BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Kontraktur dapat terjadi pada setiap sendi pada tubuh. Gangguan
fungsi persendian ini mungkin sebagai hasil dari immobolisasi yang
disebabkan trauma atau penyakit., cedera saraf seperti kerusakan pada medulla
spinalis dan stroke, atau penyakit otot, tendon ataupun ligamentum. Keadaan
ini tentunya akan sangat merugikan dikemudian hari bagi penderita kontraktur
sendi karena adanya keterbatasan gerakan yang akan mengakibatkan
ketidakmampuan fisik dalam melakukan aktivitas maupun rasa tidak nyaman
karena posisi statis yang terus menerus dirasakan. Dengan kemajuan ilmu
kedokteraan sekarang, penyebab berkurangnya ruang gerak akibat kontraktur
dapat dikurangi secara efektif..
B Tujuan
Untuk lebih memahami tentang definisi, patofisiologi, prevensi, dan terapi
kuratif kontraktur pada luka bakar.
C Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca
sehingga dapat membantu dalam mempelajari prinsip-prinsip dalam
penanganan kontraktur pada luka bakar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
a. Kontraktur
Kontraktur adalah pemendekan jarak 2 titik anatomis tubuh
sehingga terjadi keterbatasan rentang gerak (range of motion). Kontraktur
adalah kontraksi yang menetap dari kulit dan atau jaringan dibawahnya
yang menyebabkan deformitas dan keterbatasan gerak. Kelainan ini
disebabkan karena tarikan parut abnormal pasca penyembuhan luka,
kelainan bawaan maupun proses degeneratif. Kontraktur yang banyak
dijumpai adalah akibat luka bakar.
b. Luka Bakar
Luka bakar merupakan kerusakan jaringan atau kehilangan
jaringan yang diakibatkan sumber panas ataupun suhu dingin yang tinggi,
sumber listrik, bahan kimiawi, cahaya, radiasi dan friksi. Jenis luka dapat
beraneka ragam dan memiliki penanganan yang berbeda tergantung jenis
jaringan yang terkena luka bakar, tingkat keparahan, dan komplikasi yang
terjadi akibat luka tersebut. Luka bakar dapat merusak jaringan otot,
tulang, pembuluh darah dan jaringan epidermal yang mengakibatkan
kerusakan yang berada di tempat yang lebih dalam dari akhir sistem
persarafan.
c. Kontraktur Akibat Luka Bakar
Luka bakar derajat tiga yang dibiarkan sembuh sendiri akan
mengalami kontraktur. Jaringan parut sering terjadi setelah luka
bakar dapat mengakibatkan kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi
sendi akan berkurang atau hilang.
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi kontraktur berdasarkan derajat keparahan :
1) I: gejala berupa keketatan namun tanpa penurunan gerakan ruang lingkup
gerak maupun fungsi.
2) II: sedikit penurunan gerakan ruang lingkup gerak atau sedikit penurunan
fungsi namun tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari secara signifikan,
tanpa penyimpangan arsitektur normal daerah yang terkena.
3) III: terdapat penurunan fungsi, dengan perubahan awal arsitektur normal
pada daerah yang terkena..
4) IV: kehilangan fungsi dari daerah yang terkena.
C. ETIOLOGI
Kontraktur diakibatkan karena kombinasi berbagai faktor meliputi:
posisi anggota tubuh, durasi imobilisasi, otot, jaringan lunak, dan patologis
tulang. Individu dengan luka bakar sering diimobilisasi, baik secara global
maupun fokal karena nyerinya, pembidaian, dan posisinya. Luka bakar dapat
meliputi jaringan lunak, otot, dan tulang. Semua faktor ini berkontribusi
terhadap kejadian kontraktur pada luka bakar. Berbagai hal yang dapat
menyebabkan kontraktur adalah sebagai berikut :
1. Trauma suhu
2. Trauma zat kimia
3. Trauma elektrik
4. Post-trauma (Volkmanns)
5. Infeksi ulkus buruli
6. Idiopatik (Dupuytrens)
7. Kongenital (camptodactyly)
berkurangnya
hubungan
antara arcus
ulnaris
c. Bunnel-Littler
test:
Sebuah
tes
yang
dirancang
untuk
kapsul sendi jika sendi PIP tidak dapat difleksikan. Tes ini positif
untuk kontraktur otot intrinsik jika MCP sedikit fleksi dan PIP dapat
diflexikan sepenuhnya.
di
dalam
mendeviasikan
keempat
jari
lainnya.
Pasien
ke
kemudian
f. Intrinsic-plus
test:
Sebuah
tes
yang
dirancang
untuk
uji positif jika terdapat parestesia di ibu jari, jari telunjuk, dan
lateral jari manis.
kontraktur
kapsul
sendi).
Untuk
2. Pemeriksaan penunjang
a. Rontgen
Sinar X dapat bermanfaat untuk mendiagnosis kontraktur karena
penyempitan ruang sendi yang terlihat mengindikasikan sendi yang
rapat dan kontraksi, dilakukan juga pemeriksaaan fisik yang
melibatkan tes fisik dan manual untuk menguji gerakan sendi.
b. USG
USG merupakan salah satu pemeriksaan penunjang untuk kontraktur,
terutama kontraktur Dupuytren. USG menghasilkan gambaran posisi
antara tulang, arteri, dan nodul. Selain itu, dari USG juga didapatkan
perbedaan echo struktur nodul dan jaringan sekitar. Early nodule
pada kontraktur Dupuytren terlihat lebih hpoechoic dibanding
dengan tendon. Sedangkan nodul yang telah lama terlihat isoechoic
atau hiperechoic.
Evaluasi secara fungsional dan estetika dari sendi atau jaringan pada
sebelum dan sesudah terapi
E. PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar pembentukan kontraktur didapat dari berbagai
macam etiologi yaitu congenital, didapat, atau idiopatik. Proses ini disebabkan
oleh aktifnya miofibroblas (sebuah sel dengan fibroblas dan dengan
karakteristik seperti otot polos yang terdistribusinya granulasi di seluruh
jaringan yang ada pada luka). Kontraksi dari miofibroblas menyebabkan luka
menyusut. Hal ini juga diikuti dengan deposisi kolagen dan saling
berhubungan
untuk
mempertahankan
kontraksi.
Pada
embryogenesis,
10
11
12
13
14
d. Siku depan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi siku
sedangkan posisi yang mencegah terjadinya fraktur adalah ekstensi
siku.
15
16
17
i. Kaki
Kaki adalah struktur komplek yang dapat ditarik dengan arah yang
berbeda-beda oleh jaringan yang telah menyembuh. Hal ini dapat
mengakibatkan mobilitas yang tidak normal. Posisi yang mencegah
terjadinya kontraktur adalah pergelangan kaki diposisikan 90 derajat
terhadap
telapak
kaki
dengan
menggunakan
bantal
untuk
18
19
lain-lain.
Bidai
membantu
merenovasi
jaringan
parutkarena
membentuk dan mempertahankan kontur anatomis. Bidai adalah satusatunya modalitas terapeutik yang tersedia dan berlaku yang dapat
mengatur tekanan pada jaringan lunak sehingga dapat menimbulkan
remodeling jaringan.
Bidai dapat dibuat dari berbagai macam bahan. Bahan yang ideal
adalah yang memiliki temperature rendah dan ringan, mudah dibentuk,
dan disesuaikan kembali kemudian juga sesuai dengan kontur.
20
21
kemungkinan
silicon
mempengaruhi
fase
penyembuhan
remodeling kolagen.
22
b. Operatif
Prosedur operasi tidak boleh dilakukan selama fase aktif
penyembuhan dan pembentukan jaringan parut. Selama luka tersebut
immature dan banyak baskularisasinya tidak dilakukan operasi. Biasanya
dibutuhkan waktu satu tahun atau lebih. Luka harus menjadi matur, supel,
dan avaskuler sebelum dilakukan operasi.
1. Pembebasan kontraktur
Pembebasan kontraktur yang tuntas harus dilakukan dengan mencegah
kerusakan berbagai struktur penting seperti arteri, saraf, tendon, dan
lain-lain. Insisi dimulai di pada lintasan ketegangan yang maksimal
yaitu daerah yang paling kencang. Titik ini biasanya berlawanan
dengan garis persendian. Insisi diperdalam sampai jaringan yang tidak
ada parutnya.
2. Penutupan kulit
Penutupan dengan menggunakan skin grafts atau skin flap. Umumnya area
dibuangnya setelah dibuangnya jaringan kontraktur akan ditutup dengan
menggunakan skin grafts. Penutupan menggunakan flap digunakan pada
situasi yang khusus. Lapisan grafts diusahakan dibuat luas dengan
menggunakan tautan. Teknik yang dapat digunakan adalah Full Thickness
Skin Graft (FTSG) merupakan skin graft yang menyertakan seluruh bagian
dari dermis. Karakteristik kulit normal dapt terjada setelah proses graft
selesai karena komponen dermis dipertahankan selama proses graft.
Teknik lain yang dapat digunakan adalah Split Thickness Skin Graft
(STSG).
Skin flap digunakan jika pembebasan kontraktur kemungkinan membuka
persendian terutama tangan dan kaki. Teknik yang dapat digunakan adalah
Z plasty. Z plasty adalah tindakan operasi yang bertujuan memperpanjang
garis luka sehingga dapat mencegah kontraktur terutama pada persendian.
Tindakan ini dilakukan dengan cara transposisi flap sehingga didapatkan
garis luka yang lebih panjang. Teknik lain yang dapat digunakan adalah
V-Y plasty, V-M plasty, split skin fraft (SSG) dan lain sebagainya.
23
3. Perawatan postoperatif
Perawatan post operatif meliputi perawatan luka dan terapi. Perawatan
luka yang dilakukan oleh beberapa ahli dilakukan di minggu pertama
pasca bedah. Akan tetapi lebih disarankan untuk pemeliharaan dan
mempertahankan posisi sampai kurang lebih 3 minggu atau sampai garis
tepi flap sembuh. Dengan metode ini diharapkan mengurangi nyeri pasca
bedah dikaitkan dengan penggantian perban, dan mengurangi tindakan
perawatan dan biaya secara signifikan. Terapi postoperatif menggunakan
bidai statis atau dinamis dan juga terapi latihan fisik diperlukan untuk
menjaga ruang lingkup gerak persendian. Pasien juga diedukasi mengenai
perlunya kontrol rutin dan follow up jangka panjang.
Ketika luka bakar telah sembuh, pasien dan keluarganya harus
membiasakan untuk latihan peregangan, pemijatan, moisturizer, dan mandi di
air yang hangat. Semua hal ini dapat membantu mencegah kontraktur. Pasien
harus didorong untuk menggunakan tangan sebisa mungkin untuk aktivitas
dan kebutuhan sehari-hari. Jika mungkin digunakan untuk kembali ke
pekerjaan mereka.
Obat-obatan antifibrogenik untuk mengatasi parut hipertrofi yang
dapat menyebabkan kontraktur adalah sebagai berikut:
1
2
3
4
5
Antagonis TGF-
Interferon , ,
Bleomycin
5-fluorouracil
kortikosteroid
Interaksi yang rumit antara berbagai faktor berpengaruh terhadap
24
25
BAB III
KESIMPULAN
1
Kontraktur adalah kontraksi yang menetap dari kulit dan atau jaringan
dibawahnya yang menyebabkan deformitas dan keterbatasan gerak. Kelainan
ini disebabkan karena tarikan parut abnormal pasca penyembuhan luka,
kelainan bawaan maupun proses degeneratif. Kontraktur yang banyak
26
DAFTAR PUSTAKA
Greer, Steven E. 2004. Handbook Of Plastic Surgery. New York, U.S.A: Library
of Congress Cataloging-in-Publication Data.
Moya J. Morison. 2003. Manajemen Luka. Jakarta : EGC.
Sjamsuhidajat, R. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Sudjatmiko, G. 2011. Petunjuk Praktis Ilmi Bedah Plastik Rekonstruksi. Jakarta :
Yayasan Khasanah Kebajikan.
Swartz, MH. 2002. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta : EGC.
Thorne, Charles H. 2007. Grabb and Smith's Plastic Surgery, Sixth Edition.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, A Wolters Kluwer Business
27