Limbah Sawit
Limbah Sawit
Latar Belakang
Kebutuhan akan kayu semakin pesat dan meningkat dengan semakin
berkembangnya pembangunan di Indonesia. Hal tersebut merupakan salah satu
penyebab dari sekian banyak faktor yang memicu laju kerusakan hutan sehingga
industri kehutanan akan kekurangan atau akan mengalami krisis bahan
baku akibat semakin menipisnya persediaan bahan baku dari sumbernya yaitu
3
hutan. Pada tahun 2006 produksi kayu Indonesia sebesar 21,7 juta m (Dephut,
2006), padahal menurut Walhi (2004), setiap tahun industri kayu Indonesia
memerlukan
3
100 juta m kayu. Dengan demikian terjadi defisit sekitar 78 juta m . Kekurangan
pasokan yang sangat besar tersebut perlu segera diantisipasi karena
akan membahayakan kelestarian hutan dan kelanjutan industri perkayuan di
Indonesia.
Kini diperkirakan tutupan hutan Indonesia tinggal sekitar 98 juta hektar,
dan paling sedikit setengahnya diyakini sudah mengalami degradasi akibat
kegiatan manusia,
lahan perkebunan dan lahan hutan industri (HTI). Upaya untuk memperbaiki
kondisi hutan Indonesia terus dilakukan, seperti yang dilakukan pemerintah
melalui program GNRHL (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan) atau
yang lebih popular dengan sebutan GERHAN. Selain itu juga muncul ide-ide
untuk melakukan efisiensi terhadap pemanfaatan kayu solid, yaitu dengan
mencari alternatif melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
pengolahan kayu dan bahan berlignoselulosa lainnya baik kayu maupun non
kayu, salah satunya adalah pengembangan teknologi papan komposit.
Kelapa
sawit
(Elaeis
guineensis
Jacq)
merupakan
tanaman
kelapa
sawit
adalah
bahan
berlignoselulosa
yang
kata
lain,
semua
bahan
yang
mengandung
komposit
ataupun matriks sebagai pengikat bahan utama ataupun bahan pengisinya. Plastik
merupakan bahan sintetis yang kini juga banyak diteliti sebagai perekat ataupun
matriks dalam pembuatan papan komposit. Dalam hal ini sampah plastik adalah
objek yang tepat, karena sampah plastik masih dianggap berbahaya dan tak
ramah lingkungan karena bahan ini tidak mudah hancur di alam, membutuhkan
puluhan hingga ratusan tahun agar sampah ini hancur bahkan plastik busa
tidak akan hancur bila dibuang begitu saja di alam. Selain itu sampah
plastik memiliki potensi yang juga besar untuk dapat dikembangkan sebagai
bahan perekat atapun matriks dalam pembuatan papan komposit, karena dari
sampah yang dihasilkan di kota-kota besar di Indonesia, 30 40% nya adalah
sampah anorganik termasuk di dalamnya plastik. Sebagai contoh, kota Medan
pada tahun 2002 memproduksi
3
sampah sebesar 1.200 ton/hari atau sekitar 480 m / hari, dan terus
meningkat
hingga 1.300 ton/ hari pada tahun 2006 yang didominasi oleh sampah organik
sebesar 60 70% dan sisanya sampah anorganik seperti plastik dan
kaleng. Namun untuk kemampuan penanganannya hanya sekitar 80% saja.
Sejalan
muncul
suatu istilah Komposit Polimer Kayu atau Wood Polymer Composite (WPC)
untuk menyebutkan papan komposit yang menggunakan plastik sebagai
matriksnya. Pembuatan papan komposit dengan menggunakan matriks dari
limbah atau sampah plastik, selain dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan
kayu, juga dapat mengurangi pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik
disamping menghasilkan produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti
kayu.
dengan
judul
Pemanfaatan
Limbah
Cangkang
Kelapa
Sawit
(Elaeis guineensis Jacq) dan Plastik Daur Ulang Sebagai Papan Komposit.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi sifat fisis dan mekanis
papan komposit dari limbah cangkang kelapa sawit dan plastik daur ulang.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini adalah :
1.
menjadi suatu
langkah dalam
Hasil penelitian
ini diharapkan
dapat
membantu
memecahkan
bahan
aditif