Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Aggressive Driving
a. Pengertian Aggressive Driving
National Highway Traffic Safety Administration (dalam Muhaz,
2013)

mengartikan

aggressive driving

sebagai

suatu

pengoperasian

kendaraan bermotor dengan cara yang dapat membahayakan dirinya


sendiri atau mungkin membahayakan seseorang, atau properti. Pengemudi
bersikap tidak sabaran dan kurang peduli sehingga memancing emosi
pengguna jalan di sekitarnya. Karakter agresif dapat dideteksi dari gaya
mengemudi dan gerakan laju kendaraan bermotor atau mobilnya.
Menurut NYS Departement of Motor Vehicles Governor's Traffic
Safety Committee (2005 dalam Ayuningtyas dan Santoso, 2007) aggressive
driving adalah: "Operates a motor vehicle in a selfish, bold or pushy manner,
without regard for the rights or safety of other users of the streets and
highways." Definisi ini

merujuk kepada

cara seseorang mengendarai

kendaraannya tanpa menghormati keselamatan pengguna jalan lainnya.


Definisi aggressive driving yang diberikan oleh Martinez (dalam
Ayuningtyas dan Santoso, 2007) tidak hanya memfokuskan kepada niat
pengendara untuk melukai pengendara lain, tetapi juga berbagai macam
tingkah laku mengendarai yang dapat beresiko bagi pengendara dan pengguna
jalan lainnya.

Martinez (dalam Ayuningtyas dan Santoso, 2007)

mendefinisikan aggressive driving sebagai: "driving behavior that endangers


or is likely to endanger people or property". Including a broad spectrum of
driving behaviors, ranging from risky driving and escalating to dueling and
violence on the road"
Jadi, dari berbagai definisi yang telah dijabarkan sebelumnya
dapat disirnpulkan bahwa aggressive driving merupakan berbagai macam
tingkah laku yang dilakukan pengendara pada saat mengemudi, yang dapat
mernbahayakan penggunaan jalan lainnya, kendaraan lain
macam properti yang terdapat di jalan.

atau berbagai

b. Faktor yang Mempengaruhi Aggressive Driving


Tasca (2000 dalam Muhaz, 2013) menyatakan bahwa

aggressive

driving dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.


1. Faktor internal meliputi faktor kepribadian individu berhubungan dengan
cara pemikiran, emosi, dan sifat faktor fisiologis, otak individu tidak dapat
lagi memproduksi sejumlah endorphin

yang memberikan perasaan

nyaman.
2. Faktor eksternal meliputi faktor keluarga, lingkungan teman sebaya.
Sedangkan Cannel dan Joint (1996 dalam Ayuningtyas dan Santoso,
2007) menyebutkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya aggressive
driving dapat bersifat internal maupun eksternal.
1. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri
pengendara. Faktor internal yang dapat menyebabkan munculnya
aggressive driving diantaranya mood, usia dan jenis kelamin, kepribadian,
gaya hidup, sikap pengendara, dan intensi.
2. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar pengendara
atau faktor yang berasal dari Iingkungan. Beberapa faktor lingkungan
yang dapat menimbulkan aggressive driving, diantaranya: kebisingan,
temperatur, overcrowding, dan territoriality.
Menurut Tasca (2000 dalam Utami, 2010), faktor-faktor penyebab
aggressive driving adalah sebagai berikut :
1. Usia dan Jenis Kelamin
Hasil penelitian Parry (1968) menunjukkan bahwa kebanyakan
aggressive driving yang terjadi melibatkan pengemudi laki-laki usia muda
antara usia 17-35 tahun, lebih tinggi dari pengemudi perempuan pada
rentang usia yang sama (dalam Tasca, 2000). Aggressive driving termasuk
perilaku melanggar lalu lintas, menurut Tasca (2000) pengemudi laki-laki
cenderung meremehkan risiko yang terkait dengan pelanggaran lalu lintas.
Menurut mereka, peraturan lalu lintas adalah sesuatu yang menjengkelkan
dan berlebihan. Sedangkan pengemudi perempuan cenderung memandang
peraturan lalu lintas sebagai sesuatu yang penting, jelas dan masuk akal
serta merasa memiliki kewajiban untuk mematuhinya. Oleh karena itu,

pengemudi laki-laki lebih banyak terlibat perilaku aggressive driving dari


pada pengemudi perempuan.
2. Anonimitas
Anonimitas biasanya mengacu pada seseorang, yang sering berarti
bahwa identitas pribadi, informasi identitas pribadi orang tersebut tidak
diketahui (Wikipedia.org). Jalan raya, terutama pada malam hari,
memberikan anonimitas dan kesempatan untuk melarikan diri. Keadaan
tersebut memberikan kesempatan untuk lolos begitu saja dari
diketahuinya seseorang sebagai pengemudi yang melakukan aggressive
driving (Novaco, 1998, dalam Tasca, 2000). Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa anonimitas merupakan suatu kondisi mengemudi yang
memungkinkan seorang pengemudi tidak diketahui identitasnya.
3. Faktor Sosial
Aggressive driving merupakan pengaruh dari norma, reward,
hukuman, dan model yang ada di masyarakat (Grey, 1989, dalam Tasca,
2000). Banyaknya kasus aggressive driving yang tidak mendapatkan
hukuman dapat membentuk persepsi bahwa perilaku seperti ini normal
dan diterima (Novaco, 1998, dalam Tasca, 2000). Kondisi seperti inilah
yang menyebabkan para pengemudi merasa bahwa perilaku aggressive
driving yang dilakukannya tidak atau kurang dikontrol, sehingga para
pengemudi tetap melakukan aggressive driving.
4. Kepribadian
Individu memiliki ciri yang menentukan mereka untuk berperilaku
secara teratur dan terus-menerus dalam berbagai situasi. Sifat-sifat ini
dikatakan membentuk kepribadian mereka (Tasca, 2000). Grey, dkk.
(1989) melaporkan bahwa faktor pribadi yang telah diidentifikasi sebagai
berhubungan dengan kecelakaan kendaraan umumnya termasuk agresi
tingkat tinggi dan permusuhan, daya saing, kurang kepedulian terhadap
orang lain, sikap mengemudi yang tidak baik, mengemudi untuk pelepasan
emosional, impulsif dan mengambil risiko (dalam Tasca, 2000).
5. Gaya Hidup
Gaya hidup merupakan salah satu faktor penyebab perilaku aggressive
driving. Beirness (1996) melakukan review terhadap berbagai penelitian

yang berhubungan dengan gaya hidup, performa mengemudi dan risiko


tabrakan yang difokuskan pada pengemudi usia muda. Mereka memiliki
gaya hidup seperti minum minuman keras, menggunakan obat-obat
terlarang, merokok dan kelelahan karena bersosialisasi sampai larut
malam. Dimana gaya hidup tersebut menyerap pada semua aspek
kehidupan mereka, termasuk saat mereka berkendara (dalam Tasca, 2000).
Perilaku-perilaku tesebut termasuk ke dalam mengemudi dibawah
gangguan emosional yang oleh James dan Nahl (2000) disebut aggressive
driving.
6. Tingkah Laku Pengemudi
Tingkah laku pengemudi dapat menjadi salah satu faktor penyebab
aggressive driving. Dalam sebuah penelitian, ditemukan bahwa orang
yang merasa dirinya memiliki keterampilan yang tinggi dalam menangani
kendaraan lebih memungkinkan untuk mengalami kemarahan dalam
situasi lalu lintas yang menghambat laju kendaraannya. Sebaliknya,
pengemudi yang menilai diri mereka sendiri memiliki keterampilan yang
tinggi dalam hal keselamatan kemungkinan akan kurang terganggu oleh
situasi lalu lintas yang menghambat laju kendaraanya kurang (Tasca,
2000). Hal ini dapat berarti bahwa orang yang memiliki ketrampilan yang
tinggi dalam menangani kendaraan lebih berpeluang untuk melakukan
aggressive driving. Sedangkan orang yang memiliki ketrampilan yang
tinggi dalam hal keselamatan kecil kemungkinan untuk melakukan
aggressive driving, karena ia lebih mengutamakan keselamatan.
7. Faktor Lingkungan
Shinar (1999) dalam Taca (2000) melaporkan hubungan yang kuat
antara kondisi lingkungan dan manifestasi pengemudi agresif. Pengemudi
yang terbiasa dengan kemacetan lebih jarang merasakan emosi marah saat
mengemudi.

Namun,

kemacetan

yang

tidak

diperkirakan

dapat

menimbulkan emosi marah pada pengemudi yang kemudian dapat


meningkatkan kecenderungan pengemudi untuk melakukan aggressive
driving (Lajunen, 1998, dalam Tasca, 2000). Faktor lingkungan yang juga

mempengaruhi timbulnya perilaku aggressive driving adalah faktor


kepadatan. Sarwono (1995) menyatakan bahwa kepadatan seringkali
memiliki dampak pada manusia, salah satunya yaitu timbulnya perilaku
agresif. Hal ini dikarenakan tindakan agresif merupakan tindakan paling
umum yang ditampilkan pada saat berada dalam kondisi padat (Konecni,
1975, dalam Mann, dkk, 1982).
c. Karakteristik Pengemudi
Lebih lanjut, menurut Tasca (2000) ada beberapa karakteristik
pengemudi dalam berkendara, yaitu:
1. Di pengaruhi ketidak sabaran, jengkel, atau marah dengan pengguna jalan
yang lain, atau dengan kondisi lalu lintas.
2. Mengabaikan kepentingan pengguna jalan yang lain. Perilaku juga
cenderung:
Mengintimidasi atau dianggap berbahaya oleh pengguna jalan lainnya.
Membuat marah pengguna jalan lainnnya.
Memaksa pengguna jalan lain mengambil tindakan mengelak.
NYS Department of Motor Vehicles Governor's Traffic Safety
Committee (2005 dalam Ayuningtyas dan Santoso, 2007) menjelaskan bahwa
aggressive driving dapat dikarakterisasikan dengan berdasarkan pelanggaran
lalu lintas, seperti: pelanggaran batas kecepatan, perpindahan jalur kendaraan
secara tidak aman, melanggar tanda-tanda lalu lintas, jarak dengan kendaraan
lain yang terlalu dekat, tidak memberikan sen ketika berpindah jalur, dan
cara mengendarai yang mengganggu
d. Jenis Aggressive Driving
Perilaku aggressive driving ini sangat sering dijumpai pada jalanjalan raya. Aggressive driving sendiri dapat di bagi menjadi 2, yaitu
secara

langsung

dapat

membahayakan ataupun secara tidak langsung

membahayakan, akan tetapi cenderung mengintimidasi, membuat marah, atau


memprovokasi pengendara lainnya.
a. Perilaku-perilaku mengemudi yang termasuk ke dalam aggressive
driving secara langsung adalah :
1. Mengambil jarak terlalu dekat dengan pengendara lain, atau di
depannya.

2. Menyalip kendaraan lain dengan cara meliuk-liuk ke-kanan dan ke3.


4.
5.
6.
7.
8.
9.

kiri.
Melewati jalan yang tidak boleh untuk dilalui.
Menyalip kendaraan terlalu dekat didepan kendaraan yang dilewati.
Melewati bahu jalan.
Melewati jalur yang berlawanan arah.
Mencegah pengendara lain untuk mendahului.
Tidak mau mengalah dengan pengendara lain.
Berkendara dengan kecepatan yang tidak sesuai dengan peraturan

yang ditetapkan.
10. Menerobos lampu merah.
b. Perilaku-perilaku mengemudi yang termasuk ke dalam aggressive
driving secara tidak langsung adalah :
1. Mengedipkan lampu
2. Membunyikan klakson dengan intensitas yang cepat
3. Memelototi pengendara lain dangan meunjukkan ketidaksetujuan.
4. Berteriak kepada pengendara lain
5. Memberikan isyarat menantang
James dan Nahl (2000 dalam Utami, 2010) membagi perilaku
aggressive drivingmenjadi beberapa kategori, yaitu : Impatience and
inattentiveness, Power Struggle, Recklessness and Road Rage.
-

Kategori

Impatience

(ketidaksabaran)

dan

Inattentiveness

(ketidakperhatian).
a. Menerobos lampu merah
b. Menambah kecepatan ketika melihat lampu kuning
c. Berpindah-pindah jalur
d. Mengemudi dengan kecepatan 5-15 km/jam diatas batas kecepatan
aman maksimum
e. Berjalan terlalu dekat dengan kendaraan di depannya
f. Tidak memberikan tanda ketika dibutuhkan, seperti berbelok atau
berhenti
g. Menambah kecepatan atau mengurangi kecepatan secara mendadak
-

Kategori 2 : Power Struggle (adu kekuatan)

a. Menghalangi orang yang akan berpindah jalur, menolak untuk memberi


jalan atau pindah
b. Memperkecil jarak kedekatan dengan kendaraan di depannya untuk
menghalangi orang yang mengantri
c. Mengancam atau memancing kemarahan pengemudi lain

dengan

berteriak, membuat gerakan-gerakan yang memancing kemarahan dan


membunyikan klakson berkali-kali
d. Membunuti kendaraan lain untuk memberikan hukuman atau
mengancam kendaraan tersebut
e. Memotong jalan kendaraan lainuntuk menyerang atau

membalas

pengemudi lain
f. Mengerem secara mendadak untuk menyerang atau membalas
pengemudi lain
-

Kategori 3 : Recklessness (ugal-ugalan) dan Road Rage (kemarahan di


jalan)
a. Mengejar pengemudi lain untuk berduel
b. Mengemudi dalam kondisi mabuk
c. Mengarahkan senjata atau menembak pengemudi lain
d. Menyerang pengemudi lain dengan menggunakan mobilnya sendiri
atau memukul suatu objek
e. Mengemudi dengan kecepatan yang sangat tinggi
Sedangkan Tasca (2000), mengemukakan beberapa tingkah laku yang
dapat dikategorikan sebagai mengemudi agresif, antara lain :
1. Membuntuti terlalu dekat;
2. Keluar-masuk jalur;
3. Menyalip dengan kasar;
4. Memotong ke depan kendaraan yang berada di jalur dengan jarak yang
dekat;
5. Menyalip dari bahu jalan;
6. Berpindah-pindah jalur tanpa memberikan tanda;

7. Menghalangi pengemudi lain untuk menyalip;


8. Tidak mau memberikan kesempatan pengemudi lain untuk masuk ke
dalam jalur;
9. Mengemudi dengan kecepatan tinggi yang kemudian menimbulkan
tingkah laku membuntuti dan berpindah jalur;
10. Melewati (melanggar) lampu merah;
Melewati

tanda

yang

mengharuskan

berhenti

sehingga

dapat

membahayakan pengguna jalan lainnya.


B. Behavioral Constraint
a. Pengertian
Hudayana (2011) menyebutkan Behavior Constraint Theory adalah teori yang
menjelaskan

bahwa

manusia

memiliki

keterbatasan

perilaku

yang

menyebabkan individu tersebut berusaha mencapai kebebasan. Pengertian


Hambatan Perilaku (Behavior Constraints Theory) ialah stimulasi yang
berlebih atau tidak diinginkan, mendorong terjadinya arousal atau hambatan
dalam kapasitas pemrosesan informasi yang mengakibatkan individu merasa
kehilangan kontrol terhadap situasi yang sedang berlangsung.
b. Dampak dari Behaviour Constraint
1. Ingin mencapai kebebasan
Karena keterbatasan perilaku yang dimiliki individu akhirnya individu
tersebut berusaha mencapai kebebasan.
Behaviour Constraint mengacu pada kemampuan (atau kurangnya itu) untuk
bertindak terhadap tujuan. Penelitian menunjukkan bahwa crowding lebih buruk
ketika interaksi fisik menghambat upaya-upaya untuk menyelesaikan tugas dapat
dilihat sebagai contoh berkerumun karena menikmati permainan besar di stadion
penuh sesak. Tapi ketika permainan berakhir dan Anda bergerak ke arah mobil
Anda, himpitan sesama penggemar sangat mengurangi kontrol perilaku Anda.
Behaviour Constraint mengacu pada jumlah pilihan yang tersedia dalam
pengaturan. Ketika individu menerima keterbatasan yang kuat dalam pilihan
mereka, mereka cenderung merasa sesak. Jika Anda memasukkan teater untuk
melihat film dan menemukan bahwa kursi yang tersisa berada di belakang orangorang yang wearning topi besar, kontrol putusan Anda berkurang menjadi nihil.

Behaviour Constraint teori dapat dilihat sebagai termasuk atau superceding


beberapa teori lain. Kendala dan gangguan perilaku teori behafioral berkembang
tersebut dari penelitian mendemonstrasikan bahwa berkerumun hasil ketika
tindakan dibatasi atau tujuan yang diblokir. Namun, kedua formulasi lain teori
awal withing perspektif kontrol adalah bahwa crowding mewakili hilangnya
kebebasan memilih. Dan peningkatan frustrasi. Teori kontrol akan melihat ini
sebagai contoh dari penurunan kontrol putusan (Bell, 2001).
c. Kematangan Emosi
Hurlock (1996) mengungkapkan bahwa individu dikatakan matang
emosinya jika tidak meledakkan emosinya dihadapan orang lain, melainkan
menunggu saat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya. Individu yang
memiliki kematangan emosi memiliki cara-cara yang lebih dapat diterima
oleh orang lain dan dapat menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum
beraksi secara emosional, serta tidak lagi bereaksi tanpa berfikir sebelumnya
seperti anak-anak atau orang yang tidak matang.
Walgito (1990) menyebutkan tanda-tanda dari kematangan emosi
sebagai berikut:
1. Dapat menerima dengan baik keadaan dirinya maupun keadaan orang lain
seperti apa adanya sesuai dengan keadaan objektifnya, sehingga orang
yang matang emosinya dapat berpikir secara baik dan objektif.
2. Tidak bersifat impulsif, artinya sebelum bertindak akan berfikir secara
baik dan dapat mengatur pikirannya dalam memberikan tanggapan
terhadap stimulus yang mengenainya.
3. Dapat mengontrol emosinya dengan baik dan dapat mengontrol ekspresi
emosinya, artinya meskipun dalam keadaan marah ia tidak begitu saja
menampakkan kemarahan tetapi ia dapat mengatur kapan kemarahan itu
perlu dimanifestasikan.

4. Dapat berfikir secara objektif maka orang yang telah mematang emosinya
akan bersifat sabar, penuh pengertian dan pada umumnya cukup memiliki
toleransi yang baik.
5. Memiliki tanggung jawab yang baik, dapat berdiri sendiri tidak mudah
mangalami frustasi dan akan menghadapi masalah dengan penuh
pengertian.
Menurut

Hurlock

(1996)

hal-hal

yang

dapat

mempengaruhi

kematangan seseorang adalah sebagai berikut:


1. Gambaran tentang situasi-situasi yang dapat menimbulkan reaksi
emosional
2. Membicarakan masalah pribadi dengan orang lain
3. Lingkungan sosialnya yang dapat menimbulkan rasa aman dan keterbuka
hubungan sosialnya
4. Latihan fisik yang berarti bermain dan bekerja
Kebiasaan dalam memahami dan menguasai emosi-emosi dan nafsunya.
C. Interaksionisme
Dalam Sarwono (1992), aliran-aliran dalam psikologi lingkungan yaitu :
1. Determinisme
Aliran ini berpendapat bahwa rangsangan (stimulus) tertentu akan
mengakibatkan perbedaan pada tingkah laku (respon).
2. Interaksionisme
Aliran ini berpendapat bahwa faktor orang (organisme )memegang peranan
penting dalam

hubungan antara stimulus dan respon. Faktor organisme

yang terletak pada proses kognitif seperti persepsi, minat, sikap, emosi dan
rasio.
3. Transaksionalisme
Aliran ini mengatakan bahwa yang terpenting bukanlah tingkah laku secara
umum, melainkan tindakan (action) khusus pada tempat dan waktu khusus
pula.
D. Perspektif Teori
National Highway Traffic Safety Administration (dalam Muhaz, 2013)
mengartikan

aggressive driving

sebagai

suatu

pengoperasian

kendaraan

bermotor dengan cara yang dapat membahayakan dirinya sendiri atau mungkin

membahayakan seseorang, atau properti. Pengemudi bersikap tidak sabaran dan


kurang

peduli

sehingga

memancing

emosi pengguna jalan di sekitarnya.

Karakter agresif dapat dideteksi dari gaya mengemudi dan gerakan

laju

kendaraan bermotor atau mobilnya.


Cannel dan Joint (1996 dalam Ayuningtyas dan Santoso, 2007)
menyebutkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya aggressive driving
dapat bersifat internal maupun eksternal.
1. Faktor internal merupakan faktor yang

berasal

dari

dalam

diri

pengendara. Faktor internal yang dapat menyebabkan munculnya aggressive


driving diantaranya mood, usia dan jenis kelamin, kepribadian, gaya hidup,
sikap pengendara, dan intensi.
2. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar pengendara atau
faktor yang berasal dari Iingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang
dapat menimbulkan aggressive driving, diantaranya: kebisingan, temperatur,
overcrowding, dan territoriality.
Lebih lanjut, menurut Tasca (2000) ada beberapa karakteristik
pengemudi dalam berkendara, yaitu:
1. Di pengaruhi ketidak sabaran, jengkel, atau marah dengan pengguna jalan
yang lain, atau dengan kondisi lalu lintas.
2. Mengabaikan kepentingan pengguna jalan yang lain. Perilaku juga cenderung:
Mengintimidasi atau dianggap berbahaya oleh pengguna jalan lainnya.
Membuat marah pengguna jalan lainnnya.
Memaksa pengguna jalan lain mengambil tindakan mengelak.
Hudayana (2011) menyebutkan Behavior Constraint Theory adalah teori
yang menjelaskan bahwa manusia memiliki keterbatasan perilaku yang
menyebabkan individu tersebut berusaha mencapai kebebasan. Pengertian
Hambatan Perilaku (Behavior Constraints Theory) ialah stimulasi yang berlebih
atau tidak diinginkan, mendorong terjadinya arousal atau hambatan dalam
kapasitas pemrosesan informasi yang mengakibatkan individu merasa kehilangan
kontrol terhadap situasi yang sedang berlangsung.
Interaksionisme aliran ini berpendapat bahwa faktor orang (organisme) memegang
peranan penting dalam hubungan antara stimulus dan respon. Faktor organisme
yang terletak pada proses kognitif seperti persepsi, minat, sikap, emosi dan rasio.

Anda mungkin juga menyukai