Anda di halaman 1dari 29

Sahabat

For all my friends,


I don’t expect to be the most important person in your lives, that’s too much to ask for.
What will make me happy is that one day if you ever hear my name, you’ll smile and say,
“That’s my friend!”
Sahabat

It's Easier to Forgive an Enemy than a Friend

Di sebuah milis saya tersentuh, kagum, dan salut membaca


email seorang temen yang begitu perhatian terhadap
temannya. Sebut saja namanya Nurul. E-mail Nurul saat itu
berisi ajakan teman-temannya untuk membantu Yusi yang
membutuhkan dana untuk biaya berobat orang tuanya.
Saya yakin Nurul mengetahui masalah Yusi karena
perhatiannya pada Yusi. Keproaktifannya mengajak teman-
temannya untuk bisa berbagi meringankan kesulitan
temannya sungguh membuat saya kagum, karena saya
sendiri merasa agak mustahil berbuat seperti yang Nurul
lakukan. Dan saya yakin, jika Nurul mempunyai banyak
uang, pasti dia tidak akan berkirim surat kepada teman-
temannya untuk membantu Yusi. Cukuplah dia sendiri yang
menolong Yusi.

Kebetulan di milis tersebut ada seorang teman yang


namanya Zed. Dia ini sering berkomentar yang membuat
saya geleng-geleng kepala. Rasanya komentarnya tidak
layak untuk dibaca karena selalu mengecilkan usaha-usaha
teman-temannya dalam sebuah kegiatan sosial. Apalagi
sang komentator sama sekali tidak menyumbangkan
kontribusi yang nyata dalam kegiatan tersebut.

Nurul yang saat itu aktif dalam kegiatan sosial dan sangat
mengetahui betapa banyak pengorbanan teman-temannya
dalam menyelenggarakan acara tersebut tidak dapat
menahan diri untuk menukik balik komentar sang Zed. Saat
itu hawa panas agak terasa dalam diskusi kegiatan sosial di
milis itu. Tapi alhamdulillah sebagai seorang muslim yang
baik tentu saja Nurul akhirnya mengucapkan permintaan
maafnya atas ucapan panasnya pada Zed saat Idul Fitri
yang lalu.

Page 2
Sahabat

Terus terang saya sama sekali tidak menyangka,


ternyata telah terjadi kesalahpahaman antara Nurul dan
Yusi, teman Nurul yang menurut sepengetahuan saya
sangat ia sayangi. Kesalahpahaman ini terjadi akibat
komentar-komentar Zed yang untuk kedua kalinya menyulut
amarah Nurul. Maksud Nurul komentar tukik baliknya itu
ditujukan kepada Zed, tapi sayang Yusi salah paham. Yusi
pikir komentar Nurul ditujukan padanya. Nurul berusaha
menjelaskan, tapi Yusi tidak mau mendengar.

Kadang dalam kehidupan ini kita selalu ingat dengan


kesalahan orang daripada kebaikannya. Ini terjadi karena
sebetulnya kita belum mengenal secara dalam siapa teman
kita itu. Hanya karena aib atau dosa kecil atau kesalahan
kecil saja dari teman kita, kita lantas tidak mau lagi bertegur
sapa atau bahkan berniat menjauh darinya karena merasa
tersinggung atau tidak cocok. Kesalahan itu sebenarnya
bisa ditutupi dengan kebaikannya yang mungkin kita tidak
mengetahuinya.
Tidak ada seorang tanpa cacat meskipun itu adalah orang
yang sopan atau pun alim. Kalau saya memposisikan diri
sebagai Nurul yang sangat tidak tahan melihat keangkuhan,
sedih sekali rasanya kalau saya harus berpisah dengan
teman yang selama ini saya sayangi.

Dalam pergaulan hidup ini, tentu saja ada kesalahpahaman


yang pernah kita buat. Apakah awalnya dari becanda
ataupun kata-kata serius.
Yang jelas, sebagai manusia yang sering berbuat salah,
sudah selayaknya kita bisa memaklumi jika teman kita
berbuat salah. Jalan terbaik untuk keluar dari masalah ini
adalah memaafkan dan menganggap kejadian itu tidak
pernah ada dan memaklumi keterbatasan sebagai manusia
yang tidak pernah bebas dari salah. Ternyata seperti inilah
ajaran Allah.

Page 3
Sahabat

"Jadilah kamu pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan


yang ma'ruf dan berpalinglah dari orang yang bodoh" (QS
Al-A'raf: 199)

"Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah


yang paling mengetahui tentang orang yang bertaqwa" (QS
An-Najm:32)

Malang, Jan 5, '08 2:25 PM

Page 4
Sahabat

Orang Kampung Gombong ke Tokyo

Waktu di Bandung, seneng banget bisa ngobrol lagi dengan


teman lama. Dia teman melanglangbuana dulu. Mau aja
kalau kuajak ke mana-mana. Pernah aku mengajaknya ikut
Satria Nusantara (SN). Maksud hati ingin jadi kesatria sakti
mandraguna, eeeh malah jadi satria nu sangsara (satria
yang sengsara), karena kami hanya ikut SN sebulan dan
menjadi sengsara karena dompet temanku ini dicopet orang
di kereta Jabotabek. Padahal sudah “dikunci" loh. Hehehe.
Temanku ini pernah mengalami kehidupan yang
memprihatinkan. Sejak dari SMP dia sudah mulai mencari
uang dengan menitipkan kue di kantin sekolah. Karena
kesulitan ekonomi, dia jadi terpacu belajar keras. Katanya
setiap hari sehabis pulang sekolah dia langsung belajar.
Tidak ada kata bermain dalam kamusnya saat itu. Apalagi
setelah ibunya meninggal, bertambah keraslah
perjuangannya.
Akhirnya segala kerja kerasnya ini tidak sia-sia, karena dia
berhasil mendapatkan IPK yang hampir cum laude. Sejak
SMP dia memang sering jadi 6 besar di sekolah. Dia juga
pernah jadi juara tes semua guru kimia se-Bogor. Dia tidak
pernah bermain, karena mainannya hanya satu, yaitu; kimia
kimia dan kimia. Waktu kudorong supaya mendaftar
beasiswa, dia tidak percaya diri dengan kemampuan bahasa
asingnya.
Pernah aku mengajaknya ikut Nouryokushiken (tes
kemampuan bahasa Jepang) level 4 sedangkan aku level 3
(level tertinggi tes ini adalah level 1). Ternyata tempat tesnya
berbeda, aku di Sekolah Al-Azhar jalan Sisingamangaraja
Jakarta, sedangkan dia di Lab School IKIP Rawamangun
Jakarta. Malam sebelum hari H tes, dia hanya menghapal
huruf hiragana dan katakana saja. Karena doi hanya tahu

Page 5
Sahabat

baca tapi tidak tahu artinya maka tidak heran saat tes dia
kirim sms menanyakan arti kata mondai yang berarti soal
padaku! Hahaha.
Ada cerita lucu saat tes Choukai (listening) berlangsung. Dia
menyelesaikan soal dalam sekejap. Setelah itu dia iseng
lihat kanan kiri, ternyata orang-orang baru berada di
halaman dua. Dia jadi malu sendiri karena sudah
membulatkan semua bulatan di lembar jawaban. Lalu pelan-
pelan dia buka halaman soal sebelumnya sambil melirik
kanan kiri takut ada yang lihat hihi. Yah, dia kan ikut
Nouryokushiken hanya dalam rangka uji ketokceran indra
ke-6-nya. Kalau lulus berarti indra ke-6-nya keren hehe.
Pernah juga aku mengajaknya ikut tes Institutional TOEFL
di kampus UI Salemba. Di bajaj menuju tempat tes tanganku
dingin karena stress, sedangkan tangannya panas. Akhirnya
kami saling menukarkan energi yin yang itu, lalu bertemulah
arus panas kuroshiwo dan arus dingin oyashiwo.
Akhirnya dia percaya diri daftar beasiswa Seameo Tropmed.
Nah, setelah dia daftar aku sekalian ke kantor Sekretaris
Negara untuk mencari info beasiswa JICA. Waktu itu yang
banyak bertanya kepada petugas adalah aku. Temanku ini
hanya diam karena memang kurang berminat. Aku yang
cepat mengembalikan aplikasi, sedangkan dia telat hingga
seminggu. Tapi yang mendapatkan beasiswa itu adalah…
"Is, gw skrg ada di bandara...sieun...."
10 juni 2003 sore, aku dapat sms darinya. Aku tahu saat itu
dia sedang stres menghadapi kehidupan yang akan dia
jalani.
RINAAAAA I'M GONNA MISS U...UHUK UHKK...ATI2
YAAAA, AYE NANGISSSSSSS 10/06 17:27 Delivered

RINAAA, ADA SALAM DARI LALA...RIN ATI2 YAH..SING

Page 6
Sahabat

HADE DIDITU....MUN LAGRAG HUDANG


SORANGAN..HEHEH MUN MENANG COWO KECE ULAH
POHO KA UTANG NYAAAA...HEHHEHE UHUK UHUK
10/06 17:29 Delivered

EH MAKSUDNA URANG...HEHHEHE, ULAH POHO KIRIM


EMAIL!!! URANG REK TIAP HARI MUKA IMEL NA...SING
HADE NYAAAAAAAA 10/06 17:31 Delivered

RINAAAAA ULAH CEURIKNYAAAA, SING HEPI DIDITU,


INSYA ALLAH SELAMAT, SING MEUNANG
KAHADEAN...ULAH POHO NGINUM OBAT NYA', CARI
TMN2 BARU DISONO NYA, TAPI BAGI2 KA
URAAAAANG..!! 10/06 17:35 Delivered
Beberapa hari kemudian datang E-mail darinya. Terlihat
betapa senangnya dia ada di Tokyo.
"IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIS...AYEUNA URANG KAMPUNG
GOMBONG KEUR AYA DI TOKYOOOOOO..........”
Dan sekarang aku sangat senang melihat dia dan kedua
anaknya. Dia mendapatkan jodohnya di Tokyo.
Perjuanganmu ga sia-sia, Rin!
Terjemahan:
sieun: takut
sing hadenya diditu: baik-baik ya di sana
mun lagrag hudang sorangan: kalo jatuh bangun sendiri
ulah poho: ojo lali
urang: gue (saya)
ulah ceuriknya= jangan nangis ya
sing hepi diditu: seneng-seneng di sana

Page 7
Sahabat

ayeuna urang kampung gombong keur aya di tokyoooooo:


Sekarang orang kampung Gombong sedang ada di Tokyo
Malang, Apr 4, '08 2:47 PM

Page 8
Sahabat

Antara Aku dan Prem

Hari itu pukul 11.30-an aku kegirangan, karena acara


seminar narkoba yang sempat membuatku mengalami
tachicardia (jantung berdebar cepat) ternyata diundur,
sehingga aku bisa minta ijin tidak kuliah. Kebetulan waktu
itu bertepatan dengan libur Idul Adha. Sebagian temanku
yang lain pun pulang selama 3 hari. Termasuk Prem.
Dari sejak jam 9 pagi Prem sudah membeli tiket KA. Sedang
aku baru beli tiket jam 12-an setelah mendapat ijin sang
direktur kampusku untuk pulang selama satu minggu.
Untunglah tiket KA ekonomi untuk duduk still available.
Waktu pamit di kosan, teman-temanku bengong melihatku
hanya memanggul tas gendong kempis, karena tidak ada
isinya, pakai kaos plus sandal jepit. Itulah kostumku bila aku
naik KA ekonomi. Enaknya kalau naik KA ekonomi, Malang-
Jakarta serasa Bogor-Depok! Maklum sudah terbiasa, sih!
”Pulang ke Bogor???” tanya Lisa, teman kosku yang
membuka pintu kamar mandi, tidak percaya mendengar
kata-kata bahwa diriku mau pulang.
***
Tiba-tiba saja HP-ku bergetar, membangunkan deep sleep-
ku di atas KA Matarmaja gerbong 7. Kubuka sleting depan
tas Boogie-ku untuk mengambil HP. Ternyata sms dari
Prem.
“Teh, ada dmn ci? Aq td dh k blkg mpe kl g slh grbg 7 tp mo
kdlpn d ttp. Te2h da dmn?maen kdepan dunk!boring ne!aq d
grbg 3 no.9” Sent 14-Dec-2007 15:41:05.
”Prem, tar deh ya, kalo udah agak mlm tth ke sana. Skrg tth
ngantuk berat dulu ya. Semlm tidur cmn bentar. Bobok
yuuk.” Sent 14-Dec-2007 15:42:00.

Page 9
Sahabat

Seperti janjiku, setelah hari gelap aku mulai bergerilya


berjalan di sepanjang aisle di mana saat itu sudah mulai ada
penumpang yang menghamparkan lembaran koran sebagai
alas berbaring disela-sela kaki penumpang lainnya.
Ketika aku berjalan melewati perbatasan antar gerbong
demi gerbong perasaanku dipenuhi perasaan asik. Itulah
kali pertama aku berlaku ”liar” dalam hidupku. Sebagai anak
perempuan paling besar, memiliki 5 saudara laki-laki, tentu
saja aku dulu sangat-sangat dijaga oleh keluargaku.
Ibaratnya bagaikan burung dalam sangkar, saat itu aku
merasa terbang merdeka, dunia begitu luas di depanku.
Aku masih ingat, dulu mau nginep di rumah teman saja, aku
sampai nangis darah pun pasti ga bakal diijinkan. Mau
kuliah di Bandung aja ga diijinkan. Bahkan mau liburan ke
Bandung dengan teman-teman pun ga diijinkan. Tapi hari
itu, di atas KA ekonomi Malang-Jakarta, perjalanan yang
memakan waktu tempuh kadang lebih dari 24 jam, aku
berjalan sendiri menemui Prem dengan melalui 5 gerbong
panjang di depanku.
***
”Bu, kopinya, Bu?” ujarku mengagetkan Prem, karena dia
pikir suaraku itu berasal dari penjual minuman hangat yang
banyak berkeliaran di KA ekomomi. Demi melihatku Prem
kegirangan. Lalu kami berjalan menuju gerbong belakang
yang tidak lain adalah gerbong resto. Kami duduk di dekat
jendela sambil menikmati teh panas yang kami pesan dari
resto dan makanan yang kami beli di Malang. Kami tidak
bisa melihat apa-apa dari balik jendela itu. Karena memang
jarum jam sudah mulai mendekati angka 8 malam,
itu tandanya sekitar 1 jam lebih lagi Prem akan turun di
stasiun Solo Jebres.
”Prem, tadi Teteh seneng banget waktu jalan antar gerbong
menuju ke sini. Ternyata hidup mah harus dinikmati, ya?

Page 10
Sahabat

Bagaimana pun keadaan kita, yang penting hati kita harus


kaya. Prem juga nanti kalau sudah ada di Korea harus
menikmati hidup ya!” kata-kataku mengalir deras di depan
temanku yang sudah sekian lama menemaniku melanglang
buana ikut segala macam kegiatan di Malang. Mulai dari
kegiatan gerak jalan radio KDS, di mana aku dan Prem rela
berpanas-panas ria duduk di aspal jalan Ijen sambil nonton
dangdut menunggu pengumuman pemenang hadiah utama:
motor Mio, sampai acara jalan kaki malam-malam di tengah
sepinya kota Malang pada malam hari karena kemalaman
setelah pulang dari Tuban.
Sejak liburan sudah beberapa sms yang dia kirim kepadaku.
Isinya hanya menanyakan kabarku dan kabar proposal
tugas akhirku yang sama sekali tidak kusentuh.
Entah bulan depan atau bulan depannya lagi, atau semester
depan, Prem akan meninggalkanku. Karena masalah dana,
dia terpaksa akan bekerja di Korea.
”Prem, Teteh yakin Prem pasti bisa sukses di Korea. Bahkan
bisa ngalahin kita-kita yang ada di sini. Hidup kita ke depan
memang masih gelap. Seperti gelapnya warna di balik
jendela kereta ini. Tapi gelap itu tidak akan abadi, karena
pagi akan membawa kita melihat. Cahaya akan menerangi
kita, sehingga kita bisa melihat ada apa dan siapa di sana.
Hidup itu ga selalu hanya ada malam, Prem. Ada pagi dan
juga ada siang.”
Mar 22, '08 8:01 PM

Page 11
Sahabat

Kusapa Engkau dengan Doa

Bulan Ramadhan dan Iedul Fitri adalah saat yang baik bagi
kita umat Islam untuk menguatkan kembali tali silaturahim
yang sempat longgar antara kita dengan orang tua kita,
saudara-saudara juga teman-teman kita.

Terhadap teman, kadang kita terlalu cepat melupakan teman


lama kita setelah kita mendapatkan teman baru. Kita tidak
menyadari bahwa teman-teman yang sempat terlupakan itu
pernah mewarnai hari-hari kita. Kita pernah menjalani hidup
ini dengan penuh keceriaan bersama mereka. Bersama
mereka juga kita pernah saling menitipkan diri. Apakah kita
masih mengingat mereka? Teman-teman yang dulu dekat,
yang mungkin keadaanya tidak seberuntung kita saat ini.

Kalau mudah untuk menghubunginya, kalau bisa


menyapanya, sekedar menanyakan kabarnya, mengapa
tidak kita lakukan saat kesempatan itu masih ada??
Mumpung masih ada waktu.

Telepon di Bulan Ramadhan Buat Kak Ipunk

Kak Pungki, atau biasa ku panggil Kak Ipunk, adalah teman


dekat kakakku yang nomor 2. Mereka pernah satu kelas
sewaktu di SMA. Karena tempat kuliah yang berbeda
(kakakku kuliah di luar kota) sehingga kami sekeluarga tidak
pernah melihat Kak Ipunk datang lagi ke rumah . Hingga
suatu hari saat aku masuk kelas kursus bahasa Inggris di
kelas basic 2, (kalo saya mulainya dari kelas basic 1, itu pun
setelah tiga kali ikut placement test karena ga lulus
mulu :D ) aku kaget karena ternyata sekelas dengan Kak
Ipunk, teman kakakku yang sempat menghilang. Waktu itu
Kak Ipunk kuliahnya masih tingkat 2 dan aku kelas 2 SMA.

Page 12
Sahabat

Asik juga sekelas sama Kak Ipunk, dia selalu memberi


support supaya aku berani bicara manakala di kepalaku ada
ide aneh atau sekedar menanyakan pertanyaan yang ga
bermutu yang selalu saja ingin aku lontarkan kepada guru
bahasa Inggris di kelas.

Mungkin karena orangnya baik hati dan tidak sombong, juga


karena mukanya yang mirip nihon jin (orang Jepang) jadi
tidak mengherankan kalau dia banyak fans-nya di kelas.
Tapi Kak Ipunk ga pernah merasa kege-eran, malah dia
tetap ramah terhadap para fans-nya itu, sehingga tidak ada
orang yang merasa segan untuk sekedar menyapa Kak
Ipunk, karena sapaan mereka pasti akan dibalas dengan
senang hati oleh Kak Ipunk. Tidak jarang juga malah Kak
Ipunk duluan yang menyapa para penggemarnya. Aku
masih ingat ada mbak-mbak yang selalu setia menunggu
Kak Ipunk untuk pulang bareng. Sebelumnya si mbak udah
melakukan pedekate kepada diriku dulu sebagai adiknya.
Asik banget ya jadi adiknya Kak Ipunk.

Aku ingat waktu itu bulan Ramadhan, untuk pertama kalinya


aku menelepon Kak Ipunk karena urusan kursus. Saat itu di
rumah belum ada telepon, jadi aku harus menelepon di
telepon umum koin agak jauh dari rumah. Lumayan lama
juga kami bicara di telepon, karena kami bicara memakai
Sundanese English (maksudnya kebanyakan Sundanya
daripada bahasa Inggrisnya), hingga akhirnya saya
mendengar suara azan.

“Eh Kak, udah azan, yah?” tanyaku ketika aku menangkap


suara azan dari TV-nya Kak Ipunk.
”Iya, Mia puasa, ga?” tanyanya dengan semangat 45.
”Puasa dooong, “jawabku
”Cepeeeeeeeeeeet bukaaa!!!”

Page 13
Sahabat

Setelah habis masa 3 bulan kursus, aku memutuskan untuk


berhenti, sedangkan Kak Ipunk kalo ga salah masih
meneruskan kursusnya. Komunikasi pun putus kembali.
Hingga suatu malam beberapa tahun yang lalu, ketika itu
aku tidur malam lebih cepat (maklum, biasanya insomnia),
kakak keduaku mengetok-ngetok pintu kamarku sambil
berkali-kali berteriak, ”MIA,MIA , PUNGKI !!!!!”

Setengah konek, otakku meminta ijin beberapa saat untuk


mencerna perintah. Saat pintu kubuka, kulihat mata kakak
kedua sudah berhamburan air mata. Sambil menangis dia
berkata, ”Mi, Pungki udah meninggal...”

Terbelalak mataku mendengar ucapan kakakku itu. Tidak


menyangka Kak Ipunk secepat itu dipanggil Allah. Kulihat
kakakku merasa terpukul dan menyesal, karena sekian lama
dia tidak bertemu dengan Kak Pungki, sekian lama dia tidak
get in touch dengannya. Kalau ada di rumah dia merasa
tidak menyempatkan diri bertemu dengannya atau mininal
meneleponnya sekedar menanyakan kabarnya. Malam itu
pada saat kakak ingin bertemu Kak Ipunk, dia
meneleponnya, tapi anggota keluarga Kak Ipunk yang
mengangkat telepon menjawab, ” Pungkinya udah ga
ada....” Ternyata kesempatan bertemu itu sudah tidak ada
lagi.

Aku ga nyangka, ternyata telepon di bulan Ramadhan dulu


itu adalah teleponku yang pertama dan yang terakhir buat
Kak Pungki.

***
Di Bulan Ramadhan Kuantar Engkau, My Dear Friend.

Pagi itu aku memang bermaksud untuk menengok Dini,


setelah sekian lama Dini sakit, aku sama sekali belum

Page 14
Sahabat

pernah menengoknya. Ternyata aku bukan teman yang baik


ya, Din.
Tanpa meneleponnya terlebih dahulu, aku memutuskan
untuk mengunjungi dulu temanku yang lain yang juga
tetangganya Dini, dengan pertimbangan agar aku punya
waktu yang lebih lama di rumah Dini. (maklum si ratu
chatting, berkunjung sejam buat ngobrol mah udah pasti ga
bakalan cukup!)

Rumah Dini terletak di blok depan, menghadap ke jalan


utama yang menuju perumahan itu dan terletak pas
dipertigaan jalan, sehingga aku pasti harus melalui
rumahnya manakala aku mengunjungi temanku yang juga
tetangga Dini.

Setelah turun dari angkot, aku berjalan kaki menuju komplek


perumahan di mana Dini tinggal. Dari kejauhan aku melihat
seorang wanita di depan rumah Dini melambai-lambaikan
tangannya kearahku untuk datang mendekat. Sebelumnya
aku menengok ke belakangku untuk memastikan bahwa
lambaian itu memang buatku. Karena mataku yang miopi
(rabun jauh) saat itu, maka aku benar-benar merasa tidak
mengenali siapa wanita di depan rumah Dini itu, hingga
akhirnya aku tiba tepat di depan rumahnya. Ternyata bukan
karena miopiku aku tidak mengenalnya, tapi karena fisiknya
sudah banyak berubah.
***
Dini adalah teman dekatku sewaktu aku masih SMA kelas 1.
Anaknya cantik, manis, imut-imut, ceria, pandai bergaul dan
tentu saja pintar. Giginya yang berwarna keruh akibat
pengaruh Tetrasiklin (nama antibiotik) sewaktu dia masih
bayi ternyata malah menambah manis senyum ”cheese”-nya
yang merekah.

Page 15
Sahabat

Tentang kepintarannya, dia sangat menguasai pelajaran


eksakta juga bahasa Inggris. Dulu seperti biasa, kami
sekelas terkena remedial tes matematika karena guru
matematika kami senang sekali memberikan soal-soal
madas (matematika dasar) UMPTN saat ulangan. Di kelas
biasanya ada tiga murid yang tidak pernah kena remedial,
satu di antaranya adalah Dini.
Waktu kursus bahasa Inggris LIA baru membuka cabangnya
di kotaku, sehingga tes penerimaan murid barunya masih
ketat dan peminatnya membludak, Dini dan hampir semua
teman di kelasku lulus tes. Malah Dini langsung masuk level
yang tinggi. Sedangkan aku seorang diri yang tidak lulus,
walau untuk sekedar masuk kelas basic 1.

Aku masih ingat, sebelum tes penempatan yang kedua


kalinya aku ikuti, Dini yang memang ingin aku bisa les di
tempat yang sama dengannya pernah mewanti-wantiku agar
aku tidak mengisi semua pertanyaan, karena tes itu
memakai sistem kurang jika jawaban salah. Ah, Din, sayang
sekali, aku baru ingat peringatanmu itu menjelang detik-
detik waktu ujian berakhir. Sedangkan aku sudah
menghitamkan semua bulatan di lembar jawabanku.
Din, aku dulu pernah berfikir heran, kenapa otakmu yang
memang encer banget itu ga bisa nular ya kepada diriku???
Dan kenapa dirimu masih juga mau temanan sama diriku ini,
Din? Yang hanya untuk les bahasa Inggris saja buatku
susahnya minta ampun, gara-gara ga lulus placement test
mulu! Hehe.
***
Pagi itu aku ternyata masih mengenal senyum manisnya,
walaupun secara keseluruhan memang fisik Dini berubah
drastis. Aktifitas sejenis bakteria telah merusak organ dalam
dan luarnya. Aku yang sangat expressif berusaha untuk

Page 16
Sahabat

menyembunyikan rasa kagetku atas perubahan yang terjadi


pada Dini. Dini yang memang tidak pernah lepas dari
senyum ketika bertemu orang itu segera menyambutku
sambil berkata dengan suara yang lirih, ”Mi, tau ga, tadi
waktu Dini duduk berjemur, dalam hati Dini ngomong, Ya
Allah coba ada temen Dini yang datang ya sekarang, Dini
pengen banget ngobrol. Eeeh, Dini lihat Mia lagi jalan,
langsung Dini lambaiin (tangannya). ” Aku tersenyum
bahagia mendengar ucapannya. Ternyata akulah yang
diutus Allah untuk mendengarkan segala perasaan hatinya
hari itu.

Setelah tiba di ruang tamu, tanpa kuminta Dini mulai


menceritakan semua tentang penyakitnya; awal mula
datangnya penyakit serta kejadian-kejadian ketika dia
masuk-keluar RS juga tentang kesedihannya melihat orang-
orang yang dia cintai harus menanggung kepedihan dan
kesedihan yang mendalam melihat kondisinya. Dia tahu
keluarganya selalu menyembunyikan perasaan sedih
mereka di depannya. Dia bercerita kadang dia suka
menahan sakit yang dia alami hanya karena dia tidak ingin
membuat keluarganya, terutama mamanya, menangis. Dini
menceritakan semua itu dengan air muka yang tenang,
sedangkan aku yang mendengar semua kisahnya malah
merasa ngeri dan terharu. Sampai-sampai aku ga bisa
menahan beberapa butir air mata untuk tidak keluar di
hadapan Dini.

Aku kagum melihat kesabaran, kepasrahan dan


ketabahannya menghadapi cobaan Allah. Ternyata sesuatu
yang aneh telah terjadi pada diriku saat itu. Biasanya kalau
mengunjungi rumah teman, akulah yang berperan sebagai
pembicara, tapi saat itu di hadapan Dini aku berubah
menjadi seorang pendengar yang baik dan berkali-kali
mengucapkan kata Subhanallah Dini.

Page 17
Sahabat

Kata-kata Subhanallaah Dini memang pantas aku lontarkan


di depan Dini, karena saat itu aku melihat pembuktian akan
hadist Rasul yang mengatakan bahwa orang sakit yang
sabar maka doanya akan dikabulkan. Lihat saja salah satu
contohnya. Hanya harapan selintas saja dalam hati, Allah
langsung mengabulkan harapan Dini pagi itu untuk ngobrol
dengan seorang teman.

Selang beberapa hari, aku memobilisasi teman-teman untuk


datang menengok Dini. Ada banyak pelajaran yang kudapat
ketika bertemu Dini waktu itu dan aku berharap teman-
temanku bisa menangkap pelajaran itu. Tentunya tujuan
yang utama adalah agar Dini merasa terhibur dan
semangatnya menatap masa depan tetap terpatri di hatinya.

Banyak pertanyaan yang terlintas dalam pikiran teman-


teman saat itu mengenai kondisi Dini. Dini menyadari hal itu.
Lalu dengan tersenyum sambil menatapku dia berkata,
”Nanti Mia aja ya yang cerita”. Aku mengangguk sambil
berkata dalam hati, ” Duh, Din, suatu kehormatan yang
besar buatku bisa menjadi pendengar saat Dini
membutuhkan teman.” Kelihatannya tempo hari itu Dini
sudah puas bercerita,menumpahkan segala apa yang ada
dalam hatinya kepadaku sehingga dia terlihat tampak lebih
tenang. Berkali-kali aku tidak bisa membendung air mataku
saat melihatnya.

Lalu tak lama kemudian, aku ditelepon temanku yang juga


tetangga Dini bahwa Dini sudah meninggal dunia.

Suatu malam di bulan Ramadhan beberapa tahun yang lalu,


Dini pergi menghadap-Nya. Lalu pagi harinya, aku
mengantarkan Dini ke tempat pembaringannya yang
terakhir.

***

Page 18
Sahabat

Last time, while laying down on my bed due to my illness, I


was thinking of Kak Ipunk and Dini. Now I just can say
something with both of you through my prayer,
(Allaahummagfirlahumaa, warhamhumaa, wa’aafihimaa,
wa’fuanhumaa…. ) as well as (I was thinking of) my friends
that still exist on this planet.

For all my friends, I don’t expect to be the most important


person in your lives, that’s too much to ask for. What will
make me happy is that one day if you ever hear my name,
you’ll smile and say “That’s my friend!”
2004-10-31 17:19:00

Page 19
Sahabat

My Danish Friend, Maj1

My brother liked playing a trick on me. I wondered why


I was always deceived by him. I had to be alert this time.
" RAHMI, THERE IS A CALL FOR YOU," my brother
shouted loudly.
" I KNOW THAT'S NOT FOR ME, YOU CAN 'T PLAY A
TRICK ON ME AGAIN," I replied angrily.
I heard my brother talking with the caller.
"Rahmi isn't in. She has gone to campus."
"HEY, I AM HERE, DON 'T HANG UP THE PHONE!" I
cried out coming out of my room, then I tried to snatch the
receiver from his hand.
"Hahaha, in the end you still trust this handsome
brother," He laughed contently. Then I replied his laughing
by staring ridiculously to him.
"Hello, Rahmi? Is your brother still ridiculous?" A girl's
voice with a westerner's accent said on the other side.
I thought for a while.
“MAJ, YOU ARE MAJ, AREN 'T YOU? I cried out
surprisingly.
"Thank God, you still remember me," Maj said.
"Of course, how can I forget the only one blonde friend
of mine. Maj, how are you?"
“I'm fine. Mi, I can't say much on the phone because I
know your line is always busy. I just want to ask you to be
my good guide. Tomorrow I am going to go to Taman Mini

Page 20
Sahabat

Indonesia Indah and you have to accompany me. Please


explain to me about your culture. I'm going to write a book
about Surdanese culture, Ok? " Maj said uninterruptedly.
*****
Maj Nygaard Schmidt is my Danish friend. We didn't
get in touch for more than three years. She used to be in my
school as an exchange student and we used to be close just
for a while.
I remembered when we met at the first time when she
was in my class.
"Is your hobby laughing?" Maj stunned seeing me
because I often laughed.
"Yes, as long as my laugh's still healty, it's my hobby." I
replied ridiculously. Then, because of my laugh, we became
friends.
I remembered when I told her that there wasn't much
that I knew about Denmark but Morten Frost Hansen, a
Danish badminton player then.
Once, she told me that her parents were never
married. They lived together and then she was born. When
she was 8 years old, they broke up and moved away from
each other. She went on living with her mom. Then several
years later, she had step sisters and brothers.
"Families like that are quite normal in Denmark. I
wouldn't want it any other way, because that way I get much
bigger family," she said calmly.
"Be careful of STDs2 Maj." I said in my heart.
I remembered that she really hated Indonesian food. In
her country, she eats rice but only once or twice a week not

Page 21
Sahabat

everyday.
I remembered when we were at the post office taking
the package from her mom.
"Look Mi, it's a Danish product. It 's good, isn't it?" She
proudly showed me a lighter. On it there was a beautiful
mermaid and a word "tokai".
"Oh yeah?! But as far as I know Tokai is located on
jalan Raya Bogor - Jakarta, hahahaa." I laughed. Her white
cheeks turned red. She was embarrassed. But later I was
just aware that tokai is one of many Japanese companies
located in Indonesia, so that it isn't Indonesia's Maj. We are
the same, live in developing countries in which many big
industrial countries locate their factories because of cheap
man power.
****
It was by 11 am on Sunday morning when the taxi that
brought us arrived in front of Keong Mas Theatre.
"Mi, we'd better watch a film first. I think the queue isn't
too long. Are you interested in watching a film?" Maj asked.
"Of course, why not?"
Then we entered the theatre. We sat in the front row
because it wasn't crowded. The film was nice. It was entitled
"Indonesia Indah". It was about the beauty of Indonesian
nature and culture. Right after watching the film, we went to
the West Java pavilion. I was aware that I had to be her
guide. I thought she was serious to write the book because
she was bringing her Canon EOS 500 completed with tripod
and some filters and a note book with some activities listed
on it.
It seemed that the West Java pavilion had been

Page 22
Sahabat

renovated. The building looked modern. It was equipped


with a luxurious big lamp hanged on the ceiling. Its floor was
covered up with white ceramic. It had a large room where
there were several sets of Sundanese musical instruments.
Then we entered the room.
"What are these musical instruments' names?" Maj
pointed at degungan instruments.
"They are degungan instruments. Degungan is a kind
of Sundanese music instrument. This is the bonang; this one
is the jenglong; those ones are the saron 1, saron II, gong
and kendang." I pointed at them one by one.
We were in the pavilion for more than two hours. I was
really busy to be her assistant and took a lot of pictures and
of course to answer her many questions.
"Rahmi, to tell you the truth, actually I've read a lot
about Sundanese culture. My questions that I've asked you
are just to see if you know about your culture or not," she
said on the way home.
"How could you?! So you've tested me just now hah?!
I stared at her ridiculously.
"Oh don't be angry Buddy, the fact that you do, show
me that you know your culture. So, you must love your
country."
"Maj, I think the most important thing to love the
country where we are born, brought up and make a living is
that we give our best, we deal with our professions. All of us
don't have to know our country in details. Those who don't
know their culture doesn't mean that they don't love their
country, right?" I said surely.
"Do you know Maj, if you didn't ask me to be your

Page 23
Sahabat

guide, I wouldn't read the book about my culture at all." I


said in my heart.
"Ah Maj, you are still like you were 3 years ago. I
forgot that you like testing other people's insight."
1
Pronounced: Mai
2
STDs: Sexually Transmitted Diseases

Page 24
Sahabat

Temanku Sahabatku

Kita sering mengingat the good old days. Sering kita


mengatakan bahwa masa lalu adalah masa keemasan yang
tentunya jika dibandingkan dengan masa kini kita merasa
kurang beruntung.
Dulu betapa masa-masa menyenangkan itu selalu hadir.
Bayangkan, siapa yang tak mau punya banyak sahabat
yang selalu ada di samping? Kakak-kakak yang selalu
memiliki waktu luang untuk melatihku supaya jadi anak yang
jail (iseng). Masa-masa nakal sering dimarahi guru karena
tidak bisa mengerjakan soal matematika. Ah, masa penuh
keceriaan.
Siapa yang ga bangga, waktu SD punya sahabat tomboy
yang tidak hanya jago taekwondo juga jago manjat pohon,
yang mengajariku naik sepeda, yang ternyata selalu ingat
hari ulang tahunku.
Waktu SMP ada sahabat-sahabatku yang pintar-pintar dan
jago nulis cerpen. Waktu SMA, punya sahabat-sahabat yang
suka ngacak-ngacakin rambutku; si metalina yang kagak
pernah bawa dan nyisir di sekolah. Sahabat-sahabat yang
selalu ingin kuhibur di kelas dengan lawakan dan suaraku
yang membuat mereka berteriak karena suaraku falesnya
minta ampun. Sahabat-sahabatku yang selalu
menyarankanku ikut grup lawak Srimulat karena menurut
penglihatan mereka, aku mempunyai bakat jadi tukang
lawak waktu itu. Aku juga teringat sahabat-sahabatku
sewaktu kuliah dan selepas kuliah. Ah, sahabat selalu
berganti. Silih datang dan pergi.
Akhirnya setelah semua pergi, aku merasa tidak memiliki
seorang sahabat lagi. Tapi, ternyata selama ini persepsiku
tentang arti sahabat sangat salah. Aku berpikir sahabat

Page 25
Sahabat

adalah orang yang selalu hadir secara fisik, selalu ada kala
kita dalam keadaan duka atau suka. Aku pernah merasa
mereka bukan sahabat-sahabatku lagi, karena mereka telah
menghilang. Tapi ternyata aku salah.
Tiba-tiba saja setelah 20 tahunan tidak bertemu, sahabat
SD-ku berkirim surat mengucapkan ulang tahun padaku.
Ternyata dia masih ingat tanggal lahirku, sedangkan aku
tidak. Tiba-tiba saja sahabat SMP-ku meneleponku ketika
aku masih di Malang mengucapkan selamat ulang tahun.
Tiba-tiba saja sahabat yang lain menemukanku di multiply.
Sedangkan, rasanya aku tidak pernah mencari dan ingat
ulang tahun mereka.
Walaupun aku kadang suka tidak bisa menerima perlakuan
mereka yang kurang bijaksana saat aku menceritakan
kesedihanku pada mereka, tapi mereka berbuat seperti itu
karena mereka memang peduli padaku.
Kaget juga ada teman yang akhirnya tega memanggilku
“ELU!” dengan nada kasar saat dia tahu aku keluar tidak
meneruskan pendidikanku di Malang. Ada juga yang kirim
email mengemukakan kekecewaannya. Yah, aku terima
teman, walaupun setelah itu aku jadi rada takut juga cerita
apa-apa pada dirimu.
Yang terakhir, ketika keputusanku keluar mengajar di
sekolah karena ingin focus di akupunktur. Reaksi temanku
membuatku tambah down sebenarnya. Yah, tapi aku harus
maklum, mereka seperti itu karena mereka peduli dan
mereka juga sedang belajar jadi teman yang bijaksana,
bukan?
Kata Mamahku, jadi orang baik tuh gampang, tapi jadi orang
bijaksana susahnya minta ampun. Menjadi orang yang
bijaksana, bisa malapah gedang kata orang Sunda, atau
bicara yang mengenakan agar orang lain merasa terhibur
saat sedang menderita, tidak bicara jujur kacang ijo jika

Page 26
Sahabat

kejujuran itu malah menyakiti saat tahu kondisi teman


sedang tidak sehat hatinya, memang susah.
Dari sekian sms yang kukirim ke teman atau sahabatku, ada
juga yang melegakan hati dan bisa menjadi cerminan
supaya aku bisa bijaksana kelak saat menghadapi teman
yang sedang berduka.
“Gak ada salahnya kok mengejar mimpi. Lagian dalam hal
ini dikau tidak menelantarkan murid-murid, kan sudah ada
penggantinya. Memang dalam hidup sering kali kita
dihadapkan dengan pilihan-pilihan, kadang sulit memilihnya.
Tapi kalo sudah memilih kita harus siap dengan
konsekuensinya, termasuk penilaian orang tentang pilihan
kita. Yang perlu diingat, kita lebih tau apa yang terbaik bagi
diri kita dibandingkan orang lain, karena kita yang
menjalankan, yang merasakan, orang hanya melihat dari
luar. Ok, keep strong.”
Tapi walaupun bagaimanapun, kalian adalah teman dan
sahabatku. Belum tentu aku bisa menjadi teman dan
sahabat seperti kalian.
“Teman itu seperti bintang, tak selalu nampak tapi selalu
ada.”

Oct 15, '08 2:03 PM

Page 27
Sahabat

Konco-konco ing Ngalam

Sudah beberapa kali Premita dan teman-teman yang lain


meneleponku. Dengan loudspeaker, secara bergantian
arek-arek bicara denganku. Mereka tanya kegiatanku di
Bogor. Ketika kubilang kalau pagi-pagi diriku jadi ibu RT,
mereka tertawa seraya berteriak, "GA TETEH
BANGEEEEET!" Hahaha.
Setelah hampir satu bulan meninggalkan Malang, jadi
terbayang-bayang wajah arek-arek di Malang. Perasaan
kehilangan mulai bercokol di hatiku. Teman-teman dekatku
di kelas yang menerimaku menjadi bagian dari mereka,
walaupun perbedaan umurku dengan mereka sangatlah
jauh. Di antara mereka ada beberapa nama yang sangat
melekat di hati.
Di Malang aku pernah sakit lumayan lama, seminggu lebih.
Saat itu ada Dewi yang selalu memasakkan masakan yang
selalu mengundang selera makanku, yaitu sayur bayam
berbumbu kunci (salah satu empon-emponan). Ketika sayur
itu dimakan selagi panas di waktu pagi, disruput airnya
terasa maknyus di badan sehingga diriku jadi cepat pulih.
Ada yang membuatku kaget dari dirinya. Sewaktu sakit itu,
praktis diriku tidak mampu mencuci bajuku. Ketika mau
umbah-umbah (nyuci baju), ember tempat pakaian kotorku
sudah tidak ada isinya. Ternyata Dewi mencucikan bajuku.
Aduh, kok sampai segitu ya idenya? Belum lagi dia dan
temannya mau bercapek-capek ria mencari obat batukku
yang bernama Qian ri hong atau dalam bahasa
Indonesianya bunga kenop. Tidaklah gampang menemukan
obat batuk ini di apotek. Tapi Dewi melakukannya demi
kesembuhanku.
Isma ga kalah mencengangkan.

Page 28
Sahabat

Pernah sewaktu aku ada masalah dengan seorang dosen,


ketika aku dengan kesal meninggalkan TKP, Isma lari
memburuku. Sambil bercucuran air mata Isma memelukku
seraya berkata," Teteeeh, Teteh harus minta maaf sama
orang itu. Isma ga mau Teteh jelek di mata dia."
Ketika merasa benar-benar tertekan, diriku pernah
menangis di kamar. Saat itu Isma yang merupakan my
roommate memperlihatkan kecerdasan empatinya
(emphaty quotient-nya tinggi). Melihat aku menangis dia
juga menangis, seakan-akan dia merasakan kesedihanku.
Aku benar-benar terhibur dibuatnya dan langsung berniat
segera mengkhatamkan tangisanku. Lalu kubuat lelucon
yang sebenarnya garing. Melihat aku tertawa, Isma juga ikut
tertawa.
Sikap Isma mengingatkanku dengan perkataan
“Menangislah dengan orang yang menangis, tertawalah
dengan orang yang tertawa”. Isma memang memiliki
kecerdasan empati. Walaupun dia sendiri pasti tidak sadar
kalau dirinya ini cerdas.
My roommate yang lain bernama Inti. Inti nih karena rajin
belajar sering banget tidur larut malam. Sedangkan diriku
yang bakatnya malas belajar berusaha tidur cepat setelah
solat isya. Karena perbedaan waktu tidur itu, Inti jadi suka
kemping di luar kamar. Dia dengan rela mematikan lampu
ketika melihat mataku ditutupi selimut atau bantal karena
memang aku harus tidur dengan lampu padam. Inti tahu
kapan diriku happy kapan merana. Ah, teman-teman yang
cerdas!
Jun 12, '08 8:01 AM

Page 29

Anda mungkin juga menyukai