Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
0411181419041
Alpha
Learning Issue
dan
(Gillberg,1995).
kelainan
perilaku
(termasuk
autism
dan
sindroma
hiperak-tivitas).
Menurut suatu skrining terhadap individu dengan RM di suatu area, terdapat sekitar
0.5-1 sindroma fragile-X (dengan gambaran klinik dan abnormali-tas kromosom yang sesuai)
per 1000 populasi (Herbst & Miller, 1980; Hagerman, 1989). Turner mendapatkan angka
kejadian pada laki-laki 1/4000 kelahiran sedangkan pada perempuan 1/8000 kelahiran.
(Turner,1997).
Di British Columbia angka kejadiannya sekitar 0.92/ 1000 laki-laki. Sekitar 9% laki-laki
dengan IQ antara 35 dan 60 dan tanpa kelainan neurologis ternyata mengalami sindroma ini.
(Menkes,2000).
Pada perempuan, preva-lensi abnormalitas kromosom adalah sekitar 1 per 500 (Reiss
& Freund,1990). Sebagian besar laki-laki yang terkena cenderung mengalami kelainan
sedang sampai berat (walaupun terdapat pula laki-laki sehat dengan kromosom abnormal),
sedangkan sebagian besar wanita mengalami kelainan lebih ringan (walaupun sepertiganya
mem-punyai IQ di bawah 70). (Gillberg; Turner,1997)
Rate di mana terjadi mutasi genetik tampaknya lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan laki-laki. Tetapi, klinisnya berbeda (pada laki-laki simptomnya lebih berat)
sehingga lebih banyak laki-laki yang didiagnosa sebagai penderita sindroma fragile X,
sedangkan perempuan hanya sedikit yang teridentifikasi. (Gillberg,1995)
Di Indonesia, berdasar-kan penelitian yang dilakukan oleh Sultana MH Faradzh dari
Semarang, ditemukan sekitar 2% sindroma Fragile-X di antara seluruh anak laki-laki dengan
gangguan perkembangan di Jawa Tengah, dan 2,5% di antara anak laki-laki dengan gangguan
perkembangan di SLB-C di Kotamadya Semarang, Kabupaten Purbalingga, dan Kabupaten
Cilacap. (Faradzh,2002).
Patogenesis
Patogenesis ataupun dasar mekanisme genetik dari kelainan ini belum jelas diketahui.
(Swaiman, 1999; Turner, 1997) Sindroma fragile X merupakan suatu keadaan unik dimana
terjadi transmisi genetik MR secara terikat kromosom X (X link-ed), sehingga laki-laki yang
terkena mengalami fragilitas pada bagian distal kromosom X.
Fragilitas ini tampak dengan frekuensi tinggi bila sel dikultur pada media dengan
defisiensi timidin, dan frekuensinya bertambah bila pada media tersebut ditambahkan 5fluoro-deoxiuridin yang merupakan su-atu timidilat sintetase inhibitor. (Swaiman,1999).
Sindroma fragile X memperlihatkan pola herediter X linked, dimana tidak pernah
terjadi transmisi dari laki-laki ke laki-laki. Tetapi berlainan dengan penyakit lain yang diturunkan secara X linked resesif, pada sindroma ini baik laki-laki maupun wanita dapat menga-
lami kelainan klinik. Juga terdapat pola transmisi yang tidak biasa bila diobservasi pada suatu
keluarga besar, di mana gen ini akan ditransmisikan dari anak perempuannya yang
asimptomatik, dan kemudian pada generasi ketiga baru timbul gejala. Pola ini tidak sesuai
untuk kelainan X linked, dimana biasa-nya fenotip akan manifest pada laki-laki yang
membawa gen mutan. Pola ini dikenal sebagai Sherman paradox. (Swaiman, 1999).
Dasar dari Sherman para-dox dan fragilitas kromosom X telah menjadi jelas sejak gen
penyebab sindroma fragile X berhasil diklon. Gen ini adalah FMR-1 (fragile X mental retardation-1) yang diekspresikan dengan level yang tinggi pada neuron. Gen FMR-1 terletak
pada regio promoter (pada regio 5 UTRs) di mana triplet basa CGG berulang beberapa kali
(antara 5 sampai 50 kali pada populasi umum). Pengulangan dalam range yang normal tidak
mempunyai pengaruh terhadap ekspresi FMR-1 ataupun efek fenotipik. Pengulangan ini
lambat laun bertambah dalam beberapa generasi dan secara progresif menjadi tidak stabil,
mungkin oleh karena adanya slippage (duplikasi inakurat yang timbul pada pengulangan
identik yang terlalu banyak). Jadi transisi dari alel natural menjadi alel mutan terjadi melalui
tahap intermediate yang disebut premutasi. Pada keadaan premutasi, jum-lah pengulangan ini
meningkat sebanyak 50-200 pengulangan. Hal ini terjadi pada wanita pem-bawa sifat atau
laki-laki yang asimptomatik (Normal Trans-mitting Male = NTM). Elo-ngasi dari > 50
pengulangan dapat secara mendadak menga-lami ekspansi menjadi 200 da-lam satu
generasi. Perubahan besar atau mutasi penuh ini a-kan menghentikan promoter dan
menghentikan produksi gen. Pada individu dengan mu-tasi penuh, tampak daerah yang fragil
pada daerah Xq27.3. Individu dengan pengulangan masif triplet CGG sampai > 200 kali
disertai penekanan ekspre-si gen FMR-1 ini jika laki-laki akan menderita RM, sedangkan
wanita dapat bersifat sebagai pembawa sifat ataupun mende-rita RM dengan derajat lebih
ringan.
Sherman paradox dapat dijelaskan dengan mekanisme transisi dari melalui premutasi
tadi. Alel premutasi bersifat ti-dak stabil dan dapat mengala-mi ekspansi menjadi mutasi penuh pada generasi berikutnya, di mana ekspansi menjadi mu-tasi penuh ini tidak terjadi pada
laki-laki. Jadi Sherman paradox dijelaskan dengan adanya pre-mutasi pada laki-laki asimptomatik yang meneruskannya kepada anak-anak perempuannya, yang kemudian menurunkan
mutasi penuh kepada beberapa individu dari keturunannya. (Swaiman,1999).
Walaupun mutasi gen FMR-1 diketahui berhubungan dengan kelainan neurobehavioral spesifik, tetapi fungsi dari produk gen tersebut yaitu FMRP (FMR Protein) belum jelas
diketahui. Dikatakan bahwa FMRP terdapat dalam jumlah banyak pada neuron dari otak
mamalia normal, sehingga didu-ga berperan penting dalam per-kembangan dan fungsi otak.
Kelainan neurologis pada sindroma ini berupa gangguan perkembangan bahasa dan
hi-peraktivitas; gangguan perkem-bangan motorik tampak pada 20% laki-laki. Bangkitan epilepsi terdapat pada 25-40% laki-laki. Bangkitan dapat berupa motorik major atau bangkitan
parsial kompleks dan biasanya memberi respons baik terhadap obat antiepilepsi. Gejala
neuro-logis ini tidak berhubungan de-ngan derajat RM.
Fenotipe perilaku yang khas pada sindroma ini adalah autisme. Penderita sindroma ini sering
menampakkan kurang-nya kontak mata, tactile de-fensiveness, beberapa perilaku repetitive
yang stereotipi diser-tai gangguan sosialisasi.
Hampir semua laki-laki FRAXA memperlihatkan perila-ku autistik, tetapi hanya
sebagi-an yang memenuhi semua krite-ria diagnotik autisme, baik di-sertai RM maupun tidak
disertai RM. Gangguan perilaku lain yang sering tampak adalah sin-droma hiperaktivitas,
dengan a-taupun tanpa autisme. Tes profil kognitif pada sindroma fragile X memperlihatkan
hasil yang hampir serupa dengan hasil tes pada kasus-kasus high-func-tioning autism.
(Gillberg,1995).
Gangguan perilaku yang sama dijumpai pada wanita pembawa sifat, tetapi dengan
derajat yang lebih ringan. Se-bagian kecil wanita FRAXA me-ngalami full-blown autism
de-ngan fenotipe perilaku yang khas. (Gillberg,1995).
Gambaran klinis lainnya memperlihatkan adanya abnor-malitas struktur elastin dan dis-plasia
jaringan elastin, yaitu be-rupa hiperekstensibilitas sendi jari, kaki datar, dilatasi arkus aorta
dan prolaps katup mitral. (Menkes, 2000).
Secara klinis, kita perlu mengenal ciri-ciri fenotipe yang merupakan prediktor adanya
sindroma fragile X ini, yaitu: IQ kurang dari 70, riwayat ke-luarga yang sesuai untuk kelainan X-linked, wajah panjang, telinga besar, defisit atensi, pe-rilaku autistik. Individu dengan
sindroma fragile X sering dijum-pai mempunyai anomali kromo-som lainnya, sehingga test
un-tuk menentukan fragile X perlu dilakukan bersamaan dengan analisis sitogenetik lainnya.
(Swaiman, 1999)
Analisis kromosom mem-perlihatkan kelainan karakteris-tik dari kromosom X.
Dengan berhasilnya identifikasi secara molekular defek gen pada sin-droma fragile X,
diagnosis dapat ditegakkan dengan lebih tepat. (Fenichel, 1997).
Gambaran fisik pada ma-sa kanak-kanak dini sering tidak cukup jelas sehingga sulit untuk
mengarahkan kita kepada duga-an sindroma fragile X. Karena itu, Gillberg dkk menyarankan
untuk melakukan kultur kromo-som pada anak-anak tersebut.
Dengan kultur kromosom ini dapat diketahui ke-mungkinan adanya fragile X, dan bila
hal ini ditemukan, perlu dilanjutkan dengan diagnosis molekular. Diagnosis sindroma fragile
X ditegakkan bila kultur kromosom memperlihatkan ada-nya daerah fragile pada Xq 27.3
sebanyak 4% pada sel in-dividu laki-laki atau 2% pada sel perempuan. (Gillberg, 1995;
Swaiman, 1999).
Penemuan dasar moleku-lar dari sindroma fragile-X membuka jalan untuk pengembangan tes diagnostik DNA. Setelah ditemukannya gen FMR1, ternyata bahwa dengan
analisis kromosomal cukup ba-nyak kasus dengan fragile X tidak terdiagnosis. (Gillberg,
1995; Swaiman,1999) Karena itu perlu dilakukan analisis mole-kular. Saat ini, sebagian besar
laboratorium
menggunakan
me-tode
Southern
blot
analysis.
(Alliende,
1998;
untuk
memperbaiki
ting-kat
perkembangan
yang
dapat
dicapainya.
(Swaiman,1999).
Beberapa peneliti pernah menggunakan stimulan untuk mengatasi hiperaktivitas berle-bihan
dan dilaporkan memberi-kan hasil yang baik. (Gillberg, 1995).
Asam folat dosis tinggi (0,51,5mg/kg/b.p.d) diguna-kan oleh banyak peneliti, tetapi
mekanisme kerja atau dimana peranannya belum diketahui se-cara pasti. (Gillberg, 1995)
Dasar digunakannya asam folat adalah karena untuk melihat adanya lo-kasi fragile-X pada
media kul-tur harus ditambahkan antago-nis asam folat. (Fenichel, 1997). Penelitian yang
telah dilakukan belum pernah melaporkan ada-nya perbaikan IQ, tetapi dikata-kan bahwa
terapi ini telah ter-bukti memperbaiki perilaku. Tampaknya asam folat mempu-nyai efek
stimulan ringan yangdapat memperbaiki kemampuan untuk berkonsentrasi dan mung-kin
mengurangi keadaan hiper-kinetik. Beberapa laporan me-nyebutkan dugaan adanya efek
menguntungkan dari asam folat terhadap gejala autistik, teru-tama bila diberikan pada usia
prasekolah, tetapi pada bebera-pa kasus, bila diberikan setelah pubertas tidak ada efeknya
atau malah mempunyai sedikit efek negatif. (Gillberg,1995).
Febby Astria
0411181419041
Alpha
KONSELING GENETIK
DEFINISI KONSELING GENETIK
National Society of Genetic Counselors (NSGC) mendefinisikan konseling genetika
sebagai proses komunikasi yang berkaitan dengan masalah kesehatan manusia yang
berhubungan dengan kejadian atau risiko kekambuhan dari penyakit genetik dalam suatu
keluarga2. Proses ini melibatkan berbagai upaya oleh satu atau beberapa orang terlatih untuk
membantu keluarga atau individual dalam hal :
(1) memahami fakta medis termasuk diagnosa, prognostik dari penyakit dan manajemen
yang tersedia,
(2) memahami jalur dan penyebab dari penyakit tersebut dan resiko penurunan dalam
keluarga,
(3) Memberikan penjelasan terkait dengan risiko kambuh,
(4) Pemilihan tindakan yang optimal dalam menghadapi penyakit atau resiko terjadinya
penyakit, sesuai dengan tujuan keluarga, etika agama dan standarstandar nilai yang
berlaku, serta menuntun bertindak arif sesuai dengan keputusan yang diambil
terhadap keluarga yang terkena atau yang beresiko terkena.
PEKERJAAN DAN PRAKTIK KONSELING GENETIK
Konseling genetik adalah proses yang berkesinambungan mulai dari anamnesa,
pemeriksaan fisik sampai pemeriksaan molekuler3. Secara berurutan konseling genetik
melalui berbagai tahapan seperti tersebut di bawah ini :
(1) Riwayat penyakit.
Menggali secara mendalam tentang riwayat prenatal, perinatal, postnatal, dan riwayat
keluarga. Riwayat ini penting untuk mengarahkan konselor memilah, memilih dan
menentukan apakah penyakit tersebut berkaitan dengan proses genetik atau
lingkungan. Terkadang para dokter secara mudah mendiagnosa kelainan seperti club
foot, atau digital amputations, sebagai masalah genetik, tanpa mempertimbangkan hal
lain seperti adanya amniotic band, atau stres karena oligohidramnion. Sering juga
kasus-kasus kematian bayi baru lahir tidak terdiagnosis dengan baik, atau kasus
abortus berulang yang hanya dikelola sebagai kelainan TORCH, tanpa melihat
kelainan kromosom.
(2) Pemeriksaan fisik.
Konselor akan memeriksa fisik penderita secara keseluruhan baik pemeriksaan fisik
dalam maupun fisik luar. Adalah umum konselor akan mengumpulkan informasi
dismorfologi secara mendalam terkait typologi sindrom-sindrom yang khas. Konselor
akan memeriksa kemungkinan short stature, wide span, hypertelorisme, upslanting,
simian crease, dll.
(3) Pemeriksaan endocrine
Pada kasus-kasus yang mengarah ke arah kelainan endokrin seperti Congenital
Adrenal Hiperplasia (CAH), Complete/Parsial Androgen Insuficiensi Syndrome
(CAIS/PAIS), konselor akan memeriksa hormon tertentu untukmengkonfirmasikan
diagnosa.
(4) Pemeriksaan Sitogenetik.
Sitogenetik akan sangat
penting
terutama
pada
kasus
yang
memerlukan
pasangan, kemungkinan pola pewarisan terhadap anak yang dikandung, pemilihan cara
diagnosa dan waktu yang optimal, serta pengambilan keputusan hasil test terhadap
penyakit yang di derita oleh salah satu anggota keluarga tersebut. Konselor bersama
tim obsgyn akan memberikan alternatif test seperti USG,
Apa hubungannya kelainan genetic dengan jarak mengandung yang terlalu dekat?
Jarak kelahiran mempunyai pengaruh terhadap persalinan, bahaya yang dapat terjadi
pada ibu hamil yang jarak kelahirannya dengan anak terkecil kurang dari 2 tahun yaitu
perdarahan setelah bayi lahir karena kondisi ibu masih lemah, bayi prematur/lahir belum
cukup bulan (sebelum 37 minggu) dan bayi dengan berat badan lahir rendah/BBLR < 2500
gram.
Jarak kelahiran optimal adalah antara 3 tahun sampai dengan 5 tahun. Menurut
anjuran yang dikeluarkan oleh badan koordinasi keluarga berencana (BKKBN) jarak
kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau lebih, kerena jarak kelahiran yang pendek akan
menyebabkan seorang ibu belum cukup untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah
melahirkan sebelumnya. Ini merupakan salah satu faktor penyebab kelemahan dan kematian
ibu serta bayi yang dilahirkan. Jarak antara dua persalinan yang terlalu dekat menyebabkan
meningkatnya anemia yang dapat menyebabkan BBLR, kelahiran preterm dan lahir mati,
yang mempengaruhi proses persalinan dari faktor bayi (BKKBN, 2009). Menurut Sitorus
yang dikutip dari Setianingrum (2005), bahwa risiko proses reproduksi dapat ditekan apabila
jarak minimal antara kelahiran 2 tahun.
Berat Badan lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500
gram. Menurut WHO (2003), BBLR dibagi menjadi tiga group yaitu prematuritas, intra
uterine growth restriction (IUGR) dan karena keduanya. BBLR sering digunakan sebagai
indikator dari IUGR di negara berkembang karena tidak tersedianya penilaian usia kehamilan
yang valid. BBLR ini berbeda dengan prematur karena BBLR diukur dari berat atau massa,
sedangkan prematur diukur dari umur bayi dalam kandungan. BBLR belum tentu prematur,,
sementara prematur juga belum tentu BBLR kalau berat lahirnya diatas 2500 gram. Namun di
banyak kasus kedua kondisi ini muncul bersamaan karena penyebabnya saling berhubungan.
Berdasarkan ACC/SCN (2000) prematur adalah bayi yang lahir dengan usia
kehamilan kurang dari 37 minggu. Kebanyakan bayi prematur memiliki berat kurang dari
2500 gram. Sedangkan pengertian IUGR atau pertumbuhan janin terhambat, merupakan
bagian dari BBLR yang sangat penting bagi negara-negara berkembang. IUGR atau
pertumbuhan janin terhambat, merupakan suatu kondisi dimana pertumbuhan janin telah
dibatasi. Lingkungan gizi yang tidak memadai dalam rahim dapat menjadi salah satu
penyebab terbatasnya pertumbuhan janin. IUGR biasanya dinilai secara klinis ketika janin
lahir dengan mengkaitkan ukuran bayi yang baru lahir ke durasi kehamilan menggunakan
persentil 10th dari acuan populasi. Ukuran kecil untuk usia kehamilan atau ketidakmampuan
janin untuk mencapai potensi pertumbuhannya menunjukkan IUGR. Bayi dengan IUGR
didiagnosis mungkin BBLR usia kehamilan aterm (> 37 minggu kehamilan dan <2500 gr);
prematur (<37 minggu kehamilan dan berat kurang dari persentil 10th) , atau IUGR pada usia
kehamila >37 minggu dan berat kurang dari persentil 10th dengan berat lahir >2500 gr.
Bayi dengan BBLR lebih rentan terkena penyakit jantung bawaan dalam populasi
neonatal keseluruhan, dengan angka mortalitas yang tinggi. Tingginya insiden penyakit
jantung bawaan pada byai debga BBLR juga mungkin berhubungan dengan factor intra uterin
yang menyebabkan keterbatasan pertumbuhan atau kelahiran premature
Jadi, jika jarak kelahiran yang terlalu dekat memang bias jadi factor resiko terbesar
yang menyebabkan BBLR, namun tidak secara langsung meneyebabkan kelainan genetic
yang terjadi.
Mengapa rose mengalami kesulitan dalam belajar terutama di matematika?
Karakteristik Fragile X Syndrome pada Wanita :
1. Karakteristik yang terlihat pada laki-laki juga dapat dilihat pada wanita, meskipun
wanita sering mengalami cacat intelektual ringan dan presentasi ciri perilaku dan fisik
yang ringa pada sindrom ini.
2. Sekitar sepertiga dari wanita dengan FXS memiliki cacat intelektual yang signifikan.
3. Beberapa dari mereka mungkin memiliki ketidak mampuan belajar yang
sedang/moderate, masalah kesehatan mental, kecemasan umum dan / atau kecemasan
sosial.
4. Sebagian kecil perempuan yang memiliki mutasi penuh FMR1 Gene yang
menyebabkan FXS akan memiliki tanda-tanda yang jelas dari kondisi-intelektual,
perilaku atau fisik. Wanita dengan FXS ini biasanya teridentifikasi hanya setelah
anggota keluarga lain telah didiagnosis.
Seperti ciri khas yang ditunujukkan pada wanita penderita fragile-X-syndrome, ada
kemungkinan Rose juga mengalami fragile-X-syndrome dengan tingkat ringan yang tidak
menunjukkan gejala fenotipnya, tapi hanya terlihat dari kondisi intelektualnya, dalam
ketidakmampuan belajarnya. Seperti karakteristik ke 4, biasanya Rose akan diketahui
mengalami fragile-X-syndrome, setelah saudaranya yang lain treridentifikasi memiliki
sindrom ini.
Berapa tingkatan IQ dan interpretasinya?
Inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari
berbagai tindakan nyata yang merupakan kesimpulan dari proses berpikir rasional. IQ hanya
memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan
kecerdasan seseorang secara keseluruhan.
Indeks Kecerdasan atau skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan membandingkan
umur mental (Mental Age) dengan umur kronologik (Chronological Age). Bila kemampuan
individu dalam memecahkan persoalan-persoalan yang disajikan dalam tes kecerdasan (umur
mental) tersebut sama dengan kemampuan yang seharusnya ada pada individu seumur dia
pada saat itu (umur kronologi), maka akan diperoleh skor 1 Skor ini kemudian dikalikan 100
dan dipakai sebagai dasar perhitungan IQ. Tetapi kemudian timbul masalah karena setelah
otak mencapai kematangan, tidak terjadi perkembangan lagi, bahkan pada titik tertentu akan
terjadi penurunan kemampuan.
Dengan membandingkan IQ seseorang dengan suatu normal klasifikasi akan dapat
diketahui apakah orang tersebut termasuk dalam kelompok mereka yang memiliki kapasitas
intelektual superior atau tidak. Penetapan pembatas angka IQ berbeda-beda karena perbedaan
tes IQ yang digunakan dan perbedaan kepentingan dari hasil klasifikasi tersebut (Azwar
2006:135).
Dapat ditarik keimpulan bahwa Intelegensi dapat berarti fungsi intelegensi untuk
membantu manusia menyesuaikan diri dengan lingkungan; asal muasal intelegensi apakah
sebagai faktor hereditas atau lingkungan; serta struktur dari intelegensi yang terdiri dari
berbagai kemampuan.
Distribusi Normal Inteligensi
Menurut penyelidikan IQ atau daya tangkap seseorang mulai dapat ditentukan sekitar umur 3
tahun. Angka inteligensi yang di peroleh tersebut,
menggambarkan ukuran hubungan antara
usia kronologi dengan usia mental anak.
MA : Usia Mental Anak ( mental age ) dapat
dijelaskan bahwa. Usia mental itu adalah usia
inteligensi yang dipandang dari segi jenis perubahan yang biasanya berkaitan dengan
pertumbuhan, dan usia mental anak yang
cerdas berada diatas usia kronologisnya apabila usia anak yang lamban berada
dibawah usia kronologis dan usia mental dapat di interpretasi secara mudah
oleh siapa saja yang berurusan dengan anak-anak yang mempunyai
keragaman kemampuan mental
CA : Usia Kronologis ( Cronological age ) dapat dijelaskan bahwa. Usia inteligensi yang
ditentukan dari tanggal kelahiran