PENDAHULUAN
Sejarah Tranplantasi Organ
Transplantasi organ mulai dipikirkan oleh dunia sejak 4000 tahun silam
menurut manuscrip yang ditemukan di Mesir yang memuat uraian mengenai
eksperimen transplantasi jaringan yang pertama kali dilakukan di Mesirsekitar
2000 tahun sebelum diutusnya Nabi Isa as. Sedangkan di India, beberapa puluh
tahun sebelum lahirnya Nabi Isa as. seorang ahli bedah bangsa Hindu telah
berhasil memperbaiki hidung seorang tahanan yang cacat akibat siksaan, dengan
cara mentransplantasikan sebagian kulit dan jaringan lemak yang diambil dari
lengannya. Pengalaman inilah yang merangsang Gaspare Tagliacosi, seorang ahli
bedah Italia, pada tahun 1597M untuk mencoba memperbaiki cacat hidung
seseorang dengan menggunakan kulit milik kawannya.
Pada
ujung
abad
ke-19
para
ahli
bedah,
baru
berhasil
pengobatan bagi seluruh rakyatnya secara cuma-cuma. Ada beberapa dokter ahli
bedah di masa Beliau yang cukup terkenal seperti al Harth bin Kildah dan Abu
Ramtah Rafa'ah, juga Rufaidah Al Aslamiyah dari kaum wanita.
Meskipun pencangkokan organ tubuh belum dikenal oleh dunia saat itu,
namun operasi plastik yang menggunakan organ buatan atau palsu sudah dikenal
di masa Nabi Muhammad SAW, sebagaimana yang diriwayatkan Imam Abu Daud
dan Tirmidzi dari Abdurrahman bin Tharfah (Sunan Abu Dawud, hadits. no.4232)
"bahwa kakeknya 'Arfajah bin As'ad pernah terpotong hidungnya pada perang
Kulab, lalu ia memasang hidung (palsu) dari logam perak, namun hidung tersebut
mulai membau (membusuk), maka Nabi Muhammad SAW. menyuruhnya untuk
memasang hidung (palsu) dari logam emas". Imam Ibnu Sa'ad dalam Thabaqatnya
(III/58) juga telah meriwayatkan dari Waqid bin Abi Yaser bahwa 'Utsman (bin
'Affan) pernah memasang mahkota gigi dari emas, supaya giginya lebih kuat
(tahan lama).
BAB II
PEMBAHASAN
2. Pemulihan kembali fungsi suatu organ, jaringan atau sel yang telah rusak,
atau mengalami kelainan tetapi sama sekali tidak terjadi kesakitan
biologis, misalnya bibir sumbing.
3. Mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
II.3 Syarat-syarat Pelaksanaan Transplantasi
Menyumbangkan organ tubuh diperbolehkan dalam islam selama hal itu
dilakukan berdasarkan batasan-batasan yang telah ditentukan oleh syariat.
Dengan demikian, Sheikh Ahmad Kutty (dalam artikel Islam.ca) menuturkan
beberapa syarat-syarat yang membolehkan transplantasi organ, yaitu:
a) Syarat bagi orang yang hendak menyumbangkan organ dan masih
hidup
- Orang yang akan menyumbangkan organ adalah orang yang memiliki
kepemilikan penuh atas miliknya sehingga dia mampu untuk membuat
keputusan sendiri.
- Orang yang akan menyumbangkan organ harus seseorang yang dewasa
atau usianya mencapai dua puluh tahun.
- Harus dilakukan atas keinginannya sendiri tanpa tekanan atau paksaan
dari siapapun.
- Organ yang disumbangkan tidak boleh organ vital yang mana kesehatan
dan kelangsungan hidup tergantung dari itu.
- Tidak diperbolehkan mencangkok organ kelamin.
b) Syarat bagi mereka yang menyumbangkan organ tubuh jika sudah
meninggal
- Dilakukan
setelah
memastikan
bahwa
si
penyumbang
ingin
tubuh dari manusia yang masih hidup dengan alasan sederhana sekali,
yaitu khawatir bila resipien tertolong dengan organ si donor akan
berbuat anormatif, sehingga akan berakibat pada si donor. (Syaichul
Hadi Permono dalam Jurnal IAIN Sunan Ampel, edisi VIII, 1990:90).
Masyfuk Zuhdi dalam bukunya (1989:83) juga mengharamkan
transplantasi (mata, ginjal dan jantung) dari donor yang masih hidup,
dengan pertimbangan:
Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 195:
a.
kebinasaan
Ayat ini mengingatkan manusia agar tidak gegabah dalam berbuat
sesuatu yang bisa berakibat fatal bagi dirinya, sekalipun mempunyai
tujuan kemanusiaan yang luhur. Sebab selain ia mengubah ciptaan
Allah, ia juga menghadapi resiko sewaktu-waktu mengalami
ketidaknormalan dari pasangan organ tubuh yang tinggal sebelah itu.
- Pendapat yang kedua mengatakan boleh, dengan syarat:
1. Merupakan jalan terakhir.
2. Dengan adanya pencangkokan itu diduga kuat menurut team
medis si pasien dapat disembuhkan.
3. Adanya kerelaan si donor. (Syaichul Hadi Permono. 1990: 99).
Hal ini sesuai dengan kaidah fiqh :
Artinya: kondisi darurat itu dapat membolehkan Sesuatu yang
diharamkan.
b) Pencangkokan organ tubuh dari donor yang dalam keadaan hidup
koma atau diduga kuat akan meninggal
Apabila pencangkokan organ tubuh (mata, ginjal, jantung dan
sebaginnya) dari donor dalam keadaan koma atau hampir meninggal,
maka islam pun tidak mengizinkan, karena:
Dalam hadist Nabi saw. Riwayat Malik dan Amir bin Yahya, riwayat
al-Hakim, al- Baihaki dan Daruquthni dari Abu Said al-Khudri dan
riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Abbas dan Ubadah bin Shamit, Nabi
saw, bersabda:
c)
menurut
kajian
ulama
terdahulu
ada
yang
mutlak
10
kepada hadist yang diriwayatkan oleh Abi Darda yang menerangkan bahwa
Rasuullah saw, bersabda:
(()
Artinya: sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obatnya. Dan Ia
menjadikan bagi tiap-tiap penyakit ada obatnya, maka berobatlah kamu,
tetapi janganlah kamu berobat dengan yang haram. (HR. Abu Dawud).
Dengan penjelasan hadist tersebut hukumnya telah di tafsil (dianalisis)
oleh sebagian ahli fiqh yaitu imam Hanafi dan imam Syafii:
1. Imam Hanafi dan Imam Syafii mengharamkan dalam keadaan yang
tidak memaksa mempergunakannya, karena masih ada obat lain yang
suci sebagai penggantinya.
2. Imam Hanafi dan Imam Syafii membolehkan dalam keadaan yang
sangat diperlukan karena tidak ada obat lain yang dipakai untuk
gantinya, menurut nasehat seorang dokter muslim yang ahli.
Jadi diperbolehkannya menggunakan transplantasi organ babi atau
hewan najis lainnya dalam kondisi darurat atau hajat, bisa dimasukkan
dalam kaidah fiqh:
Artinya: keadaan darurat membolehkan hal-hal yang dilarang.
Sedangkan darurat atau bahaya itu sendiri menurut kaidah Islam harus
dilenyapkan. Dalam konteks penyakit yang membutuhkan transplantasi dari
organ babi/hewan najis, karena tidak ada obat lain yang
dapat
11
12
baginya.
Sesungguhnya Allah
Maha
Pemurah
lagi
Maha
Ibrahim
Zhahir
berpandangan
bahwa
boleh
BAB III
PENUTUP
14
III.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa transplantasi organ
hukumnya mubah dan dapat berubah hukumnya sesuai dengan situasi dan
kondisi yang dihadapi. Transplantasi ini dapat di qiyaskan dengan donor
darah dengan illat bahwa donor darah dan organ tubuh dapat dipindahkan
tempatnya, keduannya suci dan tidak dapat diperjual belikan. Tentu saja
setelah perpindahan itu terjadi maka tanggungjawab atas organ itu menjadi
tanggungan orang yang menyandangnya. Kaidah-kaidah hukum wajib
dijunjung dalam melakukan trasnplantasi ini antaranya :
Tidak boleh menghilangkan bahaya dengan menimbulkan bahaya
lainnya artinya :
-
dirinya.
Tindakan transplantasi mengandung kemungkinan sukses yang lebih besar
III.2 Saran
Jika kita harus melakukan transplantasi organ, maka seharusnya
memenuhi persyaratan-persyaratan yang tidak merugikan pihak-pihak yang
berkaitan, baik dari pendonor maupun resipien, serta harus memenuhi kaidah
atau syarat-syarat islam.
15
DAFTAR PUSTAKA
Baiquni,Achmad. 1994. Al-Quran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. PT Dana
Bhakti Wakaf : Yogyakarta.
D.Anderson Paul.2009. Latihan dan Panduan Belajar Anatomi dan Fisiologi
Tubuh Manusia. EGC : Yogyakarta.
Dolong, J., Marzuki M., & Zulmaizarna. 2002. Islam Untuk Disiplin Ilmu
Kedoteran dan Kesehatan 1. Departemen Agama RI : Jakarta.
Nata, Abudin (Ed). 2006. Masail Al-Fiqhiyah. Kencana Prenada Media Group :
Jakarta.
Syaifudin 1999. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. PT Media
Akir : Jakarta.
https://yayanakhyar.wordpress.com/2010/04/03/hukum-transplantasi-hewan-padamanusia-dalam-pandangan-islam/
http://eprints.walisongo.ac.id/2744/4/102111055_Bab3.pdf
16