Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
Sejarah Tranplantasi Organ
Transplantasi organ mulai dipikirkan oleh dunia sejak 4000 tahun silam
menurut manuscrip yang ditemukan di Mesir yang memuat uraian mengenai
eksperimen transplantasi jaringan yang pertama kali dilakukan di Mesirsekitar
2000 tahun sebelum diutusnya Nabi Isa as. Sedangkan di India, beberapa puluh
tahun sebelum lahirnya Nabi Isa as. seorang ahli bedah bangsa Hindu telah
berhasil memperbaiki hidung seorang tahanan yang cacat akibat siksaan, dengan
cara mentransplantasikan sebagian kulit dan jaringan lemak yang diambil dari
lengannya. Pengalaman inilah yang merangsang Gaspare Tagliacosi, seorang ahli
bedah Italia, pada tahun 1597M untuk mencoba memperbaiki cacat hidung
seseorang dengan menggunakan kulit milik kawannya.
Pada

ujung

abad

ke-19

para

ahli

bedah,

baru

berhasil

mentransplantasikan jaringan, namun sejak penemuan John Murphy pada tahun


1897 yang berhasil menyambung pembuluh darah pada binatang percobaan,
barulah terbuka pintu percobaan mentransplantasikan organ dari manusia ke
manusia lain. Percobaan yang telah dilakukan terhadap binatang akhirnya
berhasil, meskipun ia menghabiskan waktu cukup lama yaitu satu setengah abad.
Pada tahun 1954 M Dr. J.E. Murray berhasil mentransplantasikan ginjal kepada
seorang anak yang berasal dari saudara kembarnya yang membawa perkembangan
pesat dan lebih maju dalam bidang transplantasi.
Tatkala Islam muncul pada abad ke-7 Masehi, ilmu bedah sudah dikenal di
berbagai negara dunia, khususnya negara-negara maju saat itu, seperti dua negara
adidaya Romawi dan Persia. Namun pencangkokan jaringan belum mengalami
perkembangan yang berarti, meskipun sudah ditempuh berbagai upaya untuk
mengembangkannya. Selama ribuan tahun setelah melewati bantuk eksperimen
barulah berhasil pada akhir abad ke-19 M, untuk pencangkokan jaringan, dan pada
pertengahan abad ke-20 M untuk pencangkokan organ manusia.
Di masa Nabi Muhammad SAW. negara Islam telah memperhatikan masalah
kesehatan rakyat, bahkan senantiasa berupaya menjamin kesehatan dan

pengobatan bagi seluruh rakyatnya secara cuma-cuma. Ada beberapa dokter ahli
bedah di masa Beliau yang cukup terkenal seperti al Harth bin Kildah dan Abu
Ramtah Rafa'ah, juga Rufaidah Al Aslamiyah dari kaum wanita.
Meskipun pencangkokan organ tubuh belum dikenal oleh dunia saat itu,
namun operasi plastik yang menggunakan organ buatan atau palsu sudah dikenal
di masa Nabi Muhammad SAW, sebagaimana yang diriwayatkan Imam Abu Daud
dan Tirmidzi dari Abdurrahman bin Tharfah (Sunan Abu Dawud, hadits. no.4232)
"bahwa kakeknya 'Arfajah bin As'ad pernah terpotong hidungnya pada perang
Kulab, lalu ia memasang hidung (palsu) dari logam perak, namun hidung tersebut
mulai membau (membusuk), maka Nabi Muhammad SAW. menyuruhnya untuk
memasang hidung (palsu) dari logam emas". Imam Ibnu Sa'ad dalam Thabaqatnya
(III/58) juga telah meriwayatkan dari Waqid bin Abi Yaser bahwa 'Utsman (bin
'Affan) pernah memasang mahkota gigi dari emas, supaya giginya lebih kuat
(tahan lama).

BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Transplantasi Organ


Transplantasi organ adalah pemindahan suatu jaringan atau organ
manusia tertentu dari suatu tempat ketempat lain pada tubuhnya sendiri atau
tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi tertentu.
Zamzami Saleh (dalam artikel Syariah Project, 2009) menjelaskan
bahwa Transplantasi adalah pemindahan organ tubuh dari orang sehat atau
dari mayat yang organ tubuhnya mempunyai daya hidup dan sehat kepada
tubuh orang lain yang memiliki organ tubuh yang tidak berfungsi lagi,
sehingga resipien (penerima organ tubuh) dapat bertahan secara sehat.
Transplantasi ditinjau dari sudut si penerima dapat dibedakan menjadi :
a) Autotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat
lain dalam tubuh orang itu sendiri. Organ yang dicangkokan dari tubuhnya
sendiri, seperti mengambil kulit kepala atau paha untuk dipindahkan ke
tangan dan sebagainnya.
b) Homotransplantasi, yaitu pemindahan suatau jaringan atau organ dari
tubuh seseorang ke tubuh orang lain. Maksudnya pencangkokan organ dari
tubuh manusia ke manusia lain.
c) Heterotransplantasi yaitu pemindahan organ tubuh atau jaringan dari dua

jenis individu yang berbeda, misalnya pencangkokan tubuh hewan kepada


manusia seperti dari simpanse kepada manusia. (Suara Masjid, Mei, 1986:
40-41).
II.2 Tujuan Transplantasi Organ
Transplantasi merupakan cara atau upaya medis untuk menggantikan
organ atau jaringan yang rusak, atau tidak berfungsi dengan baik. Tujuan
utama transplantasi organ adalah mengurangi penderitaan dan meningkatkan
kualitas hidup pasien. Pada dasarnya transplantasi bertujuan sebagai usaha
terakhir pengobatan bagi orang yang bersangkutan, setelah usaha pengobatan
yang lainnya mengalami kegagalan. Sementara itu menurut Saad pada
dasrnya transplantasi bertujuan untuk:
1. Kesembuhan dari suatu penyakit, misalnya kebutaan, kerusakan jantung,
ginjal dan sebagainya.

2. Pemulihan kembali fungsi suatu organ, jaringan atau sel yang telah rusak,
atau mengalami kelainan tetapi sama sekali tidak terjadi kesakitan
biologis, misalnya bibir sumbing.
3. Mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
II.3 Syarat-syarat Pelaksanaan Transplantasi
Menyumbangkan organ tubuh diperbolehkan dalam islam selama hal itu
dilakukan berdasarkan batasan-batasan yang telah ditentukan oleh syariat.
Dengan demikian, Sheikh Ahmad Kutty (dalam artikel Islam.ca) menuturkan
beberapa syarat-syarat yang membolehkan transplantasi organ, yaitu:
a) Syarat bagi orang yang hendak menyumbangkan organ dan masih
hidup
- Orang yang akan menyumbangkan organ adalah orang yang memiliki
kepemilikan penuh atas miliknya sehingga dia mampu untuk membuat
keputusan sendiri.
- Orang yang akan menyumbangkan organ harus seseorang yang dewasa
atau usianya mencapai dua puluh tahun.
- Harus dilakukan atas keinginannya sendiri tanpa tekanan atau paksaan
dari siapapun.
- Organ yang disumbangkan tidak boleh organ vital yang mana kesehatan
dan kelangsungan hidup tergantung dari itu.
- Tidak diperbolehkan mencangkok organ kelamin.
b) Syarat bagi mereka yang menyumbangkan organ tubuh jika sudah
meninggal
- Dilakukan

setelah

memastikan

bahwa

si

penyumbang

ingin

menyumbangkan organnya setelah dia meninggal. Bisa dilakukan


melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau yang
lainnya.
- Jika terdapat kasus si penyumbang organ belum memberikan
persetujuan terlebih dahulu tentang menyumbangkan organnya ketika
dia meninggal maka persetujuan bisa dilimpahkan kepada pihak
keluarga penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat membuat
keputusan atas penyumbang.

- Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ atau


jaringan yang ditentukan dapat menyelamatkan atau mempertahankan
kualitas hidup manusia lainnya.
- Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah dipastikan
secara prosedur medis bahwa si penyumbang organ telah meninggal
dunia.
- Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban kecelakaan
lalu lintas yang identitasnya tidak diketahui tapi hal itu harus dilakukan
dengan seizin hakim.
II.4 Hukum Transplantasi
Dasar hukum transplantasi organ tubuh terdapat dalam surat Al-Maidah:
32 yang artinya: Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang
manusia, maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusianya.
Sedangkan hukum transplantasi organ tubuh menurut undang-undang
adalah undang-undang tentang transplantasi No. 36 Tahun 2009. Pada
penafsiran undang-undang No. 36 tahun 2009 adalah sebagai berikut: Bahwa
transplantasi organ hanya bisa dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
berwenang, dan pengambilan organ harus memperhatikan kesehatan
pendonor dan ada persetujuan pendonor dan keluarganya.
1) Hukum pencangkokan organ tubuh dari tubuhnya sendiri yang lain
(Ototansplantasi) adalah mubah
Demikian dapat kita temukan dalam Keputusan Muktamar Majlis Tarjih
Muhammadiyah tanggal 6-11 April 1980 di Klaten, yaitu butir ke 4, Otot
transplantasi yang donor resipiennya satu individu hukumnya mubah
2) Hukum pencangkokan organ tubuh manusia kepada manusia yang
lainnya
a) Hukum pencangkokan organ tubuh donor yang masih hidup
- Pendapat pertama : mengatakan haram
Pendapat yang demikian ini dapat kita temukan dalam buku kumpulan
Keputusan Syuriah NU (1998:68) mengatakan: apabila diambil dari
orang lain yang masih hidup, maka hukumnya haram. Demikian
juga sebagian ulama terdahulu mengharamkan transplantasi organ

tubuh dari manusia yang masih hidup dengan alasan sederhana sekali,
yaitu khawatir bila resipien tertolong dengan organ si donor akan
berbuat anormatif, sehingga akan berakibat pada si donor. (Syaichul
Hadi Permono dalam Jurnal IAIN Sunan Ampel, edisi VIII, 1990:90).
Masyfuk Zuhdi dalam bukunya (1989:83) juga mengharamkan
transplantasi (mata, ginjal dan jantung) dari donor yang masih hidup,
dengan pertimbangan:
Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 195:


a.

Artinya: Dan janganlah kamu menjatuhkan dirmu sendiri ke dalam

kebinasaan
Ayat ini mengingatkan manusia agar tidak gegabah dalam berbuat
sesuatu yang bisa berakibat fatal bagi dirinya, sekalipun mempunyai
tujuan kemanusiaan yang luhur. Sebab selain ia mengubah ciptaan
Allah, ia juga menghadapi resiko sewaktu-waktu mengalami
ketidaknormalan dari pasangan organ tubuh yang tinggal sebelah itu.
- Pendapat yang kedua mengatakan boleh, dengan syarat:
1. Merupakan jalan terakhir.
2. Dengan adanya pencangkokan itu diduga kuat menurut team
medis si pasien dapat disembuhkan.
3. Adanya kerelaan si donor. (Syaichul Hadi Permono. 1990: 99).
Hal ini sesuai dengan kaidah fiqh :



Artinya: kondisi darurat itu dapat membolehkan Sesuatu yang
diharamkan.
b) Pencangkokan organ tubuh dari donor yang dalam keadaan hidup
koma atau diduga kuat akan meninggal
Apabila pencangkokan organ tubuh (mata, ginjal, jantung dan
sebaginnya) dari donor dalam keadaan koma atau hampir meninggal,
maka islam pun tidak mengizinkan, karena:

Dalam hadist Nabi saw. Riwayat Malik dan Amir bin Yahya, riwayat
al-Hakim, al- Baihaki dan Daruquthni dari Abu Said al-Khudri dan
riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Abbas dan Ubadah bin Shamit, Nabi
saw, bersabda:
c)

Artinya: Tidak boleh membuat mudlarat kepada dirinya dan tidak


boleh pula membuat mudlarat kepada orang lain.
c) Hukum transplantasi (pencangkokan organ tubuh) dari donor yang
telah meninggal
Pencangkokan organ tubuh dari mayat kepada orang yang masih
hidup,

menurut

kajian

ulama

terdahulu

ada

yang

mutlak

mengharamkan, walaupun mayat itu tidak terhormat seperi


mayatnya orang murtad. Menurut pendapat ini, bahayanya si pasien
tidak melebihi bahayanya merusak kehormatan mayat, atau lebih
mengutamakan penghormatan mayat, sehingga tidak dibenarkan
mengaambil atau mempreteli organ tubuhnya. (Akhkamul fuqaha, III:
59, al-Majmu, Nawawi, IX:45, Hasyiyah ar-Rasyid ala Ibnil Imat:26),
walaupun si mayat ketika masih hidup merelakan ataupun melalui
wasiat. Sebab masalah anggota badan, bukanlah sesuatu yang ada
wewenang kita untuk memberikannya ataupun mewasiatkannya kepa
orang laun. Yang diberikan dan diwasiatkan hanyalah harta benda,
akan tetapi bukan kornea, bukan ginjal, bukan jantung dan bukan
organ-organ tubuh yang lain juga. ( Majlis Mudzakarah Panjimas,
1983:362). Pengharaman tersebut juga didasrkan pada hadist:
d) )

Artinya: sesungguhnya memecahkan tulang mayat itu seperti


memecahkannya di waktu ia masih hidup. (HR. Ahmad, Abu Dawud
dan Ibnu Majah dari Aisyah).
Pendapat yang lain adalah boleh, dengan syarat:

1. Karena sangat membutuhkan.


2. Tidak ditemukan (pengobatan) yang lain selain dari anggota tubuh
manusia.
3. Antara resipien dan donor ada kesamaan agama.
4. Orang yang diambil organ ditubuhnya benar-benar telah meninggal
(secara yuridis dan klinis), bukan di saat dia sedang sakaratul maut
(dalam keadaan koma).
5. Proses pengambilan organ tubuh harus dilakukan dengan cara
halus, demi menjaga kehormatan mayat.
6. Harus mendapat izin dari yang punya organ tubuh atau walinya
(ahli warisnya) demi menjaga perasaan mereka. (Fathul Jawad: 26,;
Bujaermi Iqna, IV: 251; al-Qliyubi, I: 182; Bujaerami wahab,
I:239; syaichul Hadi Permono, Jurnal IAIN Sunan Ampel, 1990:
100).
7. Resipien (penerima sumbangan donor) berada dalam keadaan
darurat yang mengancam jiwanya, dan ia sudah menempuh
pengobatan secara medis dan non medis, tetapi tidak berhasil.
8. Pencangkokan tidak akan menimbulkan komplikasi penyakit yang
lebih gawat bagi resipien dibandingkan dengan keadaan sebelum
pencangkokan.
Akan tetapi Mendonorkan Organ tubuh dapat menjadi haram hukumya
apabila :
a. Transplantasi organ tubuh diambil dari orang yang masih dalam keadaan
hidup sehat, dengan alasan : Firman Allah dalam Alquran S. Al-Baqarah
ayat 195, bahwa ayat tersebut mengingatkan, agar jangan gegabah dan
ceroboh dalam melakukan sesuatu, tetapi harus memperhatikan
akibatnya, yang kemungkinan bisa berakibat fatal bagi diri donor,
meskipun perbuatan itu mempunyai tujuan kemanusiaan yang baik dan
luhur.
b. Melakukan transplantasi dalam keadaan dalam keadaan koma. Walaupun
menurut dokter bahwa si donor itu akan segera meninggal maka
transplantasi tetap haram hukumnya karena hal itu dapat mempercepat
kematiannya dan mendahului kehendak Allah. Dalam hadis nabi
dikatakan : Tidak boleh membuat madharat pada diri sendiri dan tidak

boleh pula membuat madharat pada orang lain.(HR. Ibnu Majah,


No.2331)
c. Penjualan organ tubuh sejauh mengenai praktik penjualan organ tubuh
manusia, ulama sepakat bahwa praktik seperti itu hukumnya haram
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut :
- Seseorang tidak boleh menjual benda-benda yang bukan miliknya.
Sebuah hadis menyatakan, Diantara orang-orang yang akan
dimintai pertanggungjawaban di akhirat adalah mereka yang menjual
manusia merdeka dan memakan hasilnya. Dengan demikian, jika
seseorang menjual manusia merdeka, maka selamanya si pembeli
tidak memiliki hak apapun atas diri manusia itu, karena sejak awal
hukum transaksi itu sendiri adalah haram.
- Penjualan organ manusia bisa mendatangkan penyimpangan, dalam
arti bahwa hal tersebut dapat mengakibatkan diperdagangkannya
organ-organ tubuh orang miskin dipasaran layaknya komoditi lain.
II.5 Alasan Dasar Pandangan-Pandangan Transplantasi Organ
Sebagaimana halnya dalam kasus-kasus lain, karena karakter fikih
dalam Islam, pendapat yang muncul tak hanya satu tapi beragam dan satu
dengan lainnya bahkan ada yang saling bertolak belakang, meski
menggunakan sumber-sumber yang sama. Dalam pembahasan ini akan
disampaikan beberapa pandangan yang cukup terkenal, dan alasan-alasan
yang mendukung dan menentang transplantasi organ, menurut aziz dalam
beranda, yaitu:
Pandangan yang menentang pencangkokan organ
Ada tiga alasan yang mendasar, yaitu:
1) Kesucian hidup/tubuh manusia
Setiap bentuk agresi terhadap tubuh manusia dilarang, karena ada
beberapa perintah yang jelas mengenai ini dalam Al-Quran. Dalam
kaitan ini ada satu hadis (ucapan) Nabi Muhammad yang terkenal
yang sering dikutip untuk menunjukkan dilarangnya manipulasi atas
tubuh manusia, meskipun sudah menjadi mayat, Mematahkan tulang
mayat seseorang adalah sama berdosa dan melanggarnya dengan
mematahkan tulang orang itu ketika ia masih hidup.

2) Tubuh manusia adalah amanah


Hidup dan tubuh manusia pada dasarnya adalah bukan miliknya
sendiri, tapi pinjaman dari Tuhan dengan syarat untuk dijaga, karena
itu manusia tidak boleh untuk merusak pinjaman yang diberikan oleh
Allah SWT.
3) Tubuh tak boleh diperlakukan sebagai benda material semata
Pencangkokan dilakukan dengan mengerat organ tubuh seseorang
untuk dicangkokkan pada tubuh orang lain, disini tubuh dianggap
sebagai benda material semata yang bagian- bagiannya bisa dipindahpindah tanpa mengurangi ketubuh seseorang.
Pandangan yang mendukung pencangkokan organ
1) Kesejahteraan publik (maslahah)
Pada dasarnya manipulasi organ memang tak diperkenankan, meski
demikian ada beberapa pertimbangan lain yang bisa mengalahkan
larangan itu, yaitu potensinya untuk menyelamatkan hidup manusia
yang mendapat bobot amat tinggi dalam hukum Islam.
2) Altruisme
Ada kewajiban yang amat kuat bagi muslim untuk membantu
manusia lain khususnya sesama muslim, pendonoran organ secara
sukarela merupakan bentuk altruisme yang amat tinggi (tentu ini
dengan anggapan bahwa si donor tak menerima uang untuk
tindakannya), dan karenanya dianjurkan.
II.6 Transplantasi Organ Hewan Pada Manusia
Penelitian yang bertujuan mentransplantasikan jaringan sel dan organ
hewan pada tubuh manusia kini banyak dilakukan di negara-negara seperti
Amerika Serikat dan Inggris. Tentang transplantasi dari organ tubuh binatang
(heterotransplantasi), masalah donor juga muncul, apakah dari binatang yang
halal/suci atau dri binatang yang haram/najis?
Golongan terbesar dari para Imam Mujtahid berpendapat, bahwa haram
berobat dengan barang najis atau yang diharamkan. Hal ini didasarkan

10

kepada hadist yang diriwayatkan oleh Abi Darda yang menerangkan bahwa
Rasuullah saw, bersabda:




(()
Artinya: sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obatnya. Dan Ia
menjadikan bagi tiap-tiap penyakit ada obatnya, maka berobatlah kamu,
tetapi janganlah kamu berobat dengan yang haram. (HR. Abu Dawud).
Dengan penjelasan hadist tersebut hukumnya telah di tafsil (dianalisis)
oleh sebagian ahli fiqh yaitu imam Hanafi dan imam Syafii:
1. Imam Hanafi dan Imam Syafii mengharamkan dalam keadaan yang
tidak memaksa mempergunakannya, karena masih ada obat lain yang
suci sebagai penggantinya.
2. Imam Hanafi dan Imam Syafii membolehkan dalam keadaan yang
sangat diperlukan karena tidak ada obat lain yang dipakai untuk
gantinya, menurut nasehat seorang dokter muslim yang ahli.
Jadi diperbolehkannya menggunakan transplantasi organ babi atau
hewan najis lainnya dalam kondisi darurat atau hajat, bisa dimasukkan
dalam kaidah fiqh:



Artinya: keadaan darurat membolehkan hal-hal yang dilarang.
Sedangkan darurat atau bahaya itu sendiri menurut kaidah Islam harus
dilenyapkan. Dalam konteks penyakit yang membutuhkan transplantasi dari
organ babi/hewan najis, karena tidak ada obat lain yang

dapat

menyembuhkan, maka pengobatan dengan transplantasi dengan organ


binatang yang najis atau haram pun dibolehkan, demi hilangnya bahaya yang
mengancam si penderita.
Tujuan mentransplantasikan jaringan sel atau organ hewan pada
manusia adalah semata-mata untuk menyelamatkan nyawa manusia, dan tentu
saja bukan untuk merusak ciptaan Allah SWT. Walaupun Al Quran tidak
menyinggung masalah transplantasi dari hewan pada manusia, namun dalam

11

Al Quran sangat menekankan keselamatan nyawa manusia, hal ini sesuai


dengan firman Allah:
Barangsiapa menyelamatkan satu nyawa, maka seolah-olah ia telah
menyelamatkan umat manusia seluruhnya. (Q.S. Al Maidah:32).
Penekanan inilah yang mendorong untuk membolehkan transplantasi
organ hewan pada tubuh manusia. Akademi Fikih Islam Liga Dunia Muslim,
Mekah, Arab Saudi, pada pertemuan kerjanya yang ke-8, yang dilaksanakan
pada tanggal 19-28 Januari 1985, menetapkan bahwa syariat membenarkan
pengambilan organ hewan yang halal yang telah disembelih menurut
ketentuan Islam untuk ditransplantasikan pada tubuh manusia.
Akademi Fikih Islam India pada seminar pertamanya di New Delhi
(Maret 1989), menetapkan kebolehan mengganti organ manusia dengan organ
hewan yang halal yang telah disembelih menurut ketentuan Islam.
Almarhum Syekh Jad al Haqq Ali Jad al Haqq, mantan rektor
Universitas Al-Azhar, menyatakan dalam bukunya Pengkajian dan Fatwafatwa Hukum Islam tentang Masalah-masalah Modern, bahwa gigi
manusia boleh diganti dengan gigi hewan yang halal.
Dr. Fayshal Ibrahim Zhahir, Ketua Departemen Ilmu kedokteran Islam
Universitas King Fayshal Ibn abd al Aziz, Arab Saudi, dalam bukunya
Dialog dengan Seorang Dokter Muslim menyatakan bahwa tidak ada
larangan untuk mentransplantasikan organ tubuh hewan yang diambil dari
hewan yang halal pada manusia untuk tujuan menyelamatkan nyawa atau
meningkatkan kualitas hidup si penerima organ. Selanjutnya, ia menerangkan
bahwa Allah SWT telah menjadikan hewan-hewan tersebut sebagai sumber
manfaat bagi manusia.
Majelis Ulama Port Elizabeth, Afrika Selatan, dalam menjawab daftar
pertanyaan yang diajukan oleh Asosiasi Medis Islam Afrika Selatan tentang
transplantasi organ hewan pada manusia, menyatakan bahwa syariat

12

membolehkan transplantasi organ hewan pada manusia untuk menyelamatkan


nyawa atau meningkatkan kualitas hidup. Kebolehan ini didasarkan pada
syarat-syarat sebagai berikut:
1. Organ yang akan ditransplantasikan harus berasal dari hewan yang halal,
yaitu hewan yang halal dikonsumsi oleh umat islam.
2. Hewan halal tersebut harus disembelih secara islami.
II.7 Transplantasi Organ Babi pada Manusia
Majelis Ulama Port Elizabeth berpendapat bahwa karena babi berikut
seluruh bagian tubuhnya dianggap najis berat (najasat al ghalizhah) oleh
syariat, maka haram pula mengambil manfaat apapun dari hewan ini
sekalipun untuk tujuan medis.
Di pihak lain ada yang menyamakan keterdesakan medis dengan
keterdesakan dalam hal makanan, karena keduanya sama-sama penting bagi
kelangsungan hidup. Al Quran mengizinkan orang islam yang terdesak oleh
kelaparan untuk mengkonsumsi daging babi:
Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia
tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka tidak ada
dosa

baginya.

Sesungguhnya Allah

Maha

Pemurah

lagi

Maha

Penyayang. (Q.S. Al baqarah:173)


Karena itu, pemanfaatan jaringan sel atau organ tubuh babi untuk
menyelamatkan nyawa manusia hukumnya adalah boleh. Tiga kutipan berikut
ini adalah sebagian di antara pandangan-pandangan yang memperbolehkan
transplantasi organ tubuh babi pada manusia:
1. Akademi Fikih Islam Liga Dunia Muslim, Mekah, Arab Saudi,
berpendapat boleh mentransplantasi hewan yang dagingnya haram
dimakan pada tubuh manusia atas dasar kebutuhan yang mendesak
2. Akademi Fikih Islam India juga membenarkan pengambilan organ hewan
yang dagingnya haram dimakan atau organ hewan yang halal dimakan tapi
13

tidak disembelih secara islami untuk ditransplantasikan pada tubuh


manusia. Namun kebolehan ini dibatasi oleh dua syarat: pertama tidak ada
lagi jalan keluar yang lain, kedua, nyawa si penerima organ dalam bahaya
atau organ tubuhnya rusak dan tidak dapat di perbaiki lagi.
3. Dr.Fayshal

Ibrahim

Zhahir

berpandangan

bahwa

boleh

mentransplantasikan organ tersebut pada tubuh manusia berdasarkan


prinsip fikih tentang keterdesakan yang membuat hal-hal terlarang menjadi
boleh. Dengan demikian, kebolehan dalam kasus ini bersifat kondisional,
yakni boleh dilakukan hanya apabila tidak ada organ tubuh hewan yang
halal.
II.8 Manfaat Mendonorkan Organ Tubuh
1. Merupakan qurbah (Pendekatan diri Kepada Allah) yang utama bagi dIri
pendonor.
2. Bagi pendonor akan mendapat pahala yang lebih besar dari pada pahala
bersedekah dengan harta.
3. Menjadi perantara, berkelangsungan hidup orang yang didonori. Sebab
orang itu sangat membutuhkan organ tersebut sebagai ikhtiar dalam rangka
mencari pertolongan Allah untuk menyelamatkan nyawanya.

BAB III
PENUTUP
14

III.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa transplantasi organ
hukumnya mubah dan dapat berubah hukumnya sesuai dengan situasi dan
kondisi yang dihadapi. Transplantasi ini dapat di qiyaskan dengan donor
darah dengan illat bahwa donor darah dan organ tubuh dapat dipindahkan
tempatnya, keduannya suci dan tidak dapat diperjual belikan. Tentu saja
setelah perpindahan itu terjadi maka tanggungjawab atas organ itu menjadi
tanggungan orang yang menyandangnya. Kaidah-kaidah hukum wajib
dijunjung dalam melakukan trasnplantasi ini antaranya :
Tidak boleh menghilangkan bahaya dengan menimbulkan bahaya
lainnya artinya :
-

Organ tidak boleh diambil dari orang yang masih memerlukannnya.


Sumber organ harus memiliki kepemilikan yang penuh atas organ yang
diberikannnya, berakal, baligh, ridho dan ikhlas dan tidak mudharat bagi

dirinya.
Tindakan transplantasi mengandung kemungkinan sukses yang lebih besar

dari kemungkinan gagal.


Organ manusia tidak boleh diperjualbelikan sebab manusia hanya
memperoleh hak memanfaatkan dan tidak sampai memiliki secara mutlak.

III.2 Saran
Jika kita harus melakukan transplantasi organ, maka seharusnya
memenuhi persyaratan-persyaratan yang tidak merugikan pihak-pihak yang
berkaitan, baik dari pendonor maupun resipien, serta harus memenuhi kaidah
atau syarat-syarat islam.

15

DAFTAR PUSTAKA
Baiquni,Achmad. 1994. Al-Quran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. PT Dana
Bhakti Wakaf : Yogyakarta.
D.Anderson Paul.2009. Latihan dan Panduan Belajar Anatomi dan Fisiologi
Tubuh Manusia. EGC : Yogyakarta.
Dolong, J., Marzuki M., & Zulmaizarna. 2002. Islam Untuk Disiplin Ilmu
Kedoteran dan Kesehatan 1. Departemen Agama RI : Jakarta.
Nata, Abudin (Ed). 2006. Masail Al-Fiqhiyah. Kencana Prenada Media Group :
Jakarta.
Syaifudin 1999. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. PT Media
Akir : Jakarta.
https://yayanakhyar.wordpress.com/2010/04/03/hukum-transplantasi-hewan-padamanusia-dalam-pandangan-islam/
http://eprints.walisongo.ac.id/2744/4/102111055_Bab3.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai