08E00877
08E00877
TESIS
Oleh
AMINAH DALIMUNTHE
067014001/FM
PA
K O L A
A S A R JA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Farmasi
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
AMINAH DALIMUNTHE
067014001/FM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
Judul Tesis
Menyetujui,
Komisi Pembimbing :
Anggota
Anggota
Direktur,
(Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.) (Prof. Dr. Ir. T.Chairun Nisa B., M.Sc)
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
ABSTRAK
Telah dilakukan studi pemantauan efektivitas gentamisin dosis berganda
intravenus terhadap 3 orang pasien pneumonia komuniti (community aquired
pneumonia) di rumah sakit H. Adam Malik Medan Departemen Pulmunologi dan
Saluran Pernafasan. Gentamisin diberikan secara intravenus bolus dosis 80 mg tiap
12 jam. Pengamatan kadar gentamisin dalam darah dilakukan dengan mengumpulkan
cuplikan serum sebanyak 3 kali, yaitu 30 menit setelah injeksi pertama saat steady
state untuk menentukan konsentrasi maksimum, 6 jam setelah injeksi untuk
menentukan manifestasi klinis dan 5 menit sebelum injeksi berikutnya untuk
menentukan konsentrasi minimum. Sebelum dan selama terapi gentamisin, penderita
menjalani pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal (BUN dan serum kreatinin) dan uji
sensitivitas mikroba.
Berdasarkan hasil pengujian konsentrasi gentamisin dalam darah
menggunakan Chemistry Autoanalyzer COBAS INTEGRA 400 Roche diperoleh data
bahwa pasien DI mempunyai Cmaks = 8,41 mcg/ml, C6jam = 6,83 mcg/ml dan Cmin =
2,41 cmg/ml; pasien RS mempunyai Cmaks = 6,72 mcg/ml, C6jam = 2,0 mcg/ml dan
Cmin = 1,1 mcg/ml; pasien SS mempunyai Cmaks = 4,32 mcg/ml, C6jam = 1,35 mcg/ml
dan Cmin = 0,9 mcg/ml.
Dosis individu ditetapkan berdasarkan metode keadaan mantap dan diperoleh
dosis untuk pasien DI adalah 60 mg, RS sebesar 100 mg dan SS sebesar 150 mg
sehingga Cmaks berada dalam range terapi sehingga efektif melawan penyebab infeksi
dengan efek samping yang minimal.
Berdasarkan studi ini dapat disimpulkan bahwa pemberian gentamisin dosis
80 mg tiap 12 jam tanpa mempertimbangkan berat badan dan fungsi ginjal akan
menyebabkan variabilitas yang besar dalam pencapaian konsentrasi terapetik
Kata Kunci : gentamisin, monitoring terapi obat
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
ABSTRACT
It has been carried out a monitoring study on the effect of gentamycin multi
dose of intravenous toward 3 patients of community aquired pneumonia disease at
Pulmonology and Respiratory Department RSUP H. Adam Malik Medan. The
Gentamycin is given bolus intravenously dose 80 mg every 12 hours. Concentration
in the patient blood by using aliquot serum is done as much as 3 times that is 30
minutes after the first dose in steady state, and called as maximum concentration
(Cmax). The second aliquot is taken on 6 hours after injection of the first dose to find
out clinical maniftation, and the third aliquot is taken 5 minutes before injection of
the second dose called as minimum concentration (Cmin). Before and during
gentamycin therapeutic, the patient undergo laboratory examination covering
complete blood, kidney faal (BUN and serum creatinin) and microba sensitivity
culture test.
Based on the examination of gentamycin concentration in blood by using
Chemistry Autoanalyzer COBAS INTEGRA 400 Roche, it is found the result that DI,
the first patient has Cmax = 8,41 mcg/ml, C6hours = 6,83 mcg/ml and Cmin = 2,41
cmg/ml; RS, the second patient hasCmax = 6,72 mcg/ml, C6hours = 2,0 mcg/ml and Cmin
= 1,1 mcg/ml; SS, the third patient has Cmax = 4,32 mcg/ml, C6hours = 1,35 mcg/ml and
Cmin = 0,9 mcg/ml.
Individual dose is determined based on steady state method and it is found
that the dose need by DI patient is 60 mg, RS patient is 100 mg and SS patient is 150
mg so that Cmax is in therapeutic range to be affect to face infection cause with
minimal side effect.
Based on this study, it can be conclude that the giving of gentamycin dose 80
mg every 12 hours without considering the body weight and kidney fuction cause big
variability toward the achievement of therapeutic concentration.
Key words : gentamycin, therapeutic drug monitoring
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat,
rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul
Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien
Pneumonia Komuniti (Community Aquired Pneumonia) di Rumah sakit Umum Pusat
H.Adam Malik Medan.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Rektor USU Prof. Chairuddin P.Lubis, DTM&h, Sp.A(K) yang telah
memberikan bantuan moril dan material.
2. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., Bapak dr. Zainuddin Amir, Sp.P(K). dan
Bapak Prof. Dr. Adi Koesoema Aman, SpPK-FISH. selaku ketua dan anggota
komisi pembimbing yang telah banyak membantu memberikan saran, koreksi dan
bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
3. Ayahanda Alm.H. Abdul kadir Dalimunthe dan Ibunda Hj. Yusrah Daulay yang
telah membesarkan, merawat dan mendidik penulis sejak kecil hingga kini.
4. Kedua mertua, H. Thamrin Lubis dan Hj. Dumora harahap yang telah
memberikan semangat dan doa dalam menyelesaikan pendidikan ini.
5. Suami tercinta Muhammad Husni Lubis, S.Si. serta ananda tersayang Hanifah
Lubis dan Muhammad Arif Lubis yang telah dengan sabar mendorong,
membantu, memberikan semangat, kasih sayang dan doa untuk terus berkarya.
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
14. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan perlu
mendapatkan masukkan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis berharap
adanya kritik dan saran membangun demi kesempurnaan tesis ini.
Medan,
November 2008
Penulis,
Aminah Dalimunthe
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK...
iv
ABSTRACT
vi
RIWAYAT HIDUP
ix
xii
xiii
xiv
1
1
4
6
6
7
7
8
8
13
13
15
18
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
18
21
23
23
23
24
24
24
25
27
27
27
31
45
45
45
46
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
27
29
29
29
29
29
30
30
31
36
38
38
40
42
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
Halaman
2.1
11
2.2
12
4.1
31
4.2
32
4.3
33
4.4
36
4.5
37
4.6
39
4.7
41
43
4.8
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Halaman
18
19
20
22
42
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul
Halaman
50
52
53
54
58
59
60
63
64
65
66
76
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
BAB I
PENDAHULUAN
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
action (reseptor), sehingga dihasilkan respon terapeutik yang optimal dengan efek
merugikan yang minimal.
Monitoring terapi obat digunakan untuk memantau penggunaan obat yang
mempunyai range terapi sempit seperti digoksin, antibiotik aminoglikosida atau obatobat yang mempunyai parameter farmakokinetik yang bervariasi.
Infeksi saluran nafas bawah merupakan penyakit utama yang melanda
masyarakat negara berkembang dan maju. Data SEAMIC Health Statistic 2001
menunjukkan bahwa influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor
6 di Indonesia dan Thailand, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, serta nomor 3
di Singapore dan Vietnam. Laporan WHO 1999 menyatakan bahwa penyebab
kematian tertinggi di dunia akibat infeksi adalah influenza dan pneumonia (PDPI,
2005).
Hasil Survei Kesehatan Rumah tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi
saluran nafas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia.
Infeksi merupakan penyakit utama di SMF Paru RSUP Persahabatan, 58% penderita
rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6% kasus nontuberkulosis sedangkan pada
penderita rawat inap 58,8% kasus infeksi dan 14,6% kasus nontuberkulosis. Di RSUP
H.Adam Malik 53,8% kasus infeksi dan 28,6% kasus nontuberkulosis. Di RSUD Dr.
Sutomo Surabaya terdapat 180 kasus pneumonia komuniti dengan angka kematian
20-35% (PDPI, 2005).
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
sempit, bersifat
penderita dengan
gangguan fungsi ginjal adalah suatu kebutuhan agar keamanan dan efikasi terapi
tercapai. Hal ini juga penting karena profil dosis dan kadar gentamisin dalam darah
sukar diprediksi, terutama kadar puncak obat dan waktu paruh eliminasi (Peak
serum levels dan elimination half life (AHFS, 2005).
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
10 g/ml) menyebabkan
bolus intravenus akan menghasilkan kadar puncak dan kadar lembah. Efek terapi
dihasilkan jika kadar tersebut berada di antara kadar aman maksimum dan kadar
efektif minimum (Shargel, 1993). Dosis empirik 80 mg bagi setiap penderita dengan
berat badan bervariasi, akan menghasilkan dosis mg/kg BB/hari yang juga bervariasi.
Keadaan ginjal penderita (serum kreatinin sebagai indikator) merupakan faktor
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
parameter farmakokinetik
dengan cara :
a.
b.
Secara diagramatis, kerangka konsep penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.1.
Variabel bebas
Gentamisin bolus
intravenous dosis
berganda 80 mg
tiap 12 jam
Gentamisin
sebagai terapi
Variabel terikat
Kadar efektif
gentamisin sebagai
terapi infeksi paru
Kadar gentamisin
dalam serum pada
interval yang aman
Efek samping
Parameter
Cmaks
Cmin
Vertigo
Telinga berdengung
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
terjadi efek samping obat pada pasien yang mendapat terapi gentamisin
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
menentukan besarnya kadar puncak (Cmax) dan lembah (Cmin) gentamisin dalam
serum pada pemberian dosis berganda
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa.
Infeksi paru terjadi karena mikroorganisme sampai dan merusak permukaan
epitel saluran pernafasan. Mikroorganisme mencapai permukaan saluran pernafasan
dengan cara inokulasi langsung, penyebaran melalui pembuluh darah, inhalasi bahan
aerosol atau kolonisasi pada permukaan mukosa. Mikroorganisme yang masuk
bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa edema
(PDPI, 2005).
Diagnosis pneumonia menurut American Thoracic Society (ATS) 1996 antara
lain batuk, nyeri dada, demam, sulit bernafas, peningkatan produksi sputum,
leukositosis, leukopeni dan nampak gambaran infiltrat pada foto dada (Hisyam,
2003).
Secara klinis pneumonia dibagi menjadi :
a. Community acquired pneumonia
Community acquired pneumonia adalah suatu penyakit yang dimulai di luar
rumah sakit atau didiagnosis dalam 48 jam setelah masuk rumah sakit pada pasien
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
yang tidak tinggal dalam fasilitas perawatan selama 14 hari atau lebih (Tierney,
2002).
Etiologi
pneumonia
komuniti
adalah
coccus
gram
positif
seperti
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
nyeri dada, batuk semakin parah namun dahak sulit dikeluarkan. Kebanyakan
penderita meninggal dalam stadium ini jika tidak mendapatkan pengobatan
semestinya.
iii. stadium resolusi
Stadium revolusi terjadi pada minggu ketiga dimana isi alveolus melunak dan
berubah menjadi dahak. Pada stadium ini, kondisi penderita mulai membaik, demam
turun, sesak berkurang (Danusantoso, 2000).
b. Hospital acquired (nosocomial) pneumonia
Hospital acquired (nosocomial) pneumonia terjadi pada pasien yang berada
dalam perawatan rumah sakit lebih dari 48 jam atau 72 jam, yang tidak sedang
mengalami inkubasi suatu infeksi saat masuk rumah sakit. Organisme penyebab
Hospital acquired (nosocomial) pneumonia antara lain Pseudomonas aeruginosa,
Staphylococcus aeruginosa, enterobakter, Klebsiella pneumoniae dan Escherichia
coli (Tierney, 2002).
c. Pneumonia pada immunocompromised host
Pneumonia ini terjadi pada pasien immunocompromised, disebabkan oleh
bakteri, mikobakteria, jamur, protozoa, cacing atau virus. Ada dua tanda klinis untuk
diagnosis pneumonia ini, yaitu tingkat imunitas pasien dan penyebab pneumonia
(Tierney, 2002).
Prinsip pengobatan dilakukan secara empiris dengan antibiotik berspektrum
luas apabila belum ditemukan kuman penyebab, oleh karena itu harus dengan cepat
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
mencakup semua patogen yang sering terdapat pada sisi infeksi. Bila penyebab
patogen telah dipastikan maka terapi defenitif harus dilakukan dengan menggunakan
antibiotik yang lebih spesifik. Tujuan pemilihan antibiotik adalah untuk mendapatkan
antibiotik yang aktif sesuai dengan patogen, toksisitas kecil serta efek alergi minimal
(Hisyam,2003).
Berdasarkan pedoman terapi empiris menurut Persatuan Dokter Paru
Indonesia (PDPI) (Table 2.1), maka gentamisin merupakan salah satu antibiotik yang
digunakan untuk terapi pneumonia.
Tabel 2.1. Pedoman Terapi Empiris menurut PDPI
Rawat jalan
Rawat inap
Rawat intensif
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
Berdasarkan
Pseudomonas aeroginosa
Hemophilus influenza
Antibiotik
Golongan Penisilin
TMP-SMZ
Makrolida
Betalaktam oral dosis tinggi (rawat jalan)
Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
Makrolida baru dosis tinggi
Fluorokuinolon
Aminoglikosida
Seftazidim, Sefepim
Tikarsilin, Piperasilin
Karbapenem, Meropenem, Imipenem
Siprofloksasin, Levofloksasin
Vankomisin
Teikoplanin
Linezolid
TMP-SMZ
Azitromisin
Sefalosforin generasi 2 atau 3
Flourokuinolon
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
Makrolida
Flourokuinolon
Rifampisin
Doksisiklin
Makrolida
Flourokuinolon
Legionella
Mycoplasma pneumoniae
Chlamydia pneumoniae
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
yaitu (a) mengganggu kompleks awal pembentukan peptida, (b) menginduksi salah
baca mRNA yang mengakibatkan penggabungan asam amino yang salah ke dalam
peptida sehingga menyebabkan terbentuknya protein toksik, (c) menyebabkan
terjadinya
pemecahan
polisom
menjadi
monosom
nonfungsional
sehingga
piperazilin yang umum diberikan dalam dosis besar. Oleh karena itu, harus dihindari
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
dan sebaiknya
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
setempat dengan tekanan oksigen yang rendah turut andil memperburuk aktivitas
antibakteri ini (Katzung, 2004).
Gentamisin akan berdifusi secara bebas melalui kanal air membran luar
bakteri gram negatif, lalu masuk ke ruang periplasmik dan kemudian terikat dengan
reseptor pada subunit ribosom 30S dan menghambat sintesis protein (Golan dkk.,
2005). Gentamisin terdistribusi secara luas dalam tubuh, dapat memasuki cairan
serobrospinal bila selaput otak mengalami inflamasi, dapat menembus plasenta
namun tidak terdapat
2005). Kadar serum tertinggi dicapai dalam 30 menit setelah pemberian intravenus,
dengan waktu paruh 2 jam (Katzung, 2004).
Konsentrasi serum gentamisin dan fungsi ginjal harus dipantau apabila
diberikan lebih dari beberapa hari. Untuk pasien yang menerima pemberian dosis tiap
8 jam, konsentrasi puncak yang diharapkan adalah 5-10 g/ml dan konsentrasi
lembah 1-2 g/ml. Konsentrasi lembah di atas 2 g/ml mengindikasikan akumulasi
obat dan dikaitkan dengan toksisitas. Dengan demikian, dosis harus dikurangi atau
interval diperpanjang (Niazi,1979)
Gentamisin menyebabkan efek samping berupa reaksi hipersensitivitas,
ototoksisitas, nefrotoksisitas dan blockade neuromukcular. Reaksi hipersensitivitas ,
alergi berupa rash dan demam dapat terjadi namun jarang pada penderita yang tidak
pernah menggunakan gentamisin sebelumnya. Resistensi silang dapat terjadi di antara
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
aminoglikosida. Syok anafilaksis pernah terjadi namun sangat jarang (AHFS, 2005:
Stockley, 1994).
Nefrotoksisitas menimbulkan kerusakkan pada ginjal biasanya ringan,
meskipun nekrosis tubular akut dan interstitial nefritis pernah terjadi. Penurunan laju
filtrasi glomerulus (GFR = glomerular filtration rate) terjadi setelah beberapa hari
dan terus berlangsung meskipun penggunaanya telah dihentikan. Gangguan elektrolit
seperti hipomagnesia, hipokalsemia, dan hipokalemia pernah terjadi. Nefrotoksisitas
dapat dilihat dari hasil peningkatan serum kreatinin yang lebih besar atau sama
dengan 0,5 mg/ml (jika nilai serum kreatinin awal adalah normal). Faktor-faktor yang
mempengaruhi nefrotoksisitas adalah umur, renal insufficiency, kadar lembah yang
tinggi, kadar puncak yang tinggi, total dosis perhari, dosis kumulatif adanya obat-obat
nefrotoksik yang diberikan secara bersamaan, jenis kelamin, ama pengobatan dan
sepsis (AHFS, 2005: Hermsen, 2007).
Ototoksisitas terjadi akibat pengaruh gentamisin terhadap vestibulas auditori
cabang dari nervus ke delapan. Ototoksisitasnya mempengaruhi kokhlea,
manifestasinya adalah hilangnya pendengaran dan tinnitus yang mungkin permanen,
kadang-kadang berupa rasa sakit pada telinga. Manifestasi pada sistem vestibular
adalah dizzines atau vertigo, ataxsia atau nystagmus. Pemantauan audiometri
direkomendasikan pada penderita yang menerima aminoglikosida lebih dari 7-10 hari
(AHFS, 2005).
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
dinyatakan dengan Cp, fase distribusi cepat dan tak teramati. Eliminasi obat
berlangsung menurut reaksi orde pertama dengan tetapan laju eliminasi (Kel) yang
meliputi tetapan kecepatan metabolisme (km) dan tetapan laju ekskresi (Ke)
(Shargel,1999).
Secara skematis, model kompartemen satu terbuka ditunjukkan pada Gambar 2.1.
iv
Dosis
Tubuh
Vd.Cp
kel = km+ ke
Eliminasi
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
akan berada dalam kesetimbangan dan hilangnya obat dari kompatemen sentral
mengikuti reaksi orde ke satu, disebut fase eliminasi (Shargel, 1999).
iv
Dosis
k12
Kompartemen sentral
Dp, Vp, Cp
k21
Kompartemen jaringan
Dt,Vt, Ct
k
Sumber : Shargel, (1985)
Gambar 2.2 Model kompartemen dua Terbuka
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
kurang cepat pada kompartemen dua dan lambat pada kompartemen tiga (Gambar
2.3).
Kompartemen
jaringan
Dt, Vt, Ct
k21
Komparten sentral
Dp, Vp, Cp
K
k31
Ko mpartemen
jaringan dalam
Ddt, Vdt, Cdt
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
untuk mengeliminasi dosis sebelumnya, maka obat tidak akan terakumulasi. Jika
dosis yang sama diberikan berulang pada frekwensi konstan, maka akan diperoleh
kurva kadar plasma-waktu plateu atau keadaan tunak. Pada keadaan tunak tercapai,
Cmax dan Cmin adalah konstan dan tetap tidak berubah dari dosis ke dosis.
Konsentrasi maksimum harus selalu berada di bawah kadar toksik minimum sebab
Cmax merupakan suatu petunjuk yang baik akumulasi obat. Jika pada keadaan tunak
obat menghasilkan Cmax yang sama dengan Cmax setelah pemberian dosis pertama,
maka berarti tidak ada akumulasi obat. Jika Cmax lebih besar dari Cmax dosis
pertama maka berarti ada akumulasi yang bermakna (Gambar 2.4) (Shargel, 1999;
Ritschel, 1992).
Khusus untuk gentamisin, ada tidaknya akumulasi obat lebih jelas terlihat
pada Cmin, sebab Cmin mencerminkan keadaan obat dalam jaringan yang sebenarnya
(Jolley, et.al., 1981).
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.2 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Chemistry Autoanalyzer COBAS INTEGRA 400 dari Roche Laboratories USA.
b. Alat centrifuge (Beckman model Tj-6)
c. Refrigator
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
d. Clinipet 100 l
e. Vortex mixer (Heidoph, type REAXI).
f. Tabung venoject
g. Syring 3 ml
3.3 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Injeksi gentamisisn sulfat ampul 80 mg
b. Dapar pengencer (monoclonal antibody dalam dapar pospat)
c. Pereaksi TDx gentamisin yang terdiri dari
S : antiserum gentamisin
T : gentamisisn fluorescein tracer
d. Kalibrator gentamisin COBAS-FP terdiri dari 3,5 ml Cat. No. 20717622 systemID 071762 2
e. Kontrol multianalyte 200 ml cat. No.20720720 system-ID 07 2072 0
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
i. pria
ii. berusia 20-70 tahun
iii. menyatakan bersedia ikut dalam penelitian ini
iv. fungsi ginjal normal
v. tidak mengalami alergi terhadap antibiotik khususnya golongan aminoglikosida
vi. memiliki kadar kreatinin, BUN dan SCr yang normal.
b. Kriteria Eklusi
Pasien tidak diperkenankan ikut dalam penelitian ini jika mengalami:
i. gangguan pada ginjal dan hati
ii. gangguan pendengaran
iii. penyakit-penyakit lain yang beresiko tinggi menyebabkan terjadinya gangguan
ginjal seperti hipertensi, diabetes nefropati, dan jantung koroner.
iv. hamil dan menyusui
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
selama 2-3 menit. Setelah keadaan steady state tercapai, cuplikan darah sebanyak 3
cc diambil dari vena perifer yaitu :
a
enam jam sesudah pemberian dosis pertama pada kondisi steady state untuk
mengetahui kecukupan kadar gentamisin dalam serum
lima menit sebelum pemberian gentamisin dosis kedua pada kondisi steady
state untuk mengetahui kadar lembah obat (Cmin).
Cuplikan darah didiamkan selama 15 menit dalam tabung tanpa penambahan
antikoagulan hingga beku sempurna, serum dipisahkan dengan pemusingan 25003000 rpm selama 5-10 menit, serum dimasukkan ke dalam cup sampel dan disimpan
dalam lemari pendingin pada temperatur 2-8C sampai dilakukan penetapan kadar
gentamisin dengan Chemistry Autoanalyzer COBAS INTEGRA 400 Roche. Data
yang diperoleh dimasukkan kedalam lembar pengumpul data (Lampiran 5). Selama
penelitian berlangsung terapi lain tetap diberikan sesuai kebutuhan penderita.
Pemeriksaan kadar BUN dan SCr dilakukan selama
pemberian terapi
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
ternyata ada keluhan efek samping obat pada telinga, maka penderita dikonsulkan ke
bagian telinga hidung dan tenggorokan (THT).
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
Integra systems TDM, 2004). Apabila antigen bertanda terikat dengan antibodi, maka
fluorophore tidak bebas berotasi sehingga bila dikenai cahaya akan terjadi polarisasi,
dan apabila antigen bertanda bebas, maka rotasi yang terjadi akan lebih besar
akibatnya molekul mengalami acak sehingga bila cahaya diemisikan akan terjadi
depolarisasi. Jika kadar gentamisin dalam sampel serum rendah maka semakin kecil
jumlah antigen bertanda yang terikat sehingga polarisasi yang dihasilkan rendah dan
demikian sebaliknya.
Penetapan kadar gentamisin dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a.
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
bagian Paru dan Saluran Pernafasan yang terinfeksi mikroba adalah sebanyak 3
orang. Ketiga penderita adalah laki-laki dengan rata-rata usia 49 tahun, berat badan
52 kg dan tinggi badan 163 cm (Tabel 4.1)
Tabel 4.1 Data karakteristik fisik pasien
No Nama
Jenis Kelamin
Usia (Thn)
BB (kg)
TB (cm)
DI
Laki-laki
27
60
65,7
173
RS
Laki-laki
66
54
54
160
SS
Laki-laki
54
41
49,5
155
49
52
55,7
163
Rata rata
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
Nama
DI
19,6
RS
6,2
SS
6,7
Normal (103/mm3)
4-10
Berdasarkan data di atas nampak bahwa leukosit pasien DI jauh di atas normal
sedangkan RS dan SS mempunyai jumlah leukosit normal. Ini mengindikasikan
pasien DI mengalami infeksi. Kenaikan leukosit hingga 20.000 sel/mm3
mengindikasikan telah terjadi infeksi berat (Danusantoso, 2000). Meskipun demikian,
leukosit normal atau rendah dapat juga disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma
atau pada infeksi berat yang tidak menimbulkan respons leukosit, orang tua atau
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
dalam kondisi lemah (Dahlan, 2001) sehingga untuk penentuan lanjutan apakah
terjadi infeksi maka dilakukan pemeriksaan Laju Endap Darah (LED).
LED adalah gambaran komposisi darah dan perbandingan antara eritrosit
dengan plasma, yaitu kecepatan turunnya sel darah merah dalam tabung uji selama
waktu tertentu (teknik Westergren) (Sacher, 2004). LED merupakan petunjuk adanya
perubahan protein plasma pada infeksi akut maupun kronik. Jika LED tinggi maka
telah terjadi infeksi atau trauma. Hasil pemeriksaan LED penderita adalah 40-50
mm/jam (Tabel 4.3) dengan nilai normal 0-15 mm/jam (Widmann, 1983).
Tabel 4.3 Data pemeriksaan LED
No
Nama
LED (mm/jam)
DI
40
RS
40
SS
50
Normal (mm/jam)
0-15
Karakteristik lain yang diperiksa dalam penelitian ini adalah kreatinin, ureum,
kreatinin klirens dan BUN. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui fungsi
ginjal pasien sebelum diberi injeksi gentamisin, 30 menit dan 360 menit serta 715
menit sesudah injeksi gentamisin (Tabel 4.4).
Kreatinin adalah hasil perombakan kreatin yaitu senyawa nitrogen yang
terdapat pada otot (Sodeman, 2000). Jumlah kreatinin yang dihasilkan setara dengan
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
massa otot rangka seseorang. Nilai normal kreatinin adalah 0,6-1,3 mg/dl untuk lakilaki dan 0,5-1,0 mg/dl untuk perempuan (Sacher, 2004).
Pembentukan kreatinin harian adalah konstan kecuali jika terjadi cedera fisik
atau penyakit degeneratif yang menyebabkan kerusakan otot. Kreatinin diekskresikan
melalui ginjal sehingga digunakan sebagai indikator kerusakan ginjal. Nilai kreatinin
darah akan meningkat jika fungsi ginjal menurun (Sacher, 2004).
Hasil pemeriksaan kreatinin menunjukan kondisi ginjal ketiga pasien dalam
keadaan normal sebab tidak nampak terjadi kenaikan nilai kreatinin yang bermakna
yaitu melebihi 1 mg/dl. Kenaikan nilai kreatinin yang melebihi 1 mg/dl menunjukkan
perubahan kecepatan filtrasi glomerulus sebesar 50% (Tjokronegoro, 2001).
Nilai kreatinin pasien DI ditemukan naik mendekati batas normal (1,3 mg/dl)
dan berdasarkan penentuan konsentrasi minimum gentamisin dalam darah berada di
atas nilai potensial toksik (2,41 mcg/ml), maka pasien DI berpotensi mengalami
gangguan fungsi ginjal, dengan demikian efek samping terhadap pasien DI harus
dipantau secara intensif dan diperlukan penyesuaian dosis. Nilai kreatinin saja tidak
cukup untuk menggambarkan fungsi ginjal seseorang maka ditentukan nilai kretinin
klirens.
Kreatinin klirens merupakan volume plasma yang diekskresi dan mengandung
zat terlarut (kreatinin), zat terlarut tersebut masuk ke glomerulus atau dihilangkan
dari plasma dan diekskresikan ke dalam urin (www.renal function-wikipedia.com,
2008). Nilai kreatinin klirens ditentukan menggunakan rumus Cockroft Gault
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
(Lampiran 9). Penurunan fungsi ginjal terjadi jika nilai kreatinin klirens menurun
(Price, 2003).
Berdasarkan hasil perhitungan, nilai kreatinin klirens pasien DI berada di luar
nilai normal (80-120 ml/menit). Peningkatan nilai kreatinin klirens dipengaruhi oleh
umur, berat badan, jenis kelamin dan obat-obatan yang digunakan seperti ketoacid,
simetidin/ranitidin dan trimetropim. Ranitidin (antihistmin penghambat reseptor H2)
digunakan untuk menghambat sekresi asam lambung yang berlebihan. Ranitidin
dapat meningkatkan nilai kreatinin klirens pasien tetapi tidak menaikkan nilai BUN.
Hal ini terjadi karena ranitidin menghambat sekresi kreatinin di tubular ginjal
sehingga nilai kreatinin klirens akan meningkat (AHFS, 2005; www. CreatininWikipedia.com, 2008). Nilai kreatinin klirens pasien RS dan SS berada dalam range
nilai normal yang menunjukkan bahwa fungsi ginjal kedua pasien normal.
Nitrogen urea darah (BUN = blood urea nitrogen) merupakan angka yang
menyatakan jumlah nitrogen dalam darah. Nitrogen dihasilkan dari peruraian urea
dalam hati dan diekskresikan melalui ginjal (www.BUN-wikipedia.com, 2008). Nilai
normal BUN adalah 9-18 mg/dl.
Kadar BUN dipengaruhi oleh jumlah protein seseorang. Kadar BUN yang
sangat rendah mengindikasikan penyakit hati yang berat karena hati tidak mampu
membentuk urea dari amonia dalam sirkulasi. Kadar BUN yang tinggi disebut
uremia. Hal ini merupakan indikasi terjadinya gagal ginjal (Sacher, 2004).
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
Waktu
(menit)
Sebelum
injeksi
gentamisin
30
360
715
Nilai
Normal
DI
0,7
0,5
0,4
1,3
RS
0,7
Ureum
(mg/dl)
SS
0,7
DI
10
0,58 0,5
0,54 0,43
0,66 0,5
0,7-1,4
11
10
50
RS
10
SS
15
Kreatinin
Klirens
(ml/menit)
DI RS SS
134 80
70
18
8,7 188 96
98
18
8,5 229 103 114
21,5 12,5 72
84
98
10-50
80-120
Blood Urea
Nitrogen
(mg/dl)
DI RS SS
5
5
8
6
5
25
9
9
11
9-18
4
4
6
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
Nama
DI
Pseudomonas aeroginosa
RS
Pseudomonas sp
SS
Keterangan : 1 = Sensitif
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
2 = Hampir resisten
3 = Resisten
4.3 Diagnosis
Diagnosis pada penelitian ini perlu diketahui untuk menentukan terjadinya
infeksi dan ketepatan pemberian antibiotika. Berdasarkan anamnase, pemeriksaan
fisik, data laboratorium dan uji kultur mikroba maka ketiga pasien didiagnosis
menderita pneumonia. Terapi lain yang menyertai injeksi gentamisin pada pasien
(Lampiran 8) menunjukkan tidak ada obat yang dapat mempengaruhi kadar
gentamisin dalam darah. Pemberian antibiotik golongan sefalosforin pada pasien DI
dan SS bertujuan untuk memperluas dan meningkatkan aktivitas gentamisin serta
menurunkan toksisitas (Stockley, 1994; Katzung, 2004). Hal ini disebabkan karena
efek sinergis kedua antibiotik. Antibiotik golongan sefalosforin atau penisilin bekerja
merusak dinding sel bakteri sehingga meningkatkan permeabilitas dan memudahkan
masuknya gentamisin ke dalam sel bakteri untuk berikatan dengan ribosom subunit
30s.
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
DI
RS
SS
Reaksi hipersensitivitas
Rash
Ototoksisitas
Tinnitus
Rasa sakit pada telinga
Hilangnya pendengaran
Dizzines
Vertigo (kepala pusing, mual, muntah,
gangguan waktu berjalan, pusing ketika
menutup mata)
Ataxia
Nistagmus
Nefrotoksisitas
Peningkatan kretinin > 1 mg/dl
Ratio BUN terhadap Kreatinin
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
4.5 Analisis Dosis Injeksi Gentamisin Intravena Bolus dan Kadar Gentamisin
Dalam Darah
Setiap pasien pada penelitian ini diberi injeksi gentamisin intravena bolus 80
mg tiap 12 jam. Konsentrasi gentamisin dalam darah ditentukan agar tidak melebihi
nilai potensial toksik. Konsentasi maksimun yang melebihi 10 mcg/ml akan
menyebabkan toksisitas sedangkan konsentrasi minimum yang melebihi 2 mcg/ml
akan menyebabkan kumulasi obat dalam jaringan. Pada pengamatan konsentrasi
maksimum dan minimum perlu diperhatikan ada tidaknya pengaruh dari obat lain
yang digunakan. Dari hasil penelitian, tidak ditemukan interaksi obat yang dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan kadar gentamisin dengan metode TDx.
Data pemeriksaan kadar gentamisin dalam darah setelah injeksi bolus
intravena dosis 80 mg interval 12 jam (Tabel 4.7 dan Gambar 4.1) menunjukkan
konsentrasi maksimum pasien DI di bawah potensial toksik sedangkan konsentrasi
minimum di atas potensial toksik. Hal ini menunjukkan dosis 80 mg per 12 jam untuk
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
Waktu (menit)
DI
RS
SS
Potensial toksik
30
8,41
6,72
4,32
10
360
6,83
1,35
715
2,41
1,1
0,9
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
Konsentrasi (mcg/ml)
12
10
8
6
4
2
0
0
200
400
600
800
Waktu (menit)
DI
RS
SS
Potensial Toksik
Gambar 4.1 Grafik kadar gentamisin dalam darah terhadap waktu, dosis
80 mg dengan interval waktu 12 jam
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
Tabel 4.8 Data hasil perhitungan penentuan dosis regimen individu gentamisin
No
Nama
DB (mg)
Cmaks SS DB (mcg/ml)
Cmin SS DB (mcg/ml)
DI
1,35
60
6,3
1,8
RS
1,35
100
1,4
SS
1,35
150
1,7
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
tetapi bukan populatif, namun demikian pengamatan respon klinis yang ditimbulkan
mutlak harus dilakukan.
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap ketiga penderita
pneumonia yang dirawat inap di rumah sakit H. Adam Malik bagian Paru dan Saluran
pernafasan dapat disimpulkan :
a
5.2 Saran
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk memantau parameter-parameter
kesembuhan setelah pemberian gentamisin dosis baru sehingga aplikasi TDM
(Therapeutic Drug Monitoring) akan jelas dan bermanfaat dalam proses
penyembuhan.
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
DAFTAR PUSTAKA
Andreoli , E.T.(1997). Cecil Essential of Medicine. edisi 4. Philadelphia: W.B.
Saunders Company. Hal : 732-735
Barclay, et.al (1999). Once Daily Aminoglycoside Therapy. Is It Less Toxic Than
Multiple Daily Dose and How Should It Be Monitored? Clin
Pharmacokinet, Feb; 36(2):89-98, diakses tanggal 20 Desember 2007.
Bartlett, J.G. (2001). Pedoman Terapi Penyakit Infeksi. Jakarta: EGC Penerbit Buku
Kedokteran. Hal: 8-15
Begg, et.al (1994). What Is The Evidence For Once-Daily Aminoglycoside therapy?
Clin Pharmacokinet, Jul; 27(1):32-48, diakses tanggal 21 Desember 2007.
Chambers, H.F. (2004). Aminoglycoside dan Spectinomycin. Dalam: Farmakologi
Dasar dan Klinik. Edisi 8. ed Katzung. Jakarta: Salemba Medika. Hal : 6067
Christen, C. (2006). Clinical Pharmacy and Medication Safety. The Annals of
Pharmacotherapy. 40: 2020-1. available from: www.theannals.com pada 17
oktober 2006
Craig,
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
Neal, M.J. (2005). At a Glance Farmakologi Medik. Edisi kelima. Jakarta: Penerbit
Erlangga. Hal: 84-85.
Niazi, S. (1979). Textbook of Biopharmaceutics and Clinical Pharmacokinetics.
USA. Appleton-Century-Crofts. Hal: 266-268.
PDPI (Persatuan Dokter Paru Indonesia). (2005). Pneumonia Komuniti. Jakarta. Hal :
1-7
Price, S.A., Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal :
804-805
Ritschel, A.W.(1976). Biopharmaceutics. Edisi 1. Cincinnati: University of
Cincinnati College Pharmacy California. Hal 210-212
Rodman D., et.al (1994). Extended Dosage Intervals for Aminoglycosides. Am J Hosp
Pharm, Aug 15;51(16):2016-21
Rusdidjas. (2000). Standar Pelayanan Medis Komite Medik. Edisi I RSUP H. Adam
Malik Medan. Hal: 73-75
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009
Aminah Dalimunthe : Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus Terhadap Pasien, 2008
USU e-Repository 2009