Anda di halaman 1dari 4

Latar Belakang

Kasus pasien dengan cedera kepala sering kita jumpai di pelayanan unit gawat darurat setiap
rumah sakit. Di Negara maju cedera kepala merupakan penyebab utama kerusakan otak pada
generasi muda dan usia produktif. Di Negara berkembang seperti Indonesia. dengan
meningkatnya pembangunan yang diikuti mobilitas masyarakat yang salah satu segi diwarnai
dengan lalu lintas kendaraan bermotor yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas makin
sering terjadi dan korban cedera kepala makin banyak (Japardi, I, 2002). Ditlantas Polda Jawa
Barat sendiri mencatat angka kecelakaan lalu lintas tahun 2011 ada sebanyak 7.955 dengan
korban meninggal dunia sebanyak 3.119 jiwa. Dari survey tersebut 80% korban yang
meninggal dunia mengalami cedera kepala. Cedera tersebut berpotensi menyebabkan fraktur
pada tulang tengkorak, perdarahan di otak, memar otak, atau gangguan hubungan antar
nervus pada otak (Cristianto, 2011).
Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala merupakan suatu kerusakan
pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan
atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (BIAA, 2009). Seperti halnya
pasien di ruang perawatan kritis bedah neurologi dengan diagnosa medismoderate head
injury. Dikatakan moderate head injury karena saat masuk di instalasi gawat darurat
mengalami penurunan kesadaran dengan GCS E3M5V2 (10). BerdasarkanAmerican College
of Surgeon Committe on Trauma yang dikutip oleh IKABI (2004) dikatakan moderate head
injury jika nilai GCS rentang 9-12. Selain itu tidak menutup kemungkinan pada pasien cedera
kepala hasil CT-Scan kepalanya dan Skull X-ray dapat menunjukkan adanya intracerebral
haemoragi cerebellum, sub dural hematom, kontusio haemoragie frontalis dan closed fraktur
liniear oksipital bilateral. Kondisi-kondisi tersebut kalau tidak segera ditangani dan
diantisipasi maka dapat menimbulkan terjadinya kerusakan otak sekunder seperti perluasan
perdarahan, edema cerebri, kerusakan neuron berlanjut, iskemia fokal atau global otak,
kejang, hipertermi, peningkatan tekanan intracranial bahkan herniasi otak.
Berbagai penanganan penatalaksanaan baik initial management dan management penanganan
setelah di unit emergency seperti di ruangan perawatan kritis bedah neurologi dapat
dilakukan sesuai pedoman terstandard seperti pemberian terapi oksigen dalam bentuk
hiperventilasi, pemberian manitol, pemberian terapi cairan koloid yang awalnya bisa
diberikan cairan kristaloid terlebih dahulu, terapi barbiturate dan pemenuhan nutrisi melalui
NGT. Selain itu ada tindakan keperawatan yang juga berperan penting dalam penatalaksanaan
cedera kepala yaitu head up atau head elevation pada pasien cedera kepala.
Posisi head up atau head elevation pada pasien cedera kepala diharapkan supaya drainase
vena ke otak tetap lancar. Hal itu dilakukan jika tidak ada kontraindikasi bagi pasien untuk
dilakukan head up. Beberapa tahun ini head up menjadi bahan yang sering diperdebatkan
terkait besarnya sudut yang baik untuk dilakukannya posisi head up. Banyak pendapat yang
mengatakan bahwa posisi 15-30 dapat menurunkan tekanan intracranial, tetapi tidak
dipertimbangkan terkait Cerebral Blood Flow (CBF) dan Cerebral Perfusion Pressure(CPP).
Ada yang berpendapat lain bahwa yang lebih utama adalah CPP dibandingkan tekanan
intracranial untuk mencegah iskema otak meluas, sehingga posisi head up 0 lebih efektif
untuk mencapai tujuan ini.
Berdasarkan hal tersebutlah, tulisan ini kami susun untuk mengetahui lebih jauh lagi
terkaithead elevation pada pasien cedera kepala, sehingga paper ini membahas tentang
posisihead up yang direkomendasikan untuk mendapatkan CPP yang optimal dengan

penggunaan Intracranial Pressure Pulse Amplitude (ICPPA) sehingga dapat mencegah


kerusakan otak sekunder akibat perluasan iskemia otak.
Review Jurnal
Jurnal utama yang di review adalah jurnal dari Felix, M et al., 2009 dengan judul
Intracranial Pressure Pulse Amplitude During Changes In Head Elevation: A New
Parameter For Determining Optimum Cerebral Perfusion Pressure?
Inti dari jurnal tersebut:
Pemantauan atau monitoring Intracranial Pressure (ICP) sangat penting dalam perawatan
intensive neuro untuk maintenance keadekuatan ICP dan CPP pada pasien. Tindakan
tradisional yang sering dilakukan dengan menaikkan posisi kepala (head elevation) supaya
menurunkan ICP masih menjadi bahan perdebatan selama bertahun-tahun. Maneuver atau
perubahan posisi ini hanya sering befokus pada nilai ICP dan tidak memperhatikan
penurunan artery blood pressure yang terjadi pada tingkat sirkulasi cerebral pada pasien yang
dilakukan head up elevation. Sehingga pengukuran langsung atau pengkajian secara tidak
langsung CPP untuk menemukan posisi yang tepat untuk optimal CPP pada pasien perlu
diperhatikan supaya otak tetap mendapatkan suplai oksigen secara lancar. Pada pasien yang
terpasang monitoring ICP, ICPPA dapat dimanfaatkan untuk menentukan optimalisasi CPP.
ICPPA terdiri dari besarnya perubahan denyut dalam volume darah cerebral dan compliance
volume cadangan craniospinal. Jika kondisi klinis stabil pada compliance craniospinal dan
faktor jantung konstan, maka perubahan ICPPA menunjukkan adanya indikasi perubahan
resistensi cerebrovaskuler yang dipengaruhi oleh menurun dan meningkatnya CPP
karena head elevation. Hal tersebut yang membuat peneliti melakukan penelitian ini. Tujuan
peneliti adalah mengidentifikasi apakah ada hubungan antara ICP, CPP dan ICPPA selama
perubahan posisi, khususnya menentukan apakah ada hubungan antara CPP dan ICPPA
selama head elevation dan apakah ICPPA dapat digunakan sebagai parameter menentukan
posisi head elevation yang tepat untuk menghasilkan CPP yang optimal di ruang intensive
nurologi.
Metode yang digunakan oleh peneliti adalah studi prospektif dengan sampel 33 pasien
dewasa rentang umur 16-84 tahun dengan karakteristik cederanya antara lain subarakhnoid
haemoragi, Intracerebral haemoragi, kombinasi keduanya, epidural haematom, head injury,
tumor otak, subdural haematom dan stroke. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa
bahwa ICP semua pasien meningkat ketika posisi pasien 0. Nilai ICP turun secara significant
ketika posisi dirubah dari 0-60. Nilai ICPPA turun dari posisi 0 ke 30. Nilai ICPPA naik
secara significant dari posisi 30-60 dan nilainya turun lagi dari posisi 60 ke 0. ICPPA
minimum ditemukan pada pasien dengan head elevation 30. Pada posisi head elevation 60
terjadi penurunan significant nilai CPP dan MAP. Nilai CPP dan MAP maksimal pada posisi
0 atau mengalami peningkatan dari perubahan posisi (penurunan sudut posisi) 60 menuju
0. Jadi perubahan posisi 0 sampai 60 menunjukkan adanya hubungan antara ICPPA dan
CPP, ICP dan CPP serta MAP dan CPP. Hal ini menunjukkan bahwa dengan perubahan posisi
dari 0 sampai 60, semakin menurunkan ICP tetapi juga menurunkan CPP dan MAP. Selain
itu peneliti juga menyimpulkan bahwa peningkatan ICPPA diikuti dengan penurunan CPP
dan MAP. Hal ini membuktikan bahwa ICPPA dapat digunakan sebagai indicator posisi head
elevation dengan sudut berapakah yang dapat memberikan CPP dan MAP yang optimal.
Kesimpulan dari peneliti adalah Head elevation merupakan bagian penitng untuk terapi ICP
dan CPP di ruang rawat intensif neurologi. Ketika mencari upper body position yang tepat

1.
2.

3.

4.
5.

untuk memperoleh CPP maksimum untuk pasien dapat menggunakan informasi tambahan
dari ICPPA pada monitoring ICP.
Jika dilihat dari hasil penelitian jurnal ini dapat kita analisis bahwa posisi head elevationyang
menguntungkan (tidak menurunkan CPP dan MAP tetapi juga dapat menurunkan ICP) adalah
dalam rentang 15-30 (bisa dibaca di jurnal aslinya). Hal ini juga diperkuat hasil dari
penelitian Duward et al (1983) yang dikutip oleh peneliti dalam jurnal yang dibahas ini
mengatakan bahwa posisi 15-30 akan mengurangi ICP dengan maintenance CPP dan cardiac
output dibandingkan dengan posisi 60 yang biasanya cenderung menurunkan MAP yang
berpengaruh pada CPP. Hasil penelitian systematic review dari Jun Yu Fan (2004) dan
Orlando et al (2000) juga memperkuat hasil tersebut bahwa posisi head up 30 sangat efektif
menurunkan ICP dengan stabilitas CPP tetap terjaga. Sehingga disimpulkan bahwa posisi
head up elevation 30 sangat efektif menurunkan tekanan intracranial tanpa menurunkan nilai
CPP, dengan kata lain posisi tersebut tidak merubah atau mengganggu perfusi oksigen ke
cerebral.
Menurut Bahrudin (2008) implikasi keperawatan yang dapat dilakukan terkait perubahan
posisi untuk pasien cedera kepala adalah sebagai berikut terkait kontraindikasi dan yang perlu
untuk diperhatikan:
Hindari posisi tengkurap dan trendelenburg. Kontrovesi juga pada posisi pasien datar. Posisi
datar memang manaikkan CPP dan MAP tetapi meningkatkan tekanan intrakranial.
Elevasi bed bagian kepala digunakan untuk menurunkan ICP. Beberapa alasan bahwa elevasi
kepala akan menurunkan ICP, tetapi berpengaruh juga terhadap penurunan CPP. Alasan lain
bahwa posisi horizontal akan meningkatkan CPP. Maka posisi yang disarankan adalah elevasi
kepala antara 15-30, yang mana penurunan ICP tanpa menurunkan CPP. Aliran darah otak
tergantung CPP, dimana CPP adalah perbedaan antara Mean Arterial Pressure (MAP) dan
ICP. CPP = MAP ICP. MAP = ( 2 diastolik +sistolik )/ 3. Nilai normal CPP= 70 100
mmHg untuk orang dewasa, dan > 60 mmHg pada anak diatas 1 tahun, > 50 mmHg untuk
infant 0-12 bulan.
Kepala pasien harus dalam posisi netral tanpa rotasi ke kiri atau kanan, flexion atau extension
dari leher supaya pembuluh vena daerah leher tidak terjepit sehingga drainase vena otak
menjadi lancar
Elevasi bed bagian kepala tidak boleh 40 karena berkontribusi terhadap postural hipotensi
dan penurunan perfusi otak.
Elevasi kepala merupakan kontra indikasi pada pasien hipotensi sebab akan mempengaruhi
CPP.

DAFTAR PUSTAKA
American College of Surgeon Committee on Trauma. 2004. Cedera Kepala. Dalam Advanced
Trauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia. Komisi trauma IKABI
Bahrudin. 2008. Posisi Kepala Dalam Stabilitasi Tekanan Intrakranial. Jakarta: Program Residensi
Sp.KMB Universitas Indonesia
Brain Injury Association of America. 2009. Types of Brain Injury. Diposkan pada tanggal 13 Juli
2009. URL: http://www.biausa.org

Cristianto Irvan. 2011. 2011 Angka Kecelakaan Lalu Lintas Naik Tajam. Diposkan 29 Desember
2011 pukul 17.27 WIB. Diakses tanggal 1 Desember 2012. URL:http://bisnisjabar.com/index.php/berita/2011-angka-kecelakaan-lalu-lintas-naik-tajam
Felix Mahfoud & Jrgen Beck & Andreas Raabe. 2009. Intracranial Pressure Pulse Amplitude
During Changes In Head Elevation: A New Parameter For Determining Optimum Cerebral
Perfusion Pressure?. Switzerland: Acta Neurochir (2010) 152:443450. DOI
10.1007/s00701-009-0520-1
Japardi iskandar. 2002. Penatalaksanaan Cedera Kepala Akut. Sumatra Utara: Bagian Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara
Jun Yu Fan. 2004. Effect of Backrest Position on Intracranial Pressure and Cerebral Perfusion
Pressure in Individuals with Brain Injury: A Systematic Review. Washington: Journal of
Neuroscience Nursing, October 2004 Volume 36, Number 5
Orlando et al. 2000. Head Elevation Reduces Head-Rotation Associated Increased Icp In Patients
With Intracranial Tumours. Canada: Department of Anesthesia, Dalhousie University. CAN J
ANESTH 2000 / 47: 5 / pp 415420

Anda mungkin juga menyukai