LAPORAN KASUS
Nama
: Tn. Tukijan
Umur
: 64 tahun
Alamat
Masuk Tanggal
A. Subjektif
KU : Datang via Poli Interna dengan keluhan utama lemas dan kepala terasa
pusing.
KT : Bagian pinggang bawah terasa sakit,
RPS :
o Lemas dan kepala pusing di seluruh bagian kepala sejak beberapa
bulan terakhir.
o Nyeri pinggang bawah bersifat tajam, lokal, diperberat dengan
pergerakan. Sudah tidak bisa berjalan selama 4 bulan terakhir.
o Tidak ada riwayat muntah darah, tidak ada riwayat BAB berdarah
RPD :
o Riwayat anemia sejak 3 tahun yang lalu
o Riwayat fraktur clavicula dextra 3 tahun yang lalu akibat KLL
o Riwayat massa suprasternal 7 bulan lalu.
B. Objektif
- Keadaan umum : sakit sedang, lemas
- Kesadaran : compos mentis
- Vital sign :
o Tekanan Darah : 120/90 mmHg
o Nadi : 84x/menit
o Suhu 36,5 C
o Respiratory Rate : 20x/menit
- Kepala & Leher
o Konjungtiva Anemis : +/+
o Sklera ikterik : -/o Pembesaran KGB : o JVP : dbn
- Thorax
o I : simetris kanan dan kiri
o P : iktus kordis teraba di linea mid clavicularis sinistra ICS V, gerakan
nafas hemithorax kanan dan kiri simetris, stem fremitus kanan dan kiri
sama
o P : batas jantung normal, perkusi paru sonor kanan dan kiri
1
o A : Bunyi jantung I dan II reguler, suara nafas dasar vesikuler, rhonki -/-,
wheezing -/Abdomen
Supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas
Edema (-)
Hasil laboratorium :
o Gula Darah Sewaktu : 64 mg/dl
o Kolesterol : 111 mg/dl
o Asam Urat : 12,1 mg/dl
o Trombosit : 466 x 103/mm3
o Hemoglobin : 6,1 g/dl
o WBC : 5,6 x103 mm3
o Trigliserida : 109 mg/dl
C. Assessment
- Anemia Gravis
- Hiperurisemia
- Observasi nyeri pinggang bawah
DD :
Anemia
Hipokromik mikrositer
o Anemia defisiensi besi
o Thalassemia mayor
o Anemia akibat penyakit kronik
o Anemia sideroblastik
Normokromik normositer
o Anemia pasca perdarahan akut
o Anemia aplastik
o Anemia hemolitik didapat
o Anemia akibat penyakit kronik
o Anemia pada gagal ginjal kronik
o Anemia pada sindrom mielodisplastik
o Anemia pada keganasan hematologik
Makrositer
o Megaloblastik
Anemia defisiensi asam folat
Anemia defisiensi B12 (termasuk anemia pernisiosa)
o Non-megaloblastik
Anemia pada penyakit hati kronik
Anemia pada hipotiroidisme
Anemia pada sindrom mielodisplastik
DD Observasi nyeri pinggang bawah
-
Kongenital
2
Metabolik
o Osteoporosis
o Osteomalasia
Infeksi
o Osteomyelitis
o Abses epidural
Inflamasi
o Reumatoid Arthritis
o Spondylitis
Neoplasma
o Multipel Myeloma
o Metastasis
Trauma
o Fraktur
o Lumbar strain
Degeneratif
o Herniasi diskus
o Osteoartritis
o Stenosis spinal
Vaskular
o Aneurisma aorta
Viseral
o Penyakit yang menyerang organ hepar, kandung empedu, pankreas, renal
Psikososial
D. Planning
Planning diagnostik :
- Darah lengkap
- Gula Darah Sewaktu, Ureum, Kreatinin, SGOT, SGPT, Asam urat
- Rontgen vertebra dan pelvic
- Bone Mineral Density Test
Planning Terapi :
-
Follow Up
Tanggal 5 Oktober 2012
A. Subjektif
KU : lemas, nyeri dari bagian pinggang ke bawah sampai kaki, hanya bisa di
tempat tidur saja.
B. Objektif
3
Hasil
5,9 103/mm3
3,17 106/mm3
8,3 g/dl
24,2 %
354 103/mm3
0.228 %
76 um3
26,1 pg
34,2 g/dl
16,3 %
6,4 um3
11,2 %
Referensi
3,5 -10
3,8-5,8
11,0-16,5
35-50
150-390
0.100-0.500
80-97
26,5-33,5
31,5-35
10-15
6,5-11
10-18
4
Jenis
% Lym
% Mon
% Gra
Hasil
31,0 %
6,1 %
62,9 %
Diff Count
Referensi
Jenis
17,0-48,0
# Lym
4,0-10,0
# Mon
43,0-76,0
# Gra
Jenis Pemeriksaan
Glukosa
Urea
Creatinin
SGOT
SGPT
Hasil
64 mg/dl
45 mg/dl
1 mg/dl
22 U/l
10 U/l
Hasil
1,8 103/mm3
0,3 103/mm3
3,8 103/mm3
Referensi
1,2-3,2
0,3-0,8
1,2-6,8
Referensi
70-115
0-50
0-1,3
3-35
8-41
C. Assessment
- Anemia hipokromik mikrositer
- Hiperurisemia
- Observasi nyeri pinggang bawah
DD Anemia hipokromik mikrositer :
-
Metabolik
o Osteoporosis
o Osteomalasia
Inflamasi
o Reumatoid Arthritis
o Spondylitis Ankilosa
Neoplasma
o Multipel Myeloma
o Metastasis
Trauma
o Fraktur
o Lumbar strain
Degeneratif
o Herniasi diskus
o Osteoartritis
5
o Stenosis spinal
D. Planning
Planning diagnostik :
- Hb post transfusi darah
- Pemeriksaan Besi serum
- Pemeriksaan TIBC
- Pemeriksaan saturasi transferin
- Pemeriksaan Feritin serum
- Asam urat
- Rontgen vertebra dan pelvic
- Bone Mineral Density Test
Planning Terapi :
-
Abdomen
Supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas
Edema (-)
Referensi
3,5 -10
3,8-5,8
11,0-16,5
Hasil
Referensi
35-50
3
3
1,8 10 /mm 150-390
1,2-3,2
3
3
0,2 10 /mm0.100-0.500
0,3-0,8
4,3 103/mm3 80-97
1,2-6,8
26,5-33,5
31,5-35
10-15
6,5-11
10-18
Ass
ess
me
Metabolik
o Osteoporosis
7
o Osteomalasia
Inflamasi
o Reumatoid Arthritis
o Spondylitis Ankilosa
Neoplasma
o Multipel Myeloma
o Metastasis
Trauma
o Fraktur
o Lumbar strain
Degeneratif
o Herniasi diskus
o Osteoartritis
o Stenosis spinal
D. Planning
Planning diagnostik :
- Hb post transfusi darah
- Pemeriksaan Besi serum
- Pemeriksaan TIBC
- Pemeriksaan saturasi transferin
- Pemeriksaan Feritin serum
- Asam urat
- Rontgen vertebra dan pelvic
- Bone Mineral Density Test
- Konsul Dokter Spesialis Ortopedi
Planning Terapi :
-
Jenis
% Lym
% Mon
% Gra
Hasil
30,2 %
6,9 %
62,9 %
Diff Count
Referensi
Jenis
17,0-48,0
# Lym
4,0-10,0
# Mon
43,0-76,0
# Gra
Hasil
1,9 103/mm3
0,4 103/mm3
4,2 103/mm3
Referensi
1,2-3,2
0,3-0,8
1,2-6,8
9
E. Assessment
- Anemia hipokromik mikrositer
- Hiperurisemia
- Observasi nyeri pinggang bawah
DD Anemia hipokromik mikrositer :
-
Metabolik
o Osteoporosis
o Osteomalasia
Inflamasi
o Reumatoid Arthritis
o Spondylitis Ankilosa
Neoplasma
o Multipel Myeloma
o Metastasis
Trauma
o Fraktur
o Lumbar strain
Degeneratif
o Herniasi diskus
o Osteoartritis
o Stenosis spinal
F. Planning
Planning diagnostik :
- Hb post transfusi darah
- Pemeriksaan Besi serum
- Pemeriksaan TIBC
- Pemeriksaan saturasi transferin
- Pemeriksaan Feritin serum
- Asam urat
- Rontgen vertebra & pelvic
- Bone Mineral Density Test
- Konsul Dokter Spesialis Ortopedi
Planning Terapi :
-
Alopurinol 3x1
CaCO3 3x1
Diatab 2 tablet
Metabolik
11
o Osteoporosis
o Osteomalasia
Inflamasi
o Reumatoid Arthritis
o Spondylitis Ankilosa
Neoplasma
o Multipel Myeloma
o Metastasis
Trauma
o Fraktur
o Lumbar strain
Degeneratif
o Herniasi diskus
o Osteoartritis
o Stenosis spinal
H. Planning
Planning diagnostik :
- Hb
- Pemeriksaan Besi serum
- Pemeriksaan TIBC
- Pemeriksaan saturasi transferin
- Pemeriksaan Feritin serum
- Asam urat
- Rontgen vertebra & pelvic
- Bone Mineral Density test
- Konsul Dokter Spesialis Ortopedi
Planning Terapi :
-
C. Assessment
- Anemia hipokromik mikrositer
- Hiperurisemia
- Observasi nyeri pinggang bawah
DD Anemia hipokromik mikrositer :
-
Metabolik
o Osteoporosis
o Osteomalasia
Inflamasi
o Reumatoid Arthritis
o Spondylitis Ankilosa
Neoplasma
o Multipel Myeloma
o Metastasis
Trauma
o Fraktur traumatik
o Lumbar strain
Degeneratif
o Herniasi diskus
o Osteoartritis
o Stenosis spinal
D. Planning
13
Planning diagnostik :
- Hb
- Pemeriksaan Besi serum
- Pemeriksaan TIBC
- Pemeriksaan saturasi transferin
- Pemeriksaan Feritin serum
- Asam urat
- Rontgen vertebra & pelvic
- Bone Mineral Density Test
- Konsul Dokter Spesialis Ortopedi
Planning Terapi :
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Fisiologi Darah
1.1. Darah dan Komponennya
Volume darah dalam tubuh :
Dewasa
: 7% KgBB
Anak-anak
: 8 % KgBB
Bayi
: 9% KgBB
Darah terdiri dari plasma darah (volume pria 55% dan wanita 58%) dan sel-sel darah
(volume pria 45% dan wanita 42%).1
a.
Plasma darah
14
Albumin
Protein plasma yang paling banyak.
Globulin
o Alfa ()
o Beta ()
o Gamma ()
Fibrinogen
Protein plasma disintesis oleh hati, kecuali globulin gamma, yang dihasilkan oleh
limfosit.
b.
Sel-sel darah
15
Globin
Terbentuk dari empat rantai polipeptida berlipat-lipat.
Heme
16
Masing-masing terikat ke salah satu polipeptida globin, dan atom besi mengikat
masing-masing satu molekul O2 secara reversible.
Enzim glikolitik
Untuk menghasilkan energi demi menjalankan mekanisme transpor aktif
dalam mempertahankan konsentrasi ion. Sel ini tidak dapat menggunakan O 2
yang dibawanya untuk menghasilkan energi karena tidak memiliki
mitokondria, maka eritrosit hanya mengandalkan glikolisis untuk membentuk
ATP.
Enzim karbonat anhidrase
Mengkatalisis perubahab CO2 menjadi HCO3- (ion bikarbonat, bentuk utama
pengankutan CO2 dalam darah)
17
b.1.3. Retikulosit
Gambar 5. Retikulosit
Merupakan sel eritrosit immatur, sel ini dapat dikenali dengan teknik pewarnaan
yang menyebabkan sisa organel yang terlihat. Keberadaan retikulosit diatas kadar normal
(0.5-1.5 % dari total jumlah eritrosit darah) menunjukkan peningkatan kecepatan aktivitas
eritropoietik seperti setelah pendarahan. 1
1.2. Pembentukan hingga destruksi sel-sel darah
a. Hematopoeisis
Merupakan pembentukan darah1 :
Pada yolk sac : umur 0 3 bulan intrauterin
Hati dan lien
: umur 3 6 bulan interuterin
Sumsum tulang : umur 4 bulan interuterin dewasa
Untuk kelangsungan hematopoeisis diperlukan1 :
o
o
o
o
o
Fibronektim
Haemonektin
Laminan
Kolagen
Proteoglikan
Diperlukan untuk :
o Penyediaan nutrisi dan bahan hemopoesis yang dibawa oleh peredaran
darah mikro dalam sumsum tulang
o Komunikasi antarsel terutama ditentukan oleh adhesion molecule
o Menghasilkan zat yang mengatur hemopoesis (hematopoietic growth
factor)
Bahan-bahan pembentuk darah
o Asam folat dan vit B 12
Pembentuk inti sel
o Besi
Pembentuk Hb
o Cobalat, Mg, Cu, Zn
o Asam amino
o Vit C, B kompleks
Mekanisme regulasi
Penting untuk mengatur arah dan kuantitas pertumbuhan dan pelepasan sel darah
dari sumsum tulang ke darah tepi.
o GM-CSF
o G-CSF
o M-CSF
o Trombopoetin
o Burst promoting activity
o Stem cell factor
Sitokin
Ada yang merangsang juga menghambat pertumbuhan sel induk.
o IL-3
o IL-4
o IL-5
o IL-7
o IL-9
o IL-10
o IL-11
Hormon hemopoetik spesifik
Erythropoietin
Hormon yang dibuat di ginjal untuk merangsang prekursor eritroid
o Glukokortikoid
o Growth hormon
o Hormon tiroid
Gambar 6. Hematopoiesis
seperti jala sehingga disebut retikulosit. Retikulosit dilepas ke darah tepi dan kehilangan
RNA berubah menjadi eritrosit. 1
Bahan-bahan yang dibutuhkan :
Sel induk
Besi
Vit B12
Asam folat
Protein
Faktor pertumbuhan hemopoetik
Hormon eritropoetin
b.
Destruksi eritrosit
Destruksi yang terjadi akibat proses penuaan disebut proses senescence,
sedangkan
destruksi
akibat
patologis
disebut
hemolisis,
dapat
terjadi
di
Komponen protein
Komponen heme
c.
21
Degenerasi Hemoglobin
Hemoglobin mengalami degenerasi menjadi biliverdin dan besi. Biliverin
direduksi menjadi bilirubin, sedangkan besi masuk kedalam plasma dan mengikuti siklus
atau disimpan sebagai cadangan tergantung aktivitas eritropoiesis. 1
2. Anemia
2.1. Definisi
Keadaan dimana massa eritrosit dan atau massa hemoglobin yang beredar tidak
dapat menyalurkan O2 ke berbagai jaringan tubuh, atau penurunan kadar Hb, Ht, dan
hitung eritrosit. Kehilangan darah mendadak (>30%) mengakibatkan hipovolemia,
hipoksemia, kegelisahan, diarforesis (keringat dingin), takikardi, napas pendek, yang
berkembang cepat menjadi kolaps sirkulasi atau syok. Jika kehilangan darah dalam
beberapa bulan, tubuh dapat mengkompensasi dengan2 :
Meningkatkan curah jantung dan pernapasan
Meningkatkan pelepasan O2 oleh Hb
Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan
Redistribusi aliran darah ke organ-organ vital
2.1.1. Kriteria Anemia
Batasan Hb atau Ht disebut cut off point yang dipengaruhi2 :
Umur
Jenis kelamin
Ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut.
22
Laki-laki dewasa
Perempuan dewasa tidak hamil
Perempuan hamil
Anak (6-14 tahun)
Anak (6 bulan 6 tahun)
Hb < 13 g/dl
Hb < 12 g/dl
Hb < 11 g/dl
Hb < 12 g/dl
Hb < 11 g/dl
Kriteria klinik2 :
Hb < 10 g/dl
Ht < 30%
Eritrosit < 2.8 juta/mm3
Sangat ringan
Ringan
Sedang
Berat
Kelompok Populasi
Anak prasekolah / balita
Anak usia sekolah
Dewasa tidak hamil
Hamil
Laki-laki dewasa
Pekerja berpenghasilan rendah
Angka prevalensi
30 40 %
25 35 %
30 40
50 70 %
20 30 %
30 40 %
2.3. Etiologi2
1. Kegagalan produksi eritrosit
2. Proses destruksi eritrosit yang sangat cepat
3. Perdarahan
23
2.4. Klasifikasi3
Morfologik
Berdasarkan morfologi eritrosit pada pemeriksaan apusan darah tepi atau dengan
melihat indeks eritrosit.
Tabel 2. Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologik Sel Darah Merah
Kadar
MCV
MCH
Jenis
Mikrositer
hipokrom
< 80 fl
< 27 pg
1.
Anemia
2.
3.
defisiensi besi
Thalasemia
Anemia penyakit
4.
kronik
Anemia
penyakit
sideroblastik
Penyebab
Normositer normokrom
Makrositer
80 95 fl
27 34 pg
> 95 fl
Megaloblastik
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
hipoplastik
Anemia hemolitik
Anemia penyakit kronik
Anemia mieloptisik
Anemia gagal ginjal
Anemia mielofibrosis
Anemia
sindrom
9.
mielodisplastik
Anemia leukimia akut
1.
2.
Nonmegaloblastik
1.
Anemia
penyakit
hati
2.
3.
kronik
Anemia hipotiroid
Anemia
sindroma
mielodisplastik
Defisiensi
besi
Keadaan
sideroblastik
Pendarahan
kegagalan
kronis
Gangguan
sintesis
infiltratif
globin
(infeksi,
gangguan
ginjal,
endokrin,
sumsum
Terganggunya
sintesis
DNA
Pada pasien
menjalani
kemoterapi kanker
metastatik
eritrosit
tubuh
dari
Peningkatan destruksi
Bentuk
(hemolisis)
campuran
Idiopati
24
Besi
Anemia defisiensi besi
Vit B12 dan asam folat
Pada anemia megaloblastik
Faktor ekstrakorpuskuler :
1.
perdarahan
pasca
fibrotik/tumor
Anemia
anemia
leukoeritroblastik/mielodisplastik
akut
2.
Anemia
pasca
Faktor intrakorpuskuler :
perdarahan
kronik
Gangguan membran
(hereditery spherocytosis dan elliptocytosis)
Ganggauan enzim (pyruvate kinase dan G6PD
Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati struktural
dan thalasemia)
Anemia diseritropoetik
Anemia sindrom mielodisplastik
25
Metoda
menentukan kadar HB
Menurut WHO, nilai batas hemoglobin
(Hb)
yang
dikatakan
anemia gizi
besi
untuk
wanita
nilai feritin < 12 mg/ml. Nilai feritin merupakan refleksi dari cadangan besi tubuh
sehingga dapat memberikan gambaran status besi seseorang. Untuk menentukan
kadar Hb darah, salah satu cara yang digunakan adalah metoda Cyanmethemoglobin.
Cara ini cukup teliti dan dianjurkan oleh International Committee for
Standardization in Hemathology (ICSH). Menurut cara ini darah dicampurkan
dengan larutan drapkin untuk memecah hemoglobin menjadi cyanmethemoglobin,
daya serapnya kemudian diukur pada 540 nm dalam kalorimeter fotoelekrit atau
spektrofotometer. 7
Cara penentuan Hb yang banyak dipakai di Indonesia ialah Sahli. Cara ini
untuk di lapangan cukup sederhana tapi ketelitiannya perlu dibandingkan dengan
cara standar yang dianjurkan WHO. Ada tiga uji laboratorium yang dipadukan
dengan pemeriksaan kadar Hb agar hasil lebih tepat untuk menentukan anemia gizi
besi. Untuk menentukan anemia gizi besi yaitu7 :
a
Serum Ferritin (SF) : Ferritin diukur untuk mengetahui status besi di dalam
hati. Bila kadar SF < 12 mg/dl maka orang tersebut menderita anemia gizi besi.
Transferin Saturation (ST) : Kadar besi dan Total Iron Binding Capacity
(TIBC) dalam serum merupakan salah satu menentukan status besi. Pada saat
kekurangan zat besi, kadar besi menurun dan TIBC meningkat, rasionya yang
disebut dengan TS. TS < dari 16 % maka orang tersebut defisiensi zat besi.
26
Free Erythocyte Protophorph : Bila kadat zat besi dalam darah kurang maka
sirkulasi FEB dalam darah meningkat. Kadar normal FEB 35-50 mg/dl RBC.
Secara ringkas untuk menentukan keadaan anemia seseorang.
ADB
Thalasemia trait
berat
MCV
MCH
Fe serum
< 30
TIBC
> 360
Saturasi transferin < 15%
FEP
Feritin serum
< 20ug/l
Besi
sumsum Negatif
N/
N/
> 20%
N
> 50ug/l
Positif kuat
tulang
Anemia
Anemia
penyakit kronik
Ringan
Sideroblastik
Ringan
N/
N/
< 50
< 300
/N 10-20%
N 20-200 ug/l
Positif
sampai berat
N/
N/
N/
N/
> 20%
N
> 50ug/l
Positif
dengan
ring
sideroblast
*FEP : Free Erithrocyte Protophorphyrin
Diagnosis banding yang lainnya adalah dengan keracunan timbal. Cara membedakan
ADB dengan thalasemia salah satunya dengan
MCV
Eritrosit
Jika hasilnya : < 13 menunjukkan thalasemia minor
> 15 menunjukkan ADB
4. Hiperurisemia
4.1 Definisi Hiperurisemia
Hiperurisemia adalah istilah kedokteran yang mengacu kepada kondisi kadar asam
urat dalam darah melebihi nilai normal yaitu lebih dari 7,0 mg/dl. Hiperurisemia dapat terjadi
akibat meningkatnya produksi ataupun menurunnya pembuangan asam urat, atau kombinasi
dari keduanya. Kondisi menetapnya hiperurisemia menjadi predisposisi (faktor pendukung)
seseorang mengalami radang sendi akibat asam urat (gouty arthritis), batu ginjal akibat asam
urat ataupun gangguan ginjal.9
27
alkohol
mempermudah
terjadinya
hiperurisemia,
karena
alkohol
28
cairan sendi ataupun jaringan ikat longgar. Meskipun hiperurisemia merupakan faktor
risiko timbulnya gout, namun hubungan secara ilmiah antara hiperurisemia dengan
serangan gout akut masih belum jelas. Atritis gout akut dapat terjadi pada keadaan
konsentrasi asam urat serum yang normal. Akan tetapi, banyak pasien dengan
hiperurisemia tidak mendapat serangan atritis gout. 9
Gejala klinis dari Gout bermacam-macam yaitu: hiperurisemia tak bergejala,
serangan akut gout, serangan gout berulang, gout menahun disertai tofus. Keluhan
utama serangan akut dari gout adalah nyeri sendi yang amat sangat yang disertai tanda
peradangan (bengkak, memerah, hangat dan nyeri tekan). Adanya peradangan juga
dapat disertai demam yang ringan. Serangan akut biasanya puncaknya 1-2 hari sejak
serangan pertama kali. Namun pada mereka yang tidak diobati, serangan dapat
berakhir setelah 7-10 hari. 9
Serangan biasanya berawal dari malam hari. Awalnya terasa nyeri yang sedang
pada persendian. Selanjutnya nyerinya makin bertambah dan terasa terus menerus
sehingga sangat mengganggu. Biasanya persendian ibu jari kaki dan bagian lain dari
ekstremitas bawah merupakan persendian yang pertama kali terkena. Persendian ini
merupakan bagian yang umumnya terkena karena temperaturnya lebih rendah dari
suhu tubuh dan kelarutan monosodium uratnya yang berkurang. Trauma pada
ekstremitas bawah juga dapat memicu serangan. Trauma pada persendian yang
menerima beban berat tubuh sebagai hasil dari aktivitas rutin menyebabkan cairan
masuk ke sinovial pada siang hari. 9
Serangan gout akut berikutnya biasanya makin bertambah sesuai dengan
waktu. Sekitar 60% pasien mengalami serangan akut kedua dalam tahun pertama,
sekitar 78% mengalami serangan kedua dalam 2 tahun. Hanya sekitar 7% pasien yang
tidak mengalami serangan akut kedua dalam 10 tahun. Pada gout yang menahun dapat
terjadi pembentuk tofi. Tofi adalah benjolan dari kristal monosodium urat yang
menumpuk di jaringan lunak tubuh. Tofi merupakan komplikasi lambat dari
hiperurisemia. Komplikasi dari tofi berupa nyeri, kerusakan dan kelainan bentuk
jaringan lunak, kerusakan sendi dan sindrom penekanan saraf. 9
4.4.2. Komplikasi Hiperurisemia pada Ginjal
Tiga komplikasi hiperurisemia pada ginjal berupa batu ginjal, gangguan ginjal
akut dan kronis akibat asam urat. Batu ginjal terjadi sekitar 10-25% pasien dengan
gout primer. Kelarutan kristal asam urat meningkat pada suasana pH urin yang basa.
30
Sebaliknya, pada suasana urin yang asam, kristal asam urat akan mengendap dan
terbentuk batu. Gout dapat merusak ginjal, sehingga pembuangan asam urat akan
bertambah buruk. Gangguan ginjal akut gout biasanya sebagai hasil dari
penghancuran yang berlebihan dari sel ganas saat kemoterapi tumor. Penghambatan
aliran urin yang terjadi akibat pengendapan asam urat pada duktus koledokus dan
ureter dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Penumpukan jangka panjang dari kristal
pada ginjal dapat menyebabkan gangguan ginjal kronik.9
5. LOW BACK PAIN
5.1.
Pengertian
Low back pain (LBP) atau nyeri punggung bawah termasuk salah satu dari gangguan
muskuloskeletal, gangguan psikologis dan akibat dari mobilisasi yang salah. LBP
menyebabkan timbulnya rasa pegal, linu, ngilu, atau tidak enak pada daerah lumbal berikut
sakrum. LBP diklasifikasikan kedalam 2 kelompok, yaitu kronik dan akut. LBP akut akan
terjadi dalam waktu kurang dari 12 minggu. Sedangkan LBP kronik terjadi dalam waktu 3
bulan. Yang termasuk dalam faktor resiko LBP adalah umur, jenis kelamin, faktor indeks
massa tubuh yang meliputi berat badan, tinggi badan, pekerjaan, dan aktivitas / olahraga.10
5.2.
Patofisiologi
Pinggang merupakan pengemban tubuh dari toraks sampai perut. Sokoguru bagian
belakang tersebut terdiri dari lumbal dan tulang belakang pada umumnya. Tiap ruas tulang
belakang berikut diskus intervertebralis sepanjang kolumna vertebralis merupakan satuan
anatomik dan fisiologik. Bagian depan berupa korpus vertebralis dan diskus intervertebralis
yang berfungsi sebagai pengemban yang kuat dan tahan terhadap tekanan-tekanan menurut
porosnya. Berfungsi sebagai penahan tekanan adalah nukleus pulposus. Dalam keseluruhan
tulang belakang terdapat kanalis vertebralis yang didalamnya terdapat medula spinalis yang
membujur ke bawah sampai L2. Melalui foramen intervertebralis setiap segmen medula
spinalis menjulurkan radiks dorsalis dan ventralisnya ke periferi. Di tingkat servikal dan
torakal, berkas serabut tepi itu menuju ke foramen tersebut secara horizontal. Namun di
daerah lumbal dan sakrum berjalan secara curam ke bawah dahulu sebelum tiba di tingkat
foramen intervertebralis yang bersangkutan. Hal tersebut dikarenakan medula spinalis
membujur hanya sampai L2 saja. Otot-otot yang terdapat di sekeliling tulang belakang
mempunyai origo dan insersio pada prosesus transversus atau prosesus spinosus. Stabilitas
kolumna vertebrale dijamin oleh ligamenta secara pasif dan secara aktif oleh otot-otot
31
Etiologi
Etiologi low back pain dapat dihubungkan dengan hal-hal sebagai berikut10 :
berikut
arkus
dan
prosessus
artikularis
serta
ligamenta
yang
menghubungkan bagian-bagian ruas tulang belakang satu dengan yang lain. Dulu
proses ini dikenal sebagai osteoartrosis deforman, tapi kini dinamakan spondilosis.
Perubahan degeneratif ini juga dapat menyerang anulus fibrosis diskus intervertebralis
yang bila tersobek dapat disusul dengan protusio diskus intervertebralis yang akhirnya
menimbulkan hernia nukleus pulposus (HNP). Unsur tulang belakang lain yang sering
dilanda proses degeneratif ini adalah kartilago artikularis yang dikenal sebagai
2
osteoartritis.
Penyakit Inflamasi
LBP akibat inflamasi terbagi 2 yaitu artritis rematoid yang sering timbul sebagai
penyakit akut dengan ciri persendian keempat anggota gerak terkena secara serentak
atau selisih beberapa hari/minggu, dan yang kedua adalah pada spondilitis
angkilopoetika, dengan keluhan sakit punggung dan sakit pinggang yang sifatnya
pegal-kaku dan pada waktu dingin dan sembab linu dan ngilu dirasakan.
Osteoporotik
Sakit pinggang pada orang tua dan jompo, terutama kaum wanita, seringkali
32
Dapat disebabkan oleh tumor jinak seperti osteoma, penyakit Paget, osteoblastoma,
hemangioma, neurinoma, meningioma, atau tumor ganas yang primer seperti mieloma
multipel maupun sekunder seperti macam-macam metastasis.
Toksik
Keracunan logam berat, misalnya radium.
Infeksi
Akut disebabkan oleh kuman piogenik (stafilokokus, streptokokus) dan kronik
7
8
dasar organik dan tidak sesuai dengan kerusakan jaringan atau batas-batas anatomis.
5.4.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis LBP berbeda-beda sesuai dengan etiologinya masing-masing seperti
enak
Lordosis yang menonjol
Tidak ditemukan gangguan sensibilitas, motorik, dan refleks pada tendon
Foto rontgen lumbosakral tidak memperlihatkan kelainan yang relevan.
2. Pada Herniasi Diskus Lumbal
tidak enak, sering intermiten, walau kadang onsetnya mendadak dan berat.
Diperhebat oleh aktivitas atau pengerahan tenaga serta mengedan, batuk
atau bersin.
Menghilang bila berbaring pada sisi yang tidak terkena dengan tungkai
nyeri sehingga membuat pasien tidak dapat berdiri tegak secara penuh.
Terjadi pembentukan osteofit pada bagian sentral dari korpus vertebra yang
istirahat.
Gejala dan tanda kompresi radiks atau medula spinalis terjadi pada 20% kasus
kifosis)
Diawali nyeri radikular yang mengelilingi dada atau perut, diikuti paraparesis
yang lambat laun makin memberat, spastisitas, klonus, hiperrefleksia dan
refleks Babinsky bilateral. Dapat ditemukan deformitas dan nyeri ketok tulang
vertebra.
Penekanan mulai dari bagian anterior sehingga gejala klinis yang muncul
34
4. Pemeriksaan laboratorium yaitu foto rontgen polos (posterior, lateral, oblik) hitung
darah lengkap dan laju endap darah, serum : kreatinin, kalsium, fosfat, alkali
fosfatase, asam urat, fosfatase asam (pria), gula darah puasa.
5. Pemeriksaan khusus (misalnya scan tulang, gula darah 2-jam postprandial, scan
magnetik resonans, scann tomografik, mielografi) bergantung pada hasil pemeriksaan
rutin di atas.
5.6.
Penatalaksanaan
Nyeri pinggang dapat diatasi dengan pemberian obat-obatan, istirahat dan modalitas.
Pemberian obat anti inflamasi non steroid (OAINS) diperlukan untuk jangka waktu pendek
disertai dengan penjelasan kemungkinan efek samping dan interaksi obat. Tidak dianjurkan
penggunaan muscle relaxan karena memiliki efek depresan. Namun pada pasien dengan
depresi premorbid atau timbul depresi akibat rasa nyeri, penggunaan anti depresan
dianjurkan. Untuk pengobatan simptomatis lainnya, kadang memerlukan campuran antara
obat analgesik, antiinflamasi,OAINS, dan penenang. 11
Istirahat secara umum atau lokal banyak memberikan manfaat. Tirah baring pada alas
keras dimaksudkan untuk mencegah melengkungnya tulang punggung. Modalitas dapat
berupa kompres es, semprotan etil klorida, dan fluorimetan. Tidak semua nyeri dapat diatasi
dengan cara-cara di atas. Terkadang diperlukan tindakan injeksi anestetik atau antiinflamasi
steroid pada tempat-tempat seperti pada faset, radiks saraf, epidural, intradural. Bahkan untuk
beberapa kasus LBP dibutuhkan pembedahan. Setelah fase akut teratasi dilakukan beberapa
pencegahan kekambuhan diantaranya pelatihan peregangan dan pemakaian korset atau
braching. 11
6. OSTEOPOROSIS
6.1.
DEFINISI
Osteoporosis merupakan suatu penyakit metabolik tulang yang ditandai oleh
menurunnya massa tulang, oleh karena berkurangnya matriks dan mineral tulang disertai
dengan kerusakan mikro arsitektur dari jaringan tulang, dengan akibat menurunnya kekuatan
tulang, sehingga terjadi kecenderungan tulang mudah patah. Menurunnya massa tulang dan
memburuknya arsitektur jaringan tulang ini, berhubungan erat dengan proses remodeling
tulang yaitu terjadi abnormalitas bone turnover.12
35
osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel osteoblas (sel pembentuk tulang). Keadaan
ini mengakibatkan penurunan massa tulang.
36
Ada beberapa teori yang menyebabkan deferensiasi sel osteoklas meningkat dan
meningkatkan aktivitasnya yaitu:
1. Defisiensi estrogen
2. Faktor sitokin
3. Pembebanan
Dalam keadaan normal estrogen dalam sirkulasi mencapai sel osteoblas, dan
beraktivitas melalui reseptor yang terdapat di dalam sitosol sel tersebut, mengakibatkan
menurunnya sekresi sitokin seperti: Interleukin-1 (IL-1), Interleukin-6 (IL-6) dan Tumor
Necrosis Factor-Alpha (TNF-a), merupakan sitokin yang berfungsi dalam penyerapan tulang.
Di lain pihak estrogen meningkatkan sekresi Transforming Growth Factor b (TGF-b), yang
merupakan satu-satunya faktor pertumbuhan(growth factor) yang merupakan mediator untuk
menarik sel osteoblas ke tempat lubang tulang yang telah diserap oleh sel osteoklas. Sel
osteoblas merupakan sel target utama dari estrogen, untuk melepaskan beberapa faktor
pertumbuhan dan sitokin seperti tersebut diatas, sekalipun secara tidak langsung maupun
secara langsung juga berpengaruh pada sel osteoklas.
Estrogen merupakan hormon seks steroid memegang peran yang sangat penting dalam
metabolisme tulang, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas maupun osteoklas, termasuk
menjaga keseimbangan kerja dari kedua sel tersebut melalui pengaturan produksi faktor
parakrin-parakrin utamanya oleh sel osteoblas. Seperti dikemukakan diatas bahwasanya sel
osteoblas memiliki reseptor estrogen alpha dan betha (ERa dan ERb) di dalam sitosol. Dalam
diferensiasinya sel osteoblas mengekspresikan reseptor betha (ERb) 10 kali lipat dari reseptor
estrogen alpha (ERa).
Didalam
percobaan
binatang
defisiensi
estrogen
menyebabkan
terjadinya
osteoklastogenesis dan terjadi kehilangan tulang. Akan tetapi dengan pemberian estrogen
terjadi pembentukan tulang kembali, dan didapatkan penurunan produksi dari IL-1, IL-6, dan
TNF-a, begitu juga selanjutnya akan terjadi penurunan produksi M-CSF dan RANK-Ligand
(RANK-L). Di sisi lain estrogen akan merangsang ekspresi dari osteoprotegerin (OPG) dan
TGF-b (Transforming Growth Factor-b) pada sel osteoblas dan sel stroma, yang lebih lanjut
akan menghambat penyerapan tulang dan meningkatkan apoptosis dari sel osteoklas.
Efek langsung dari estrogen terhadap osteoklas adalah melalui reseptor estrogen pada
sel osteoklas, yaitu menekan aktivasi c-Jun, sehingga mencegah terjadinya diferensiasi sel
prekursor osteoklas dan menekan aktivasi sel osteoklas dewasa.
Pada stadium awal dari proses hematopoisis dan osteoklastogenesis, melalui suatu
jalur yang memerlukan suatu mediator berupa sitokin dan faktor koloni-stimulator. Diantara
37
group sitokin yang menstimulasi osteoklastogenesis antara lain adalah: IL-1, IL-3, IL-6,
Leukemia Inhibitory Factor (LIF), Oncostatin M (OSM), Ciliary Neurotropic Factor (CNTF),
Tumor Necrosis Factor (TNF), Granulocyte Macrophage-Colony Stimulating Factor (GMCSF), dan Macrophage-Colony Stimulating Factor (M-CSF). Sedangkan IL-4, IL-10, IL-18,
dan interferon-g, merupakan sitokin yang menghambat osteoklastogenesis. Interleukin-6
merupakan salah satu yang perlu mendapatkan perhatian, oleh karena meningkatnya IL-6
terbukti memegang peranan akan terjadinya beberapa penyakit, antaranya berpengaruh pada
remodeling tulang dan terjadinya penyerapan tulang berlebihan baik lokal maupun sistemik.
Sebelumnya telah dikemukakan adanya hubungan antara sitokin, estrogen, dan osteoporosis
pascamenopause.
Dikatakan terjadi peningkatan kadar dan aktivitas sitokin proinflamasi (IL-1, IL-6,
TNF-a) secara spontan apabila fungsi ovarium menurun, misalnya pada masa menopause.
Bagaimana mekanisme secara pasti hubungan penurunan estrogen dengan peningkatan
sitokin ini belum diketahui secara jelas. Tetapi ini diduga erat hubungannya dengan interaksi
dari reseptor estrogen (ER = Estrogen Receptor) dengan faktor transkripsi, modulasi dari
aktivitas nitrik-oksid (NO), efek antioksidan, aksi plasma membran, dan perubahan dalam
fungsi sel imun. Maka pada studi klinis dan eksperimental ditemukan ada hubungannya
antara penurunan massa tulang dengan peningkatan sitokin proinflamasi ini.
Kemudian ditemukan lagi bahwa, terjadinya diferensiasi turunan sel monosit menjadi
sel osteoklas dewasa/matang dirangsang oleh: tumor necrosis factor yang disebut: RANK-L
atau dengan nama lain: OPGL atau ODF (Osteoclast Diferentiation Factors). Bahkan
dikatakan bahwa RANK-L memegang peran yang sangat esensial dalam pembentukan sel
osteoklas dan lebih lanjut akan menyebabkan penyerapan tulang.
Ketiganya yaitu RANK-L, RANK, dan OPG merupakan molekul esensial yang
merupakan protein superfamili dari TNF-TNFR.3,8 RANK dan RANK-L merupakan protein
yang menyerupai molekul sitokin yang berikatan pada membran (membrane-bound cytokinelike molecules). Sedangkan OPG yang sangat poten sebagai penghambat proses
osteoklastogenesis dan penyerapan tulang baik in vitro maupun in vivo, melalui
kemampuannya sebagai reseptor umpan (decoy receptor) yang dapat berikatan dengan
RANK-L, sehingga dihambat terjadinya interaksi antara RANKL dan RANK. Dalam
implikasinya RANK-L merangsang terjadinya fusi dari sel prekursor yang mononukler
menjadi sel multinukler, kemudian memacu untuk berdiferensiasi menjadi sel osteoklas
dewasa, perlengketannya pada permukaan tulang, dan aktivitasnya menyerap tulang, dan
bahkan lebih lanjut mempertahankan kehidupan osteoklas dengan cara memperlambat
38
terjadinya apoptosis. RANK-L diekspresi paling banyak oleh osteoblas dan sel lapisan
mesenchim. Selain itu diekspresi juga oleh sel periosteal, kondrosit, sel endotelial, dan juga
oleh sel T aktif.
Tulang merupakan jaringan dinamik yang secara konstan melakukan remodeling
akibat respon mekanik dan perubahan hormonal. Remodeling tulang terjadi dalam suatu unit
yang dikenal dengan bone remodeling unit, yang merupakan keseimbangan dinamik antara
penyerapan tulang oleh osteoklas dan pembentukan tulang oleh osteoblas. Remodeling ini
dimulai dari perubahan permukaan tulang yang pasif (quiescent) menjadi perubahan
permukaan tulang yang mengalami resorpsi. Disini sebetulnya sel osteosit memegang
peranan penting dalam menginisiasi remodeling tulang dengan mengirimkan sinyal lokal
kepada sel osteoblas maupun sel osteoklas di permukaan tulang melalui sistem kanalikuler.
Osteosit juga mempunyai kemampuan deteksi perubahan aliran cairan interstisial dalam
kanalikuli yang dihasilkan akibat pembebanan mekanik dan deteksi perubahan kadar hormon,
oleh karena itu gangguan pada jaringan osteosit meningkatkan fragilitas tulang. Pembebanan
mekanik pada tulang (skletal load) menimbulkan stres mekanik dan strain atau resultant
tissue deformation yang menimbulkan efek pada jaringan tulang yaitu membentukan tulang
pada permukaan periosteal sehingga memperkuat tulang dan menurunkan bone turnover yang
mengurangi penyerapan tulang. Dengan demikian pembebanan mekanik dapat memperbaiki
ukuran, bentuk, dan kekuatan jaringan tulang dengan memperbaiki densitas jaringan tulang
dan arsitektur tulang. Tulang melakukan adaptasi mekanik yaitu proses seluler yang
memerlukan sistem biologis yang dapat mengindera pembebanan mekanik. Informasi
pembebanan ini harus dikomunikasikan ke sel efektor yang akan membuat tulang baru dan
merusak tulang yang tua.
Pada semua type osteoporosis, awalnya terjadi perubahan yang menyolok pada tulang
spongiosa, dimana dari jaringan pengapuran yang normal menjadi tipis dan renggang, jadi
osteoporosis banyak didapatkan tulang panjang dan vertebra karena keduanya mempunyai
jaringan tulang spongiosa yang luas.
Cortex tulang menjadi tipis dan keropos akhirnya pada beberapa individu tulang
menjadi lunak pada osteomalacia, menjadi fragile, menjadi brittle (mengecil) yang mudah
menjadi fraktur patologik. Mikroskopik fakture biasanya terdapat pada vertebrae yang
mengakibatkan dorsal kyphosis.13
6.3.
DIAGNOSIS OSTEOPOROSIS
39
Hingga saat ini deteksi osteoporosis merupakan hal yang sangat sulit dilakukan.
Osteoporosis merupakan penyakit yang hening (silent), kadang-kadang tidak memberikan
tanda-tanda atau gejala sebelum patah tulang terjadi. Diagnosis penyakit osteoporosis kadang
kadang baru diketahui setelah terjadinya patah tulang punggung, tulang pinggul, tulang
pergelangan tangan atau patah tulang lainnya pada orang tua, baik pria atau wanita. Biasanya
dari waktu ke waktu massa tulangnya terus berkurang, dan terjadi secara luas dan tidak dapat
diubah kembali. Biasanya massa tulang yang sudah berkurang 30 - 40% baru dapat dideteksi
dengan pemeriksaan X-ray konvensional. Hambatan lain yang ada pada pemeriksaan
radiologi konvensional untuk diagnose osteoporosis adalah:12
a. Sangat bergantung pada alat radiologi yang digunakan.
b. Sangat bergantung pada keahlian dan subyektivitas pemeriksaan.
c. Sangat bergantung pada kualitas film dan cara-cara pecucian film.
Karena kurangnya sensitivitas terhadap diagnosis osteoporosis, maka saat ini
pemeriksaan dengan radiologi konvensional tidak dianjurkan lagi. Sebetulnya sampai saat ini
prosedur diagnostik yang lazim digunakan untuk menentukan adanya penyakit tulang
metabolik seperti osteoporosis, adalah:
a. Penentuan massa tulang secara radiologis, dengan densitometer DEXA (Dual Energy
X-ray Absorptiometry).
b. Pemeriksaan laboratorium berupa parameter biokimiawi untuk bone turnover,
terutama mengukur produk pemecahan kolagen tulang oleh osteoklas.
Selain itu, beberapa parameter laboratorium lainnya juga dapat digunakan sebagai
rujukan untuk melihat ada tidak nya kelainan tulang, dapat berupa pemeriksaan darah
maupun pemeriksaan urine. 12
Berikut adalah beberapa pemeriksaan darah yang paling sering dilakukan:
a. blood calcium levels
b. blood vitamin D levels
c. thyroid function
d. parathyroid hormone levels
e. estradiol levels to measure estrogen (in women)
40
TATALAKSANA OSTEOPOROSIS
a. Terapi
Secara teoritis osteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat kerja osteoklas
dan atau meningkatkan kerja osteoblas. Akan tetapi saat ini obat-obat yang beredar pada
umumnya bersifat anti resorpsi. Yang termasuk obat antiresorpsi misalnya: estrogen,
kalsitonin, bisfosfonat. Sedangkan Kalsium dan Vitamin D tidak mempunyai efek
antiresorpsi maupun stimulator tulang, tetapi diperlukan untuk optimalisasi meneralisasi
osteoid setelah proses pembentukan tulang oleh sel osteoblas. 12
Mekanisme estrogen sebagai antiresorpsi, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas
maupun sel osteoklas, telah dibicarakan diatas. Pemberian terapi estrogen dalam pencegahan
dan pengobatan osteoporosis dikenal sebagai Terapi Sulih Hormon (TSH). Estrogen sangat
baik diabsorbsi melalui kulit, mukosa vagina, dan saluran cerna. Efek samping estrogen
meliputi
nyeri
payudara
(mastalgia),
retensi
cairan,
peningkatan
berat
badan,
tromboembolisme, dan pada pemakaian jangka panjang dapat meningkatkan risiko kanker
payudara. Kontraindikasi absolut penggunaan estrogen adalah: kanker payudara, kanker
endometrium, hiperplasi endometrium, perdarahan uterus disfungsional, hipertensi, penyakit
tromboembolik, karsinoma ovarium, dan penyakit hati yang berat. Beberapa preparat
estrogen yang dapat dipakai dengan dosis untuk anti resorpsi, adalah estrogen terkonyugasi
0,625 mg/hari, 17-estradiol oral 1 - 2mg/ hari, 17-estradiol perkutan 1,5 mg/hari, dan 17estradiol subkutan 25 - 50 mg setiap 6 bulan. Kombinasi estrogen dengan progesteron akan
menurunkan risiko kanker endometrium dan harus diberikan pada setiap wanita yang
mendapatkan TSH, kecuali yang telah menjalani histerektomi. Saat ini pemakaian
fitoestrogen (isoflavon) sebagai suplemen mulai digalakkan pemakaiannya sebagai TSH.
Beberapa penelitian menyatakan memberikan hasil yang baik untuk keluhan defisiensi
41
estrogen, atau mencegah osteoporosis. Fitoestrogen terdapat banyak dalam kacang kedelai
dan daun semanggi. 12
Ada golongan preparat yang mempunyai efek seperti estrogen yaitu golongan
Raloksifen yang disebut juga Selective Estrogen Receptor Modulators (SERM). Golongan ini
bekerja pada reseptor estrogen-b sehingga tidak menyebabkan perdarahan dan kejadian
keganasan payudara. Mekanisme kerja Raloksifen terhadap tulang diduga melibatkan TGF
yang dihasilkan oleh osteoblas yang berfungsi menghambat diferensiasi sel osteoklas.
Bisfosfonat merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan
osteoporosis.
Bifosfonat merupakan analog pirofosfat yang terdiri dari 2 asam fosfonat yang diikat satu
sama lain oleh atom karbon. Bisfosfonat dapat mengurangi resorpsi tulang oleh sel osteoklas
dengan cara berikatan dengan permukaan tulang dan menghambat kerja osteoklas dengan
cara mengurangi produksi proton dan enzim lisosomal di bawah osteoklas. Pemberian
bisfosfonat secara oral akan diabsorpsi di usus halus dan absorpsinya sangat buruk (kurang
dari 55 % dosis yang diminum). Absorpsi juga akan terhambat bila diberikan bersama-sama
dengan kalsium, kation divalen lainnya, dan berbagai minuman lain kecuali air. Idealnya
diminum pada pagi hari dalam keadaan perut kosong. Setelah itu penderita tidak
diperkenankan makan apapun minimal selama 30 menit, dan selama itu penderita harus
dalam posisi tegak, tidak boleh berbaring. Sekitar 20 - 50% bisfosfonat yang diabsorpsi, akan
melekat pada permukaan tulang setelah 12 - 24 jam. Setelah berikatan dengan tulang dan
beraksi terhadap osteoklas, bisfosfonat akan tetap berada di dalam tulang selama berbulanbulan bahkan bertahun - tahun, tetapi tidak aktif lagi. Bisfosfonat yang tidak melekat pada
tulang, tidak akan mengalami metabolism di dalam tubuh dan akan diekresikan dalam bentuk
utuh melalui ginjal, sehingga harus hati-hati pemberiannya pada penderita gagal ginjal.12
Generasi Bisfosfonat adalah sebagai berikut:
a. Generasi I: Etidronat, Klodronat
b. Generasi II: Tiludronat, Pamidronat, Alendronat
c. Generasi III: Risedronat, Ibandronat, Zoledronat
Selain itu, secara biomolekuler RANK-L sangat berperan. RANK-L akan bereaksi
dengan reseptor RANK pada osteoklas dan membentuk RANK- RANKL kompleks, yang
lebih lanjut akan mengakibatkan meningkatnya deferensiasi dan aktivitas osteoklas. Untuk
mencegah terjadinya reaksi tersebut digunakanlah monoklonal antibodi (MAbs) dari RANKL yang dikenal dengan denosumab. Besarnya dosis yang digunakan adalah 60 mg dalam 3
atau 6 bulan. 12
42
Selain itu, olahraga merupakan bagian yang sangat penting pada pencegahan maupun
pengobatan osteoporosis. Program olahraga bagi penderita osteoporosis sangat berbeda
dengan olahraga untuk pencegahan osteoporosis. Gerakan-gerakan tertentu yang dapat
meningkatkan risiko patah tulang harus dihindari. Jenis olahraga yang baik adalah dengan
pembebanan dan ditambah latihan latihan kekuatan otot yang disesuaikan dengan usia dan
keadaan individu masing-masing. Dosis olahraga harus tepat karena terlalu ringan kurang
bermanfaat, sedangkan terlalu berat pada wanita dapat menimbulkan gangguan pola haid
yang justru akan menurunkan densitas tulang. Jadi olahraga sebagai bagian dari pola hidup
sehat dapat menghambat kehilangan mineral tulang, membantu mempertahankan postur
tubuh dan meningkatkan kebugaran secara umum untuk mengurangi risiko jatuh. 12
a. Monitoring
Setelah diagnosis osteoporosis ditegakkan atau diketahui massa tulang yang rendah,
kita harus memonitor massa tulang yang berkurang atau bertambah seiring dengan waktu.
Pengukuran massa tulang ini penting secara klinis untuk mendiagnosis dan mengendalikan
osteoporosis. Di American National Osteoporosis Foundation menganjurkan pemberian
pengobatan pencegahan pada penderita yang termasuk golongan berikut: 12
a.
b.
c.
d.
massa
tulang dengan DEXA dapat dikerjakan dalam kurun waktu 1 - 2 tahun. Selain itu, untuk
mengetahui proses dinamis penyerapan dan pembentukan tulang, yang dapat menunjukkan
derajat kecepatan kehilangan tulang, diperlukan pemeriksaan biopsi tulang dan parameter
biokimiawi, tetapi biopsy tulang merupakan prosedur yang invasif, sehingga sulit untuk
dilaksanakan secara rutin, baik untuk ujisaring maupun untuk pemantauan pengobatan.
Sehingga satu satunya pilihan untuk menentukan bone turnover adalah parameter atau
penanda biokimiawi. Perkembangan terbaru mengenai petanda biokimia yang spesifik dan
sensitif yang menggambarkan keseluruhan kecepatan pembentukan dan penyerapan tulang,
telah sangat memperbaiki pemeriksaan bone turnover invasif pada beberapa penyakit
metabolisme tulang, terutama untuk osteoporosis. Pada osteoporosis, petanda bone turnover
dapat digunakan untuk memperkirakan kehilangan tulang pada wanita pascamenopause,
untuk memperkirakan kejadian fraktur osteoporosis dan untuk memantau efikasi pengobatan.
43
Parameter yang mempunyai nilai untuk ujisaring, diagnosis dan pemantauan osteoporosis
harus mewakili unsur yang mempunyai peran pada pembentukan tulang, aktivitas sel yang
bertanggung jawab terhadap bone turnover dan pengaturannya, atau produk dari penguraian
tulang. 12
Penelitian-penelitian sekarang difokuskan pada parameter yang dapat dipakai untuk
ujisaring terhadap penurunan massa tulang atau adanya percepatan kehilangan tulang, dan
pemantauan terapi untuk meningkatkan massa tulang maupun memperlambat atau
mengurangi kehilangan tulang. Petanda resorpsi tulang akibat aktivitas osteoklas meningkat,
saat ini merupakan metode pilihan untuk memperkirakan akan terjadinya osteoporosis, atau
untuk memantau terapi pada pasien yang diberi obat antiresorpsi oral. Penentuan Crosslink
Telopeptida CTerminal (CTx) dalam serum merupakan indikator yang baik untuk resorpsi
tulang. CTx merupakan hasil dekomposisi awal dan stabil dari kolagen tipe-1 spesifik tulang,
oleh karena itu menggambarkan proses pada tulang secara relatif langsung. Karena tulang
yang matang terutama terdiri dari b-isomerisasi telopeptida, pengukuran CTx terutama cocok
digunakan untuk mendeteksi kejadian pada tulang osteoporosis yang tua. CTx merupakan
penanda resorpsi tulang pertama dalam serum yang dapat diperiksa dengan alat otomatisasi.
CTx dapat diukur dalam serum dan plasma, yang tidak memerlukan pengukuran tambahan
kreatinin seperti yang diperlukan pada pengukuran penanda tulang dalam urin. Selain itu,
pemeriksaan CTx juga meniadakan kebutuhan untuk menentukan sempel urin ideal (urin
pertama atau kedua pada pagi hari, atau urin yang dikumpulkan selama 24 jam). 12
Penelitian akhir-akhir ini membuktikan bahwa kadar interleukin-6 dan RANK-ligand
yang tinggi dalam serum merupakan faktor risiko terhadap kejadian osteoporosis pada wanita
pascamenopause defisiensi estrogen. Akan tetapi sayangnya pemeriksaan dari kedua
komponen tersebut belum dapat dilakukan secara rutin di laboratorium.12
44
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien Tuan Tukijan usia 64 tahun, datang via Poli Interna dengan keluhan utama
lemas dan kepala terasa pusing sudah sejak beberapa bulan terakhir ini. Keluhan lemas dan
kepala pusing merupakan gejala yang tidak spesifik untuk suatu penyakit, karena banyak
penyakit memiliki gejala umum tersebut. Keluhan tambahan lainnya yaitu pasien
mengeluhkan nyeri dari bagian pinggang ke bawah dan terutama akan terasa lebih sakit bila
bergerak. Pasien mengatakan sudah 4 bulan terakhir ini sudah tidak bisa berjalan lagi dan
hanya bisa tidur di tempat tidur saja. Dari keluhan ini, terlihat adanya suatu gejala low back
pain. Low back pain memiliki banyak etiologi, yaitu bisa dari kelainan kongenital
(spondylitis, stenosis kanalis vertebralis, dll), trauma & gangguan mekanis, proses inflamasi
(artritis reumatoid), neoplasma, metabolik (osteoporosis), infeksi dan psikis.
45
Dari riwayat penyakit dahulu, pasien memiliki riwayat anemia sejak 3 tahun yang
lalu. Dari sini, kita bisa melihat kemungkinan keluhan utama yang dirasakan pasien yaitu
lemas dan pusing mungkin bisa disebabkan oleh gejala anemia. Lalu pasien juga memiliki
riwayat kecelakaan lalu lintas 3 tahun yang lalu yang menyebabkan fraktur clavicula. Bisa
diambil suatu kemungkinan dari kecelakaan tersebut mungkin terjadi trauma mekanis pada
bagian tulang vertebra sehingga mungkin menyebabkan adanya suatu trauma di tulang
vertebra yang bisa menyebabkan adanya fraktur. Selain itu pasien juga punya riwayat massa
suprasternal. Dari riwayat tersebut bisa juga ditarik kemungkinan anemia yang terjadi bisa
akibat adanya penyakit keganasan.
Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan, didapatkan hasil yang sejalan dengan gejala
anemia yaitu konjungtiva yang pucat/anemis, jaringan di bawah kuku yang pucat. Selain itu
juga didapatkan bahwa pasien untuk menggerakkan bagian pinggang sedikit saja sudah terasa
sakit, untuk miring ke kanan dan kiri dalam keadaan berbaring dan untuk duduk juga terasa
sakit.
Pasien membawa hasil laboratorium yaitu Gula Darah Sewaktu : 64 mg/dl, Kolesterol
: 111 mg/dl, Asam Urat : 12,1 mg/dl, Trombosit : 466 x 103/mm3, Hemoglobin : 6,1 g/dl,
WBC : 5,6 x103 mm3 , Trigliserida : 109 mg/dl. Dari hasil laboratorium tersebut, sejalan
dengan gejala anemia yang dirasakan yaitu nilai hemoglobin pasien 6,1 g/dl, dimana untuk
jenis kelamin laki-laki, kadar hemoglobin normal sekitar g/dl. Karena nilai Hemoglobin
pasien berkisar di nilai 6 g/dl, maka secara klinis termasuk anemia gravis. Terdapat banyak
jenis dari anemia, untuk mengetahui pasien termasuk jenis anemia apa berdasarkan morfologi
sel darah merah, maka perlu dilakukan pemeriksaan Mean Corpuscular Volume (MCV) &
Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH). Selain nilai hemoglobin yang rendah, kadar asam
urat pasien juga tinggi yaitu 12,1 mg/dl dimana nilai normal kadar asam urat dalam tubuh
adalah < 7,0 mg/dl. Akan tetapi, Pada sendi-sendi di ekstremitas bawah tidak didapatkan
adanya tanda inflamasi calor, rubor, dolor ataupun tumor.
Karena nilai hemoglobin pasien sangat rendah, maka segera direncanakan untuk
transfusi Packed Red Cell 1 kolf, dan setiap harinya direncanakan untuk diperiksa kadar
hemoglobin post transfusi. Selain itu untuk hiperurisemia nya diberikan obat alopurinol yang
bekerja dengan cara menghambat xantin oksidase yaitu enzim yang dapat mengubah
hipoxantin menjadi xantin, selanjutnya mengubah xantin menjadi asam urat.
Pada hari perawatan kedua, keluhan yang dirasakan pasien masih sama, yaitu rasa
lemas dan pusing dan nyeri pinggang bawah terutama saat digerakkan. Pemeriksaan fisik
yang didapatkan kelainan adalah konjungtiva anemis dan jaringan di bawah kuku yang pucat.
46
Hasil laboratorium didapatkan nilai Hb 8,3 g/dl post transfusi. Nilai MCV dan MCHC pasien
ternyata juga rendah, sehingga bisa digolongkan anemia yang terjadi pada pasien adalah
anemia hipokromik mikrositer yang bisa terjadi pada anemia defisisensi besi, anemia pada
penyakit kronik, anemia sideroblastik, dan thalasemia. Untuk mengetahui jenis anemia
pasien, seharusnya dilakukan pemeriksaan besi serum, TIBC, saturasi transferin, dan feritin
serum. Selama hari perawatan selanjutnya, pasien ditransfusi PRC 2 kali lagi, dan selama itu
di cek hemoglobin post transfusi dimana setiap transfusi selalu terjadi kenaikan kadar
hemoglobin sampai terakhir kadar Hb nya 10,0.
Untuk keluhan nyeri pinggang bawah dan tidak bisa berjalan nya pasien, banyak hal
yang dapat menjadi kemungkinan penyakit yang diderita pasien. Nyeri pinggang bawah dapat
disebabkan gangguan di ekstremitas bawah atau di bagian panggul atau tulang vertebra.
Kedua kaki pasien dapat bergerak secara normal. Pasien mengeluhkan nyeri paling terasa di
bagian bokong, berarti kemungkinan kelainan terdapat di panggul atau tulang vertebra,
apakah terdapat suatu fraktur tulang panggul atau fraktur kompresi vertebra, atau kelainan
lain. Untuk lebih memastikan diperlukan pemeriksaan penunjang yaitu rontgen vertebra.
Dengan melihat deformitas spinal yaitu berupa kifosis, dan faktor usia lanjut, serta riwayat
kecelakaan dengan fraktur sebelumnya, BMI underweight, pasien merupakan suspek
osteoporosis. Namun untuk dapat mendiagnosis osteoporosis, perlu dilakukan pemeriksaan
Bone Mineral Density.
Penatalaksanaan yang Diberikan :
1
b. Bahaya infeksi
2
Triofusin
Komposisi
Triofusin 1600 Per liter : Fruktosa 200 gram, Glukosa 110 gram, Xylitol 100 gram.
Triofusin 1000 Per liter : Fruktosa 120 gram, Glukosa 66 gram, Xylitol 60 gram.
Triofusin 500 Per liter : Fruktosa 60 gram, Glukosa 33 gram, Xylitol 30 gram
Indikasi
Untuk memenuhi kebutuhan energi pada nutrisi parenteral total dan parsial, terutama
pada gangguan metabolisme.
Kontra Indikasi
Hiperglikemia (kadar glukosa dalam darah tinggi), oliguria (sekresi kemih yang
Efek Samping
Demam, infeksi setempat, flebitis atau trombosis vena, ekstravasasi (keluarnya darah
dari pembuluh-pembuluh darah di dalam darah), dan hipervolemia (bertambahnya
IVELIP
Komposisi
Per liter : Minyak kedelai 200 gram, Fosfat dari telur 12 gram, Gliserol 25 gram,
Natrium oleat 0,3 gram. Energi : 2000 kKal.
48
Indikasi
Sebagai sumber energi & asam lemak esensial untuk pasien yang membutuhkan
nutrisi parenteral.
Kontra Indikasi
Pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti hiperlipidemia patologikal,
nefrosis lemak & pankreatitis akut jika disertai dengan hiperlipidemia & insufisiensi
hati berat.
Perhatian
Kerusakan hati berat, penyakit paru, anemia, gangguan pembekuan darah,
kerusakan pada metabolisme lemak, bayi prematur & kecil untuk masa
kehamilan.
Tes fungsi hati harus dilakukan pada pemberian nutrisi parenteral dalam
jangka panjang.
Kehamilan.
Efek Samping
Akut : reaksi alergi, hiperlipemia, mual, muntah, sianosis, sesak nafas,
berkeringat, sakit kepala, nyeri dada & punggung, kemerahan pada wajah dan
leher, mengantuk, hipertermia (suhu tubuh tinggi), pusing, trombositopenia,
hiperkoagulabilitas,
tekanan
mata
yang
ringan,
iritasi
pada
tempat
penginfusan.
Kronis : hepatomegali, sakit kuning, splenomegali, trombositopenia,
leukopenia, peningkatan sementara pada tes fungsi hati, sindroma beban yang
terlalu berat.
Kemasan
lemak/kg
berat
badan/24
jam.
berat
badan/24
jam.
Indikasi
Gout dan hiperurisemia.
Posologi :
*
Dewasa : Dosis awal 100 mg sehari dan ditingkatkan setiap minggu sebesar
100 mg sampai dicapai dosis optimal. Dosis maksimal yang dianjurkan 800 mg
sehari.
Anak dibawah 6 tahun :Dosis maksimal 150 mg sehari.
Efek Samping :
Reaksi hipersensitivitas : ruam makulopapular didahului pruritus, urtikaria, eksfoliatif
dan lesi purpura, dermatitis, nefritis, faskulitis dan sindrome poliartritis. Demam,
eosinofilia, kegagalan hati dan ginjal, mual, muntah, diare, rasa mengantuk, sakit
kepala dan rasa logam.
Kontra indikasi :
- Alergi terhadap Alopurinol
- Penderita dengan penyakit hati dan bone marrow suppression.
Interaksi Obat :
Pemberian Alopurinol bersama dengan azatioprin, merkaptopurin atau siklotosfamid,
dapat meningkatkan efek toksik dari obat tersebut. Jangan diberikan bersama-sama
dengan garam besi dan obat diuretik golongan tiazida. Dengan warfarin dapat
menghambat metabolisme obat di hati.
50
DAFTAR PUSTAKA
5
6
Alwi, Idrus dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam. Jakarta : Interna Publishing.
Bakta, I Made. 2007. Anemia Hipokromik Mikrositer dengan Gangguan
Jakarta : EGC.
Raspati H, Reniarti L, Susanah S. 2005. Anemia Defisiensi Besi. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI.
Sacher, Ronald A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta :
EGC.
10 Sheerwood, L. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Jakarta: EGC
11 Sutaryo. 2010. Buku Ajar Hemato-Onkologi Anak. Jakarta : Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
12 Tambajong, Jan dkk. 1996. Buku Ajar Histologi. Jakarta : EGC.
13 Putra, Tjokorda Raka. 2006. Hiperurisemia. In: Sudoyo dkk (ed). Buku Ajar Ilmu
Peyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: FKUI, pp: 1213-17.
10 Mansjoer, Arif, et all., 2007. Ilmu Penyakit Saraf. In: Kapita Selekta Kedokteran,
edisi III, jilid kedua, cetakan keenam. Jakarta : Media Aesculapius. 54-59
11 Sidharta, Priguna., 2004. Sakit Pinggang. In: Neurologi Klinis Dalam Praktik
Umum, edisi III, cetakan kelima. Jakarta : PT Dian Rakyat. 203-205
12 Manolagas SC. 2000. Birth and death of bone cells basic regulatory mechanisms and
implications for the pathogenesis and treatment of osteoporosis. Endocrine
Reviews;21(2):115-37.
13 Jones DH, Kong YY, Penninger JM. 2002. Role of RANKL and RANK in bone loss
and arthritis. Ann Rheum Dis;2:1132-9.
51
52