Anda di halaman 1dari 49

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Inflamasi merupakan respon terhadap cedera pada jaringan hidup
yang memiliki vaskularisasi. Respon ini dapat ditimbulkan oleh infeksi
mikroba, agen fisik, zat kimia, jaringan nekrotik atau reaksi imun. Inflamasi
bertujuan

untuk

menyekat

serta

mengisolasi

jejas,

menghancurkan

mikroorganisme yang menginvasi tubuh serta menghilangkan aktivitas


toksiknya, dan mempersiapkan perbaikan jaringan (Mithchell, Kumar, Abbas,
Fausto, 2008).
Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai antiinflamasi adalah
buah merah (Pandanus conideus Lam.). Komarullah (2006) menyatakan:
minyak buah merah memiliki efek anti-inflamasi yaitu dengan menurunkan
jumlah sel radang secara signifikan pada trakea tikus yang telah diberikan
paparan rokok subkronis. Dalam penelitian (Khiong, dkk, 2009) menyatakan
bahwa buah merah dapat mengurangi inflamasi dengan menghambat
aktivitas NF-kB (Nuclear Factor Kappa Beta) dan menghambat ekspresi
COX-2. Pada dosis 0,003 mL/gBB minyak buah merah memiliki efek
antiinflamasi namun, hal ini kurang didukung oleh bentuk sediaan minyak
buah merah, minyak memiliki kelarutan yang rendah dalam larutan berair,
sehingga memiliki bioavailabilitas oral yang rendah (Adyuta,2007). Rohman

et al (2010) telah melakukan studi tentang aktivitas antioksidan ekstrak buah


merah dan fraksinya secara in vitro. Ekstrak etil asetat buah merah dan
fraksinya secara kuat menangkal radikal bebas. Efek ini disebabkan oleh
senyawa -tokoferol yang terkandung dalam minyak buah merah. Seperti
yang diriwayatkan pada surah (An-Nahl : 11).

Artinya

:Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanaman-

tanaman;

zaitun,

korma,

anggur

dan

segala

macam

buah-buahan.

Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar ada tanda (Kekuasaan Allah)


bagi kaum yang memikirkan (An-nahl : 11)
Sediaan nanoemulsi spontan atau

yang

biasa

disebut

Self-

nanoemulisifiying drug delivery systems (SNEDDS) adalah campuran


isotropik dari minyak, surfaktan, kosurfaktan dan obat yang membentuk
nanoemulsi minyak dalam air ketika dimasukkan ke fase berair di bawah
pengocokan yang lembut. Sistem emulsi spontan memiliki ukuran tetesan
dikisaran 20-200 nm (Sagar et al.,2014). SNEDDS dapat meningkatkan
bioavailabilitas dari obat yang memiliki kelarutan dan permeabilitas rendah
dengan menghindari tahap disolusi dan mampu meningkatkan permeabilitas
dari membran biologis karena adanya lemak dan surfaktan (Gupta et
al.,2011). Formulasi sediaan nanoemulsi spontan minyak buah merah telah

dilakukan dimana dalam 1 mL SNEDDS mengandung 0,15 mL minyak buah


merah (Abd. Rahman Munir).
Berdasarkan hal tersebut maka akan dilakukan uji efek antiinflamasi
sediaan nanoemulsi spontan minyak buah merah (Pandanus conideus Lam.)
terhadap tikus (Rattus novergicus) jantan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan masalah :
1. Apakah sediaan nanoemulsi spontan minyak buah

merah

(Pandanus conideus Lam.) mempunyai efek sebagai antiinflamasi


pada hewan uji tikus (Rattus novergicus) jantan yang diinduksi
karagen 1% ?
2. Berapakah dosis sediaan nanoemulsi spontan minyak buah merah
(Pandanus conoideus Lam.) yang dapat memberikan efek sebagai
antiinflamasi ?
3. Apakah ada perbedaan efek

dengan atau tanpa

nanoemulsi spontan minyak buah merah ?


C. Maksud dan Tujuan
1. Maksud

sediaan

Maksud dari penelitian ini adalah untuk menguji efek


antiinflamasi sediaan nanoemulsi spontan minyak buah merah
(Pandanusconoideus Lam.) pada tikus (Rattus novergicus) jantan
yang telah diinduksi karagen 1%.
2. Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini yaitu :
Untuk menguji efek antiinflamasi sediaan nanoemulsi spontan
minyak buah merah (Pandanus conoideus Lam.) dapat berpotensi
sebagai antiinflamasi.
3. Tujuan khusus
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu :
1. Untuk menentukan dosis yang efektif sediaan nanoemulsi
spontan minyak buah merah (Pandanus conoideus Lam.) yang
dapat

memberikan

efek

antiinflamasi

dengan

parameter

penurunan edema tikus (Rattus novergicus) jantan setelah


diinduksi karagen 1%.
2. Untuk melihat perbedaan efek dengan atau tanpa sediaan
nanoemulsi spontan dari minyak buah merah (Pandanus
conoideus Lam.).
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat Teoritis
Adapun manfaat penelitian ini secara teoritis yaitu dapat
menambah data ilmiah mengenai sediaan nanoemulsi spontan
minyak buah merah (Pandanus conoideus Lam.) serta dapat
dijadikan sebagai dasar penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Adapun manfaat penelitian ini secara praktis adalah dapat
memberikan informasi kepada seluruh masyarakat tentang manfaat

sediaan nanoemulsi spontan minyak buah merah (Pandanus


conoideus Lam.) sebagai obat tradisional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Uraian Inflamasi
1. Definisi Inflamasi
Inflamasi adalah respon perlindungan normal terhadap cedera
jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, bahan kimia berbahaya,
atau agen mikrobiologi. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk
menginaktifkan

atau

menghancurkan

organisme

penginvasi,

menghilangkan iritan, dan persiapan tahapan untuk perbaikan


jaringan (Harvey & Champe,2014).
Inflamasi (peradangan merupakan stimulasi eksogen dan
endogen yang sama yang menyebabkan

cedera sel

juga

menimbulkan reaksi kompleks pada jarigan ikat yang memiliki


vaskularisasi. Dalam arti yang paling sederhana, inflamasi adalah
suatu respon protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab
awal cedera sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang
diakibatkan oleh kerusakan asal. Inflamasi melaksanakan tugas

pertahanannya

dengan

mengencerkan,

menghancurkan

atau

menetralkan agen berbahaya (misalnya mikroba atau toksin).


Inflamasi kemudiaan menyebabkan berbagai kejadian yang akhirnya
menyembuhkan dan menyusun kembali tempat terjadinya cedera sel.
Dengan demikian, inflamasi juga saling terkait erat dengan proses
perbaikan, yang mengganti jaringan rusak dengan regenerasi sel
parenkim, dan atau dengan pengisian setiap defek yang tersisa
dengan jaringan parut fibrosa (Robbins,2007).
B. Patofiologi Inflamasi
Pada proses inflamasi, proses nyeri terjadi karena stimulus
nosiseptor akibat pembebasan berbagai mediator biokimiawi selama
proses inflamasi terjadi. Pada proses inflamasi, terjadi 4 interaksi
sistem pembekuan darah, sistem kinin, sistem fibrinolisis, dan sistem
komplemen, yang akan membebaskan berbagai protein inflamatif
yang akan menarik lebih banyak sel radang ke daerah inflamasi
(sudoyo,2007) .
Inflamasi terbagi menjadi dua pola dasar. Inflamasi akut adalah
radang yang berlangsung relatif singkat, dari beberapa menit
sampai beberapa hari, ditandai dengan eksudasi cairan dan protein

plasma serta akumulasi leukosit neutrofilik yang menonjol.


Inflamasi kronik berlangsung lebih lama (berhari-hari sampai
bertahun-tahun) dan ditandai dengan influks limfosit dan makrofag
disertai dengan prolifersi pembuluh darah dan pembentukan
jaringan parut. Namun demikian, seperti yang kita lihat, kedua
bentuk dasar inflamasi ini dapat tumpang tindih, dan banyak faktor
mengubah perjalanan dan gambaran histologinya (Robbins,2007).
A. Mekanisme Inflamasi
Proses

terjadinya inflamasi dapat dibagi dalam dua fase

(Mansjoer,1999) :
1. Perubahan vaskular
Respon vaskular pada tempat terjadinya cedera merupakan
suatu yang mendasar untuk reaksi inflamasi akut. Perubahan ini
meliputi perubahan aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah.
Perubahan aliran darah karena terjadi dilatasi arteri lokal sehingga
terjadi pertambahan

aliran darah (hypemia) yang disusul dengan

perlambatan aliran darah. Akibatnya bagian tersebut menjadi merah


dan panas. Sel darah putih akan berkumpul di sepanjang dinding
pembuluh darah dengan cara menempel. Dinding pembuluh menjadi
longgar susunannya sehingga memungkinkan sel darah putih keluar

melalui dinding pembuluh darah. Sel darah putih bertindak sebagai


sistem pertahanan untuk menghadapi serangan benda-benda asing.
2. Pembentukan cairan inflamasi
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah disertai dengan
keluarnya sel darah putih dan protein plasma ke dalam jaringan
disebut eksudasi. Cairan inilah yang menjadi dasar terjadinya
tegangan dan tekanan pada sel saraf sehingga menimbulkan sakit.
3. Mediator inflamasi
Inflamasi dicetuskan oleh pelepasan mediator dari jaringan
yang rusak dan migrasi sel. Mediator kimiawi spesifik bervariasi
dengan tipe peradangan (inflamasi) diantaranya adalah histamin,
bradikinin, prostaglandin dan interelekuin (Mycek,2001).
a. Histamine
Histamine mempunyai peran modulasi dalam berbagai
inflamasi dan respon imun. Histamine juga memainkan sebagian
peran pada respon inflamasi akut. Pada jaringan rilis histamine
menyebabkan vasodilatasi lokal dan kebocoran plasma yang
mengandung mediator inflamasi akut (komplemen, protein C
reaktif), antibodi, dan sel-sel inflamasi (neutrophil, eosinophil,
basophil, monosit, dan limfosit) (Katzung,2001).
b. Serotonin

Serotonin (5- Hidroksitriptamin) disintesis dari L-triptopan


dalam sel enterochromaffin pada mukosa saluran cerna.
Serotonin secara langsung menyebabkan kontraksi melalui
reseptor

5-HT2-

pada

manusia,

serotonin

merupakan

vasokontriktor yang kuat kecuali pada otot rangka dan jantung,


karena daerah tersebut serotonin melebarkan pembuluh darah
(Heiz Luullmann,2000).
c. Bradikinin
Bradikinin

memainkan

peran

penting

dalam

proses

peradangan. Bradikinin dapat menyebabkan kemerahan,panas


setempat,

bengkak

dan

nyeri.

Bradikinin

menyebabkan

vasodilatasi yang hebat di dalam beberapa rangkaian pembuluh;


termasuk jantung, ginjal, otot rangka, usus dan hati. Dalam hal ini
bradikinin 10 kali lebih kuat dari pada histamin (Katzung,2001).
d. Prostaglandin
Prostaglandin dan senyawa terkait diproduksi dalam
jumlah kecil, pada hakikatnya, semua jaringan. Biasanya,
prostaglandin dan senyawa terkait bekerja secara lokal pada
jaringan tempat senyawa-senyawa tersebut disintesis, dan
senyawa-senyawa tersebut dimetabolisme secara cepat menjadi
produk inaktif pada lokasi kerjanya. Oleh sebab itu, prostaglandin
tidak bersirkulasi dalam darah pada konsentrasi yang signifikan.

10

Tromboksan, leukotrien, dan hydroperoxyeicosateraenoic acid


(HPETE dan HETE,secara berurutan) adalah lipid-lipid yang
berkaitan, yang disintesis dari prekursor yang serupa dengan,
yang disintesis dari prekursor yang serupa dengan prostaglandin,
dan menggunakan jalur yang saling berhubungan (Harvey ,2014).
4. Mekanisme antioksidan sebagai antiinflamasi
NF-KB (Nuclear Factor Kappa Beta) adalah kompleks
protein yang berada dalam sitoplasma yang mempunyai peran
penting dalam regulasi seluler di dalam tubuh seperti respon
imun, respon inflamasi, stress oksidatif , sitokin, radikal bebas,
radiasi ultraviolet, LDL teroksidasi dan proses perkembangan
bakteri dan virus serta proliferasi sel, diferensiasi serta apoptosis
( Hayden, 2006). NF-KB memainkan peranan penting dalam
mengatur respon kekebalan tubuh terhadap infeksi . kelainan dari
NF-KB telah dikaitkan dengan kanker, penyakit inflamasi , auto
imun, inveksi virus, dan perkembangan kekebalan tubuh yang
tidak tepat (Gilmore,2006).
NF-KB merupakan jalur utaman yang diaktifkan oleh Ros
(Reactive Oxygen Species) adalah senyawa pengoksidasi turunan
oksigen yang bersifat sangat reaktif .selanjutnya akan menyebabkan
terjadinya fosforilasi IKB sehingga ikatan NF-KB terlepas dan
heterodimer

NF-KB

(P50-P65)

bebas.

Terlepasnya

ikatan

ini

11

menyebabkan NF-KB bertranslokasi ke dalam inti sel secara otomatis.


Aktivitas NF-KB menginduksi transkripsi gen-gen inflamasi seperti
sitokin IL-1, IL-6 dan TNF-. Stres oksidatif dapat menyebabkan
kelainan dengan mengaktifkan Nuclear Factor Kappa Beta (NF-KB).
Peranan dari NF-KB adalah mengatur Kadar gen TNF-, IL-1,IL-6 dan
COX-2 (Vaughan,2012).
Kerusakan DNA tidak terlepas dari akibat pembentukan dan
pelepasan sitokin proinflamasi untuk jangka waktu lama. Pelepasan
sitokin proinflamasi seperti IL-1 dan TNF- akan meningkat akibat
stimulasi NF-B. Peningkatan ekspresi IL-1 dan TNF- akan
menstimulasi proliferasi sel-sel sistem imun dan menghasilkan IL-6
yang memicu ke arah keganasan (Burstein dan Fearon, 2008)
Kandungan -tokoferol selain berfungsi sebagai antioksidan,
juga berperan dalam sistem imun. Pemberian sari buah merah
dilaporkan akan menyebabkan peningkatan proliferasi limfosit pada
mencit

galur

Swiss-Webster

jantan

yang

diinokulasi

Listeria

Monocytogenes (Hana, 2008; Khiong, 2009). Peningkatan proliferasi


limfosit ini diduga akan mestimulasi produksi IL-10 dan IL-22 yang
menghambat aktivasi NF-B sehingga produksi sitokin IL-1 terhambat.
(Devaraj dan Jialal, 1999).

12

Gambar1. Mekanisme kerja minyak buah merah sebagai antiinflamasi


Diusulkan Mekanisme yang mungkin dari penghambatan NFB menggunakan Buah Merah :
1. Buah merah dapat meningkatkan proliferasi sel-sel kekebalan
tubuh, yang meningkatkan produksi sitokin antiinflamasi IL-10
dan/atau IL-22. IL-10 dan IL-22 kemudian menghambat aktivitas
sitokin proinflamasi, TNF- dan IL-1. Penghambatan NF-kB
menghambat

aktivasi

TNF-

danIL-1

dan

ekspresiCOX-2,

mencegah transformasi neoplastik.


2. Buah merah dapat langsung menghambat ekspresi COX-2.
3. Buah merah dapat langsung menghambat aktivasi NF-kB.
4. Buah merah dapat mencegah kerusakan DNA (Khiong et al,2009).
B. Obat-obat antiinflamasi
Sampai beberapa tahun yang lalu, ada dua jalan untuk
mengurangi

peradangan

secara

farmakologi.

Pendekatan

yang

pertama adalah kortikosteroid, dan yang kedua adalah penggunaan


obat antiinflamasi non steroid (AINS) (Olson, 2003).
a. Antiinflamasi steroid

13

Glukokortikoid juga memiliki efek anti-inflamasi yang kuat


dan ketika diperkenalkan pertama kali dianggap sebagai jawaban
akhir bagi pengobatanartrithis anti-inflamatorik. Meskipun terdapat
data bahwa kortkosteroid dosis rendah memiliki kemapuan
memodifikasi penyakit, toksisitas kortikosteriod menyebabkan obat
golongan ini kurang diminati dibandingkan dengan obat lain, obatobat golongan kortikosteroid

mungkin digunakan. Namun,

glukokortikoid tetap memilki peran signifikan dalam pengobatan


b.

artrithis(Katzung,masters & Trevor, 2014).


Antiinflamasi non steroid (AINS)
OAINS adalah suatu kelompok agen yang berlainan secara
kimiawi dan memiliki perbedaan dalam aktivitas antipiretik,
analgesik, dan anti-inflamasi. Obat ini terutama bekerja melalui
penghambatan enzim siklooksigenase yang mengatalisis langkah
pertama dalam biosintesis prostanoid (Harvey ,2014).
Salah satu obat AINS adalah aspirin. Asam asetil salisilat
yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah analgesik,
antipiretik dan anti-inflamasi yang sangat luas digunakan dan
digolongkan dalam obat bebas. Selain sebagai prototip, obat ini
merupakan standar dalam menilai efek obat sejenis (Wilmana
dalam Ganiswara, 2005).
C. Uraian Tanaman
1. Uraian Tanaman
a. Klasifikasi (Budi dan Paimin, 2004)
Divisi

: Spermatophyta

14

Kelas

: Angiospermae

Subkelas

: Monocotyledonae

Ordo

: Pandanales

Famili

: Pandanaceae

Genus

: Pandanus

Spesies

: Pandanus conoideusLam.

b. Sifat dan morfologi tanaman (Limbongan & Malik,2009)


Tanaman buah merah (Pandanus conoideus Lamk.) merupakan
salah satu tanaman tradisional Papua, tumbuh menyebar mulai
dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Tanaman tumbuh
mengelompok di sekitar aliran sungai, dan beradaptasi dengan
baik pada tanah tandus dengan pH masam (4,305,30). Tanaman
umumnya dibudidayakan secara tradisional, tanpa pemupukan,
dan penanganan pascapanen secara sederhana.Hasil observasi
Lebang et al. (2004)menunjukkan, tanaman buah merah memiliki
akar tunjang 0,203,50 m, lingkar akar620 cm, berwarna coklat
dengan bercak putih, bentuk bulat, dan permukaan berduri. Jumlah
akar dalam satu rumpun berkisar antara 1197. Lingkar batang
utama berkisar antara 2040 cm, tinggi tanaman 23,50 m. Batang
berwarna coklat dengan bercak putih, berbentuk bulat, berkas
pembuluh tidak tampak jelas, keras,arah tumbuh vertikal atau
tegak, jumlahpercabangan 24, dan permukaan berduri. Daun

15

berukuran 96 cm x 9,30 cm sampai 323 cm x 15 cm. Ujung daun


bertusuk (micronate), pangkal merompong (cut off), tepi daun dan
bagian bawah tulang daun berduri. Komposisi daun tunggal
dengan susunan daun berseling (alternate). Daun lentur, berwarna
hijau tua, pola pertulangan daun sejajar, tanpa tangkai daun
(sessile), dan tidak beraroma. Bunga menyerupai bunga nangka
dengan warna kemerahan. Buah berukuran panjang 68110 cm,
diameter 1015 cm, berbentuk silindris, ujung menumpul, dan
pangkal menjantung. Saat masih muda, buah berwarna merah
pucat, dan berubah menjadi merah bata saat tua.
D. Kandungan kimia
1.

Kandungan Kimia
Buah merah (Pandanus conoideus Lam.) ini juga dikenal sebagai
buah merah, tawi, atau Sauk ekendi. Buah, yang merupakan sumber
antioksidan eksogen, mengandung karotenoid, beta -karoten, tokoferol, asam oleat ,asam linoleat, asam dekanoat, omega-3, dan
omega-9. Betakaroten dan tokoferol dalam buah merah yang dianggap
tinggi jumlah antioksidannya (Khiong,2009).

Tabel 1. Kandungan Senyawa Aktif Per 100 mL Minyak Buah Merah


(Budi dan Paimin, 2004)
Senyawa Aktif

Kandungan

Total karotenoid

1,2 %

16

Total tokoferol

1,1 %

-karoten

0,7 %

-tokoferol

0,5 %

Asam oleat

58 %

Asam linoleat

8,8 %

Asam linolenat

7,8 %

Asam dekanoat

2,0 %

E. Manfaat Tanaman
Kandungan -kriptosantin dalam ekstrak buah merah, walaupun
jumlahnya sedikit (1.460 g/100 g sampel), secara in vitro dapat
menghambat pertumbuhan sel kanker A549 (Surono et al. 2008, Waspodo
dan Nishigaki 2007). Hasil pengujian pada 110 ekor tikus putih betina
(Rattus novergicus) menunjukkan, presentase tikus yang memperlihatkan
gejala tumor menurun setelah diberi minyak buah merah (Munim et al.,
2006).
Penelitian efektivitas buah merah terhadap penyakit malaria pada
manusia dengan cara menilai berat dan gambaran histologis limpa
mencit Swiss yang diinfeksi Plasmodium berghei ANKA, telah dilakukan
Angrieni (2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian minyak
buah merah 0,05 ml/hari selama tujuh hari menghasilkan perbedaan
yang nyata pada gambaran limpa yang diamati secara mikroskopis,

17

namun tidak dapat menurunkan secara nyata berat limpa mencit Swiss
yang diinfeksi Plasmodium berghei ANKA. (Adyuta, 2007) menyatakan:
minyak buah merah berpotensi sebagai antiinflamasi, pada dosis 0,005
ml/grbb dapat menurunkan respon nyeri pada tikus yang iinduksi
inflamasi.
Kandungan antioksidan -tokoferol dalam buah merah memilki
mekanisme kerja diantaranya(1) langsung menghambat aktivasi NFB, (2) mencegah Kerusakan DNA dan mutasi gen, (3) secara
langsung

menghambat

COX-2,

atau(4)

meningkatkan

produksi

antiinflamasi sitokin, sepertiIL-10 danIL-22, yang menekan aktivitas


proinflamasi sitokin seperti TNF- danIL-1(Khiong,2009).
Antioksidan dalam buah merah memainkan peran penting dalam
pengurangan radikal bebas yang dihasilkan pada peradangan.
Antioksidan

juga

meningkatkan

splenocyte

proliferasi,

produksi

antibodi, limpa dan ukuran timus. Pemberianbeta-karoten 30mg/hari


selama2-3

bulanakan

meningkatkan

jumlahsel

kekebalan,

sepertilimfosit-T dan natural killer (NK) sel. Selain itu, buah merah
mengandung -cryptoxanthin, yang digunakan pada terapi kanker
paru-paru (Khiong,2009).
H. Uraian Umum SNEDDS
Nanoemulsi

spontan

atau

yang

biasa

disebut

Self-

nanoemulsifiying drug delivery systems (SNEDDS) adalah campuran


isotropik

dari

minyak,

surfaktan,

kosurfaktan

dan

obat

yang

18

membentuk nanoemulsi minyak dalam air ketika dimasukkan ke fase


berair di bawah pengocokan yang lembut. Sistem emulsi spontan
memiliki ukuran tetesan dikisaran 20-200 nm(Sagar et al., 2014).
Ukuran globul yang kecil memberikan luas permukaan yang besar
untuk pelepasan dan penyerapan obat. Keuntungan penting lainnya
termasuk stabilitas yang tinggi, efisiensi penjerapan obat 100%,
penurunan

dosis

bioavailabilitas),

dan

frekuensi

kemampuan

dosis

untuk

(karena

memberikan

peningkatan
perlindungan

terhadap obat dari degradasi di lingkungan usus dan kemudahan


dalam pembuatan dan scale-up (Gupta et al., 2011).
Komponen Utama SNEDDS
a. Minyak
Minyak merupakan salah satu bahan tambahan yang paling
penting dalamperumusan SNEDDS, tidak hanya karena dapat
melarutkan

sejumlah

obat

lipofilik

atau

memfasilitasi

emulsifikasiterutama karena dapat meningkatkan fraksi obat lipofilik


yang diangkut melaluisistem limfatik usus, sehingga meningkatkan
penyerapan dari saluran pencernaan yang tergantung pada sifat
molekul trigliserida(Amrutkar et al., 2014).
b. Surfaktan
Beberapa senyawa menunjukkan sifat surfaktan yang dapat
digunakan untuk membuat sistem emulsi spontan, surfaktan yang
paling banyak direkomendasikan adalah surfaktan nonionik dengan

19

keseimbangan hidrofilik-lipofilik yang relatif tinggi (HLB). Pengemulsi


alami disukai karena dianggap lebih aman daripada surfaktan
sintetik (Amrutkar et al., 2014).
Surfaktan harus memiliki nilai HLB dan hidrofilisitas yang relatif
tinggi untuk membentuk tetesan-tetesan m/a dengan segeradan
atau penyebaran yang cepat dalam media air dapat dicapai.
Pengendapan

senyawa

obat

dalam

lumen

gastrointestinal

seharusnya dicegah dan obat harus terus dilarutkan untuk jangka


waktu yang lama di tempat absorbsi. Surfaktan ampifilikalami dapat
melarutkan senyawa obat hidrofobik dengan jumlah yang relatif
tinggi.

Campuran

lipid

dengan

surfaktan

dan

rasio

kosurfaktan/minyak yang lebih tinggi menyebabkan pembentukan


SNEDDS yang memiliki hubungan dengan ukuran tetesan dan
konsentrasi surfaktan yang digunakan(Amrutkar et al., 2014).
c. Kosurfaktan
Penambahan kosurfaktan untuk formulasi SNEDDS telah
dilaporkan meningkatkan dispersibilitas dan absorbsi obat dari
formulasi (Kamble et al., 2013).
Kosurfaktan dalam formulasi SNEDDS juga berfungsi untuk
meningkatkan drug loading dalam sistem SNEDDS. Kosurfaktan
mempengaruhi waktu emulsifikasi dan ukuran tetesan dalam sistem
nanoemulsi (Makadia et al., 2013).

20

I. Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah tikus
putih (Rattus norvegicus). Tikus putih termasuk hewan percobaan
yang paling banyak digunakan dalam penelitian. Tikus putih
berukuran cukup besar, reproduksinya cepat dan harganya relatif
murah (Mangkoewidjojo, 1998).
1. Klasifikasi hewan coba (Sugiyanto, 1995)
Sistematika tikus putih adalah sebagai berikut :
Kingdom

Animalia

Filum

Chordata

Class

Mamalia

Sub class

Placentalia

Ordo

Rodentia

Familia

Muridae

Genus

Rattus

Spesies

Rattus norvegicus

2. Karakteristik tikus putih (Malole, dkk. 1989)


Umur
:
2 3 tahun
Berat badan
:
450 520 g (jantan)
250 300 g (betina)
Berat lahir
:
56g
Luas permukaan tubuh
:
50 g : 130 cm2
Temperatur tubuh
:
35,90 37,50C
Siklus birahi
:
60 -110 hari
Jumlah pernafasan
:
94 -163/menit
Sifat
:
aktif
SGPT
:
17,5 30,2 U/L

21

SGOT
Jenis hewan

:
:

30,2 45,4 U/L


Hewan pengerat

Tikus merupakan hewan yang cerdas dan relatif resisten terhadap


infeksi.Tikus mudah ditangani, menjadi agresif terutama saat diperlakukan
kasar atau mengalami defisiensi nutrisi. Hewan uji merupakan suatu
sumber variasi avaibilitas sistemik, distribusi, dan kecepatan eliminasi
obat-obatan (Sugiyanto, 1995).
Tikus putih yang dibiakkan di laboratorium lebih cepat dewasa dan
lebih mudah berkembang biak. Berat badan tikus di laboratorium
cenderung lebih ringan dibanding tikus liar. Tikus tidak dapat muntah
seperti hewan coba lainnya karena struktur anatomi yang tidak lazim di
tempat esofagus bermuara ke dalam lambung dan tikus tidak memiliki
kantung empedu (Sugiyanto, 1995).

J. Uraian Karagen
Karagen adalah suatu senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester
kalium, natrium dan magnesium atau kalsium sulfat dengan galaktosa dan
kopolimer 3,6 anhidrogalaktosa. Berdasarkan struktur dan kandungan
ester sulfatnya, karagen dapat dibagi menjadi tiga cabang utama,yaitu

22

kappa, iota dan , yang berbeda pada karakteristik gel dan reaktivitas
proteinnya. Karagen mengandung 35% ester sulfat dan tidak
mengandung 3,6 anhidrogalaktosa, karagen iota mengandung 32% ester
sulfat

dan

3,6%

anhidrogalaktosa,

sedangkan

kappa

karagen

mengandung 25% ester sulfat dan 34% anhidrogalaktosa (Gennaro,1990;


Kibbe,2000).
Mekanisme karagen yaitu menginduksi cedera sel sehingga sel
yang cedera melepaskan mediator yang mengawali proses inflamasi.
Setelah pelepasan, mediator inflamasi, terjadi edema yang mampu
bertahan selama 6 jam dan berangsur - angsur berkurang dalam waktu 24
jam setelah injeksi (Baghdikian et al.,1997).
Sumber penghasil karagen antara lain Euchema cottoni, Euchema
spinosum,

Euchema

edule,

Euchema

muricatum,

Euchema

strielum,Euchema isoforme, Euchema unicatum, Chondrus crispus,


Furelaria fasfagiata,Hypnea muciformis dan Gigartina Sp. Ekstraksi
karagen dilakukan dengan menggunakan air panas atau larutan alkali
panas. Suasana alkalis dapat diperoleh dengan menambahkan larutan
basa misalnya NaOH atau KOH sehingga larutan mencapai 9,0-9,6.
Pemisahan karagen dari ekstraknya dilakukan dengan cara penyaringan
dan poengendapan, selanjutnya pengeringan dan penghancuran menjadi
tepung karagen (Gennaro,1990 ; Kibbe,2000).

23

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian

24

Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi dan laboratorium


fitokimia Universitas Muslim indonesia Makassar. Jenis penelitian yang
digunakan adalah Eksperimental pada bulan Juni 2015 sampai selesai.
B. Populasi dan Sampel
Populasi yang di pakai adalah tikus (Rattus norvegicus) jantan, umur
2-3 bulan dengan berat di atas 150 gram sebanyak 12 ekor.
Sampel yang digunakan adalah sediaan nanoemulsi spontan minyak
buah merah (Pandanus conoideus Lam.) yang diperoleh dari daerah Papua.
C. Alat yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu kandang tikus, alat
suntik dengan jarum oral, plethismometer, rotavapor, timbangan analitik
(Chiuco), timbangan kasar (Ohauss) dan timbangan hewan (berkel).
D. Bahan yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak buah merah
(Pandanus conoideus Lam.), sediaan nanoemulsi spontan minyak buah merah
(Pandanus conoideus Lam.), NaCl, suspensi karagen 1%,VCO.

E. Prosedur Kerja
1. Penyiapan sampel

25

Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah minyak buah


merah (Pandanus conoidenus Lam.) dan sediaan nanoemulsi spontan
minyak buah merah.
2. Pembuatan bahan penelitian
a. Pembuatan suspensi karagen 1% b/v
Sebanyak 0,1 gram karagen ditambah larutan NaCl 0,9% 1
mL,dihomogenkan kemudian dicukupkan volumenya hingga 10 ml.
b. Pembuatan suspensi Minyak buah merah v/v
Sebanyak 3 mL minyak buah merah (Pandanus conoideus
Lam.) ditambahkan larutan VCO 10 mL kemudian dihomogenkan.
3. Perlakuan terhadap hewan uji
Metode
dimodifikasi

uji

yang

(Turner,

digunakan

1965).

Edema

adalah
buatan

metode

Winter

ditimbulkan

yang

dengan

menginjeksikan karagenin 1% yang dilarutkan dalam larutan fisiologis,


sebanyak 0,1 ml pada telapak kaki tikus subplantar. Rahmawati (1997)
mengatakan pada dosis tersebut sudah dapat menimbulkan edema yang
dapat teramati secara jelas. Penentuan dosis dan waktu penentuan
ekstrak mengacu pada uji pendahuluan. Perlakuan yang diberikan pada
masing-masing kelompok adalah sebagai berikut :
a. Kelompok uji 1: Karagen + Nanoemulsi spontan
minyak buah merah 0,003mL/gBB
b. Kelompok uji 2: Karagen +Nanoemulsi spontan
minyak buah merah 0,0015mL/gBB
c. Kelompok uji 3 : Karagen + Minyak buah merah 0,003 mL/gBB
d. Kelompok uji 4 : Karagen

26

Volume awal kaki tikus diukur sebelum diberi perlakuan, dengan


menggunakan plethismometer, dengan cara telapak kaki tikus yang telah
ditandai

sebatas

pletismometer.

mata

Setelah

kaki

dimasukkan

sampai

semua

mendapat

perlakuan,

tanda

pada

pengukuran

dilakukan lagi pada menit ke30, 60, 90, 120, 150, 180, 210, 240. Volume
radang merupakan selisih volume kaki tikus setelah disuntik larutan
karagenin 1% dengan volume kaki tikus sebelum disuntik larutan
karagenin.
F. Analisis Data
Data yang diperoleh dari pengukuran volume telapak kaki kiri tikus
setiap waktu pada semua kelompok ditabulasikan kemudian dihitung ratarata volume kaki inflamasi dan rata-rata penurunan edema kaki tikus
dilakukan dengan membandingkannya terhadap volume dasar sebelum
penyuntikan karagen.
Hasil yang diperoleh dari perhitungan dianalisis dengan One way
ANOVA, kemudian dilanjutkan dengan uji LSD untuk melihat perbedaan antar
perlakuan.
.

27

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil pengujian uji aktivitas antiinflamasi

sediaan nanoemulsi spontan

minyak buah merah (pandanus conoideus lam.) dapat dilihat pada table
sebagai berikut :

28

Tabel 4.1. Nilai rata rata hasil pengukuran volume edema kaki Tikus
setelah perlakuan (menit)
Perlakuan
vol.
Awal

vol.
Induksi

30

60

90

120

150

180

210

240

KLP I

1.68

4.56

3.467

2.53

2.54

2.25

1.99

1.87

1.82

1.72

KLP II

1.39

4.11

3.76

2.8

2.76

2.62

2.37

2.13

1.96

1.91

KLP III

1.63

4.55

4.22

4.05

3.02

2.91

2.54

2.33

2.16

2.15

KLP IV

1.62

4.17

4.413

4.55

4.74

4.89

5.067

5.31

5.37

5.69

Ket: KLP I SNEDDS 0.003 mL/gBB, KLP II SNEDDS 0.0015 mL/gBB, KLP
III Minyak buah merah 0.003 mL/gBB, KLP IV Tanpa pemberian sampel.

Tabel 4.2 Rata rata volume edema kaki Tikus


Perlakuan

Volume kaki
Klp I
Vol. awal

Vol. induksi

Klp II

Klp III

Klp IV

1.683 0.106

1.396 0.327

1.633 0.217

1.623 0.312

4.560 3.467

4.110 0.47

4.550 0.350

4.170 0.390

29

30

3.467 0.478

3.7630.11

4.2231.019

4.413 0.345

60

2.53 0.347

2.8 0.234

4.05 0.497

4.55 0.357

90

2.54 0.125

2.763 0.291

3.02 0.685

4.74 0.296

120

2.250.062

2.6270.055

2.913 0.806

4.890.135

150

1.9970.068

2.373 0.133

2.54 0.465

5.067 0.17

180

1.870.036

2.1370.221

2.3370.462

5.31 0.265

210

1.8230.076

1.96 0.079

2.1630.14

5.37 0.26

240

1.720 0.135

1.91 0.087

2.037 0.495

5.69 0.312

Ket: KLP I SNEDDS 0.003 mL/gBB, KLP II SNEDDS 0.0015 mL/gBB, KLP III
+ Minyak buah merah 0.003 mL/gBB, KLP IV Karagen.

Data rata-rata dari tabel 1 kemudian dibuat persentase penurunan


volume edema pada tikus setelah perlakuan dapat dilihat pada tabel 2 di
bawah ini, Dengan rumus %radang yaitu :

% radang =

Volume induksivolume terapi menit 240 (mL)


100 %
volume induksi(mL)

Tabel 4.3 Data persen rata rata penurunan Vol. Edema kaki Tikus

30

Kelompok Perlakuan

Persen Penurunan

Karagen + SNEDDS 0.003 mL/gBB

62,07 %

Karagen+ SNEDDS 0.0015 mL/gBB

53,11 %

Karagen + MBM 0.003 mL/gBB

52,34%

Karagen

-40,64%

Gambar 2.Grafik rata-rata penurunan volume edema


pengukuran menggunakan pletismometer selama 240 menit.

pada

31

rata-rata penurunan volume edema


6
5
4
KLP I
volume edema (ml)

KLP II

KLP III

Klp IV

2
1
0

30

60

90

120

150

180

210

240

waktu(menit)

Ket: KLP I SNEDDS 0.003 mL/gBB, KLP II SNEDDS 0.0015 mL/gBB, KLP
III Minyak buah merah 0.003 mL/gBB, KLP IV Karagen.

PEMBAHASAN

32

Inflamasi merupakan usaha tubuh untuk menginaktivasi atau


merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan dan
mengatur derajat perbaikan. Inflamasi dicetuskan oleh pelepasan
mediator kimiawi dari jaringan yang rusak (Safitri,2006).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur efek antiinflamasi
pada sediaan nanoemulsi spontan minyak buah merah (Pandanus
conoideus Lam.) pada tikus (Rattus novergicus) jantan yang diinduksi
karagen 1% setelah pemberian sediaan nanoemulsi spontan minyak buah
merah (Rattus novergicus) dengan dosis 0,003 mL/gBB dan 0,0015
mL/gBB.
Minyak buah merah terbukti dapat menyembuhkan inflamasi.
Metode pengujian antiinflamasi pada penelitian ini adalah penurunan
volume edema kaki tikus (Rattus novergicus) jantan yang diinduksi
dengan karagen 1% secara subplantar. Salah satu zat yang dapat
digunakan sebagai indikator edema adalah karagen. Senyawa ini akan
menyebabkan terjadinya cedera sel dengan dilepaskannya mediator nyeri
yang mengawali terjadinya inflamasi. Karagen bersifat netral yang
hanya menyebabkan terjadinya edema dan tidak menyebabkan nekrosis,
selain itu karagen mudah diterima oleh fisiologis tubuh sehingga respon
inflamasi cepat terjadi dan pembengkakannya lebih nyata sehingga
mudah untuk diamati.

33

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sediaan


nanoemulsi spontan minyak buah merah dengan dosis 0,003 mL/gBB,
0,0015

mL/gBB,

dan

minyak

buah

merah.

Pada

penelitian

ini

menggunakan hewan uji tikus yang dibagi dalam 4 kelompok perlakuan


yaitu kelompok I induksi karagen + sediaan nanoemulsi spontan minyak
buah merah (Pandanus conoideus Lam.) 0,003 mL/gBB, kelompok II
induksi karagen + sediaan nanoemulsi spontan minyak buah merah
0,0015 mL/gBB, kelompok III induksi karagen + minyak buah merah
dengan dosis 0,003 mL/gBB, dan IV induksi karagen, semua perlakuan
diberikan secara oral. Karagen 1% diinduksi pada kaki tikus secara
subplantar sebelum adanya perlakuan, dan setelah perlakuan pengukuran
volume kaki tikus dilakukan 30 menit sampai 240 menit.
Hasil penelitian sediaan nanoemulsi spontan minyak buah merah
dapat dilihat pada Tabel 4.1. dan gambar 2 menunjukkan semua
kelompok mengalami kenaikan volume edema kaki tikus setelah diinduksi
karagen. Pemberian sediaan uji kelompok perlakuan diamati penurunan
volume edema kaki tikus pada menit 30 sampai 240.Kelompok Iinduksi
karagen + sediaan nanoemulsi spontan minyak buah merah (Pandanus
conoideus Lam.) 0,003 mL/gBB, menunjukkan volume edema kaki tikus
pada menit 240 mengalami penurunan yaitu 1,72 ml dengan persentase
penurunan 62,07%. Kelompok IIinduksi karagen + sediaan nanoemulsi
spontan minyak buah merah (Pandanus conoideus Lam.) 0,0015 mL/gBB,

34

menunjukkan volume edema kaki tikus pada menit ke 240 mengalami


penurunan yaitu 1,91 ml dengan persentase penurunan 53,11%.
Kelompok III induksi karagen +minyak buah merah (Pandanus conoideus
Lam.) 0,003 mL/gBB, menunjukkanvolume edema kaki tikus pada menit
ke 240 mengalami penurunan yaitu 2,15 ml dengan persentase
penurunan 52,34%. Kelompok IV induksi karagen, menunjukkanvolume
edema kaki tikus pada menit 240 mengalami peningkatan yaitu -5,67 ml
dengan persentase peningkatan -40,64%. Kelompok perlakuan dengan
berbagai dosis tersebut mengalami penurunan volume edema kaki,
namun persentase penurunannya berbeda-beda dari masing-masing
dosis. Persentase paling besar ditunjukkan oleh Kelompok I induksi
karagen + sediaan nanoemulsi spontan minyak buah merah (Pandanus
conoideus Lam.) 0,003 mL/gBB dengan persen penurunan 62,07%, hal ini
menunjukkan bahwa persen penurunan lebih besar pada kelompok
sediaan nanoemulsi spontan minyak buah merah dibanding minyak buah
merah sebagai pembanding. Pada dosis setengah dari sediaan
Nanoemulsi spontan yaitu 0,0015 dengan minyak buah merah 0,003
memiliki persen penurunan hampir sama dengan persentasi penurunan
53,11% dan 52,34%. Hal tersebut menunjukkan bahwa sediaan
nanoemulsi spontan minyak buah merah dapat meningkatkan efek
antiinflamasi dari minyak buah merah.

35

Pengukuran volume inflamasi dilakukan selama 240 menit, kemudian


diperoleh rata-rata volume penurunan inflamasi sebelum dan sesudah
perlakuan. Persentase penurunan volume edema di olah secara statistik
menggunakan one way ANOVA. Dari hasil statistik menunjukkan signifikan
dengan nilai signifikansi yaitu ,000. Untuk melihat adanya perbedaan antar
kelompok maka dilakukanTest Post Hoc dengan menggunakan LSD.
Berdasarkan dari hasil test post hoc LSD menunjukkan bahwa untuk
kelompok IV induksi karagen terhadap semua kelompok uji menunjukkan
berbeda nyata. Untuk kelompok minyak buah merah terhadap sediaan uji
nanoemulsi spontan minyak buah merah (Pandanus conoideus Lam.) 0,003
mL/gBB dan 0,0015 mL/gBB menunjukkan tidak berbeda nyata. Hal ini berarti
kelompok minyak buah merah memiliki efek yang sama dengan sediaan
nanoemulsi spontan minyak buah merah 0,003 mL/gBB dan 0,0015 mL/gBB
dalam menurunkan volume edema kaki tikus, meskipun demikian dari data
yang diperoleh diketahui bahwa penurunan edema pada kaki tikus yang
diinduksi SNEDDS 0,003 mL/gBB lebih cepat dibandingkan dengan
kelompok yang lain.
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa sediaan uji
nanoemulsi spontan minyak buah merah (Pandanus conoideus Lam.) 0,003
mL/gBB yang paling efektif sebagai antiinflamasi karena dilihat dari presen
penurunan volume edema yaitu 62,07%. Efektivitas sediaan uji nanoemulsi

36

spontan minyak buah merah (Pandanus conoideus Lam.) 0,003 mL/gBB


sebagai antiinflamasi diduga dari kandungan Antioksidan yaitu -tokoferol
dan -karoten yang cukup tinggi . -tokoferol dapat meningkatkan proliferasi
sel-sel kekebalan tubuh, yang meningkatkan produksi sitokin antiinflamasi IL10 dan/atau IL-22. IL-10 dan IL-22 kemudian menghambat aktivitas sitokin
proinflamasi, TNF- dan IL-1. Penghambatan NF-kB menghambat aktivasi
TNF- danIL-1 dan ekspresiCOX-2, mencegah transformasi neoplastik, Buah
merah dapat langsung menghambat ekspresi COX-2, Buah merah dapat
langsung menghambat aktivasi NF-kB, Buah merah dapat mencegah
kerusakan DNA (Khiong et al, 2009).

37

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:
1. Sediaan Nanoemulisi spontan minyak buah merah (Pandanus conoideus
Lam.) memiliki efek sebagai antiinflamasi.
2. Sediaan nanoemulsi spontan minyak buah merah dosis 0,003 mL/gBB
memiliki efek penurunan volume edema kaki tikus dengan persentase
penurunan volume edema kaki tikus sebesar 62.07% lebih baik
dibandingkan dengan dosis 0,0015 mL/gBB dan minyak buah merah 0,003
mL/gBB sebesar 53.11% dan 52.34%.
3. Bentuk sediaan nanoemulsi spontan dapat meningkatkan efek dari minyak
buah merah.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut efek antiinflamasi dari sediaan
nanoemulsi spontan minyak buah merah (Pandanus conoideus lam.).

DAFTAR PUSTAKA

38

Amrutkar, C., Salunkhe, K.S., and Chaudhari, S.R., 2014, Review On Self
Nanoemulsifying Drug Delivery System, American Journal Of
Pharmtech Research, 4: 3.
Apsari,Adyuta.2007. Pengaruh pemberian minyak buah merah (Pandanus
conoideus) sebagai anti-inflamasi pada tikus rattus novergicus strain
wistar.Brawijaya:Malang.
Arid nmansjoer.et. al. 1995. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Banghdikian, B., M, C. Lanhers =,J. Fluereyntin, E. Olivier, C. Maillard, G.
Balanser5,
and
F.
Mortier.
1997.
Analytical
study
study,antiinflammatory and analgetic effects of Hepagophytum
procumbens and Hargophytum..
Budi, I.M., dan Paimin, F.R. 2004. Buah Merah. Penebar Swadaya: Jakarta.
Ditjen POM., 1979,Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Fridiana, D.,2012.Uji Antiinflamasi Ekstrak Umbi Rumput Teki (Cyperus
Rotundus L) Pada Kaki Tikus Wistar Jantan Yang Diinduksi
Karagen. Universitas Jember : Jember.
Gupta, S., Chavhan, S., and Sawant, K.K., 2011, Self nanoemulsifying drug
delivery system for adefovir dipivoxil: Design, characterization, in
vitro and ex vivo evaluation, Colloids Surface A: Physicochemical
and Engineering Aspects, 392:145-155.
Gard, Paul.,2001., Human Pharmacology, Chapter IX., 135. Taylor & Francis.,
London, New york.
Kamble, M.S., Borwandkar, V.G., Bodade, S.S., Aute, P.P., and Bhosale, A.V.,
2013, Optimation of Self-nanoemulsifiying Drug Delivery System
(SNEDDS) of Repaglinide Using D-Optimal Mixture Experimental
Design, Journal of Biomedical and Pharmaceutical, 2(3): 100-108.
Katzung, B. G.,Masters,S.B,.Trevor,A.,J, (2014). Farmakologi Dasar dan
Klinik. volume 2. Edisi 12. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

39

Khiong,K., Adhika.O,A.,Chakravitha.,2008,Inhibition of NF-B Pathway as the


Therapeutic Potential of Red Fruit (Pandanus conoideus Lam.) in
the Treatment of Inflammatory Bowel Disease.Maranatha Christian
University: 65 Bandung 40164 Indonesia.
Kibbe, A. H., 2000. Handbook of Pharmaceutical Excipien, third Edition.
American
Pharmaceutical
Association,
Washington
and
Pharmaceutical Press, London, 91-92.
Limbongan, J. dan Uhi, H.T., 2005, Penggalian data pendukung domestikasi
dan komersialisasi jenis, spesies dan varietas tanaman buah di
Provinsi Papua, hlm. 5582, Prosiding Lokakarya I Domestikasi dan
Komersialisasi Tanaman Hortikultura, Jakarta 15 September 2005,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Jakarta.
Makadia, H.A., Bhatt, A.Y., Parmar, R.B., Paun, J.S., and Tank, H.M., 2013,
Self-nano Emulsifying Drug Delivery System (SNEDDS): Future
Aspect., Asian Journal Pharm. Res. Vol. 3(1): 21-27.
Mansjoer, S. 1997. Efek Anti Radang Minyak Atsiri Temu Putih (Curcuma
zedoria Rosc.) Terhadap Udema Buatan Pada Tikus Putih Jantan
Galur Wistar. Majalah Farmasi Indonesia8: 35-41.
Mc.Evoy Gerald.2004. Ahfs Drug Information Publisher. Amercoa of Health
system.
Mithcell,R.N., Kumar,V., Abbas, A.K.,Fausto, N., 2008. Buku Saku Dasar
Patologi Penyakit Robbins & Cotran,Ed 7. Jakarta : EGC.
Munim, A., Andrajati, R., dan Susilowati, H., 2006, Uji hambatan
tumorigenesis sari buah merah (Pandanus conoideus Lamk.)
terhadap tikus putih betina yang diinduksi 7, 12 dimetilbenz(a)antrasene (DMBA), Majalah Ilmu Kefarmasian III(3): 153161.
Olson, James., 2003. Belajar Mudah Farmakologi. Penerbit BukuKedokteran.
EGC, Jakarta.

40

Rakhmawati, D. 1997. Efek Antiinflamasi Lempuyang Emprit pada Tikus


Putih Jantan [skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas
Gadjah Mada.
Robbins,S.L., Kumar,V.,Cotran R,S.,(ed). 2007. Buku Ajar PatologiRobbins.
7th ed.arrangment with elsivier inc.,New York, USA.
Rohman, A., Sugeng, R., and Che Man, Y.B., 2012, Characterization of red
fruit (Pandanus conoideus Lam) oil, International Food Research
Journal: 19(2): 563-567.
Sagar K., Kendre, P., Pande, V., and Chaudhari, V., 2014, Design,
Development and Characterization of Self-nanoemulsifying Drug
Delivery System (SNEDDS) of Nateglinide, World Journal of
Pharmacy and Pharmaceutical Science, Volume 3: Issue 8: 794-811.
Sudoyo, W.A., dkk., 2006, Ilmu penyakit Dalam, Jilid IV. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,Jakarta.
Sulaksana, J.,Budi,s,Dadang,I,.J.(2004).Tempuyung Budi Daya dan
Pemanfaatan Untuk Obat. Cetakan Pertama.Jakarta: Penebar
Swadaya
Harvey.R,A,.Champe.P,C,.2014.Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

PERHITUNGAN DOSIS
Perhitungan Dosis SNEDDS

Keterangan :

Formulasi sediaan SNEDDS : 1 mL mengandung 0,15 mL


minyak buah merah (Pandanus conoideus Lam.)
Dosis antiinflamasi 0,003 mL/gBB
Dosis perbandingan sediaan 0,003 mL dan 0,0015 mL

41

Dosis sediaan SNEDDS untuk tikus kelompok uji ke empat :


Untuk tikus 150 g :
= 0,003 mL 150 g
= 0,45 mL
0,45ml
1 ml
= 0,15ml

= 3 mL
Untuk tikus 200 g :
= 0,003 mL200 g
= 0,6 mL
0,45ml
1 ml
= 0,15ml

Dosis

= 4 mL
sediaan Nanoemulsi

0,0015/gBB

Spontan

Untuk Tikus 150 g:


= 0,0015 ml 150 g
= 0,225 mL
0,225mL
1 mL
= 0,15mL

=1,5 mL
Untuk Tikus 200 g :
= 0,0015 ml 200 g
= 0,3 mL
0,3mL
1 mL
= 0,15mL

= 2 mL
Minyak buah merah 0,003 mL/gBB
Untuk Tikus 150 g :
= 0,003 mL 150 g

= 0,45 mL
Untuk Tikus 200 g :

minyak

buah

merah

42

= 0,003 mL 200 g

= 0,6 mL
Volume pemberian
200 g
2 mL
= 200 g
= 2 mL
Larutan Stok
10 mL
0,6 mL
= 2mL
= 3 mL

LAMPIRAN
SKEMA KERJA
Tikus (Rattus novergicus)
Jantan

Diadaptasikan
Dipuasakan 18 jam
Pengukuran volume kaki awal

Diinduksi Lambda
karagen 1%
KELOMPOK UJI II
KELOMPOK UJI
I
pembahasan
Analisis
kesimpulan
data
SEDIAAN SNEDDS
SEDIAAN SNEDDS
0,0015 mL/gBB
0,003 mL/gBB

Pengukuran volume kaki pada menit


KELOMPOK UJI III
KELOMPOK
UJI IV
30,60,90,120,150,180,210, 240
selama 4 jam
Minyak
buah merah
Didiamkan
selama Tanpa perlakuan
menggunakan
Plethysmometer
0,003
3mL/gBB
jam

43

LAMPIRAN GAMBAR

44

Standard water
cell
Mouse paw tube diam
1,3

calibration

Gambar 4. Pletismometer

Gambar .Timbangan Analitik

Hold pedal
switch

45

Gambar. Buah merah (Pandanus conoideus Lam.)

Gambar. Minyak Buah merah (Pandanus conoideus Lam.)

Gambar. Nanoemulsi spontan Minyak Buah merah (Pandanus


conoideus Lam.)

46

T-Test
Paired Samples Test
Paired Differences
Sig. (2t
Mean

Std.

Mean

of the Difference
Lower

2.94917

1.81437

.52376

Upper

1.79637

4.10197 5.631

Paired Samples Statistics


Mean
Pair 1

Std. Deviation

Std. Error Mean

Induksi

4.3450

12

.44743

.12916

Penurunan

1.3958

12

1.95066

.56311

Paired Samples Correlations


N
Pair 1

Induksi & penurunan

Correlation
12

Sig.

.409

.187

Oneway
ANOVA
Penurunan
Sum of Squares
Between Groups
Within Groups
Total

tailed)

Std. Error 95% Confidence Interval

Deviation

Pair 1 Induksi - penurunan

df

Df

Mean Square

39.722

13.241

2.134

.267

41.856

11

F
49.634

Sig.
.000

11

.000

47

Post Hoc Tests


Multiple Comparisons
Dependent Variable: penurunan
LSD
(I) Perlakuan

(J) Perlakuan

Mean Difference

Std. Error

Sig.

(I-J)

SNEDDS 0.003

SNEDDS 0.0015

Upper Bound

.76667

.42172

.107

-.2058

1.7391

MBM 0.003

.44000

.42172

.327

-.5325

1.4125

Tanpa perlakuan

4.55667*

.42172

.000

3.5842

5.5291

SNEDDS 0.003

-.76667

.42172

.107

-1.7391

.2058

MBM 0.003

-.32667

.42172

.461

-1.2991

.6458

.42172

.000

2.8175

4.7625

SNEDDS 0.003

-.44000

.42172

.327

-1.4125

.5325

SNEDDS 0.0015

.32667

.42172

.461

-.6458

1.2991

Tanpa perlakuan

4.11667

.42172

.000

3.1442

5.0891

-4.55667

.42172

.000

-5.5291

-3.5842

SNEDDS 0.0015

-3.79000

.42172

.000

-4.7625

-2.8175

MBM 0.003

-4.11667*

.42172

.000

-5.0891

-3.1442

SNEDDS 0.003
Tanpa perlakuan

Lower Bound

SNEDDS 0.0015

Tanpa perlakuan
MBM 0.003

95% Confidence Interval

3.79000

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

48

SKRIPSI
UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI SEDIAAN NANOEMULSI SPONTAN
MINYAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.)
TERHADAP TIKUS (Rattus norvegicus) JANTAN
YANG DIINDUKSI KARAGEN

INDAH AMELIA LESTARI


150 2011 0007

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

49

MAKASSAR
2015

Anda mungkin juga menyukai