BAB 1
PENDAHULUAN
Fisika Zat Padat adalah bagian dari ilmu fisika yang mempelajari struktur dan
berbagai sifat fisika dari suatu bahan (zat) dalam fasa padat. Fasa padat adalah suatu fasa
dimana atom-atomnya menempati posisi yang tetap. Kebanyakan elemen kimia pada suhu
ruang adalah bahan dengan fase padat. Secara umum, terdapat dua jenis zat padat yaitu
kristal dan amorf. Kristal adalah satu jenis zat padat yang memiliki struktur kimia dengan
tingkat keteraturan dan kesetangkupan yang tinggi (long range order) pada seluruh
volumenya. Sedangkan amorf adalah jenis zat padat dimana strukturnya tidak memiliki
keteraturan dan kesetangkupan yang tinggi pada seluruh volumenya. Pada buku ajar ini,
akan dibahas zat padat berjenis kristal dengan tingkat keteraturan dan kesetangkupan yang
tinggi. Sifat-sifat fisis yang akan dibahas meliputi berbagai struktur kristal, gaya ikat dan
ikatan atom di dalam kristal serta kisi kristal. Dibahas pula konsep panas jenis sebagai
fungsi dari suhu menurut Einstein dan Debye, konsep elektron bebas dalam kristal, teori
pita energi dan penerapan teori pita energi ini pada bahan semikonduktor serta
menghubungkan teori pita energi dengan dinamika elektron dalam logam. Pada akhir
bagian buku ini, dibahas sekilas tentang konsep kemagnetan serta berbagai contoh bahan
magnet serta aplikasinya.
Kompetensi yang ingin dicapai setelah mempelajari buku ajar ini adalah memiliki
kemampuan untuk menganalisis struktur, sifat dan perilaku elektron dalam suatu zat padat.
Untuk mencapai kompetensi di atas, pembaca diharapkan dapat:
Menjelaskan konsep struktur kristal.
Menjelaskan konsep gaya ikat dan ikatan atom dalam kristal.
Menjelaskan konsep panas jenis sebagai fungsi dari suhu menurut Einstein dan
Debye.
Menjelaskan konsep elektron bebas dalam kristal.
Menunjukkan teori pita energi dan berbagai model yang mendasarinya.
Menerapkan teori pita energi pada bahan semikonduktor.
Menerapkan dan menghubungkan teori pita energi dengan dinamika elektron dalam
logam.
Menunjukkan konsep kemagnetan dan aplikasinya.
1
Organisasi dari materi pengantar fisika zat padat, diperlihatkan dalam Gambar 1.1.
TPU : Setelah menyelesaikan mata kuliah Pengantar Fisika Zat Padat, mahasiswa akan
dapat menganalisis struktur, sifat dan perilaku elektron dalam suatu zat padat dengan
benar ( C-4, P-4, A-4 ).
Fisika Modern
BAB 2
STRUKTUR KRISTAL
2. 1 Kisi Kristal
Zat padat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kristal dan amorf. Kristal adalah zat
padat yang memiliki struktur yang terdiri dari atom dan gugus-gugusnya dengan tingkat
keteraturan dan kesetangkupan yang tinggi. Sedangkan zat padat yang atom-atomnya
tidak memiliki tingkat keteraturan disebut amorf.
Kristal yang ideal adalah kristal yang memiliki struktur kristal dengan tingkat
kesetangkupan unit atom yang tak berhingga dalam seluruh volume kristalnya serta tidak
memiliki cacat geometrik. Unit atom yang dimaksud dapat berupa atom tunggal atau
kumpulan dari beberapa atom yang disebut basis. Basis tersebut melekat pada posisi-posisi
tertentu dengan titik-titik posisi yang disebut kisi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
struktur dari sebuah Kristal merupakan penjumlahan antara kisi dengan basisnya (Struktur
Kristal = Kisi + Basis). Contoh sederhana penjumlahan kisi dengan basis yang
menghasilkan struktur kristal digambarkan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1: Contoh terbentuknya struktur kristal yang berasal dari penjumlahan kisi dan basis.
Kumpulan kisi khusus yang semua kisinya memiliki pola geometri yang sama disiebut kisi
Bravais. Pola susunan kisi pada kisi Bravais ini dapat dibedakan menjadi tiga sesuai
dengan tingkat dimensinya yaitu kisi satu dimensi, kisi dua dimensi dan kisi tiga dimensi.
Kisi satu dimensi yaitu pola pengulanagn kisi yang berada pada satu garis lurus satu
dimensi baik pada arah sumbu x, y atau z.
3
Kisi dua dimensi yaitu pola pengulangan kisi pada dua dimensi. Pada umumnya
terdapat 5 jenis pola pengulangan pada kisi dua dimensi ini yaitu kisi genjang, kisi bujur
sangkar, kisi heksagonal, kisi segi panjang dan kisi segi panjang berpusat.
Kisi tiga dimensi yaitu pola pengulangan kisi dalam ruang tiga dimensi (space lattice).
Terdapat 7 sistem kristal dalam ruang tiga dimensi yaitu triklinik, monoclinik,
orthorhombik, tetragonal, kubik, trigonal dan heksagonal.
Tabel 1 memperlihatkan 7 sistem kristal dalam ruang tiga dimensi beserta geometri
selnya. Panjang, lebar dan tinggi dari sistem kristal ini dituliskan dengan simbol a, b dan c.
Sedangkan sudut-sudutnya dituliskan dengan simbol , dan .
Tabel 1: Tujuh sistem kristal dalam ruang tiga dimensi beserta geometri selnya.
Sistem kristal
Unit sel
Sudut
Triklinik
abc
Monoklinik
abc
= = 90o
Orthorhombik
abc
= = = 90o
Tetragonal
a=bc
= = = 90o
Kubik
a=b=c
= = = 90o
Trigonal
a=b=c
Heksagonal
a=bc
= = 90o, = 120o
Di dalam ruang tiga dimensi, terdapat 5 tipe dasar pengulangan kisi yaitu kisi
primitive (P), kisi body-centered (I), kisi base-centered (C), kisi face-centered (F), kisi
rhombohedral primitive (R).
Berikut adalah penjelasan dari ke-5 tipe dasar kisi tersebut.
1. Kisi Primitive (P)
Kisi Primitive (P) adalah tipe kisi dimana titik-titik kisi hanya terdapat pada titik-titik
sudut kristal. Tipe kisi primitive terdapat pada hampir semua sistem krisal yaitu sistem
kristal triklinik, monoklinik, orthorhombik, tetragonal, kubik, heksagonal.
Tabel 2: 14 jenis gambar kisi Bravais beserta kelompok sistem kristal dan tipe kisinya.
Sistem Kristal
Primitive (P)
Body-centered (I)
Base-centered
(C)
Triklinik
Monoklinik
Orthorhombik
Tetragonal
Kubik
Trigonal
Heksagonal
Face-centered (F)
Rhombohedral
primitive (R)
2. Menentukan kebalikan (resiprok) dari titik potong antara bidang dengan sumbu-sumbu
tersebut.
3. Menentukan tiga bilangan bulat (terkecil) yang mempunyai perbandingan yang sama
4. Indeks Miller diperoleh dari proses bagian 3 diatas dengan indeks (h k l)
5. Bila terdapat nilai h, k, atau l yang negatif, maka indeks tersebut dituliskan dengan garis
di atasnya ( ), artinya h bernilai negatif.
Contoh penentuan indeks Miller untuk bidang pada Gambar 2.2 adalah sebagai berikut
Gambar 2.2: Bidang yang memotong sumbu x, y, z masing-masing pada skala 2, 2 dan 3.
1. Menentukan titik potong antara bidang dengan sumbu x, y, z. Bidang ABC memotong
sumbu-sumbu: 2 di titik A untuk sumbu x,
Maka titik potong antara bidang dengan sumbu x, y, z (intercept) dapat dituliskan sebagai:
(2, 2, 3).
1 1 1
2. Resiproknya: , 1 , = 0, 1, 0
3. Tiga bilangan bulat terkecil dari bilangan resiprok 0, 1, 0 adalah (0, 1, 0)
4. Indeks Millernya: (0 1 0)
Tanda {0 1 0} menyatakan kumpulan bidang-bidang yang sejajar dengan bidang (0 1 0).
Sama halnya dengan Bidang ADHE yang sejajar dengan bidang BCGF, maka indeks
bidang ADHE adalah {0 1 0} begitu juga dengan bidang ABCD sejajar dengan bidang
EFGH, maka bidang ABCD adalah {0 0 1}, dan seterusnya. Jadi, apabila bidangnya
menempel di sumbu, indeksnya akan sama dengan indeks bidang yang sejajar dengannya.
Menentukan dhkl
dhkl adalah jarak antar bidang pada suatu kristal. Resiprok untuk dhkl ini disimbolkan oleh
. Persamaan resiprok ruang untuk dhk dalam arah adalah sebagai berikut:
=
Persamaan dhkl untuk kristal dengan sistem orthogonal dapat dijabarkan sebagai persamaan
berikut ini:
1
2 2 2
=
+
+
2 2 2 2
Sedangkan persamaan dhkl untuk kristal dengan sisitem kubik adalah:
1
2 + 2 + 2
=
2
2
Contoh soal:
Suatu unit cell berbentuk kubik memiliki nilai indeks Miller (1 1 0) dan panjang a=5,2 A
(0,52 nm). Tentukan nilai dhkl nya!
Jawab:
1
2 + 2 + 2
=
2
2
2 =
(0,52)2
12 + 12 + 0
= 0,368 109 .
9
yang
dihasilkan
pada
sudut
tertentu.
Sinar-X
merupakan
radiasi
elektromagnetik yang memiliki energi tinggi sekitar 200 eV sampai 1 MeV. Difraksi sinarX juga dapat digunakan untuk menentukan ukuran partikel. Difraksi sinar-X terjadi ketika
suatu basis dalam suatu kristal teradiasi secara koheren, menghasilkan interferensi
konstruktif pada sudut tertentu. Dasar dari penggunaan difraksi sinar-X untuk mempelajari
arah bidang kisi kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg :
n = 2 d sin ; n = 1,2,
adalah panjang gelombang sinar-X yang digunakan, d adalah jarak antara dua bidang
kisi, adalah sudut antara sinar datang dengan bidang normal, dan n adalah bilangan bulat
yang disebut sebagai orde interferensi.
Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X dijatuhkan pada suatu bahan
kristal, maka bidang kristal itu akan mendifraksikan sinar-X kristal tersebut. Sinar yang
didifraksikan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah
puncak difraksi pada sudut tertentu. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam
sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul
pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu
tiga dimensi. Puncak-puncak yang telah didapatkan dari data pengukuran kemudian
dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk hampir semua jenis material. Standar ini
dikenal sebagai JCPDS (Joint Committee on Powder Difraction Standards). Gambar 2.4
meperlihatkan proses hamburan pada Kristal berdasarkan hokum Bragg.
diintrepertasikan dan dihitung untuk mendapatkan informasi struktur kristal dari bahan
tersebut. Dari proses pengukuran yang dilakukan, dapat diperoleh beberapa informasi
antara lain sebagai berikut:
1. Posisi puncak difraksi pada sudut tertentu, jarak antar bidang (dhkl), struktur
kristal dan orientasi dari sel satuan (dhkl) struktur kristal dan orientasi dari sel
satuan.
2. Intensitas relatif puncak difraksi, memberikan gambaran tentang posisi atom
dalam sel satuan.
3. Bentuk puncak difraksi
4.
Contoh data hasil XRD untuk bahan superkonduktor dipelihatkan pada Gambar 2.5.
10
20
30
40
50
60
2
Gambar 2.5: Contoh data XRD untuk bahan superkonduktor
11
70
Contoh soal perhitungan sudut Bragg pada suatu sistem kristal pada suatu percobaan.
Hitunglah sudut bragg pada kristal kubik dengan unit cell a = 6 A, untuk bidang (2 2 1)
dengan panjang gelombang 1,54 A.
Jawab:
1
2 + 2 + 2
=
2
2
(6)2
= 2
2 + 22 + 12
2
= 2
2 =
=
Untuk n=1
=
1 1,54
= 0,385
2 2
= 22,64
Untuk n=2
=
2 1,54
= 0,77
2 2
= 50,35
Jadi sudut Bragg untuk Kristal ini adalah 1 = 22,64 dan 2 = 50,35
Daftar Bacaan:
Birkholz, M., 2006, Thin Film Analysis by X-Ray Scattering. WILEY-VCH Verlag GmbH
& Co. KGaA, Weinheim.
Kittel, C., 2005, Introduction to Solid State Physics, John Wiley and Sons, Inc, 8th edition.
12
BAB 3
GAYA IKAT
a
b
+ n
m
r
r
13
nilai konstanta n adalah 7. Nilai konstanta n unsur lain dapat diperoleh dari berbagai
referensi.
a
Vtarik = rm disebut juga Vtarik yaitu energi potensial yang terkait dengan gaya tarik antar
atom.
Vtolak =
b
rn
disebut juga Vtolak yaitu energi potensial yang terkait dengan gaya tolak antar
atom.
Gambar 3.1: Kurva perubahan energi potensial (V) terhadap jarak antar antar atom (r).
Gambar 3.1 memperlihatkan kurva perubahan energi potensial terhadap jarak antar atom.
Ikatan yang paling stabil antar atom terjadi pada saat energi potensial minimum yaitu pada
posisi ro. Pada saat r lebih besar dari ro, kedua atom saling tarik. Sedangkan pada saat r
lebih kecil dari ro, kedua atom akan saling menolak. Jarak ro dikenal pula dengan istilah
jarak interatomik setimbang. Gaya tarik dan gaya tolak akan saling menghilangkan pada
kedudukan ro yang merupakan keadaan setimbang.
atam antar dua atau lebih atom ditentukan oleh keadaan yang dapat menghasilkan nilai
energi potensial yang minimum. Beberapa cara untuk mendapatkan nilai energi potensial
minimum adalah sebagai berikut :
1) Penyesuaian jenis muatan total yang dimiliki masing-masing atom
2) Penyesuaian konfigurasi elektron paling luar dari masing-masing atom
3) Penempatan atom-atom pembentuk kristal menurut susunan orbital atom yang
memiliki keberkalaan dan kesatangkupan dalam ruang tiga dimensi yang berukuran
tidak berhingga.
Ikatan kristal terbagi dua kategori yaitu katagori ikatan utama atau primer dan katagori
ikatan sekunder. Kategori ikatan utama adalah jenis ikatan yang sangat kuat. Ikatan utama
ini terdiri dari tiga macam ikatan yaitu ikatan ionik, ikatan kovalen, dan ikatan logam.
Katagori ikatan sekunder yaitu ikatan hydrogen dan ikatan van der waals. Konfigurasi
yang stabil dari gas mulia menjadi konfigurasi yang cenderung untuk dicapai oleh unsurunsur lain dalam membentuk ikatan atom.
potensialnya paling minimum. Konfigurasi yang paling stabil itu adalah konfigurasi
elektron gas mulia. Oleh sebab itu beberapa atom saling berikatan untuk membentuk
konfigurasi elektron gas mulia.
Contoh paling sederhana adalah ikatan antara dua atom H. Atom H memiliki
konfigurasi elektron 1s1. Satu elektron dari masing-masing atom H saling berbagi untuk
mendapatkan konfigurasi paling stabil 1s2 seperti diperlihatkan pada Gambar 3.2.
16
Ikatan hidrogen terjadi ketika sebuah atom hidrogen yang memiliki satu buah
elektron berikatan dengan atom lain seperti atom N, O, atau F yang mempunyai pasangan
elektron bebas. Hidrogen dan atom N atau O atau F akan berinteraksi membentuk suatu
ikatan hidrogen dengan besar energi ikatan sekitar 0,1 eV. Kekuatan ikatan hidrogen ini
dipengaruhi oleh perbedaan elektronegativitas antara atom-atom dalam molekul tersebut.
Semakin besar perbedaannya, semakin besar ikatan hidrogen yang terbentuk. Pada air
(H2O), terjadi dua ikatan hidrogen pada tiap molekulnya. Akibatnya jumlah total ikatan
hidrogennya lebih besar daripada asam florida (HF).
17
BAB 4
KAPASITAS PANAS
4.1 Getaran Termal Kristal dan Kuantitas Energinya
Pada Bab 2, telah dibahas bahwa kristal tersusun oleh basis atom-atom yang diam
pada posisinya di titik kisi. Sesungguhnya, diatas suhu mutlak 0 K, atom-atom dan kisi
tersebut tidaklah diam, tetapi bergetar pada posisi kesetimbangannya. Getaran atom-atom
dan kisi diatas suhu mutlak tersebut adalah sebagai akibat dari energi termal yang dimiliki
atom-atom terkait dengan gejala termal. Sifat termal kristal tersebut di dekati secara teori
melalui studi tentang kapasitas panas zat padat pada volume tetap (CV). Nilai CV sebagai
fungsi dari suhu dianalisis dan dijelaskan dengan berbagai eksperimen, teori dan model.
Kapasitas panas suatu zat padat dapat dirumuskan sebagai perubahan energi terhadap
suhu yang dapat dituliskan dengan persamaan :
CV =
E
T
Analisis nilai Cv berdasarkan kuantitas dari energinya pertama kali dikemukan oleh
Dulong dan Petit tahun 1819. Dulong dan Petit meninjau getaran atom-atom dan kisi zat
padat sebagai osilator harmonik. Satu getaran atom dan kisi identik dengan sebuah osilator
harmonik. Osilator harmonik merupakan suatu konsep dalam mekanika klasik yang
menggambarkan sebuah massa m yang terkait pada sebuah pegas dengan tetapan pegas k.
Untuk osilator harmonik satu-dimensi, energinya dapat dirumuskan :
E = Ek + Ep
E=
1
1
mv 2 + kx 2
2
2
1
Energi rata-rata untuk setiap energi pada kaidah klasik dirumuskan sebagai 2 k B T sehinga
energi total rata-ratanya menjadi
1
E = 2 k B T + 2 k B T= k B T
dengan kB adalah tetapan Boltzmann dan T adalah suhu osilator. Selanjutnya, karena atomatom dalam kristal membentuk susunan tiga-dimensi, maka setiap kilomol kristal mamiliki
NA atom yang berosilasi dalam tiga-dimensi, sehingga energi dalamnya adalah sebagai
berikut
1
1
1
1
1
1
E = NA ( mvx2 + kx 2 + mvy2 + ky 2 + mvz2 + kz 2 )
2
2
2
2
2
2
18
1
1
1
1
1
1
E = NA ( k B T + k B T + k B T + k B T + k B T + k B T)
2
2
2
2
2
2
E = 3NA k B T = 3RT
R adalah konstanta gas yang berasal dari NA k B . Dengan demikian kapasitas panasnya
adalah :
CV =
dE
= 3R
dT
Hasil ini menunjukkan bahwa kapasitas panas zat padat tidak bergantung pada suhu dan
berharga 3R. Jika hasil ini dibandingkan dengan hasil percobaan, dapat diketahui bahwa
nilai 3R untuk kapasitas panas zat padat, hanya berlaku untuk suhu tinggi. Sedangkan
untuk suhu rendah, hasi percobaan menunjukkan adanya kebergantungan nilai kapasitas
panas terhadap suhu. Beberapa teori dan model kemudian muncul untuk menjelaskan
kebergantungan nilai Cv terhadap suhu padaa suhu rendah.
En
)
kBT
nE
)
kBT
nE
n=1 exp( k T )
B
n=1 nE exp(
19
=
E
E
E
exp(
)1
kBT
=
E = 3NA E
dE
dT
Sehingga
3NA E
)
E
exp(
)1
kBT
CV =
dT
E
exp(
)
E 2
kBT
CV = 3R (
)
2
kBT
E
{exp(
) 1}
kBT
d(
E
kB
E 2
CV = 3R ( )
T
exp( TE )
2
{exp( TE ) 1}
NilaiCV menurut persamaan ini dirumuskan sebagai fungsi dari suhu. Hal ini akan
menghasilkan kurva yang secara kualitatif mendekati kurva eksperimen dalam Gambar 4.1.
Untuk suhu yang sangat tinggi,
E
T
1 atau
E
T
tinggi sesuai dengan rumusan klasik Dulong-Petit dan sesuai pula dengan hasil percobaan.
Untuk T 0 maka CV 0. Hasil percobaan untuk suhu mendekati 0, menghasilkan nilai
kapasitas panas yang mendekati 0 pula.
Untuk T yang rendah,
E
T
1, maka
E 2
CV 3R ( )
T
exp( TE )
E 2
E
3R
(
) exp( )
2
T
T
{exp( TE )}
20
Perhitungan nilai CV untuk suhu rendah ini tidak menghasilkan data yang sama dengan
hasil percobaan. Hal ini menunjukkan model perumusan CV menurut Einstein masih perlu
perbaikan konsep.
Gambar 3.1 Kapasitas panas berdasarkan model Einstein (garis putus-putus). Titik-titik
bulat merupakan data percobaan nilai kapasitas panas untuk intan (diamond) [A. Einstein,
Ann. Physik 22, 180 (1907)]
()g() d
E= E
0
()adalah energi rata-rata osilator yang merupakan fungsi dari frekuensi dalam
E
selang antara = 0 dan = D, g() adalah kerapatan moda getar (density of state) yang
memenuhi persamaan
D
g() d = 3NA
21
Jika kerapatan moda getar berupa gelombang yang merambat dalam dua arah, maka
rapat moda getar per satuan volume bahan untuk setiap selang frekuensi adalah
g() =
2
3
22 v
g() =
Sehingga
D 32
g() d = 3NA = 0
3NA =
[v3 + v3 ] d
22
33D 1
2
[ 3 + 3]
2
6 vL vT
3NA 3
9NA
2 33D 1
2
2
=
[
+
]
3
3D 62 vL3 vT3 3D
2 32 1
2
3 = 22 [ 3 + 3 ] = g()
D
vL vT
g() = 9NA 3 ,
D
2
d(),
3D
[ekB T
1]
()g() d
E= E
0
D
E = 9NA 3
D
0
[ekB T
22
1]
CV =
CV = 9NA
T 2
3D k B
0
kB
Dengan memisalkan x k
dan D
T
4 kB T
e
[ekB T
2 d
1]
D
T
kBT
x 4 ex
2
CV = 9NA 3 T (
) x
dx
[e 1]2
D k B
0
D
T
T
x 4 ex
CV = 9R ( ) x
dx
[e 1]2
D
0
D
T
x 4 ex
1 D 3
2
x
dx = x dx = ( )
[e 1]2
3 T
T
CV = 9R ( ) 0 T
D
x4 ex
T 3 1 D 3
dx=9R
(
) 3( T )
[ex 1]2
D
= 3R
berhubungan satu dengan yang lainnya. Sebaran energi yang digunakan untuk
23
menganalisis getaran kolektif tersebut dihitung dengan menggunakan distribusi BoseEinstein. Konsep kapasitas panas pada suatu zat padat atau kristal yang dikemukakan pada
Bagian 4.1 sampai 4.3 ini lebih menonjolkan pada konsep getaran atau energi yang
bersumber dari kalor atau panas (suhu) yang tersimpan dalam kristal. Konsep getaran kisi
pada kristal dapat pula disebabkan oleh hal lain seperti gelombang elektromagnetik
ataupun gelombang suara. Namun demikian konsep getaran kisi pada kristal baik yang
disebabkan panas (getaran termal) ataupun sebab lain adalah sama. Konsep-konsep getaran
ini dapat menyebabkan terjadinya perambatan getaran yang digambarkan sebagai
perambatan gelombang dalam kristal. Getaran kisi dan perambatannya dalam kristal
memunculkan suatu istilah baru yaitu fonon.
Fonon adalah suatu paket energi yang menggambarkan pergerakan dari getaran
(perambatan gelombang) dari suatu kisi yang bergetar dengan frekuensi yang sama yang
ditinjau dari sudut pandang mekanika kuantum. Seperti telah diketahui, pada mekanika
klasik, perambatan getaran dengan frekuensi yang sama hanya dipandang sebagai peristiwa
perambatan gelombang biasa. Namun pada tinjauan mekanika kuantum, perambatan
getaran biasa dipandang memiliki dualisme sifat yaitu gelombang (wave-like) dan partikel
(particle-like). particle-like inilah yang merupakan inti darikonsep fonon. Bila
dihubungkan dengan model Debye, energi fonon ini terkuantisasi dalam bentuk En =
nE
Dalam hal ini dapat dibayangkan bahwa rambatan gelombang mekanik atau
gelombang suara identik sengan adanya aliran arus fonon yang membawa energi dan
momentum dalam jumlah tertentu.
Jika membahas masalah perambatan fonon, akan sangat mudah membayangkan
fonon sebagai suatu gas pada suatu ruang tertentu. Pada setiap daerah dalam ruang selalu
terdapat fonon yang bergerak acak ke segala arah. Penggunaan model gas ini
memungkinkan munculnya lintasan bebas rata-rata fonon dan tumbukkan antar fonon.
24
BAB 5
ELEKTRON BEBAS
Seperti telah dijelaskan pada Bab 2, sebuah kristal tersusun dari kisi dan basis yang
merupakan atom baik berupa atom tunggal ataupun molekul. Secara umum setiap jenis
atom mengandung elektron-elektron yang mengelilingi sebuah inti seperti yang dijelaskan
dalam model atom Bohr. Elektron-elektron tersebut dapat dikatagorikan menjadi dua yaitu
elektron yang terikat erat pada ikatan atom-atom dan elektron bebas yang lebih dikenal
dengan nama elektron valensi. Elektron bebas ini dapat bergerak secara bebas di seluruh
kristal. Elektron yang bebas bergerak tersebut dinamakan elektron bebas. Sedangkan
elektron yang tidak dapat bergerak bebas, yaitu elektron yang terikat dalam atom maupun
ikatan antar atom disebut elektron terikat atau elektron domestik.
Keberadaan elektron bebas pada sebuah kristal menjadi salah satu faktor yang harus
dipertimbangkan pada perhitungan kapasitas panas suatu zat padat. Teori-teori kapasitas
panas yang dibahas pada Bab 4 sesungguhnya membahas kapasitas panas zat padat yang
tergolong non logam dimana elektron-elektron yang menyusun atom-atomnya secara
umum tergolong ke dalam elektron domestik. Untuk golongan zat padat yang digolongkan
sebagai logam dimana elektron bebas sangat dominan sebagai penyusun kristal tersebut,
teori perhitungan kapasitas panasnya harus dirumuskan ulang dengan mempertimbangkan
keberadaan elektron bebas tersebut.
Seperti halnya pada pembahasan kapasitas panas pada Bab 4, keberadaan elektron
bebas yang mempengaruhi berbagai sifat suatu kristal akan ditinjau berdasarkan teori
klasik yang disebut elektron bebas klasik dan teori kuantum yang disebut elektron bebas
terkuantisasi.
5.1 Elektron Bebas Klasik
Besarnya kapasitas panas pada suhu tinggi atau suhu ruang yagn diungkapkan baik oleh
Dulong-Petit, Einstein maupun oleh Debye adalah Cv = 3R. Asumsi yang digunakan untuk
mendapatkan persamaan tersebut adalah bahwa getaran kisi dalam suatu krisal memiliki
energi termal tertentu. Paket energi dari getaran kisi yang terkuantisasi dikenal dengan
nama fonon. Nilai Cv yang dijabarkan oleh Dulong-Petit, Einstein dan Debye tersebut
25
sebenarnya belum memasukkan nilai energi termal yang tersimpan dalam gerak termal
elektron bebas. Atau dengan kata lain Cv tersebut hanya memperhitungkan kehadiran
fonon sehingga kapasitas panas logam dengan memperhitungkan kehadiran elektron dan
fonon dapat ditulis sebagai berikut : CV = CV_fonon + CV_elektron
Cv yang berasal dari kontribusi fonon pada suhu tinggi adalah CV_fonon = 3R .
Sedangkan Cv yang berasal dari kontribusi elektron dapat dijabarkan dari energi rata-rata
elektron pada suhu T dengan jumlah elektron valensi yang disumbangkan oleh satu atom
pada kristal dilambangkan oleh Zv dituliskan dengan persamaan sebagai berikut:
3
3
E = Zv NA k B T = Zv RT
2
2
dE
26
Elektron bebas yang secara kuantum dipandang memiliki sifat dualistic sebagai benda
dan gelombang dapat bebas bergerak dalam seluruh volume kristal sebagai gelombang
deBroglie. Syarat batas Born-von Karmann yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
eikx L + eiky L + eikz L = 1
L adalah rusuk kristal dan kx, ky, kz adalah vektor propagasi gelombang pada arah x, y
dan z. Masing-masing vektor propagasi tersebut dapat dijabarkan sebagai:
k x = nx
2
L
, k y = ny
2
L
, k z = nz
2
L
2
(k 2 + k 2y + k 2z )
2m0 x
1 2m0 3 1
(
)2 E 2 E
22 2
1 2m0 3 1
(
)2 E 2
22 2
Konsep rapat elektron ini adalah salah satu konsep penting ketika akan merumuskan
kapasitas panas yang berasal dari kontribusi elektron bebas.
Larangan Pauli
Larangan Pauli menyatakan bahwa tidak ada dua atau lebih elektron dalam satu sistem
memiliki energi dan bilangan kuantum yang tepat sama. Larangan Pauli dapat dijabarkan
dengan tepat oleh statistic Fermi Dirac yaitu
f(E) =
1
1 + exp(
27
E EF
)
kBT
Statistik Fermi Dirac ini memunculkan konsep energi Fermi yang merupakan jumlah
energi yang dimiliki suatu kristal pada keadaan 0 K.
Pada T = 0 K, f (E) = 1. Sedangkan pada T selain 0, nilai dapat ditutunkan dari persamaan
di atas.
Jumlah elektron per satuan volume pada T = 0 dituliskan sebagai
n=
1 2m0 EF0 3
(
)2
32
2
E = g(E)f(E)dE
0
Karena
g(E)dE =
1 2m0 3 1
(
)2 E 2 dE,
22 2
Maka
Ek
E=
0
1 2m0 3 1
1 2m0 3 52
2 E 2 dE =
(
)
(
)2 EF0
22 2
52 2
1
2m0 EF0 3
2
Dari persamaan tersebut dapat terlihat bahan elektron dengan harga energi sekitar EF dapat
berperan pada analisis CV_elektron . Dalam analisis selanjutnya perlu tinjauan lebih detail
tentang fungsi Fermi-Dirac tentang energi. Hal ini disebabkan dalam bahasan energi
kinetik elektron bebas fungsi Fermi Dirac terdapat dalam persamaan energi kinetik yang
dituliskan dengan persamaan sebagai berikut:
Ek
Ek
Ek
CV_elektron
dEe
dF
dF
=
= ( )g(E)(EF E)dE +
g(E)(EF E)dE
dT
dT
dT
0
Ek
28
CV_elektron = (
0
kB T
EF
dF
)g(E)(E EF )dE
dT
m
dF E EF
=
dT
kBT2
Dengan memisalkan x =
EEF
kB T
EEF
e kB T
EEF
(1 + e kB T )2
x2 ex
2
3
2 k 2
g(E)k 2B T= 2E B T
F
Sehingga
dengan A dan B adalah konstanta yang diperoleh dari perumusan CV_elektron dan CV_fonon
5.3 Perilaku Elektron Bebas dalam Logam
Walaupun model elektron bebas klasik tidak dapat merumuskan dengan benar konsep
kapasitas panas, namun model ini berhasil menjelaskan pengaruh keberadaan elektron
bebas tersebut terhadap sifat listrik seperti nilai tahanan jenis listrik (konduktivias termal)
dari bahan yang memiliki elektron bebas di dalam kristal pembentuknya.
Elektron bebas yang bergerak sepanjang sebuah bahan yang memiliki panjang L dan
luas penampang A akan memunculkan konsep arus listrik (I). Dalam bahan yang mengalir
alru listrik akan timbul medan listrik E. Arus listik yang mengalir dalam suatu penampang
tersebut memunculkan nilai kerapatan yang dituliskan sebagai J =
I
A
Hukum Ohm yang menyatakan memperlihatkan hubungan antara kerapatan arus listrik
dengan medan listrik yang timbul dituliskan dalam bentuk persamaan:
J = . E
adalah besaran yang menunjukkan konduktivitas dari bahan. Besarnya konduktivitas
1
Nilai hambatan suatu bahan sangat ditentukan geometri dari bahan itu sendiri.
Resistivitas merupakan besaran pembanding antara nilai resistansi dengan faktor geometri
L
= f + i
Pada suhu rendah (T<<) nilai resistivitas hanya bergantung pada nilai impuritas bahan.
Gambar 5.1 memperlihatkan grafik ketergantungan nilai resistivitas terhadap suhu
untuk bahan logam dengan tingkat ketidakmurnian tertentu. Resistivitas menurun seiring
dengan menurunnya suhu yang menunjukkan kontribusi dari fonon juga menurun. Pada
suhu 0 K, hanya kontribusi dari ketidakmurnian yang berpengeruh pada nilai resistivitas.
Gambar 5.1: Grafik ketergantungan nilai resistivitas terhadap suhu untuk bahan logam
dengan tingkat ketidakmurnian tertentu.
30
BAB 6
TEORI PITA ENERGI
Model elektron bebas yang dijelaskan pada Bab 5, dapat memberikan penjelasan
yang baik terhadap kapasitas panas dan hambatan listrik bahan logam. Namun demikian,
seiring dengan perkembangan teknologi dan penemuan berbagai bahan yang memiliki sifat
listrik yang berbeda-beda, model ini tidak memberikan penjelasan yang jelas terhadap
berbagai hasil percobaan seperti perbedaan besar konduktivitas atau resistivitas pada logam
(konduktor), semikonduktor dan isolator. Nilai konduktivitas bahan berada pada rentang
108 -1m-1 untuk jenis konduktor sampai dengan 10-16 -1m-1
Rentang yang cukup lebar dari nilai resisivitas ini perlu dikaji lebih detail dan tidak bisa
diterangkan hanya dengan model elektron bebas seperti pada Bab 5. Pada bab ini akan
dibahas beberapa keadaan elektron dalam kristal yang dapat menjelaskan berbagai keadaan
zat padat. Model atau teori yang paling cocok untuk menjelaskan rentang yang cukup lebar
dari nilai resistivitas bahan disebut teori pita energi.
menganggap bahwa energi potensial akibat elektron-elektron lainnya dalam kristal selain
elektron valensi adalah konstan. Energi potensial yang periodik itu merupakan landasan
dari teori pita energi dalam zat padat. Selanjutnya, perilaku elektron di dalam potensial ini
dijelaskan menjabarkan fungsi gelombang elektron dengan menggunakan pendekatan satu
elektron. Fungsi gelombang ini mengambarkan kemungkinan gerak elektron di dalam
energi potensial listrik periodik tertentu yang kemudian dapat secara langsung diketahui
daerah-daerah yang dapat diduduki oleh elektron dan yang dilarang untuk diduduki oleh
elektron ini. Daerah-daerah tersebut kemudian digambarkan sebagai pita-pita energi dan
celah energi yang masing-masing menggambarkan daerah yang dapat diduduki dan tidak
dapat diduduki oleh elektron.
Untuk memahami teori dan konsep pita energi, perlu dipelajari teorema dan fungsi
Bloch, model Kronig-Penney dan model elektron hampir bebas.
2 d2
+ ()] () = E()
2m dr 2
32
Bloch menunjukkan bahwa solusi persamaan Schrodinger adalah fungsi gelombang yang
memiliki periodisitas kisi () yang dituliskan sebagai berikut:
() = ()eik
fungsi gelombang tersebut dinamakan fungsi Bloch. Fungsi tersebut harus memenuhi
syarat batas periodik yaitu:
( + a) = ()
dan
( + a) = ()
Dengan a adalah vektor translasi kisi. Ini berarti fungsi gelombang harus sama pada
titik-titik yang secara fisis adalah ekivalen dalam kisi kristal. Faktor eik dalam fungsi
Bloch adalah merupakan bentuk persamaan gelombang datar, dengan k adalah vektor
gelombang.
Gambar
6.1 Model sumur potensial kotak yang digagas oleh Kronig-Penney [C. Kittle, Introduction to Solid
State Physics, pp 168]
33
2 =
2m
2m
(U0 E)
Sehingga persamaan Schrodinger untuk dua daerah pada sumur potensial tersebut adalah
sebagai berikut:
Untuk daerah 0 < x < a
d2 (x)
+ 2 (x) = 0
dx 2
Untuk daerah -b < x< 0
d2 (x)
2 (x) = 0
dx 2
34
2
] sinh b sin a + cosh b cosa = cos k(a + b)
2
ba
2
Gambar 6.2 Grafik fungsi persamaan a sin a + cos a = cos ka dari model sumur potensial kotak
yang digagas oleh Kronig-Penney [C. Kittle, Introduction to Solid State Physics, pp 170]
Nilai dari cos ka yang dapat diselesaikan adalah cos ka = 1, sehingga persamaaan untuk
grafik yang memiliki niai lebih dari 1 atau kurang dari -1, maka grafik tersebut tidak akan
memiliki bentuk penyelesaian. Dengan kata lain daerah pada Gambar 6.2 yang berada
diatas 1 atau di bawah -1 adalah daerah terlarang yang kemudian disebut sebagai band gap.
Sedangkan daerah diantara 1 dan -1 adalah daerah yang diperbolehkan terdapat elektron
didalamnya.
6.4 MODEL ELEKTRON HAMPIR BEBAS
36
BAB 7
BAHAN SEMIKONDUKTOR
Semikonduktor merupakan material zat padat yang memiliki harga resistivitas
antara 10-2 109 .cm. Terdapat dua jenis tipe semikonduktor yaitu semikonduktor
intrinsik
dan
semikonduktor
semikonduktor
murni
ekstrinsik. Semikonduktor
intrinsik
merupakan
ekstrinsik
merupakan semikonduktor yang telah diberi atom pengotor. Pemberian atom pengotor
pada semikonduktor dapat menyebabkan munculnya dominasi muatan pembawa.Bila
konsentrasi
semikonduktor tipe-n demikian pula sebaliknya bila hole lebih banyak dari elektron
maka akan terbentuk semikonduktor tipe-p.
Material Semikonduktor
Bila ditinjau dari sifat listriknya, suatu bahan zat padat dapat dikelompokan
menjadi beberapa bagian:
1.
Bahan isolator yang memiliki harga resistivitas antara 1014 1022 .cm
2.
Bahan semikonduktor yang memiliki harga resistivitas antara 10-2 109 .cm
3.
dan isolator yaitu dengan penggambaran tingkat-tingkat energi dalam bentuk pita energi
untuk elektron-elektron dalam bahan. Penggambaran pita energi untuk masing-masing
material tersebut ditunjukkan pada gambar 1 berikut.
Gambar 1 Pita energi dari (a) isolator, (b) semikonduktor, dan (c) Konduktor
37
Ketiga jenis bahan tersebut banyak dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan
komponen- komponen elektronik, misalnya bahan isolator banyak digunakan sebagai
lapisan dielektrik pada kapasitor metal-oksida-semikonduktor, bahan semikonduktor
digunakan sebagai lapisan aktif
komponen
optoelektronik
pada
komponen-komponen
elektronik
maupun
sensor
memilih bahan yang memiliki energi gap yang cukup lebar seperti semikonduktor
galium nitrida dengan energi gap sekitar 3,4 eV. Kita bisa juga menggunakan bahan
silikon untuk aplikasi sensor ultraviolet namun divais ini kurang sensitif dibandingkan
bahan galium nitrida.
Pada
awal
perkembangannya
bahan
semikonduktor
yang
pertama
kali
dieksplorasi adalah Germanium, namun sampai saat ini bahan semikonduktor yang
banyak diteliti untuk bahan baku pembuatan divais elektronik maupun optoelektronik
adalah Silikon dengan pertimbangan bahan silikon cukup melimpah di alam ini dan
harganya relatif murah. Selain silikon material lain yang banyak dipelajari dan diteliti
adalah material paduan dari golongan II-VI atau III-V dalam tabel periodik (gambar 1)
baik binary (paduan 2 unsur) maupun ternary (paduan 3 unsur) seperti ZnO, GaN,
AlN, InN, GaAs, GaSb, AlGaN, AlGaSb, GaNAs dan sebagainya dimana materialmaterial paduan tersebut masing-masing memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri baik
dari sifat listrik maupun sifat optiknya yang aplikasinya dapat disesuaikan dengan
karakteristik fisisnya masing-masing.
38
39
(a)
(b)
Gambar 3 Gambaran ikatan kovalen atom silikon pada kondisi (a)
temperatur nol Kelvin, (b) pada temperatur di atas nol Kelvin
40
tingkat
EV. Elektron
valensi
ini
Pemutusan ikatan kovalen ini akan menghasilkan elektron bebas yang sudah dalam
keadaan konduksi dengan tingkat energi EC. Pada gambar 4c diilustrasikan keadaan
elektron konduksi dimana setelah terjadinya pemutusan ikatan kovalen, elektron
valensi pada tingkat energi EV
Energi EC. Selisih antara tingkat energi konduksi dengan tingkat energi valensi ini
dinamakan energi celah pita (energi gap) dimana energi gap tersebut merupakan
energi minimal yang
dibutuhkan untuk memutuskan ikatan kovalen pada kristal semikonduktor.
(a)
(b)
Model pita energi bahan semikonduktor
41
(c) Gambar 4.
Tipe Semikonduktor
Berdasarkan pergerakan pembawa muatan dalam semikonduktor ada tiga cara
yaitu:
1. Eksitasi elektron (semikonduktor instrinsik),
2. Impurity (Semikonuktor ekstrinsik), dan
3. Semikonduktor nonstoikiometri.
Dalam semikonduktor besar celah pita terlarang (band gap) sedemikian rupa
sehingga elektron dapat melompati band gap dari pita valensi ke pita konduksi
dengan energi minimum yang dibutuhkan sama dengan energi gap.
42
C (intan)
Si
1.1
Ge
0.7
Konduktivitas
(T=20o<
C 10-16
5 x 10-4
2
Ketiga unsur dalam golongan IV tersebut (Si, Ge, dan Sn) merupakan satu- satunya
Sn
0.1
unsur yang bersifat semikonduktor dan memiliki struktur Kristal
106 yang sama. Selain itu
(kelabu)
ada pula senyawa campuran golongan III ( B, Al, GA, In) dengan golongan V (N, P, As,
Sb) memiliki sifat sebagai semikonduktor dan memiliki srtruktur yang sama misalnya
SiC,AlSb, GaN,InAs, Zns dan contoh senyawa lainnya (van Vlack, 1994).
Pada material semikonduktor khususnya semikonduktor intrinsik, eksitasi elektron
terjadi melewati bandgap dari pita valensi ke pita konduksi. Contohnya pada
pembentukan ikatan atom Si (silikon). Senyawa silikon memiliki band gap sebesar 1,12
eV . Jika senyawa silikon tersebut diberi energi termal atau diberi energi cahaya yang
lebih besar atau sama dengan 1,12 eV, maka elektron dari tingkat valensi akan tereksitasi
ke tingkat konduksi.
43
muatan
konduktivitasnya. Pemberian
jumlah
pengotor
(dopant)
dapat
menyebabkan
munculnya
tingkat energi baru dalam energi gap. Perubahan tingkat energi ini dapat digolongkan
menjadi dua bagian tingkat energi yaitu tingkat akseptor dan tingkat donor. Tingkat
akseptor merupakan tingkat energi yang muncul di ujung atas tingkat valensi, karena
dapat menerima elektron yang meninggalkan pita valensi. Sedangkan tingkat donor
merupakan tingkat energi yang muncul di ujung bawah pita konduksi, karena tingkat ini
dapat memberikan elektron ke tingkat konduksi.
Tipe N
44
semikonduktor
yang
memiliki
Semikonduktor tipe P
posistip contohnya adalah SiB, GeAl dan yang lainnya. Semikonduktor jenis ini
dikenal dengan semikonduktor tipe-p .
elektron bebas karena generation akibat agitasi termal. Hole menjadi pembawa muatan
mayoritas dan elektron bebas sebagai pembawa muatan minoritas.
Untuk semikonduktor ekstriksik baik tipe-n maupun tipe-p konduktivitas
ekstrinsik
tidak akan naik terus menerus dengan kenaikan temperatur dan akan
dijumpai pada suatu keadaan dimana nilai konduktivitanya konstan. Hal itu
diakibatkan karena proses pengurasan donor dan penjenuhan akseptor.
3. Semikonduktor Nonstokiometri.
Pada keadaan ini hampir mirip dengan semikonduktor ekstrinsik, hanya saja
disebabkan oleh ketidakmurnian hal yang lainnya yaitu pengaruh dari cacat sebagai
hasil dari stoikiomeri. Elektron dan hole semikonduktor nonstoikiometri tereksitasi
dalam pita konduksi dan valensi sebagai hasil reduksi dan oksidasi.
Pada cacat yang diakibatkan oleh stoikiomerti kristal akan menimbulkan celah
pita terlarang antara pita valensi dan konduksi. Celah pita terlarang tersebut akan
bertidak sebagai perangkap elektron atau hole. Elektron dan hole yang berada pada
celah pita terlarang dapat loncat ke pita konduksi jika mendapat energi tambahan
walaupun energinya lebih kecil dari energi gap (Reka Rio, 1999)
semikonduktor
diberi
medan
listrik
E, maka
partikel-partikel
bermuatan dalam semikonduktor tersebut akan bergerak (hanyut) dengan laju yang
berbanding lurus dengan medan listriknya.
2. Arus Difusi
Arus difusi terjadi akibat adanya perbedaan konsentrasi muatan pembawa. Arus
difusi akan mengalir dari daerah yang berkonsentrasi tinggi ke daerah yang memiliki
konsentrasi rendah
Band gap
46
47
BAB 8
DINAMIKA ELEKTRON DALAM LOGAM
Dalam bab ini kita akan mencurahkan perhatian kita pada elektron dan kebebasan
geraknya diantara atom-atom.Logam dengan ikatannya yang lemah dengan elektron
valensi, merupakan konduktor listrik dan penghantar panas yang baik. Konduktivitas ini
terjadi karena hanya diperlukan energi sedikit saja untuk mengaktifkan elektron yang
terdelokalisir kelevel konduksi. Sebaliknya, elektron memerlukan energi yang cukup besar
untuk mengatasi sela energi yang besar dalam isolator. Semikonduktor mempunyai sela
energi yang lebih besar dari pada isolator, sehingga terdapat sejumlah elektron untuk
konduksi
1.1. Pembawa muatan
Berbagai bahan yang dapat digunakan oleh ahli tehnik dan ilmuwan mempunyai
konduktivitas (tahanan, karena = 1/) dengan nilai yang berbeda-beda. Pada gambar
5.1 kita lihat bahwa umumnya bahan dibagi dalam tiga golongan : Konduktor,
semikonduktor dan isolator. Logam masuk golongan pertama, karena memiliki elektron
yang terdelokalisir yang bebas bergerak melalui seluruh struktur. Keramik dan bahan
polimer yang memiliki elektron yang terikat dengan kuat dan ion-ion yang tidak berdifusi
termasuk kelompok isolator. Fungsinya ialah mengisolir konduktor yang berdekatan.
Belum lama berselang hanya kedua ujung spektrum dianggap berguna. Namun sekarang
bagian tengah, kelompok semikonduktor menjadi sangat penting, bahkan merupakan
pokok bahasan dalam bab ini
48
49
antiikatan u bila bertanda berlawanan, dan dua elektron mengisi orbital ikatan g
(Gambar 2.18).
Dalam molekul dua atom periode dua, dari litium Li2 sampai flourin F2, bila
sumbu z adalah sumbu ikatan, 1g dan 1u dibentuk oleh tumpang tindih orbital 2s dan
2g dan 2u dari orbital 2pz dan 1u dan 1g dari 2px, dan 2py. Tingkat energi orbital
molekul dari Li2 sampai N2 tersusun dalam urutan 1g < 1u < 1u < 2g < 1g < 2u
dan elektron menempati tingkat-tingkat ini berturut-turut dari dasar. Contoh untuk molekul
N2 dengan 10 elektron valensi ditunjukkan di Gambar 2.19.
Karena urutan orbital agak berbeda di O2 dan F2, yakni orbital 2g lebih rendah
dari 1u, orbital molekul untuk O2, diilustrasikan di Gambar 2.20. Elektron ke-11 dan 12
akan mengisi orbital 1g yang terdegenerasi dalam keadaan dasar dan spinnya paralel
sesuai aturan Hund dan oleh karena itu oksigen memiliki dua elektron tidak berpasangan.
Orbital molekul dua atom yang berbeda dibentuk dengan tumpang tindih orbital
atom yang tingkat energinya berbeda. Tingkat energi atom yang lebih elektronegatif
umumnya lebih rendah, dan orbital molekul lebih dekat sifatnya pada orbital atom yang
tingkat energinya lebih dekat. Oleh karena itu, orbital ikatan mempunyai karakter atom
dengan ke-elektronegativan lebih besar, dan orbital anti ikatan mempunyai karakter atom
dengan ke-elektronegativan lebih kecil.
Misalnya, lima orbital molekul dalam hidrogen fluorida, HF, dibentuk dari orbital
1s hidrogen dan orbital 2s dan 2p fluor, sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 2.21.
Orbital ikatan 1 mempunyai karakter fluorin, dan orbital 3 anti ikatan memiliki karakter
1s hidrogen. Karena hidrogen hanya memiliki satu orbital 1s, tumpang tindih dengan
orbital 2p fluor dengan karakter tidak efektif, dan orbital 2p fluor menjadi orbital
nonikatan. Karena HF memiliki delapan elektron valensi, orbital nonikatan ini menjadi
HOMO.
Dalam karbon monoksida, CO, karbon dan oksigen memiliki orbital 2s dan 2p yang
menghasilkan baik ikatan sigma dan pi, dan ikatan rangkap tiga dibentuk antar atomnya.
Walaupun 8 orbital molekulnya dalam kasus ini secara kualitatif sama dengan yang
dimiliki molekul yang isoelektronik yakni N2 dan 10 elektron menempati orbital sampai
3, tingkat energi setiap orbital berbeda dari tingkat energi molekul nitrogen. Orbital
ikatan 1 memiliki karakter 2s oksigen sebab oksigen memiliki ke-elektronegativan lebih
besar. Orbital antiikatan 2 dan 4 memiliki karakter 2p karbon ( Gambar 2.22).
51
Gambar 3.7 Ion molekul hidrogen. Spesi ini adalah molekul terkecil, terdiri atas dua proton dan satu
elektron.
52
Demikian pula, bila elektronnya di sekitar inti 2, pengaruh inti 1 dapat diabaikan, dan
orbitalnya dapat didekati dengan fungsi gelombang 1s hidrogen di sekitar inti 2.
Kemudian kombinasi linear dua fungsi gelombang 1s dikenalkan sebagai orbital
molekul pendekatan bagi orbital molekul H2. Untuk setiap elektron 1 dan 2, orbital berikut
didapatkan.
+(1) = a[1s1(1) + 1s2(1)]
+(2) = a[1s1(2) + 1s2(2)] (3.4)
Orbital untuk molekul hidrogen haruslah merupakan hasilkali kedua orbital atom ini.
Jadi,
+(1, 2) = +(1)+(2) = a[1s1(1) + 1s2(1)] x a[1s1(2) + 1s2(2)]
= a2[1s1(1) 1s1(2) + 1s1(1) 1s2(2) + 1s1(2)1s2(1) + 1s2(1) 1s2(2)] (3.5)
Orbital ini melingkupi seluruh molekul, dan disebut dengan fungsi orbital molekul,
atau secara singkat orbital molekul. Seperti juga, orbital satu elektron untuk atom disebut
dengan fungsi orbital atom atau secara singkat orbital atom. Metoda untuk memberikan
pendekatan orbital molekul dengan melakukan kombinasi linear orbital atom disebut
dengan kombinasi linear orbital atom (linear combination of atomic orbital, LCAO).
mantap, energi purata (mean energi) elektron-elektron bebas harus lebih rendah disbanding
energi tingkat elektron ketika atom-atom masih bebas. Gambar 2.4 memperlihatkan
pelebaran tingkat atomatik sejak atom-atom masih mulai berhimpun dengan yang lain,
serta penurunan energi elektron-elektron sebagai akibatnya.
Besar penurunan energi purata elektron-elektron terluar inilah yang menentuka
kemantapan logam. Dalam hal ini, yang disebut jarak keseimbangan (equilibrium spacing)
antara atom-atom dalam suatu logam adalah jarak yang apabila dikurangi lagi akan
menyebabkan bertambahnya gaya tolak-menolak ion-ion positif yang saling didekatkan itu,
sehingga gaya tolak-menolak tadi akan lebih besar dibanding penurunan energi elektron
purata yang disebabkannya.
Sesungguhnya baik massa elektron maupun massa hole dalam persamaanpersamaan di atas adalah merupakan massa efektif untuk masing-masing partikel. Apakah
massa efektif itu ? Untuk menjawabnya marilah kita ikuti uraian di bawah ini. Kecepatan
kelompok (group velocity) biasa didefinisikan sebagai berikut:
vg = dw/dk, (1)
dimana w adalah frekuensi sudut, dan k adalah vektor gelombang. Kita mengetahui bahwa
frekuensi sudut yang dikaitkan dengan energi adalah sebagai berikut:
w = E/h (2)
dimana E merupakan fungsi k, sehingga kecepatan kelompok menjadi :
vg = (1/h) dE/dk (3)
Jika kita diferensialkan persamaan (3) terhadap waktu (t), kita akan memperoleh :
54
Kita dapat mengaitkan dk/dt dengan gaya listrik yang bekerja pada sebuah elektron bebas
sebagai berikut. Usaha yang dilakukan pada sebuah elektron oleh medan listrik dalam
selang
waktu dt adalah:
dE = F. ds (6)
dimana dE adalah usaha, F = vektor gaya listrik yang berkerja pada elektron, dan ds adalah
vektor perpindahan dalam selang waktu dt. Gaya listrik F biasa ditulis sebagai berikut:
F = -e.e, (7)
dimana e adalah muatan listrik elektron, dan e adalah medan listrik, sehingga persamaan
(6)
menjadi :
dE = -e. e . ds. (8)
Tetapi ds adalah sama dengan hasil kali antara kecepatan kelompok vg dengan selang
waktu dt.
Jadi usaha yang dilakukan pada elektron tersebut adalah:
dE = -e. e. vg. dt. (9)
Kita tahu bahwa
dE = (dE/dk) dk (10)
dan dari persamaan (3) kita tahu bahwa dE/dk = h vg, sehingga persamaan (10) menjadi:
dE = h . vg . dk (11)
Karena persamaan (9) sama dengan persamaan (11), maka Anda dapat memahami bahwa:
55
Sekarang cobalah substitusikan persamaan (13) ke dalam persamaan (5). Anda akan
memperoleh
hasil sebagai berikut:
Cobalah Anda amati persamaan (15)! Anda lihat bahwa karena F = gaya, dan (d/dt)vg
sama
dengan percepatan, maka sisanya dari persamaan (43) haruslah sama dengan massa,
supaya
memenuhi persamaan kedua Newton, yaitu F = m . a. Jadi, dari persamaan (43) kita dapat
mendefinisikan massa lain yang biasa disebut sebagai massa efektif sebagai berikut:
Ingat bahwa
Permukaan Fermi
Oleh sebab itu, setiap pita paling banyak hanya dapat memiliki 2N elektron.
jelaslah, dalam keadaan energi paling rendah suatu logam, semua tingkat energi rendah
telah terisi. Sela energi antara tingkat-tingkat yang berturuttan tidak tetap melainkan
mengecil sejalan dengan naiknya tingkat energi. Dari segi kerapatan keadaan elektron N
(E) ini biasanya dinyatakan sebagai fungsi energi E. Besaran N(E)dE menginformasikan
banyaknya tingkat energi dalam suatu ionterval energi dE yang sangat kecil, dan untuk
elektron bebas besaran ini membentuk fungsi parabola energi seperti yang tampak dalam
Gambar 2.5.
Karena setiap tempat hanya dapat ditempati dua elektron, energi elektron yang
menempati suatu tingkat energi rendah tidak dapat diperbesar kecuali bila diberi tambahan
energi yang cukup untuk melompat ke tingkat kosong di bagian pita sebelah atas. Lebar
energi pita-pita umumnya sekitar 5 atau 6 elektron volt*, karena ini cukup besar energi
yang dibutuhkan oleh logam untuk mengeksitasikan elektronnya yang berada di tingkat
bawah. Energi sebesar itu tidak tersedia pada temperatur normal, dan hanya elektron
dengan energi mendekati yang terdapat pada bagian atas pita (disebut tingkat atau
permukaan Fermi) dapat dieksitasikan sehingga karena itu hanya sedkit elektron bebas
pada logam yang dapat ambil bagian dalam proses-proses thermal. Energi pada tingkat
Fermi EF bergantung pada banyaknya elektron N per unit volume V, dapat dihitung denga
rumus (h2/8m) x (3N V)2/3.
Bila ,
pada , n= N/2 dimana N adalah jumlah elektron dan angka 2 menunjukan spin elektron
(spin up dan spin down), sebesar :
Energi tersebut dinamakan energi Fermi, yaitu tingkat energi tertinggi yang ditempati
elektron pada suhu T = 0K (pada keadaan dasar, yang elektronnya terisi penuh).
Jika suhu T > 0K , maka:
elektron akan mampu bertransisi (loncat) ke tingkat energi yang lebih tinggi.
sedangkan elektron yang lainnya, pada waktu yang bersamaan, tidak dapat
bertransisi ke tingkat energi yang lebih tinggi, hal ini terjadi dikarenakan
berlakunya prinsip ekslusi Pauli.
57
Figure 13.
The free elektron Fermi surface of Fig. 11, as viewed in the reduced zone
scheme. The shaded areas represent occupied states. Parts of the Fermi surface fall in the
second, third, and fourth zones. The fourth zone is not shown. The firs zone is shown
entirely occupied.
8.1.Metode LCAO
8.2.Dinamika elektron dalam logam
58
BAB 9
SIFAT DAN BAHAN MAGNET
Sekarang kita sampai pada tahap untuk mengkombinasikan pengetahuan kita
tentang aksi medan magnetik pada sosok arus dengan model yang sederhana dari sebuah
atom dan siap untuk meperoleh pengertian mengenai perbedaan kelakuan berbagai jenis
bahan dalam medan magnetik.
Walaupun hasil kuantitatif yang cermat hanya dapat diramalkan melalui pemakaian
teori kuantum, model atom yang sederhana yang berdasarkan anggapan bahwa ada pusat
inti postif yang dikelilini elektron dalam berbagai orbit lingkaran bisa menghasilkan
kuantitas kuantitatif yang cukup cermat dan menyajikan teori kualitatif yang memuaskan.
Sebuah elektron dalam orbitnya serupa dengan sebuah sosok arus kecil (arusnya
berlawanan arah dengan arah gerak elektron) dan dapat mengalami torka dalam medan
magnetik eksternal, torka ini cendrung untuk menjajarkan medan magnetik yang
ditimbulkan oleh elektron dengan medan magnetik eksternal. Jika kita tidak meninjau
momen magnetik lainnya, kita dapat menyimpulkan bahwa semua elektron yang berorbit
dalam bahan akan bergeser sedemikian rupa sehingga akan menambahkan medan
magnetiknya pada medan magnetik yang kita pasang dan karenanya dan medan magnetik
resultan pada setiap titik dalam bahan tersebut menjadi lebih besar daripada yang akan
terjadi pada titik tersebut jika bahan tersebut tidak ada.
Momen tang lainnya (yang kedua) timbul dari spin elektron. Walaupunkita digoda
untuk menerangkan gejala ini dengan model yang menggambarka elektron yang berspin
(berpusing) disekitar sumbunya sendiri sehingga menimbulkan momen dwikutub magnetik,
hasil kuantitatif yang memuaskan tidak dapat diperoleh dari teori semacam itu. Sebagai
gantinya kita perlu mencernakannya melalui matematika teori kuantum relativistik untuk
menunjukkan bahwa elektron dapat mempunya momen magnetik spin sekitar 9
1024 . 2 , tanda menyatakan bahwa penjajaran yang mungkin sesuai atau
berlawanan dengan medan magnetik luar. Dalam atom yang mempunyai banyak elektron,
yang memberi kontribusi pada momen magnetik atom hanyalah spin elektron dalam kulit
yang tidak lengkap.
Gb. 9.7 Elektron yang mengorbit ditunjukkan dalam gambar mempunyai momen magnetik m yang
arahnya sama dengan arah medan B0 yang kita pasang
59
Kontribusi ketiga pada momen sebuah atom ditimbulkan oleh spin nuklir, tetapi
pengaruh dari faktor ini biasanya dapat diabaikan dan disini kita tidak akan meninjaunya
lebih lanjut.
Jadi tiap atom mengandung banyak momen komponen yang berbeda-beda, dan
kombinasinya menentukan karakteristik magnetik dari bahan tersebut dan menyajikan cara
untuk melakukan klasifikasi magnetik yang umum. Kita akan membahas secara singkat
enam jenis bahan magnetik yaitu:
Bahan Diamagnetik;
Bahan Paramagneik;
Bahan Feromagnetik;
Bahan Antiferomagnetik;
Bahan Ferimagnetik dan;
Bahan Superkonduktor
8.1. Diamagnetik
Marilah mula-mula kita tinjau atom dengan medan magnetik yang kecil yang
ditimbulkan oleh gerak elektron pada orbitnya digabungkan dengan medan magnetik
yang ditimbulkan oleh spin elektronnya dan menghasilkan medan neto nol.
Perhatikan bahwa disini kita meninjau medan yang ditimbulkan oleh gerak
elektron itu sendiri tanpa ada medan magnetik luar; kita dapat juga mengatakan bahwa
bahan ini terdiri dari atom yang momen magnetik permanennya m0 sama dengan nol
untuk masing-masing atom. Bahan separti itu disebut bahan diamagnetik. Dilihat
sepintas hal itu memberi kesan bahwa medan magnetik eksternal tidak akan
60
menimbulkan torka pada atom dan tidak menimbulkan penjajaran medan dwikutub,
sehingga medan magnetik internalnya sama dengan medan magnetik yang kita pasang.
Dengan kesalaha dengan satu bagia dalam seratus ribu, pernyataan diatas bisa
dibenarkan.
Marilah kita pilih elektron yang mengorbit yang momen m-nya searah dengan
medan yang terpasang B0 (Gb. 9.7). medan magnetik menimbulkan gaya-luar pada
elektron yang mengorbit. Karena jejari orbitnya terkuantitasi dan tidak dapat berubah,
maka gaya-dalam Coulomb yang menarik elektronpun tidak berubah. Gaya
takseimbang yang ditimbulkan oleh gaya magnetik luar harus dikompensasi dengan
mengurangi kecepatan putarannya. Jadi momen yang terjadi karena putaran pada
orbitnya berkurang, sehingga menimbulkan medan internal yang lebih kecil.
Jika kita pilih sebuah atom dengan m dan B0 nya berlawanan, gaya
magnetiknya akan mempunyai arahkedalam dan kecepatannya akan bertambah,
sehingga momen orbitnya akan bertambah, sehingga terjadi peniadaan medan B0 yang
lebih banyak. Dalam hal inipun hasilnya ialah medan internal yang lebih kecil.
Logam bismut memperlihatkan efek diamagnetik yang lebih besar daripada
kebanyaka bahan diamagnetik ainnya, seperti hirogen, helium dan gas mulia lainnya,
natrium klorida, tembaga, emas, silikon, germanium, grafit, dan belerang. Kita harus
menyadari bahwa efek diamagnetik terdapat pada setiap bahan, karena efek ini timbul
dari interaksi dari medan magnetik eksternal dengan setiap elektron yang mengorbit;
tetapi efek ini dapat tertutup oleh efek lainnya dalam bahan yang akan kita tinjau nanti.
8.2. Paramagnetik
Sekarang marilah kita tinjau atom yang efek spin elektron dan gerak pada
orbitnya tidak saling meiadakan. Atom secara keseluruhan meiliki momen magnetik
kecil, tetapi orientasinya acak (random) dari atom-atom tersebut dalam sampel yang
cukup besar menghasikan momen magnetik yang rata-rata besarnya nol. Bahan
tersebut tidak memperlihatkan efek magnetik jika medan magnetik eksternalnya tidak
ada. Jika kita pasang medan magnetik eksternal, timbul torka kecil pada masingmasing momen atomik, dan momen ini cendrung untuk menjajar dengan medan
eksternal. Penjajaran ini menimbulkan partambahan dari besar B dalam bahan tersebut
(melebihi medan eksternal). Namun perlu diingat bahwa efek diamagnetik tetap
61
bekerja pada elektron yang mengorbit dan melawan pertambahan diatas, jika hasil
akhirnya adalah turunnya B, maka bahan tersebut tetap disebut diamagnetik; tetapi jika
hasilnya adalah pertmbahan B, bahan tersebut adalah paramagnetik. Kalium, oksigen,
tungsten, dan unsur tanah jarang, serta banyak garam-garamnya seperti klorida erbium,
oksida neodirium dan oksida itrium suatu bahan yang di pakai dlam maser, merupakan
contoh dari bahan para magnetik.
8.3. Feromagnetik
Dalam bahan feromagnetik masing-masing atom memiliki momen dwikutub
yang relatif besar, yang terutama ditimbulkan oleh momen spin elektron yang tak
terpampas. Gaya antar atom menyebabkan momen ini mempunyai arah yang sejajar
dalam suatu daerah yang terdiri dari banyak atom. Daerah ini disebut domain, dan
bentuk serta ukurannya dapat bermacam-macam bekisar dari ukuran satu mikrometer
ampai beberapa sentimeter, bergantung dari ukuran, bentuk, bahan, dan sejarah
magnetik dari sampel yang ditinjau. Bahan feromagnetik yang sebelumnya
terjamahmemiliki domain yang momen magnetiknya kuat; tetapi momen domain ini
mempunyai arah yang berbeda-bada dari suatu domain ke domain lainnya. Jika dilihat
efek keseluruhannya maka diantara mereka terjadi saling-meniadakan, sehingga bahan
tersebut secara keseluruhan tidak mempunyai bahan momen magnetik. Dalam medan
magnetik yang kita pasang maka domain yang memiliki momen magnetik searah
dengan medan yang terpasang ukurannya akan bertambah sedangkan ukuran
tegangannya akan berkurang, sehingga medan magnetik internalnya menjadi
bertambah besar dan melebihi medan eksternalnya. Jika medan eksternal kita tiadakan,
maka penjajaran domain yang rambang tidak terjadi, tetapi masih ada tinggalan atau
residual madan dwikutub dalam struktur makroskopik. Keadaan dengan momen
magnetik bahan itu berbeda setelah medan luarnya ditiadakan, atau keadaan magnetik
bahan marupakan fungsi dari sejrah magnetik, disebut histeresis yang merupakan
bahan pembahasan dalam rangkaian magnetik yang akan kita pelajari pada beberapa
halaman kemudian.
Bahan feromagnetik dalam kristal tunggal tidak isotropik, hingga kita akan
membatasi pembahasan kita pada bahan polikristal, kecuali untuk menerangkan sedikit
62
bahwa sifat dari bahan magnetik yang tidak isotropik timbul sebagai mangetostrisi,
atau gejala perubahan ukuran bahan magnetik dalam medan magnetik eksternal.
Unsur-unsur yang bersifat feromagnetik pada temperatur kamar ialah besi,
nikel, dan kobalt, dan bahan-bahan itu kehilangan watak feromagnetiknya diatas suatu
temperatur yang disebut temperatur Curie. Temperatur curie untuk besi adalah 1043 K.
Beberapa paduan logam ini satu dengan yang lainnya atau dengan logam lainya juga
bersifat feromagnetik, cotohnya alniko, suatu paduan aluminium nikel dan kobalt
dengan sedikit tembaga. Pada temperatur yang lebih rendah beberapa unsur tanah yang
jarang ditemu seperti gadolinium dan disprosium bersifat fero magnetik. Juga sangat
menarik untuk disebutkan disini bahwa beberapa paduan logam nonferomagnetik
dapat bersifat feromagnetik, misalnya bismuth- mangan dan tembaga-mangan-timah.
8.4. Antiferomagnetik
Dalam bahan antiferomagnetik gaya antara atom-atom yang bertetangga
menyebabkan momen atomik berbasis dalam pasangan antisejajar ( anti paralel).
Momen magnetik netonya nol, dan bahan antiferomagnetik hanya dipengaruhi sedikit
oleh adanya medan magnetik eksternal. Efek seperti ini mula-mula ditemukan dalam
oksida mangan, kemudian beberapa ratus bahan antiferomagnetik lainnya telah
ditemukan. Banyak oksida, sulfida, dan klorida termasuk dalam kelompok ini,
misalnya oksida nikel (NiO), sulfida fero (FeS), dan klorida kobalt (CoCl 2).
Antiferomagnetisme hanya ada pada temperatur yang relatif rendah, seringkali pada
temperatur yang jauh lebih rendah dari temperatur kamar. Efek ini belum termasuk
efek yang penting dalam bidang keinsinyuran (teknik) pada saat ini.
Bahan ferimagnetik juga menunjukkan arah yang antisejajar dari momen
atomik yang bertetangga, tetapi momennya tidak sama. Akibatnya ialah bahan ini
mempunyai tanggap (respons) yang besar terhadap medan magnetik eksternal,
walaupun tidak sebesar bahan feromagnetik. Kelompok terpenting bahan ferimagnetik
ialah ferit yang mempunyai konduktifitas yang rendah, beberapa orde lebih rendah
daripada semikonduktor. Kenyataan bahwa bahan ini mempunyai resistansi yang lebih
besar dari bahan feromgnetik mengakibatkan timbulnya arus induksi yang jauh lebih
kecil jika kita pasang medan bolak-balik (medan bersemilih) eperti dalam teras
transformator yang bekerja pada frekuensi tinggi. Arus yang tereduksi ini (arus eddy/
63
arus pusar) menghasilkan kerugian ohmik yang lebih kecil dalam teras trasformator.
Oksida besi magnetik (Fe3 o4), ferit nikel seng (Ni1/2 Zn1/2 Fe2 o4), dan ferit nikel (Ni
Fe2 o4) merupakan contoh bahan yang termasuk dalam kelas ini. Ferimagnetisme juga
hilang pada temperatur diatas temperatur Curie.
8.5. Superkonduktor
8.5.1. Superkonduktor Temperatur Rendah
Efek Meissner
Dalam tahun 1933 Meissner dan Ovhsenfeld menemukan bahwa
superkonduktor mengeluarkan flks magnetik selama superkonduktor itu
didinginkan di bawah Tc dalam medan magnet luar, yang berarti
superkonduktor ini berperilaku seperti bahan diamagnetik sempurna. Gejala ini
dikenal sebagai efek Meissner.
Medan Kritis dan Temperatur Kritis
Dalam tahun 1913, Kamerlingh Onnes mengamati bahwa suatu
superkonduktor memperoleh kembali keadaan normalnya di bawah temperatur
kritis jika superkonduktor itu ditempatkan suatu medan magnet yang cukup
kuat. Nilai medan magnet pada suatu Superkonduktivitas hilang disebut medan
ambang atau medan kritis, Hc, yang mempunyai orde beberapa ratus oersted
untuk sebagian superkonduktor murni. Medan ini berubah terhadap temperatur,
jadi kita mendapatkan bahwa keadaan superkonduktor adalah stabil hanya
dalam suatu rentangan tertentu dari medan magnet dan temperatur.
8.5.2. Macam, karakteristik dan kaijan Teori superkonduktor
Superkonduktor dikelompokan menjadi tipe I dan Tipe II tergantung pada
perilakunya dalam medan magnet luar. Superkonduktor yang mengikuti efek
meisser secara ketat disebut superkonduktor tipe I. sebagai contoh
superkonduktor tipe I adalah timbal, yang mempunyai prilaku magnetik.
Superkonduktor ini menunjukan diamagnetisme sempurna dibawah medan
kritis H yang mempunyai orde 0,1 tesla untuk sebagian besar kasus.
Superkonduktor Tipe II tidak mengikuti efek Meissner secara ketat,dalam arti
64
bahwa medan magnet tidak menembus bahan ini secara tiba-tiba pada medan
kritis.
Karakteristik Superkonduktor
1. Kisi Kristal tetap tidak berubah selama transisi dari keadaan normal ke
keadaan semikonduktor. Hal ini disimpulkan dari pengamatan bahwa posisi
garis-garis difraksi sinar-x tetap tidak berubah di bawah dan di atas
temperature transisi. Tidak adanya perubahan yang berarti dari intensitas
garis-garis difraksi juga menunjukkan bahwa perubahan dalam struktur
elektron, jika ada, adalah sangat kecil
2. Beberapa sifat superkonduktor, berubah bilamana ukuran bahan dikurangi
kira-kira di bawah 10-14 cm. Sebagai contoh, permeabilitas magnetic dari
bahan yang sangat kecil tidak nol dan bertambah selama temperature
mendekati Tc.
3. Temperatur kritis dan medan magnet kritis suatu superkonduktor berubah
sedikit karena pengaruh tegangan yang dibeikan. Suatu tegangan yang
menambah ukuran bahan akan menaikkan temperature transisi dan
menghasilkan perubahan medan magnet kritis yang bersesuaian.
4. Pemasukan
takmurnian
kimia
mengubah
hamper
semua
sifat
65
10.Resistansi nol dari superkonduktor sedikit berubah dari frekuensi tinggi arus
bolak-balik (diatas 10 MHz)
Kajian Teoritik Superkonduktor
1. Termodinamika Transisi Superhantaran
Transisi antara keadaan normal dan keadaan superhantaran adalah reversible
secara termodinamika, seperti halnya transisi fase cair dan fase uap suatu
bahan. Oleh karena itu kita bisa menerapkan termodinamika pada transisi itu
dan mencari ungkapan perbedaan entropi antara keadaan normal dan
keadaan superhantaran dalam kurva medan kritis Hc terhadap T.
2. Persamaan London
Dalam keadaan superhantaran murni medan teredam secara eksponensial
selama kita berjalan dari suatu permukaan luar. Misalkan suatu
superkonduktor semi tak terhingga menempati ruang pada sisi positif sumbu
x, seperti dalam gambar (7.17) jika B(0) adalah medan pada batas bidang,
maka medan di dalam rendah. Dalam contoh ini medan magnet dianggap
sejajar dengan batas bidang tersebut. Jadi kita melihat bahwa L mengukur
kedalaman penembusan medan magnet dan besaran ini dikenal sebagai
kedalaman London. Kedalaman penembusan sesungguhnya tidak diberikan
secara seksama dengan L sendiri, karena persamaan London yang kita
kenal sekarang sangat disederhanakan.
3. Panjang Koherensi
Kedalaman penembusan London L merupakan panjang fundamental yang
mencirikan suatu superkonduktor. Suatu panjang yang bebas adalah panjang
koherensi . Panjang koheransi merupakan suatu ukuran jarak yang di
dalamnya konsentrasi elektron superhantaran tidak dapat berubah secara
drastis dalam medan magnet yang bervariasi dalam ruang.
4. Teori BCS
Keadaan superhantaran suatu logam bisa dipandang sebagai hasil perilaku
bersama elektron-elektron konduksi. Kerjasama atau koherensi elektronelektron terjadi bilaman sejumlah elektron menempati keadaan kuantum
yang sama. Namun demikian, hal ini tampaknya tidak mungkin menurut
penalaran statistik dan dinamik. Secara statistik, elektron-elektron adalah
femion-femion, sehingga menempati keadaan-keadaan kuantum tunggal.
66
superarus
maksimum
memperlihatkan
efek-efek
67
68
69