka mengantisipasi nyeri saat dilakukan tes dan
meneganggkan

otot

sebelum

tes

dilakukan.

Ini

tidak

berarti

pasien

menguatkan tingkat pembatasannya, tetapi lebih pada uji angkat kaki lurus
hendaknya dilakukan saat dilakukan pengalihan untuk mendapatkan akurasi
pengujian yang optimal.

5. RINGKASAN
Penelitian eksperimental pada tikus coba jelas menunjukan perubahan pada
koneksi dan aktifitas saraf yang bersifat menetap walau secara umum fungsi
saraf telah pulih. Dokumentasi abnormalitas saraf yang mengakibatkan gejala
hiperalgesia, allodynia, dan nyeri tersebar pada tikus model menambah
kepercayaan terhadap laporan pasien yang mengeluhkan keluhan gejala yang
mirif, setelah pulih sempurna dari cedera akut. Pengetahuan yang didapat dari
penelitian ini menguntungkan baik bagi pemberi layanan maupun penerima
layanan kesehatan, terlebih tidak Kotak
ada cara
objektif untuk mengukur nyeri yang
Saji-1
dapat diidentifikasi
dari tampilan
laboratorium Sakit
atau pemeriksaan
Wasapada!
Pasienklinis,
Berpura-pura
fotoronsen.
Tidak bersedia memberikan data riwayat sakit.
Tidak bersedia menjalani pemeriksaan fisik dasar; termasuk uji
berjalan.
Menolak pemeriksaan tambahan atau laporan hasil pemeriksaan
tambahan yang lengkap dan hasilnya normal, walau dokter tidak
dapat mengaksesnya karena datanya hilang, rusak, atau di tempat
fasilitas yang namanya tidak diketahui pasien.
Nyeri Kronik
dan Nyeri
Kepala
Halaman:
24 tertentu dan menolak
Bersikeras
pada
satu jenis
pengobatan
semua yang lainnya.
Wawancara betul-betul terfokus hanya pada melengkapi format
ketidak berdayaan atau memberi permintaan khusus dari pada

Kepustakaan
1. Turk DC, Okifuji A, Starz TW, Sinclair JD. Effects of type of symptom onset on
psychological distress in fibromyalgia syndrome patients. Pain 1996; 68:423
430.
2. Turk DC, Okifuji A. Perception of traumatic onset, compensation status, and
physical findings: impact on pain severity, emotional distress, and disability in
chronic pain patients. J Behav Med 1996; 19:435453.
3. Marcus DA. Disability and chronic post-traumatic headache. Headache 2003;
43: 117121.
4. Spertus IL, Burns J, Glenn B, Lofland K, McCracken L. Gender differences in
associations between history and adjustment among chronic pain patients.
Pain 1999; 82:97102.
5. Decosterd I, Woolf CJ. Spared nerve injury: animal model of persistent
peripheral neuropathic pain. Pain 2000; 87:149158.
6. Bennett GJ, Xie YK. A peripheral mononeuropathy in rat that produces
disorders of pain sensation like those seen in man. Pain 1988; 33:87107.
7. Seltzer Z, Dubner R, Shir Y. A novel behavioral model of neuropathic pain
disorders produced in rats by partial sciatic nerve injury. Pain 1990; 43:205
218.
8. Guilbaud G, Gautron M, Jazat F, et al. Time course of degeneration and
regeneration of myelinated nerve fibers following chronic loose ligatures of the
rat sciatic nerve: can nerve lesions be linked to the abnormal pain-related
behaviours? Pain 1993; 53:147158.
9. Behbehani MM, Dollberg-Stolik O. Partial sciatic nerve ligation results in an
enlargement of the receptive field and enhancement of the response of dorsal
horn neurons to noxious stimulation by an adenosine agonist. Pain 1994; 58:
421428.
10. Aida S, Baba H, Yamakura T, et al. The effectiveness of preemptive
analgesia varies according to the type of surgery: a randomized, double-blind
study. Anesth Analg 1999; 89:711716.
11. Bach S, Noreng MF, Tjellden NU. Phantom limb pain in amputees during the
first 12 months following limb amputation after preoperative lumbar epidural
blockade. Pain 1988; 33:156161.
12. Carey TS, Garrett JM, Jackman A, Hadler N. Recurrence and care seeking
after acute back pain: results of a long-term follow-up study. North Carolina
Back Pain Project. Med Care 1999; 37:157164.
13. Croft PR, Macfarlane GJ, Papageogiou AC, et al. Outcome of low back pain
in general practice: a prospective study. BMJ 1998; 316:13561359.
14. Thomas E, Silman AJ, Croft PR, et al. Predicting who develops chronic low
back pain in primary care: a prospective study. BMJ 1999; 318:16621667.
15. Schiotz-Christensen B, Nielsen GL, Hansen VK, et al. Long-term prognosis
of acute back pain in patients seen in general practice: a 1-year prospective
followup study. Fam Pract 1999; 16:223232.
Nyeri Kronik dan Nyeri Kepala

Halaman:

25

16. Macfarlane GJ, Thomas E, Croft PR, et al. Predictors of early improvement in
low back pain amongst consulters to general practice: the influence of
premorbid and episode-related factors. Pain 1999; 80:113119.
17. Reis S, Hermoni D, Borkan JM. A new look at low back pain complaints in
primary care: a RAMBAM Israeli Family Practice Research Network study. J Fam
Pract 1999; 48:299303.
18. Croft PR, Papageogiou AC, Ferry S, et al. Psychological distress and low
back pain. Evidence from a prospective study in the general population. Spine
1995; 20:27312737.
19. Scott SC, Goldberg MS, Mayo NE, Stock SR, Poitras B. The association
between cigarette smoking and back pain in adults. Spine 1999; 24:1090
1098.
20. Palmer KT, Syddall H, Cooper C, Coggon D. Smoking and musculoskeletal
disorders: findings from a British national survey. Ann Rheum Dis 2003; 62:33
36.
21. Velly AM, Gornitsky M, Philippe P. Contributing factors to chronic myofascial
pain: a case-control study. Pain 2003; 104:491499.
22. Macfarlane GJ, Thomas E, Papageogiou AC, et al. Exercise and physical
activities as predictors of future low back pain. Spine 1997; 22:11431149.
23. Smedley J, Egger P, Cooper C, Coggon D. Prospective cohort study of
predictors of incident low back pain in nurses. BMJ 1997; 314:12251228.
24. Leighton DJ, Reilly T. Epidemiological aspects of back pain: the incidence
and prevalence of back pain in nurses compared to the general population.
Occup Med (Lond) 1995; 45:263267.
25. Diakow PR, Cassidy JD. Back pain in dentists. J Manipulative Physiol Ther
1984; 7:8588.
26. Mior S, Diakow PR. Prevalence of back pain in chiropractors. J Manipulative
Ther 1987; 10:305309.
27. Guo HR, Tanakas S, Cameron LL, et al. Back pain among workers in the
United States: national estimates and workers at high risk. Am J Int Med 1995;
28:591602.
28. Eriksen W. The prevalence of musculoskeletal pain in Norwegian nurses
aides. Int Arch Occup Environ Health 2003; 76:625630.
29. Waddell G, McCulloch JA, Kummel E, et al. Nonorganic physical signs in
lowback pain. Spine 1980; 5:117125.
30. Fishbain DA, Cole B, Cutler RB, et al. A structured evidence-based review
on the meaning of nonorganic physical signs: Waddell signs. Pain Medicine
2003; 4:141181.

PERTANYAAN PKB- BAB3


Cedera saraf experimental dapat mengakibatkan terbentuknya koneksi
tambahan pada sistem saraf pusat yang menyebabkan:
a. Ambang nyeri berkurang.
b. Sensiitifitas terhadap nyeri bertambah.
c. Penyebaran nyeri ke daerah tubuh sekitar
d. Semua jawaban benar
1.

2. Pilihlah pernyataan yang benar:


a. Sembilan puluh persen cedera menyebabkan nyeri akut akan
mengakibatkan nyeri kronik.
Nyeri Kronik dan Nyeri Kepala

Halaman:

26

b. Nyeri yang bersifat menetap selama 3 bulan cendrung menetap jika tidak
diobati.
c. Nyeri bermula setelah suatu kecelakaan mobil biasanya merupakan tanda
malingering.
d. Tidak satupun benar
3. Pekerjaan dibawah ini yang tidak beresiko tinggi mengalami nyeri punggung
kronik?
a. Penata rambut
b. Receptionist
c. Tukang kayu
d. Penjaga dan pembersih gedung
e. Perawat
4. Pasien di bawah ini mempunyai karakteristik beresiko tinggi menderita nyeri
kronik?
a. Jenis kelamin laki-laki
b. Tidak ada riwayat depresi atau kecemasan
c. Tidak ada riwayat cedera atau nyeri kronik
d. Mempunyai keluarga yang mendukung
e. Pengguna nikotin

LATIHAN MELENTURKAN OTOT-OTOT MATA DAN OTOT-OTOT LEHER


Latihan-latihan berikut ini bertujuan mendapatkan kembali kelenturan normal
otot-otot mata dan otot-otot leher, yang kondisinya telah menjadi kaku dan
tidak lentur pada penyakit-penyakit cacat penglihatan.
Dengan pulih
Nyeri Kronik dan Nyeri Kepala

Halaman:

27

kembalinya kondisi kelenturan otot-otot mata dan otot-otot leher, maka


penglihatan normal menjadi lebih mudah didapat kembali.
Latihan harus dilakukan sambil duduk santai diatas kursi dengan sandaran
lengan.

Nyeri Kronik dan Nyeri Kepala

Halaman:

28

Anda mungkin juga menyukai