Anda di halaman 1dari 25

Aids

23 Maret 2010 //
10
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
HIV adalah virus yang mengakibatkan AIDS. AIDS atau Sindrom Kehilangan Kekebalan Tubuh
adalah sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia sesudah sistem kekebalannya
dirusak oleh virus HIV. Akibat kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena
berbagai jenis infeksi bakteri, jamur, parasit, dan virus tertentu yang bersifat oportunistik. Selain
itu penderiat aids sering kali menderita keganasan, khususnya sarkoma kaposi dan limfoma yang
hanya menyerang otak.
2. Etiologi
HIV, yang dahulu disebut virus limfotrofik sel-T manusia tipe III (HTLV-III) atau virus
limfadenopati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus. Retrovirus
mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk
ke dalam sel pejamu. HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi
penyebab utama AIDS di seluruh dunia.
Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek siklus hidup virus (Gbr.
15-1). Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa protein HIV1,Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx
meningkatkan infeksi-vitas (daya tular) dan mungkin merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr.
Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang pertama kali diketahui dalam
serum dari para perempuan Afrika Barat (warga Senegal) pada tahun 1985, menyebabkan
penyakit klinis tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1 (Marlink, 1994).
3. Cara Penularan
1.Cara penularan HIV ada tiga :
Hubungan seksual, baik secara vaginal, oral, ataupun anal dengan seorang pengidap. Ini adalah
cara yang paling umum terjadi,. Lebih mudah terjadi penularan bila terdapat lesi penyakit
kelamin dengan ulkus atau peradangan jaringan seperti herpes genitalis, sifilis, gonorea,
klamidia, kankroid, dan trikomoniasis. Resiko pada seks anal lebih besar disbanding seks vaginal
dan resiko juga lebih besar pada yang reseptive dari pada yang insertive.

2.Kontak langsung dengan darah / produk darah / jarum suntik.


a. Transfusi darah yang tercemar HIV
b.Pemakaian jarum tidak steril/pemakaian bersama jarum suntik dan sempritnya pada para
pencandu narkotik suntik.
c. Penularan lewat kecelakaan tertusuk jarum pada petugas kesehatan.
3.Secara vertical dari ibu hamil pengidap HIV kepada bayinya, baik selam hamil, saat
melahirkan ataupun setelah melahirkan.
4. Gejala klinis dan kriteria diagnosis
Gejala penderita AIDS dapat ringan sampai berat. Pembagian tingkat klinis penyakit infeksi HIV.
Dibagi sebagai berikut:
I Tingkat klinis 1 (asimptomatik / Limfadenopati Generalisata Persisten (LGP)).
1. Tanpa gejala sama sekali.
2. LGP
Pada tingkat ini penderita belum mengalami kelainan dan dapat melakukan aktivitas normal.
II Tingkat klinis 2 (dini)
1. Penurunan berat badan kurang dari 10%.
1. Kelainan mulut dan kulit yang ringan, misalnya delmatitis seboroid, prurigo,
onikomikosis, ulkus pada mulut yang berulang dan keilitis angularis.
2. Helpes zoster yang timbul pada 5 tahun terakhir.
3. Infeksi saluran bagian atas berulang, misalnya sinositi
Pada tingkat ini penderita sudah menunjukkan gejala, tetapi aktivitas tetap normal.
III. Tingkat klinis 3 (menengah)
1. Penurunan berat badan lebih dari 10 %.
2. Diare kronik lebih dari 1 bulan, tanpa diketahui sebabnya.
3. Demam yang tidak diketahui sebabnya selama lebih dari 1 bulan, hilang timbul maupun terus
menerus.

4. Kandidosis mulut.
5. Bercak putih berambut di mulut (Hairy Leukoplakia).
6. Tuberkulosis paru setahun terakhir.
7. Infeksi bakterial berat, misalnya Pneumonia.
IV Tingkat klinis 4 (lanjut)
1. Badan menjadi kurus.
1. Pnemonia Pneumocystis carinii.
2. Toksoplasmosis.
3. Kriptokokosis dengan diare lebih dari 1 bulan.
4. Kriptokokosis di luar paru.
5. Infeksi sitomegalo virus pada organ tubuh kecuali di limfa, hati atau kelenjar
getah bening.
6. Infeksi virus herpes simpleks di mukokutans lebih dari 1 bulan atau di alat dalam
(viseral) lamanya tidak dibatasi.
7. Mikosis apa saja (misalnya histoplasmosis, koksidiomikosis) yang endemik, yang
menyerang banyak organ tubuh (diseminata).
2. Kandidosis esofagus, trakea, bronkus / paru.
10. Mikobakteriosis atipik diseminata.
11. Septikemia salmonella non tifoid.
12. Tuberkulosis di luar paru.
13. Limfoma.
14. Sarkoma kaposi.
15. Ensefalopati HIV, sesuai dengan kriteria CDC, yaitu gangguan kognitif atau motorik yang
mengganggu aktivitas sehari-hari, progresif sesudah beberapa minggu atau bulan, tanpa dapat
ditemukan penyebab lain kecuali HIV.
5. Perlekatan Virus

Virion HIV matang memiliki bentuk hampir bulat (Gbr. 15-3). Selubung luarnya, atau kapsul
viral, terdiri dari lemak lapis-ganda yang mengandung banyak tonjolan protein. Duri-duri ini
terdiri dari dua glikoprotein : gp120 dan gp41. Gp mengacu kepada glikoprotein, dan angka
mengacu kepada masa protein dalam ribuan dalton. Gp120 adalah selubung permukaan eksternal
duri, dan gp41 adalah bagian transmembran.
Terdapat suatu protein matriks yang disebut p17 yang mengelilingi segmen bagian dalam
membran virus. Sedangkan inti dikelilingi oleh suatu protein kapsid yang disebut p24. Di dalam
kapsid, p24, terdapat dua untai RNA identik dan molekul preformed reverse transckiptase,
integrase, dan protease yang sudah terbentuk. HIV adalah suatu retrovirus, sehingga materi
genetik berada dalam bentuk RNA bukan DNA, Reverse transcriptase adalah enzim yang
mentranskripsikan RNA virus menjadi DNA setelah virus masuk de sel sasaran. Enzim-enzim
lain yang menyertai RNA adalah integrase dan protease.
HIV menginfeksi sel dengan mengikat permukaan sel sasaran yang memiliki molekul reseptor
membran CD4 (Gbr. 15-4). Sejauh ini, sasaran yang disukai oleh HIV adalah limfosit T penolong
positif-CD4, atau sel T4 (limfosit CD4+). Gp120 HIV berikatan dengan kuat dengan limfosit
CD4+ sehingga gp41 dapat memerantarai fusi membran virus ke membran sel. Baru-baru, ini
ditemukan bahwa dua koreseptor permukaan sel, CCR5 atau CXCR4 diperlukan, agar
glikoprotein gp120 dan gp41 dapat berikatan dengan reseptor CD4+ (Doms, Peiper, 1997).
Koreseptor ini menyebabkan perubahan-perubahan konformasi sehingga gp41 dapat masuk ke
membran sel sasaran. Individu yang mewarisi dua salinan defektif gen reseptor CCR5
(homozigot) resisten terhadap timbulnya AIDS, walaupun berulang kali terpajan HIV (sekitar 1%
orang Amerika keturunan Caucasian). Individu yang heterozigot untuk gen defektif ini (18
sampai 20%) tidak terlindungi dari AIDS, tetapi awitan penyakit agak melambat. Belum pernah
ditemukan homozigot pada populasi Asia atau Afrika, yang mungkin dapat membantu
menerangkan mengapa mereka lebih rentan terhadap infeksi HIV (OBrien, Dean, 1997).
Sel-sel lain yang mungkin rentan terhadap infeksi HIV mencakup monosit dan makrofag.
Monosit dan makrofag yang terinfeksi dapat berfungsi sebagai reservaor untuk HIV tetapi tidak
dihancurkan oleh virus. HIV bersifat politrofik dan dapat menginfeksi beragam sel manusia
(Levy, 1994), seperti sel natural killer (NK), limfosit B, sel endotel, sel epitel, sel Langerhans, sel
dendritik (yang terdapat di permukaan mukosa tubuh), sel mikroglia, dan berbagai jaringan
tubuh.
Setelah virus berfungsi dengan limfosit CD4+, maka berlangsung serangkaian proses klompleks
yang, apabila berjalan lancar, menyebabkan terbentuknya partikel-partikel virus baru dari sel
yang terinfeksi. Limfosit CD4+ yang terinfeksi mungkin tetap laten dalam keadaan provirus atau
mungkin mengalami siklus-siklus replikasi sehingga menghasilkan banyak virus. Infeksi limfosit
CD4+ juga dapat menimbulkan sipatogenisitas melalui beragam mekanisme, termasuk apoptosis
(kematian sel terprogram), anergi (pencegahan fusi sel lebih lanjut), atau pembentukan sinsitium
(fusi sel).
6. Replikasi Virus

Setelah terjadi fusi sel-virus (Gbr. 15-5), RNA virus masuk ke bagian tengah sitoplasma limfosit
CD4+. Setelah mukleokapsid dilepas, maka terjadi transkripsi terbalik (reverse transcription)
dari satu untai-tunggal RNA menjadi DNA salinan (cDNA) untai-ganda virus. Integrase HIV
membantu insersi cDNA virus ke dalam inti sel pejamu, maka dua untai DNA sekarang menjadi
provirus (Greene, 1993). Provirus menghasilkan RNA massenger (mRNA), yang meninggalkan
inti sel dan masuk ke dalam sitoplasma. Protein-protein virus dihasilkan dari mRNA yang
lengkap dan yang telah mengalami splicing (penggabungan) setelah RNA genom dibebaskan ke
dalam sitoplasma. Tahap akhir produksi virus membutuhkan suatu enzim virus yang disebut HIV
protease, yang memotong dan menata protein virus menjadi segmen-segmen kecil yang
mengelilingi RNA virus, membentuk partikel virus menular yang menonjol dari sel yang
terinfeksi. Sewaktu menonjol dari sel pejamu, partikel-partikel virus tersebut akan terbungkus
oleh sebagian dari membran sel yang terinfeksi. HIV yang baru terbentuk sekarang dapat
menyerang sel-sel rentan lainnya di seluruh tubuh.
Replikasi HIV berlanjut sepanjang periode latensi klinis, bahkan saat hanya terjadi aktivitas virus
yang minimal di dalam darah (Embretson et al., 1993; Pantaleo et al., 1993). HIV ditemukan
dalam jumlah besar di dalam limfosit CD4+ dan makrofag di seluruh sistem limfoid pada semua
tahap infeksi. Partikel-partikel virus juga telah dihubungkan dengan sel-sel dendritik folikular,
yang mungkin memindahkan infeksi ke sel-sel selama migrasi melalui folikel-folikel limfoid.
Walaupun selama masa latensi klinis tingkat viremia dan replikasi virus di sel-sel mononukleus
darah parifer rendah, namun pada infeksi ini tidak ada latensi yang sejati. HIV secara terus
menerus terakumulasi dan bereplikasi di organ-organ limfoid. Sebagian data menunjukan bahwa
terjadi replikasi dalam jumlah sangat besar dan pertukaran sel yang sangat cepat, dengan waktu
paruh virus dan sel penghasil virus di dalam plasma sekitar 2 hari (Wei et. al., 1995; Ho et al.,
1995). Aktivitas ini menunjukkan bahwa terjadi pertempuran terus menerus antara virus dan
sistem imun pasien.
7. Respon Imun Terhadap Infeksi HIV
Untuk mengetahui ringkasan respon tubuh terhadap tantangan imunologik, lihat Bab 5. Pada
infeksi HIV, baik respons imun humoral maupun selular ikut berperan.
Segera setelah terpajan HIV, individu akan melakukan perlawanan imun yang intensif. Sel-sel B
menghasilkan antibodi-antibodi spesifik terhadap berbagai protein virus. Ditemukan antibodi
netralisasi terhadap regio-regio di gp120 selubung virus dan bagian eksternal gp41. Deteksi anti
bodi adalah dasar bagi berbagai uji HIV (misalnya, enzime-linked immunosorbent assay
[ELISA]). Di dalam darah dijumpai kelas antibodi imunoglobulin G (IgG) maupun
imunoglobulin M (IgM), tetapi seiring dengan menurunnya titer IgM, titer IgG (pada sebagian
besar kasus) tetap tinggi sepanjang infeksi. Antibodi IgG adalah antibodi utama yang digunakan
dalam uji HIV. Antibodi terhadap HIV dapat muncul dalam 1 bulan setelah infeksi awal dan pada
sebagian besar orang yang terinfeksi HIV dalam 6 bulan setelah pajanan. Namun, antibodi HIV
tidak menetralisasikan HIV atau menimbulkan perlindungan terhadap infeksi lebih lanjut.
Produksi imunoglobulin diatur oleh limfosit T CD4+. Seperti dibahas dalam Bab 5, limposit T
CD+ diaktifkan oleh sel penyaji antigen (APC) untuk menghasilkan berbagai sitokin seperti

interleukin-2 (IL-2), yang membantu merangsang sel B untuk membelah dan berdiferensiasi
menjadi sel plasma. Sel-sel plasma ini kemudian menghasilkan imunoglobuin yang spesifik
untuk antigen yang merangsangnya. Sitokin IL-2 hanyalah salah satu dari banyak sitokin yang
memengaruhi respons imun baik humoral maupun selular. Walaupun tingkat kontrol, ekspresi,
dan potensi fungsi sitokin dalam infeksi HIV masih terus diteliti, namun sitokin jelas penting
dalam aktivitas intrasel. Sebagai contoh, penambahan sitokin IL-12 (faktor stimulasi sel NK)
tampaknya melawan penurunan aktivitas dan fungsi sel NK seperti yang terjadi pada infeksi
HIV. Sel-sel NK adalah sel yang penting karena dalam keadaan normal sel-sel inilah yang
mengenali dan menghancurkan sel yang terinfeksi oleh virus dengan mengeluarkan perforin
yang serupa dengan yang dihasilkan oleh sel CD8.
Riset-riset terakhir menunjang peran sitotoksik dan supresor sel CD8 dalam infeksi HIV. Peran
sitotoksik sel CD8 adalah mengikat sel yang terinfeksi oleh virus dan mengeluarkan perforin,
yang menyebabkan kematian sel. Aktivitas sitotosik sel CD8 sangat hebat pada awal infeksi HIV.
Sel CD8 juga dapat menekan replikasi HIV di dalam limfosit CD4+. Penekanan ini terbukti
bervariasi tidak saja di antara orang yang berbeda tetapi juga pada orang yang sama seiring
dengan perkembangan penyakit. Aktivitas antivirus sel CD8 menurun seiring dengan
perkembangannya penyakit. Dengan semakin beratnya penyakit, jumlah limfosit CD4+ juga
berkurang. Berbagai hipotesis tentang penyebab penurunan bertahap tersebut akan dibahas
berikut ini :
Fungsi regulator esensial limfosit CD4+ dalam imunitas selular tidak terbantahkan. Seperti
dibahas sebelumnya dan di Bab 5, limfosit CD4+ mengeluarkan berbagai sitokin yang
memperlancar proses-proses misalnya produksi imunoglobulin dan pengaktivan sel T tambahan
dan makrofag. Dua sitokin spesifik yang dihasilkan oleh limfosit CD4+-IL-2 dan interferon
gama berperan penting dalam imunitas selular. Pada kondisi normal, limfosit CD4+
mengeluarkan interferon gama yang menarik makrofag dan mengintensifkan reaksi imun
terhadap antigen. Namun, apabila limfosit CD4+ tidak berfungsi dengan benar maka produksi
interferon gama akan menurun. IL-2 penting untuk memfasilitasi tidak saja produksi sel plasma
tetapi juga pertumbuhan dan aktivitas antivirus sel CD8 dan replikasi-diri populasi limfosit
CD4+.
Walaupun mekanisme pasti sitopatogenisitas limfosit CD4+ belum diketahui, namun dapat
diajukan argumen-argumen untuk berbagai hipotesis seperti apoptosis, anergi, pembentukan
sinsitium, dan lisis sel. Antibodi-dependent, complement-mediated cytotoxicity (ADCC,
sitotoksisitas yang dependen antibodi dan diperantarai oleh komplemen) mungkin salah satu efek
imun humoral yang membantu menyingkirkan limfosit CD4+ yang terinfeksi oleh HIV. Antibodi
terhadap dua glikoprotein, gp120 dan gp41, menginduksi ADCC. Sel-sel seperti sel NK
kemudian bertindak untuk mematikan sel yang terinfeksi.
Apoptosis adalah salah satu dari beberapa teori yang diajukan untuk menjelaskan berkurangnya
secara mencolok limfosit CD4+ dalam darah sepanjang perjalanan penyakit HIV. Banyak
limfosit CD4+ tampaknya melakukan bunuh diri saat dirangsang oleh suatu bahan pengaktif
atau oleh gangguan pada sinyal pengaktif (Gougeon, Montagnier, 1993). Limfosit CD4+ juga
mungkin tidak mampu membelah diri sehingga timbul fenomena yang disebut anergi. Teori lain
menyatakan adanya peran pembentukan sinsitium. Pada pembentukan sinsitium terinfeksi

berfusi dengan sel-sel yang terinfeksi the bystander effect (efek peluru nyasar; Weiss, 1993)
sehingga mengeliminasi banyak sel yang tidak terinfeksi. Akhirnya, menurunnya jumlah limfosit
CD4+ mungkin disebabkan oleh terbentuknya virus-virus baru melalui proses pembentukan
tunas; virus-virus tersebut menyebabkan rupturnya membran limfosit CD4+, yang secara efektif
mematikan sel tersebut.
Apapun teori yang menjelaskan berkurangnya limfosit CD4+, gambaran utama pada infeksi
tetaplah deplesi sel-sel tersebut. Deplesi limfosit CD4+ tersebut bervariasi di antara para
pengidap infeksi HIV. Sebagian dari faktor yang memengaruhi variasi ini adalah fungsi sistem
imun penjamu, adanya faktor lain di pejamu (misal, penyakit kongenital atau metabolik,
defisiensi gizi, patogen lain), atau perbedaan strain virus (Schattner, Laurence, 1994).
8. PERKEMBANGAN KLINIS
Fase Infeksi
AIDS adalah stadium akhir dalam suatu kelainan imunologik dan klinis kontinum yang dikenal
sebagai spektrum infeksi HIV (Gbr. 15-6, Tabel 15-2, Kotak 15-2). Perjalanan penyakit
dimulai saat terjadi penularan dan pasien terinfeksi. Tidak semua orang yang terpajan akan
terinfeksi (misalnya, homozigot dengan gen CCR5 mutan). Mungkin terdapat kofaktor lain
dalam akuisisi yang perlu diidentifikasi lebih lanjut. Setelah infeksi awal oleh HUV, pasien
mungkin tetap seronegatif selama beberapa bulan. Namun, pasien ini bersifat menular selama
periode ini dan dapat memindahkan virus ke orang lain. Fase ini disebut window period
(masa jendela). Manifestasi klinis pada orang yang terinfeksi dapat timbul sedini 1 sampai 4
minggu setelah pajanan.
Infeksi akut tejadi pada tahap serokonversi dari status antibodi negatif menjadi positif. Sebagian
orang mengalami sakit mirip penyakit virus atau mirip mononukleosis infeksiosa yang
berlangsung beberapa hari. Gejala mungkin berupa malaise, demam, diare, limfadenopati, dan
ruam makulopapular. Beberapa orang mengalami gejala yang lebih akut, seperti meningitis dan
pneumonitis. Selama periode ini, dapat terdeteksi HIV dengan kadar tinggi di darah perifer
(Levy, 1994). Kadar limfosit CD4+ turun dan kemudian kembali ke kadar sedikit di bawah kadar
semula untuk pasien yang bersangkutan.
Dalam beberapa minggu setelah fase infeksi akut, pasien masuk ke fase asimtomatik. Pada awal
fase ini, kadar limfosit CD4+ umumnya sudah kembali mendekati normal. Namun, kadar
limfosit CD4+ menurun secar bertahap seiring dengan waktu. Selama fase infeksi ini, baik virus
maupun antibodi virus ditemukan di dalam darah. Seperti dibahas sebelumnya, replikasi virus
berlangsung di jaringan limfoid. Virus itu sendiri tidak pernah masuk ke dalam periode laten
walaupun fase infeksi klinisnya mungkin laten.
Pada fase simtomatik dari perjalanan penyakit, hitung sel CD4+ pasien biasanya telah turun di
bawah 300 sel /l (Levy, 1994). Dijumpai gejala-gejala yang menunjukkan imunosupresi dan
gejala ini berlanjut sampai pasien memperlihatkan penyakit-penyakit terkait AIDS . CDC telah
mendefinisikan penyakit-penyakit simtoatik untuk kategori klinis ini (lihat Tabel 15-2 dan Kotak
15-2)

CDC telah menambahkan hitung limfosit CD4+ yang kurang dari 200/l sebagai kriteria tunggal
untuk diagnosis AIDS, apapun kategori klinisnya, asimtomatik atau simtomatik. Adanya salah
satu dari penyakit-penyakit indikator-AIDS, sesuai definisi CDC, menunjukkan kasus AIDS
yang harus dilaporkan. Saat CDC memperluas definisi ini pada tahun 1993, tiga penyakit klinis
ditambahkan : tuberkulosis paru, pneumonia rekuren, dan kanker seviks invasif. Penyakitpenyakit ini menyertai 23 penyakit lain yang termasuk dalam definisi kasus yang dipublikasikan
tahun 1987.
9. Manifestasi Klinis
AIDS memiliki beragam manifestasi klinis dalam bentuk keganasan dan infeksi oportunistik
yang khas.
10. Keganasan
Sarkoma Kaposi (SK) adalah jenis keganasan yang tersering dijumpai pada laki-laki homoseks
atau biseks yang terinfeksi oleh HIV (26%), tetapi jarang pada orang dewasa lain (kurang dari
2%) dan sangat jarang pada anak. SK adalah manifestasi proliferasi berlebihan sel gelondong
yang diperkirakan berasal dari sistem vaskular dan memiliki kesamaan gambaran dengan sel
endotel dan sel otot polos. SK umumnya timbul secara multisentrik berupa nodus-nodus
asimtomatik (yaitu, suatu angiosarkoma). Bukti kuat mengisyaratkan bahwa SK disebabkan oleh
suatu nikroorganisme menular seksual, virus herpes manusia tipe 8 (HHV8) atau virus herpes
terkait-sarkoma Kaposi, dan bukan HIV. HHV8 menyebabkan orang yang terinfeksi rentan
mengalami SK (serupa dengan virus papiloma manusia yang mempermudah timbulnya kanker
seviks pada orang yang terinfeksi). Lesi berupa bercak-bercak merah keunguan di kulit, tetapi
warna juga mungkin bervariasi dari ungu tua, merah muda, merah, sampai merah-coklat (lihat
Gambar Berwarnha 1 sampai 3). Selain di kulit, SK juga ditemukan di tempat lain misalnya
saluran cerna (GI), kelenjar getah bening, dan paru. SK dapat menyebabkan kerusakan struktural
dan fungsional, misalnya limfedema dan malabsorpsi. Apabila SK terlokalisir terutama di kulit,
maka bedah beku, bedah laser, dan eksisi bedah mungkin bermanfaat, tetapi radioterapi adalah
terapi pilihan untuk penyakit lokal. Obat kemoterapi seperti vinblastin, vinkrestin, bleomisin, dan
doksorubisin memberikan angka keberhasilan yang bervariasi. Dari berbagai zat stimulan imun
yang bersedia, interferon adalah yang paling efektif karena memiliki efek antivirus,
antiproliferasi, dan imunostimulasi.
Sebagian besar limfoma maligna adalah tumor sel B dengan stadium patologik tinggi, termasuk
small noncleaved lymphoma dan limfoma Burkitt atau limfoma mirip Burkitt (lihat Gambar
Berwana 4). Temuan umum adalah timbulnya gejala-gejala berupa demam, penurunan berat, dan
keringat malam, yang mungkin disebabkan oleh keganasan. Pasien yang mengidap
limfadenopati genelirasata persisten (PGL) berisiko besar mengalami limfoma maligna.
Gejala dan tanda awal limfoma sistem saraf pusat (SPP) primer mencakup nyeri kepala,
berkurangnya ingatan jangka-pendek, kelumpuhan saraf kranialis, hemiparesis, dan perubahan
kepribadian. Gangguan-gangguan ini dapat disebabkan oleh letak tumor, edema, atau adanya
penyakit penyerta. Lesi desak- ruang harus dibedakan dari lesi lain, terutama toksoplasmosis.

Kanker servis invasif adalah suatu keganasan ginekologik yang berkaitan dengan penyakit HIV
kronik yang dimasukkan dalam definisi kasus sejak tahun 1993. Displasia serviks mengenai 40%
perempuan yang terinfeksi oleh HIV (Fauci, Lane, 1998). Displasia serviks disebabkan oleh
virus papiloma manusia yang berkorelasi dengan timbulnya kanker invasif di kemudian hari.
Dengan demikian, pada perempuan yang terinfeksi oleh HIV harus dilakukan apusan Papa
nicolaou atau pemeriksaan kolposkopik setiap 6 bulan untuk mendeteksi kanker seviks pada
stadium dini. Pada perempuan dengan AIDS, kanker serviks menjadi sangat agresif.
Keganasan-keganasan lain yang pernah dilaporkan terjadi pada pasien yang terinfeksi HIV
adalah mieloma multipel, leukemia limfositik akut sel B, limfoma limfoblastik T, penyakit
Hodgkin, karsinoma anus, karsinoma sel skuamosa di lidah, karsinoma adenoskuamosa paru,
adenokarsinoma kolon dan pankreas, dan kanker testis. Harus dilakukan lebih banyak riset untuk
mengetahui secara umum dampak infeksi HIV pada perjalanan penyakit keganasan atau penyakit
kronik lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV.
11. Infeksi
AIDS menyebabkan destruksi progresif fungsi imun. Namun, morbiditas dan mortalitas terutama
disebabkan oleh infeksi oportunistik yang timbul karena gagalnya surveilans dan kerja sistem
imun. Pasien dengan AIDS rentan terhadap beragam infeksi protozoa, bakteri, fungus, dan virus,
dan sebagian dari mikroorganisme ini relatif jarang dijumpai, misalnya Cryptosporidium dan
Mycobacterium avium-intracellulare (MAI). Infeksi-infeksi ini bersifat menetap, parah, dan
sering kambuh. Pasien biasanya mengidap lebih dari satu infeksi pada suatu saat.
Pneumonia Pncumocystis carinii (PPC) adalah infeksi serius yang paling sering didiagnosis pada
pasien dengan AIDS. Gambaran penyakit ini sering atipikal dibandingkan dengan PPC pada
pasien kanker. Pada AIDS, gejalanya mungkin hanya demam; gejala lain misalnya intoleransi
olah raga, batuk kering nonproduktif, rasa lemah, dan sesak napas bersifat indolen atau
berkembang bertahap. Dalam mengevaluasi secara klinis setiap pasien yang terbukti atau
dicurigai positif HIV, tingkat kecurigaan akan PPC harus tinggi. Terapi profilaktik atau supresif
sangat penting karena keparahan dan kekerapan PPC pada pasien AIDS. Trimetoprimsulfamatoksazol (Bactrim, Septrim) merupakan obat pilihan. Pentamidin adalah obat alternatif
yang dapat diberikan secara parenteral atau dalam bentuk aerosol pada kasus yang ringan.
Pada orang sehat, infeksi oleh Toxoplasma gondii umumnya asimtomatik, walaupun sebagian
mengalami limfadenopati. Belum ada profilaksis untuk infeksi ini. Pasien dengan AIDS memiliki
risiko 30% terjangkit toksoplasmosis dalam masa 2 tahun, biasanya sebagai reaktivasi infeksi
sebelumnya. Agen spesifik yang menentukan reaktivasi tidak diketahui. Pada pasien AIDS,
terjadi penyakit SSP yang ditandai dengan lesi tunggal atau jamak yang dapat diamati dengan CT
scan.(Gbr. 15-7).
Cryptosporidium, Microsporidium,dan Isospora belli merupakan protozoa yang tersering
menginfeksi saluran cerna dan menimbulkan diare pada pasien HIV. Infeksi menular melalui rute
feses-oral; kontak seksual, makanan, minuman, atau hewan. Infeksi dapat menimbulkan gejala
beragam, dari diare swasirna atau intermiten pada tahap-tahap awal infeksi HIV sampai diare
berat yang mengancam nyawa pada pasien dengan gangguan kekebalan yang parah. Berbeda

dengan kriptosporidiosis atau mikrosporidiosis, isosporiasis berespons baik terhadap terapi


trimetoprim-sulfametoksazol (Bactrim).
Infeksi oleh MAI terjadi secara merata pada semua kelompok risiko dan merupakan penyulit
tahap lanjut pada AIDS. Walaupun infeksi ini jelas memberi kontribusi pada morbiditas,namun
hubungannya dengan mortalitas masih belum jelas. Gejala mencakup demam, rigor, diare, dan
kejang perut. Profilaksis yang dianjurkan untuk MAI masih diperdebatkan, tetapi obat yang
paling sering disarankan adalah rifabutin.
Mycobacterium tuberculosis, penyebab tuberculosis (TB), bersifat endemik di lokasi-lokasi
geografik tertentu, dan sebagian besar kasus TB-AIDS merupakan reaktivasi infeksi sebelumnya.
TB-AIDS biasanya merupakan tanda awal AIDS, terjadi saat sel T relatif masih tinggi (lebih dari
200/l). Manifestasi TB-AIDS serupa dengan TB normal, dengan 60 sampai 80% pasien
mengidap penyakit di paru. Namun, penyakit ekstraparu dijumpai pada 40 sampai 75% pasien
dengan infeksi HIV, yaitu terutama dalam bentuk TB limfatik dan TB milier. Pasien berespons
baik terhadap regimen obat tradisional yaitu isoniazid (INH), rifampisin, pirazinamid, dan
etambutol. Pasien yang berisiko tinggi terjangkit TB mungkin dapat memperoleh manfaat dari
pemberian INH profilaksis. Seiring dengan timbulnya AIDS yang disertai menurunnya
imunokompetensi, banyak pasien menjadi anergik; dengan demikian uji kulit PPD memiliki
masalah tersendiri. Uji PPD yang positif pada orang yang terinfeksi HIV didefinisikan sebagai
daerah indurasi dengan garis tengah sama atau lebih besar daripada 5mm, dan uji negatif tidak
menyingkirkan infeksi TB. Selain itu, pasien yang terinfeksi HIV dengan biakan sputum positif
dan BTA sputum positif mungkin memperlihatkan gambaran radiografi toraks yang normal.
Infeksi fungus mencakup kandidiasis, kriptokokosis, dan histoplasmosis. Kandidiasis oral sering
terjadi pada pasien AIDS dan menyebabkan kekeringan dan iritasi mulut (lihat Gambar Berwarna
5 sampai 7). Kandidiasis bronkus, paru, trakea, atau esofagus patognomonik untuk diagnosis
AIDS. Pasien jarang mengalami penyakit sistemik. Infeksi Cryptococcus neoformans terjadi
pada 7% pasien AIDS, dengan gambaran utama berupa meningitis. Terapi dengan flukonazol
hanya menghasilkan profilaksis terbatas baik untuk infeksi Cryptococcus neoformans maupun
kandidiasis oral. Pada pasien AIDS, gejala-gejala infeksi Histoplasma capsulatum bervariasi
dengan nonspesifik, termasuk demam, menggigil, berkeringat, penurunan berat, mual, muntah,
diare, lesi kulit, pneumonitis, dan depresi sumsum tulang. Amfoterisin B digunakan sebagai
terapi induksi, dengan dosis yang lebih rendah sebagai pemeliharaan.
Infeksi oportunistik yang disebabkan oleh invasi virus sangat beragam dan merupakan penyebab
semakin parahnya patologi yang terjadi. Infeksi oleh virus herpes simpleks (HSV) pada pasien
AIDS biasanya menyebabkan ulkus genital atau perianus yang mudah didiagnosis dengan biakan
virus. HSV dapat menyebar melalui kontak kulit langsung. HSV juga menyebabkan esofagitis
serta dapat menimbulkan pneumonia dan ensefalitis. Asiklovir adalah obat pilihan untuk HSV
dan herpes zoster.
Pada seseorang yang terinfeksi oleh HIV, timbulnya herpes zoster (shingles) dapat menandakan
perkembangan penyakit. Infeksi di kulit dan mata mungkin mendahului infeksi-infeksi
oportunistik. Setomegalo virus (CMV) sering ditemukan pada pasien AIDS; virus ini
menyebabkan penyakit diseminata dengan empat penyakit yang batasannya jelas: korioretinistis

(Gmb. 15-8 dan 15-9), enterokolitis, pneunomia, dan adrenalitis. Individu asimtomatik dapat
mengeluarkan CMV. Pneumonia CMV sulit dibedakan dari pneumonia lain dan dapat timbul
secar simultan dengan patogen lain seperti Pneumocystis carinii. Mungkin terdeteksi gejalagejala insufisiensi adrenal. Untuk penyakit-penyakit terkait CVM, diindikasikan terapi dengan
gansiklovir atau foskarnet (Goldschmidt, Dong, 1995).
Leukoensefalopati miltifokus progresif adalah suatu penyakit yang berkembang secara cepat yang
disebabkan oleh suatu papovavirus. Secara klinis, pasien mengalami perubahan kepribadian serta
defisit motorik dan sensorik. Gejala-gejala mungkin mencakup nyeri kepala, tumor, gangguan
koordinasi dan keseimbangan, kelemahan, dan tanda-tanda lain disfungsi serebelum. Virus
Epstein-Barr (EBV) diperkirakan berperan menyebabkan timbulnya leukoplakia oral berambut
(lihat Gambar Berwarna 8), pneumonitis pada anak, dan limfoma serta sering ditemukan dari
bilasan tenggorok pasien AIDS.
12. Pemeriksaan Laboratorium
Terdapat dua uji yang khas digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap HIV. Yang pertama,
enzymelinked immunosorbent assay (ELISA), bereaksi terhadap adanya antibodi dalam serum
dengan memperlihatkan warna yang lebih jelas apabila terdeteksi antibodi virus dalam jumlah
besar. Karena hasil positif-palsu dapat menimbulkan dampak psikologis yang besar, maka hasil
uji ELISA yang positif diulang, dan apabila keduanya positif, maka dilakukan uji yang lebih
spesifik, Western blot. Uji Western blot juga dikonfirmasi dua kali. Uji ini lebih kecil
kemungkinannya memberi hasil positif-palsu atau negatif-palsu. Juga dapat terjadi hasil uji yang
tidak konklusif, misalnya saat ELISA atau Western blot bereaksi lemah dan agak mencurigakan.
Hal ini dapat terjadi pada awal infeksi HIV, pada infeksi yang sedang berkembang (sampai
semua pita penting pada uji Western blot tersedia lengkap), atau pada reaktivitas-silang dengan
titer retrovirus tinggi lain, misalnya HIV-2 atau HTLV-1. Setelah konfirmasi, pasien dikatakan
seropositif HIV. Pada tahap ini, dilakukan pemeriksaan klinis dan imunologik lain untuk
mengevaluasi derajat penyakit dan dimulai usaha-usaha untuk mengendalikan infeksi.
HIV juga dapat dideteksi dengan uji lain, yang memeriksa ada tidaknya virus atau komponen
virus sebelum ELISA atau Western blot dapat mendeteksi antibodi. Prosedur-prosedur ini
mencakup biakan virus, pengukuran antigen p24, dan pengukuran DNA dan RNA HIV yang
menggunakan reaksi berantai polimerase (PCR) dan RNA HIV-1 plasma. Uji-uji semacam ini
bermanfaat dalam studi mengenai imunopatogenesis, sebagai penanda penyakit, pada deteksi
dini infeksi, dan pada penularan neonatus. Bayi yang lahir dari ibu positif-HIV dapat memiliki
antibodi anti-HIV ibu dalam darah mereka sampai usia 18 bulan, tanpa bergantung apakah
mereka terinfeksi atau tidak.
13. INTERVENSI TERAPETIK
ANTIRETROVIRUS
Uji-uji yang lebih baru dan sensitif memperlihatkan bahwa replikasi virus HIV berlangsung
sepanjang perjalanan infeksi dan dengan tingkatan yang jauh lebih tinggi daripada yang
diperkirakan sebelumnya (CDC, 1998d). Banyak peneliti percaya bahwa intervensi terapik dan

terapi antiretrovirus (TAR) harus dimulai sedini mungkin. Namun, waktu optimal untuk memulai
TAR masih belum diketahui. Terapi yang sekarang berlaku menghadapi masalah membidik
berbagai tahapan dalam proses masuknya virus ke dalam sel dan replikasi virus, memanipulasi
gen virus untuk mengendalikan produksi protein virus, membangun kembali sistem imun,
mengkombinasikan terapi, dan mencegah resistensi obat. Dua pemeriksaan laboratorium, hitung
sel T CD4+ dan kadar RNA HIV serum, digunakan sebagai alat untuk memantau risiko
perkembangan penyakit dan menentukan waktu yang tepat untuk memulai atau memodifikasi
regimen obat (Gbr. 15-10). Hitung sel T CD4+ memberikan informasi mengenai status
imunologik pasien yang sekarang, sedangkan kadar RNA HIV serum (viral load) memperkirakan
prognosis klinis (status hitung sel T CD4+ dalam waktu dekat). Hitung RNA HIV sebesar 20.000
salinan /ml (2 x 104) dianggap oleh banyak pakar sebagai indikasi untuk memberikan terapi
antiretrovirus berapa pun hasil hitung sel T CD4+. Pengukuran serial kadar RNA HIV dan sel T
CD4+ serum sangat bermanfaat untuk mengetahui laju perkembangan penyakit, angka
pergantian virus, hubungan antara pengaktivan sistem imun dan replikasi virus, dan saat
terjadinya resistensi obat antiretrovirus. Semua bentuk efektif terapi antiretrovirus disebabkan
oleh penurunan kadar RNA HIV (Fauci, Lane, 1998).
Di Amerika Serikat (2001), US Food and Drug Administration (FDA) telah menyetujui tiga
golongan obat untuk infeksi HIV : (1) inhibitor reverse transcriptase nukleosida (NRTI); (2)
inhibitor reverse transcriptase nonnukleosida (NNRTI); dan (3) inhibitor protease (PI) (Tabel
15-3). NRTI menghambat enzim DNA polimerase dependen RNA HIV (reverse transcriptase)
dan menghentikan pertumbuhan unti DNA. Contoh-contoh NRTI adalah zidovudin, didanosin,
zalsitabin, stavudin, lamivudin, dan abakavir. NNRT menghambat transkripsi RNA HIV-1
menjadi DNA, suatu langkah penting dalam proses replikasi virus. Obat tipe ini menurunkan
jumlah HIV dalam darah (viral load) dan meningkatkan limfosit CD4+. Nevirapin, delaviridin,
dan efavirenz adalah contoh-contoh NNRTI. PI menghambat aktivitas protease HIV dan
mencegah pemutusan poliprotein HIV yang esensial untuk pematangan HIV. Yang akan
terbentuk bukan HIV matang tetapi partikel virus imatur yang tidak menular. Indinavir, ritonavir,
nelfinavir, sakuinavir, amprenavir, dan lopinavir adalah contoh-contoh PI. Kelima belas obat
antitrovirus ini diberikan dalam dua sampai tiga kombinasi berbeda sesuai temuan riset dan
petunjuk spesifik yang dikembangkan oleh the Panel on Clinical Practice and Treatment of HIV
Infection yang dibuat oleh US Department of Health and Human Services (DHHS) dan Kaiser
Family Foundation (CDC, 1998b) tercantum di Kotak 15-3. Prinsip-prinsip HAART yang sama
juga berlaku bagi anak, remaja, atau orang dewasa yang terinfeksi HIV faktor tumbuh kembang
dan perubahan dalam parameter-parameter farmakokinetik perlu dipertimbangkan. Pertimbangan
lain adalah: (1) akuisisi infeksi melalui pajanan perinatal dan perbedaan dalam evaluasi
diagnostik, (2) pajanan ke zidovudin dan obat antiretrovirus lain inutero, dan (3) perbedaan
dalam penanda imunologik (yaitu, hitung sel T CD4+ pada anak.
Pengembangan vaksin HIV yang efektif merupakan tantangan yang besar karena HIV memiliki
karakteristik yang kompleks dan adanya mutasi genetik. Vaksin ideal seyogyanya dapat memicu
imunitas humoral dan selular. Saat ini sudah dimulai (Bolognesi, 1994) dan sedang (CDC,
2001e) dilakukan uji-uji klinis terhadap efektivitas vaksin seiring dengan semakin banyaknya
informasi mengenai HIV yang diketahui. Namun, program pencegahan HIV yang terpadu
mencakup tidak saja pengembangan vaksin tetapi juga riset dan pendidikan yang ditujukan untuk
mencegah penularan virus.

Makalah Tentang HIV (Human Immunodeficiency Virus)

BAB I
PENDAHULUAN
Human immunodeficiency virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan
melemahkan kemampuan tubuh yang digunakan untuk melawan segala penyakit yang datang. Virus ini
khususnya menyerang sel T yang berada dalam sel darah putih yang pada akhirnya menyebabkan deficiency
T-helper atau limfosit T4 yang memegang peranan penting pada imunitas seluler. Sel limfosit T yang
berkurang ditandai dengan berkurangnya jumlah CD4 kurang dari 200/cu mm, atau persentase CD4 di
bawah 14%. Berkurangnya CD4 mengakibatkan seseorang mudah diserang beberapa jenis penyakit
(sindrom) yang kemungkinan tidak berpengaruh ketika kekebalan tubuh orang tersebut sehat. Penyakit
tersebut disebut dengan infeksi oportunistik. CD 4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di
permukaan sel-sel darah putih manusia. HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang
berpotensial mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu.
Seseorang akan lebih rentan terserang penyakit jika sistem kekebalan tubuhnya rusak. Pada saat HIV
menginfeksi tubuh yang kemudian menyebabkan sel limfosit T4 pada tubuh rusak akan menyebabkan tubuh
mudah terkena penyakit terutama ketika jumlah CD4 akan terus berkurang karena infeksi HIV. Kumpulan
beberapa gejala yang disebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV tadi
disebut dengan Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS).
Proporsi orang yang terinfeksi HIV yang terus bertambah dan dengan tidak adanya obat yang dapat
melawan virus ini menyebabkan banyak penderita HIV ini yang kemudian menjadi AIDS dan pada akhirnya
tidak banyak yang dapat bertahan terhadap penyakit ini, kebanyakan berakhir dengan kematian.

BAB II
PERMASALAHAN
A. Angka kesakitan
Pada tahun 1999 di Afrika sekitar 33,4 juta orang hidup dengan HIV/AIDS, 6,7 juta orang di Asia Tenggara,
1,4 juta di Amerika Latin dan 665.000 orang di Amerika. Lebih dari 74.000 kasus AIDS dilaporkan oleh
pusat pencegahan dan kendali penyakit atau centres for disease control and prevention (CDC) pada
September 1988, dan 1.185 diantaranya adalah bayi dan anak-anak di bawah usia 13 tahun.
B. Angka Kematian
Jumlah kematian diperkirakan kurang dari 100 kematian akibat AIDS di Hong Kong, kurang dari 100
kematian akibat AIDS di Hungaria, kurang dari 100 kematian akibat AIDS di Islandia, diperkirakan 310.000
kematian akibat AIDS di India dan di Indonesia diperkirakan 4.600 kematian akibat AIDS di Indonesia pada

tahun 2001. Menurut centres for disease control and prevention (CDC) sekitar 672 anak usia berkisar antara
0-12 tahun meninggal akibat infeksi penyakit AIDS ini seperti yang dilaporkan pada September 1988.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keluhan Penyakit
Pada saat awal terinfeksi virus HIV, mereka mengeluh demam, sakit kepala, kelelahan, berkeringat dingin
ketika malam hari dan kesulitan dalam berpikir.
B. Gejala Penyakit
Banyak orang tidak mengalami gejala setelah mereka pertama kali terinfeksi HIV. Gejalanya menyerupai
gejala flu yang berlangsung dalam beberapa hari atau minggu. Setelah terpapar virus biasanya disertai
dengan diare dan berat badan menurun. Gejala ini biasanya menghilang sendiri dalam beberapa minggu.
Setelah itu akan merasa dalam kondisi normal kembali dan tidak memiliki gejala. Fase asimtomatik ini
sering berlangsung selama bertahun-tahun. Infeksi yang terjadi pada penderita AIDS disebut infeksi
oportunistik karena mereka mengambil keuntungan dari kesempatan untuk menginfeksi host yang lemah.
Penyakit-penyakit yang terjadi di antaranya:
Radang Paru-Paru yang disebabkan oleh Pneumocystis, yang menyebabkan mengi,
Infeksi otak dengan toksoplasmosis yang dapat menyebabkan kesulitan berpikir atau gejala yang
menyerupai stroke,
Luas infeksi dengan bakteri yang disebut Mycobacterium avium complex (MAC) yang dapat menyebabkan
demam dan penurunan berat badan,
Infeksi jamur yang menyerang kerongkongan sehingga menyebabkan nyeri ketika menelan,
Luas penyakit dengan jamur tertentu seperti histoplasmosis, yang dapat menyebabkan demam, batuk,
anemia, dan masalah lain,
Limfoma di otak, yang dapat menyebabkan demam dan kesulitan berpikir,
Kanker jaringan disebut sarkoma kaposi, yang menyebabkan cokelat, kemerahan, atau ungu bintik-bintik
yang berkembang pada kulit atau mulut.
C. Etiologi
Penyebab AIDS adalah Human immunodeficiency virus (HIV) yang merupakan golongan virus leukemia,
termasuk dalam Retrovirus, yaitu suatu virus yang mempunyai RNA yang mempunyai tropisma spesifik
terhadap limfosit T-helper. Ada 2 tipe virus HIV yang sudah teridentifikasi yaitu tipe 1 (HIV-1) dan tipe 2
(HIV-2), virus ini sangat relatif terhadap serologi dan geografi suatu daerah tetapi mempunyai karakteristik
epidemiologi yang sama. HIV-1 mempunyai sifat patologis yang tinggi dibandingkan HIV-2.
D. Diagnosa
Cara mendiagnosa HIV dan AIDS yaitu:
1. Uji antibodi
Infeksi HIV biasanya didiagnosis dengan tes darah untuk mendeteksi antibodi yang diserang oleh virus. Uji
ini bermaksud untuk mendeteksi antibody yang telah diserang oleh HIV, dimana dalam hal ini yang menjadi
indikator adalah jumlah CD4 dalam tubuh, yaitu kurang dari 200/cu mm.
2. Tes untuk HIV
Setelah uji antibodi tadi positif, tes kedua dilakukan untuk mengkonfirmasi hasilnya.
a. Ada berbagai jenis tes skrining tersedia di Amerika Serikat. Enzim immunoassay (EIA) yang digunakan
pada darah adalah tes penyaringan yang paling umum. EIA lain tes dapat mendeteksi antibodi dalam cairan
tubuh selain darah seperti cairan oral, urin, dan cairan vagina.
b. Rapid tes, tes skrining alternatif yang menghasilkan hasil yang cepat dalam kira-kira 20 menit. Ada yang
disetujui Food and drug administration (FDA) tes yang menggunakan darah atau cairan oral. Tes ini memiliki
tingkat akurasi yang mirip dengan tes EIA tradisional.
Rumah-tes HIV tersedia di banyak toko obat lokal. Darah diperoleh dengan tusukan jari dan dihapuskan
pada filter strip. Darah dikirimkan dalam amplop pelindung ke laboratorium untuk diuji. Semua tes skrining

positif harus dikonfirmasi dengan tindak lanjut tes darah yang disebut Western Blot untuk membuat
diagnosis positif.
E. Pengobatan
Pengobatan menggunakan antiretroviral (ART) dan telah secara substansial mengurangi komplikasi terkait
HIV dan kematian. Namun, tidak ada obat untuk HIV / AIDS. Terapi dimulai dan individual di bawah
pengawasan dokter ahli dalam perawatan pasien terinfeksi HIV. Sebuah kombinasi dari setidaknya tiga obat
dianjurkan untuk menekan virus dari replikasi dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Kelas-kelas yang
berbeda obat termasuk:
1. Reverse transcriptase inhibitor: obat ini menghambat kemampuan virus untuk membuat salinan dari
dirinya sendiri.
2. Protease inhibitor (PI): Obat-obat ini mengganggu replikasi virus pada langkah selanjutnya dalam siklus
hidup, mencegah sel-sel dari memproduksi virus baru.
Kedua obat yang digunakan dalam kombinasi dengan obat anti-HIV. Menghentikan HIV integrase inhibitor
gen dari menjadi dimasukkan ke dalam DNA sel manusia. Ini merupakan kelas baru obat-obatan, belum
lama ini disetujui untuk membantu mengobati orang-orang yang sudah kebal terhadap obat lain. Raltegravir
(Isentress) adalah obat pertama dalam kelas ini disetujui oleh FDA, pada tahun 2007. Menghentikan obat
antiretroviral virus replikasi virus dan menunda perkembangan AIDS. Namun, mereka juga memiliki efek
samping yang dapat parah. Mereka termasuk penurunan sel darah putih, radang pankreas, keracunan hati,
ruam, masalah pencernaan, peningkatan kadar kolesterol, diabetes, lemak tubuh yang abnormal distribusi,
dan menyakitkan kerusakan saraf.
Wanita hamil yang HIV-positif harus mencari perawatan segera karena terapi ART mengurangi risiko
penularan virus ke janin. Ada obat-obatan tertentu, Namun, yang berbahaya bagi bayi. Oleh karena itu,
melihat seorang dokter untuk mendiskusikan obat anti-HIV sangat penting. Orang dengan infeksi HIV harus
di bawah perawatan seorang dokter yang berpengalaman dalam mengobati infeksi. Semua orang dengan
HIV harus dinasihati tentang menghindari penyebaran penyakit. Individu yang terinfeksi juga dididik tentang
proses penyakit, dan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.
F. Pencegahan
Meskipun upaya-upaya yang signifikan, tidak ada vaksin yang efektif terhadap HIV.
Ada 2 macam pencegahan yaitu:
1. Pencegahan yang dikhususkan pada kelompok yang berperilaku beresiko, yaitu:
Pendidikan kesehatan,
Melakukan konseling dan test HIV secara suka rela,
Absen dari seks. Ini jelas memiliki keterbatasan daya tarik, tapi benar-benar melindungi terhadap
penularan HIV melalui rute ini,
Berhubungan seks dengan satu pasangan yang tidak terinfeksi. Saling monogami antara pasangan yang
tidak terinfeksi menghilangkan risiko penularan HIV seksual,
Menggunakan kondom dalam situasi yang lain. Kondom menawarkan perlindungan jika digunakan dengan
benar dan konsisten. Kadang-kadang, mereka bisa pecah atau bocor. Hanya kondom terbuat dari lateks
harus digunakan. Hanya pelumas berbahan dasar air harus digunakan dengan kondom lateks,
Tidak memakai jarum atau menyuntikkan obat-obatan terlarang,
Jika Anda bekerja di bidang perawatan kesehatan, ikuti panduan nasional untuk melindungi diri terhadap
jarum suntik dan paparan cairan tercemar,
Risiko penularan HIV dari wanita hamil kepada bayinya dapat dikurangi secara signifikan, bila si ibu
mengambil obat-obatan selama kehamilan, persalinan, dan melahirkan dan bayinya mengambil obat untuk
enam minggu pertama kehidupan. Bahkan kursus singkat perawatan yang efektif, meski tidak optimal.
Kuncinya adalah untuk mendapatkan tes HIV sedini mungkin dalam kehamilan. Dalam konsultasi dengan
dokter, banyak wanita memilih untuk menghindari menyusui untuk meminimalkan risiko penularan setelah
bayi lahir,
WHO merekomendasiakan untuk melakukan terapi sejak fase asimptomatik.
2. Pencegahan pada penderita AIDS:

Segera melapor pada institusi kesehatan lokal,


Melakukan pengobatan khusus atau terapi,
Penyedian pelayanan khusus bagi penderita AIDS di rumah sakit,
Mengurangi penyebaran infeksi HIV/AIDS dengan cara tidak mentransfusi darah penderita AIDS pada
pasien lain dirumah sakit,
Mengurangi resiko penularan dari ibu kepada bayinya dengan cara mengurangi pemberian Azidothymidine
(AZT).
G. Prognosis
HIV yang sudah berada dalam tubuh seseorang akan berkembang dalam waktu 1-3 bulan setelah
menyerang antibodi. Kemungikanan besar akan mengidap AIDS dengan jangka waktu 15 tahun bahkan
lebih setelah terinfeksi HIV, jika sudah menjadi penderita AIDS akan mengalami infeksi oppurtunistik akibat
sistem imun yang terus menurun dan berujung pada kematian.

BAB IV
KESIMPULAN
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) kumpulan gejala penyakit yang terjadi akibat melemahya
sistem imun tubuh yang disebabkan oleh Human immunodeficiency virus (HIV). Ada 2 jenis HIV yang sudah
teridentifikasi yaitu HIV-1 dan HIV-2. Orang yang terkena penyakit ini biasanya mengeluhkan demam, sakit
kepala, kelelahan, keringat dingin pada saat malam hari, dan kesulitan dalam berpikir. Ketika sistem imun
tubuh terus melemah akibat infeksi HIV tadi maka akan terjadi infeksi oppurtunistik dalam tubuh
sepertiradang paru-paru, infeksi otak, kanker, infeksi bakteri dan jamur yang meluas. Infeksi HIV biasanya
didiagnosis dengan tes darah yang mendeteksi antibodi yang merupakan bagian utama yang diserang oleh
HIV, jika hasilnya positif dilakukan uji kembali dengan menggunakan uji Western Blot.
Pencegahan pada HIV/AIDS ini dapat dibedakan menjadi 2 yaitu pencegahan pada kelompok beresiko
seperti tidak melakukan sex bebas, tidak menggunakan obat-obatan terlarang terutama yang menggunakan
jarum suntik, tidak berganti-ganti pasangan dan menggunakan kondom, dan pencegahan yang dilakukan
pada penderita HIV/AIDS yaitu melaporpada institusi kesehatan lokal, melakukan pengobatan khusus,
penyediaan pelayanan khusus bagi penderita AIDS di rumah sakit, tidak melakukan transfusi darah kepada
pasien lain, mengurangi pemberian AZT. Pengobatan terhadap penyakit ini hanya bisa menekan HIV
melakukan replikasi yaitu dengan memberikan anti-Retroviral, tetapi tidak menyembuhkan secara sempurna
penyakit ini. HIV yang berada dalam tubuh seseorang akan berkembang dalam waktu1-3 bulan, kemudian
kemungkinan akan menjadi pengidap AIDS dengan jangka waktu 15 tahun atau lebih. Penderita AIDS akan
mengalami infeksi oppurtunistik yang berujung pada kematian.

pendahuluan
1.Penemu Virus HIV/AIDS
London Dua ilmuwSan yang menemukan HIV

berbagi Nobel Kedokteran dengan ilmuwan yang mengkaitkan HPV dengan


kanker rahim. adapun kedua ilmuwan ini masing-masing Barr-Sinoussi dan
Luc Montagnier. Keduanya dinilai berjasa dengan penelitian mereka dalam
nememukan virus penyebab AIDS.
Komite Nobel mengatakan penemuan kedua warga Perancis itu amat vital
dalam membantu para ilmuwan memahami biologi dari virus yang
mengancam dunia.
Lebih dari 25 juta orang meninggal akibat HIV/AIDS sejak tahun 1981 dan
di seluruh dunia tercatat 33 juta orang yang mengidap virus HIV.
Temuan Sinoussi dan Montagnier antara lain mendorong metode diagnosa
pasien maupun dalam memeriksa darah, yang membatasi penyebaran
wabah HIV/AIDS.
Walau masih belum ditemukan obat untuk HIV, dalam beberapa tahun
belakangan penyakit itu tidak lagi menjadi hukuman mati langsung bagi
penderitanya.
Pengobatan saat ini sudah berhasil memperpanjang masa hidup pengidap
HIV sampai puluhan tahun.

Sementara itu Harald zur Hausen, asal Jerman, meraih Nobel Kedokteran
karena jasanya dalam mengkaitkan HPV, atau human papilloma virus,
dengan kanker rahim.
HPV bisa dideteksi pada 99,7% yang menderita kanker rahim dan infeksi
virus itu diperkirakan menyebabkan sekitar 5% dari total kanker di seluruh
dunia. Hasil temuan Professor zur Hausen membantu para ilmuwan untuk
mengembangkan vaksin bagi HPV.
Vaksin tersebut kini diberikan secara rutin kepada jutaan remaja
perempuan di seluruh dunia untuk mencegah kanker rahim. Sekitar setengah
juta kasus baru kanker rahim didiagnosa setiap tahunnya.(BBC/Gen)

III
2.Pengertian HIV Aids
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune
Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan
infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh
manusia akibat infeksi virus HIV; atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang
menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).Virusnya sendiri bernama
Human Immunodeficiency VirusHIV) yaitu virus yang memperlemah
kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi
rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor.
Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju
perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa
disembuhkan. (atau disingkat
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak
langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah,
dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan
vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui

hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik
yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau
menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika SubSahara. Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah
menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia. Pada Januari 2006, UNAIDS
bekerja sama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan
kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5
Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah
paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian
sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari
570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak.[5] Sepertiga dari jumlah
kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat
pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber daya manusia
di sana. Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat mengurangi tingkat
kematian dan parahnya infeksi HIV, namun akses terhadap pengobatan
tersebut tidak tersedia di semua negara.
Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila
dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Kadangkadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas
kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup
dengan HIV/AIDS (ODHA).

IV
3.Asal usul
AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers
for Disease Control and Prevention Amerika Serikat mencatat adanya
Pneumonia pneumosistis (sekarang masih diklasifikasikan sebagai PCP tetapi

diketahui disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii) pada lima laki-laki


homoseksual di Los Angeles.

Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi

manusia adalah HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 lebih mematikan dan lebih mudah
masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari mayoritas infeksi HIV di
dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan kebanyakan berada di Afrika
Barat. Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primata. Asal HIV-1 berasal dari
simpanse Pan troglodytes troglodytes yang ditemukan di Kamerun selatan.
HIV-2 berasal dari Sooty Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari Guinea
Bissau, Gabon, dan Kamerun.

Banyak ahli berpendapat bahwa HIV masuk

ke dalam tubuh manusia akibat kontak dengan primata lainnya, contohnya


selama berburu atau pemotongan daging. Teori yang lebih kontroversial
yang dikenal dengan nama hipotesis OPV AIDS, menyatakan bahwa epidemik
AIDS dimulai pada akhir tahun 1950-an di Kongo Belgia sebagai akibat dari
penelitian Hilary Koprowski terhadap vaksin polio. Namun demikian,
komunitas ilmiah umumnya berpendapat bahwa skenario tersebut tidak
didukung oleh bukti-bukti yang ada.
BAB II

1.CARA PENULARAN VIRUS HIV?

HIV menular melalui cairan tubuh seperti darah, semen atau air mani, cairan vagina, air susu ibu
dan
cairan lainnya yang mengandung darah.
Virus tersebut menular melalui:
Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah terinfeksi. Kondom
adalah

satusatunya cara dimana penularan HIV dapat dicegah.


Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana darah tersebut
belum dideteksi
virusnya atau pengunaan jarum suntik yang tidak steril.
Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang yang
telah terinfeksi.
Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa kehamilan atau
persalinan dan
juga melalui menyusui.
V
2.MASA INKUBASI VIRUS HIV
Masa inkubasi virus HIV sangat lama yaitu kurang lebih 10 tahun. Begitu
masuk dalam tubuh manusia, virus HIV tidak serta merta menyerang orang
tersebut dengan ganas sampai akhirnya meninggal. Virus ini membunuh
manusia secara pelan tapi pasti.
Diperlukan waktu kurang lebih 10 tahun bagi virus ini baru mulai
menampakkan gejalanya. Selama 10 tahun tersebut hampir tidak ada gejala
yang menonjol yang menyebabkan penderitanya waspada atau melakukan
sesuatu untuk bertahan hidup. Biasanya seseorang baru tahu terinfeksi virus
HIV ketika sudah menjadi AIDS. Padahal, kalau sudah memasuki tahap AIDS,
kemungkinan untuk memperpanjang hidup sangat kecil.

3.Gejala HIV AIDS


Gejala HIV AIDS tidak selalu muncul ketika terinfeksi AIDS. Beberapa
orang menderita sakit mirip flu dalam waktu beberapa hari hingga
berminggu-minggu setelah terpapar virus. Mereka mengeluh demam, sakit
kepala, kelelahan, dan kelenjar getah bening membesar di leher. Gejala HIV
AIDS bisa jadi salah satu atau lebih dari ini semua biasanya hilang dengan
sendirinya dalam beberapa minggu.
Perkembangan penyakit sangat bervariasi setiap orang. Kondisi ini
dapat berlangsung dari beberapa bulan sampai lebih dari 10 tahun. Selama
periode ini, virus terus berkembang biak secara aktif menginfeksi dan
membunuh sel-sel sistem kekebalan tubuh. Sistem kekebalan
memungkinkan kita untuk melawan bakteri, virus, dan penyebab infeksi
lainnya. Virus HIV menghancurkan sel-sel yang berfungsi sebagai pejuang
infeksi primer, yang disebut CD4 + atau sel T4. Setelah sistem kekebalan
melemah, gejala HIV AIDS akan muncul.
Gejala AIDS adalah tahap yang paling maju dari infeksi HIV. Definisi AIDS
termasuk semua orang terinfeksi HIV yang memiliki kurang dari 200 CD4 +
sel per mikroliter darah. Definisi ini juga mencakup 26 kondisi yang umum
pada penyakit HIV lanjut, tetapi jarang terjadi pada orang sehat. Kebanyakan
kondisi ini adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, parasit,
dan organisme lainnya. Infeksi oportunistik umum pada orang dengan AIDS.
Hampir setiap sistem organ yang terkena. Beberapa gejala AIDS secara
umum mencakup yang berikut:
VI

4.YANG BERESIKO TINGGI TERKENA HIV

Orang atau kelompok orang yang beresiko tinggi terkena AIDS. Kelompok
yang sangat beresiko tinggi diantaranya adalah para homoseksual dan
Heteroseksual yang suka bergonta ganti pasangan, khususnya yang suka
jajan (dalam tanda petik "melalui pelacuran"). Di Amerika contohnya
penularan AIDS yang disebabkan oleh Virus HIV 56-75% adalah kelompok
orang Homoseksual, dan sisanya 26-20% yaitu dari kelompok Heteroseksual.
Namun dari berbagi informasi sekarang ini 86% yang beresiko tertular Virus
HIV justru dari hubungan Heteroseksual, sisanya dari kelompok Homoseksual
dan gara-gara transfusi darah, penggunaan jarum sutik pada pencandu
narkoba dan lainnya.

Jika dilhat dari kelompok usia, maka yang sangat beresiko tinggi penularan
Virud HIV adalah kelompok remja atau anak muda yaitu usia sekitar 13-25
tahun. Karena kelompok usia tersebut pergaulan bebasnya sangat tinggi
terlebih di negara-negara yang tidak mengutamakan nilai moral, etik, dan
agama. Sebgai contoh di Amerika serikat, katanya 7 dari 10 wanita dan 8
dari 10 pria melakukan hubungan seksual sebelum umur 20 tahaun atau
dibwah 20 tahun. Dan satu dari 6 pelajar wanita yang pergaulannya sangat
bebas (sexually active), paling sedikit telah berganti-ganti psangan dengan 4
pria yang berbeda ( wow sangat mengherankan buat saya). Satu lagi, setiap
tahunya 1-7 remaja tersebut terkena penyakit kelamin (Veneral Disease).
Dan masih banyak lagi penyakit yang disebabakn pergaulan bebas dan seks
bebas seperti kecing nanah, sifilis, PHS (Penyakit Hubungan Seksual) atau
PMS ( Penyakit Menular Seksual) dan lain-lainnya.

Selain itu permasalahan lain yang berdampak resiko tertular Virus HIV
adalah orang yang pergi dari rumah dan bisanya terjadi pada usaia remaja
juga yang berusia sekitar 12-17 tahun yang terctat sekarang ini 85% wanita
maupun pria yang pergi dari rumah termasuk golongan seksual aktif dan
juga termasuk golongan pencadu narkoba atau narkotika. Remaja putri yang
pergi dari rumah 34% biasanya hamil dan sangat beresiko tinggi tertular
virus HIV.

VII
Bab III
Penutup
Simpulan.
Kesimpulan dari makalah di atas itu, bawasannya kita harus Waspada
terhadap Virus HIV AIDS. Di atas juga menjelaskan tentang pengertian HIV
AIDS, asal usul-nya, cara penularannya, masa inkubasinya, gejalanya hingga
yang beriso tinggi terkena HIV AIDS.
Anda bisa membacanya dengan lebih lengkap lagi di atas yang telah
saya susun dengan rapi. Kita sebagai orang yang sehat harus waspada
terhadap virus tersebut, kalau bisa kita juga jangan sampai terlibat/terkena
virus HIV AIDS.

Saran

Saran saya kepada si pembaca jangan mendekatlah dengan virus HIV


AIDS agar kita tidak terjerumus k dalam virus tersebut, biasanya orang yang
terkena virus HIV itu gara-gara orang itu psiko tinggi (heteroseksual)
biasanya banyak terjadi pada kaum perempuan yang selalu gonta ganti
pasangan. Itulah saran dari saya, terutama kepada kaum perempuan yang
suka gonta ganti pasangan.
Apakah anda si pembaca punya masukan/saran yang lain? Ayo
kembangkan imajinasi dan saran anda tentang VIRUS yang sangat ganas ini.

Anda mungkin juga menyukai