Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PEMBAHASAN
KOMUNIKASI DALAM KONTEKS SOSIAL DAN KEANEKARAGAMAN
BUDAYA SERTA KEYAKINAN DI KALIMANTAN
A.KOMUNIKASI DALAM KONTEKS SOSIAL DI KALIMANTAN
Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki
kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua
perbedaan ini. [1] Menurut Stewart L. Tubbs,komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara
orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau perbedaan-perbedaan sosio
ekonomi).Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang
serta berlangsung dari generasi ke generasi.[1]
Hamid Mowlana menyebutkan komunikasi antarbudaya sebagai human flow across national
boundaries. Misalnya; dalam keterlibatan suatu konfrensi internasional dimana bangsa-bangsa
dari berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain.[2] Sedangkan Fred E. Jandt
mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap muka di antara orang-orang yang
berbeda budayanya.[3]
Intercultural communication generally refers to face-to-face interaction among people of
diverse culture.[3]
Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah
proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan
membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok.[4] Selanjutnya komunikasi
antarbudaya itu dilakukan:
1. Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang
membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang dipertentangkan.
Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks
dan makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan;[4]
2. Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung daripersetujuan antarsubjek yang
terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses
pemberian makna yang sama;[4]
3. Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena
mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita;[4]

4. Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari
kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan pelbagai cara.[4]

Contohnya adalah komunikasi pada masyarakat warga kampung durian dengan


suku dayak ahe yang Pola Komunikasinya dibangun sangat baik.
Mereka membangun pemukiman sendiri, surau sendiri dan hanya menghormati
sesepuh dari kalangan sendiri (Munawar, 2003, Syarif Ibrahim al-Qadri, 2003).
Penilaian ini mungkin dapat dibenarkan, tapi mungkin juga perlu dipertegas wilayah
kebenarannya (Ibrahim, 2004, 2005). Pada sebagian aspek, mungkin penilaian itu
dapat dibenarkan. Kampung durian menjadi bukti betapa masyarakat yg berbeda
suku dan bahasa dapat terbuka dengan komunitas lain, mereka dapat hidup
bersama, membangun komunikasi bersama dan berjuang untuk kepentingan
bersama (Ibrahim, 2009).
sebagai gambaran kehidupan di Kampung Durian yang berdekatan dengan
Komunitas Dayak Ahe di kampung sebelahnya. Jarak kedua kampung ini hanya
sekita 500 meter saja. Karena itu dalam kepengurusan kampung, kampung durian
dengan kampung Dayak berada dalam satu administrasi desa, bahkan satu Rukun
Tetangga (RT).
Keterbukaan kedua komunitas ini dalam hubungan sosial dan kemasyarakatan di
Kampung diakui oleh para tokoh Masyarakat.Mereka mengakui bahwa hubungan
sosial dan kerjasama dengan kampung Dayak Ahe sangat baik. Mereka secara
bersama-sama bekerja membangun jalan kampung, maupun jalan yang
menghubungkan kedua kampung mereka. Bahkan jika ada hajatan di kampung,
kedua kampung itu saling mengundang dan sebagainya.
Berangkat dari realitas yang ada, jelas bahwa pola komunikasi yang dibangun oleh
masyarakat di Kampung Durian sangat terbuka. Dimana mereka mampu dan mau
untuk terus berusaha mengerti, memahami, menghargai dan menerima siapapun
yang berbeda dari komunitas mereka. Bahkan mereka sadar betul bahwa selain
potensi sendiri yang harus dikembangkan secara maksimal, kemajuan masyarakat
dan kampung mereka tidak bisa lepas dari kerjasama, bantuan dan dukungan dari
orang lain.
Sebagai sarana untuk berkomunikasi surau di jadikan sebagai tempat untuk
bermusyawarah.Surau sebagaimana fungsi utamanya adalah tempat melakukan
aktivitas keagamaan dan shalat. Dalam sejarah Islam Indonesia, surau memainkan
peran penting dalam penyebaran dan perkembangan Islam (Azra, 2003). Bahkan
menurut Azra, Surau telah melahirkan banyak tokoh dan ulama besar di Indonesia.
Begitupun dalam masyarakat kampong durian, surau merupakan sesuatu yang
sangat penting. Bahkan menjadi identitas yang melekat dalam kehidupan sosial dan
keagamaan mereka. Untuk konteks ini, kita sering mendengar ungkapan dimana
ada rumah orang islam selalunya di situ ada surau. Pentingnya peran surau dalam

kehidupan sosial dan keagamaan orang kampong durian tidak hanya sebagai
tempat beribadah, shalat dan belajar agama. Surau bagi mereka merupakan sarana
komunikasi dan silaturahmi yang paling dipentingkan. Di suraulah mereka saling
berkomunikasi, berbagi cerita, pikiran dan pendapat hingga musyawarah.
Sebagai sarana komunikasi, surau betul-betul dimanfaatkan untuk membangun
hubungan silaturahmi yang erat antar sesama jama`ah, antara sesama orang-orang
tua, antara orang-orang tua dengan anak-anak dan remaja, termasuk antara
sesama anak-anak dan remaja yang ada di kampung tersebut.
Surau juga menjadi sarana komunikasi pendidikan dan pembelajaran keagamaan
yang epektif dalam masyarakat kampong durian. Melalui surau program-program
pendidikan dan pembelajaran keagamaan dilakukan seperti belajar mengaji, belajar
pengetahuan keagamaan, praktek ibadah dan sebagainya. Bagi mereka, surau
selain sebagai pesantren kecil yang membentuk jiwa keagamaan dan ibadah
masyarakat , juga merupakan sarana membangun komunikasi keagamaan antar
jama`ah dan masyarakat.
Pentingnya peran surau dalam masyarakat kampong durian semakin terbukti
dengan dibangunnya kembali satu surau lagi di hujung kampung durian ini. Padahal
dari sisi jarak bangunan surau yang lama dengan surau baru ini hanya lebih kurang
200 meter saja. Belum lagi dilihat dari sisi jumlah penduduknya yang hanya sekitar
28 kk. Tapi inilah bukti lebih lanjut mengenai pentingnya surau bagi masyarakat
kampong durian untuk membangun komunikasi, silaturahmi, pendidikan dan
pembinaan keagamaan bagi jama`ahnya, terutama anak-anak dengan pendidikan
keagamaan, mengaji dan sebagainya.
Pentingnya surau bagi masyarakat kampong durian dalam membangun komunikasi
pendidikan dan keagamaan tidak dapat dipungkiri lagi. Karena itu untuk
membangun hubungan sosial yang akrab dan harmonis dengan komunitas ini,
surau dapat dijadikan sebagai salah satu sarana utama dalam menjalin komunikasi
dan silaturahmi ini.

B. KEYAKINAN DI KALIMANTAN.
1.Agama

Seperti daerah lain di Indonesia, di Provinsi Kalimantan Tengah terdapat


berbagai jenis agama dan kepercayaan yang menyebar diseluruh daerah ini,
antara lain :
1. Islam
2. Kristen Protestan
3. Katolik
4. Hindu Bali

5. Budha
6. Hindu Kaharingan
Kaharingan adalah kepercayaan penduduk asli Kalimantan Tengah yang hanya terdapat di daerah
Kalimantan sehingga untuk dapat diakui sebagai agama maka digabungkan dalam agama Hindu.
Penganut Agama Hindu Kaharingan tersebar di daerah Kalimantan Tengah dan banyak terdapat
di bagian hulu sungai, antara lain hulu sungai Kahayan, sungai Katingan dan hulu sungai
lainnya.

C.KEANEKARAGAMAN BUDAYA
Suatu daerah sudah pasti memiliki tradisi dan adat-istiadat yang berbeda dengan
daerah lainnya. Ini merupakan keragaman yang patut kita hargai. Karena
keragaman itu yang dapat memperkaya kebudayaan nasional Bangsa Indonesia.
Kebiasaan makan sirih dan pinang (Areca catechu L) sudah dikenal sejak lama oleh
masyarakat Indonesia. Tepatnya sekitar abad ke-6 masehi. Kebiasaan tersebut
sudah dikenal oleh masyarakat di Kalimantan sejak lama, tepatnya pada abad ke-9
sampai ke-10 Masehi. Hal tersebut kemudiaan menyebar keseluruh pulau
Kalimantan tertuama di Kalimantan Tengah. Masyarakat Kalteng pada umumnya
juga sangat menggemari makan sirrih pinang. Orang tua sampai ke anak-anak
menggemarinya. Namun kebanyakkan adalah orang tua paruh baya sampai kepada
kakek-nenek sangat menyukai makanan yang satu ini..
Biasanya untuk nenek-kakek, mungkin tidak kaut lagi untuk mengunyah sirih pinang
maka hal tersebut dapat diantisipasi dengan ditumbuk terlebih dahulu
menggunakan semacam lesung kecil dan penumbuk sampai kira-kira semua
bahannya sudah hancur baru dikelurkan lalu dimakan. Warna bibir seseorang yang
makan sirih pinang berwarna merah ini karena percampuran antara daun sirih,
pinang, kapur, gambir dan sedikit tembakau. Residunya berupa ludah yang
berwarna merah dan sisa-sisa serat dari buah pinang. Pecandu memamah sirih
pinang punya sensasi tersendiri setelah makan sirih pinang. Memamah sirih pinang
tidak mengenal waktu, kegiatan tersebut dapat dilakukan pagi, siang, sore bahkan
pada malam hari. Sama halnya dengan pecandu rokok yang tidak mengenal waktu
untuk menikmati rokok. Sirih adalah tanaman tropis yang tumbuh di Madagaskar,
Timur Afrika, dan Hindia Barat. Jenis sirih yang terdapat di Semenanjung Malaysia
ada empat jenis, yaitu sirih Melayu, sirih Cina, sirih Keling, dan sirih Udang.
Sementara pinang berasal dari tanah Malaya (Malaysia).
Untuk pecandu berat sirih pinang biasanya cara untuk mengatasinya dengan cara
membawa perlengkapan dalam suatu tempat yang dapat terbuat dari anyaman
rotan, kaleng, tas pinggang, dan lain-lain. Semua perlengkapan dimasukkan
kedalam wadah tersebut berupa daun sirih, pinang yang sebagian sudah di belah,
kapur, daun atau getah gambir, tembakau. Hal tersebut yang menjadi kebiasaan
yang berkembang di masyarakat Kalimantan, baik daerah kota sampai ke daerah
pedalaman, masyarakat biasa sampai para pejabat pemerintahan, tua muda
mengemarinya.
Apakah makan sirih dan pinang memiliki efek negatif? Sebenarnya makan sirih dan

pinang sama halnya dengan kebiasaan minum kopi, teh atau mengisap rokok. Pada
mulanya setiap orang yang menginang (makan sirih dan pinang) tidak lain untuk
penyedap mulut. Kebiasaan ini kemudian berlanjut menjadi kesenangan dan terasa
nikmat sehingga sulit untuk dilepaskan. Kebiasaan menginang di samping untuk
kenikmatan juga berfungsi sebagai obat untuk merawat gigi, terutama agar gigi
tidak rusak atau berlubang. Fungsi menginang yang lain yaitu menyangkut tata
pergaulan dan tata nilai kemasyarakatan. Hal ini tercermin dari kebiasaan
menginang, hidangan penghormatan untuk tamu, sarana penghantar bicara,
sebagai mahar perkawinan, alat pengikat dalam pertunangan sebelum nikah, untuk
menguji ilmu seseorang, dan sebagai pengobatan tradisional. Bahkan menginang
juga digunakan sebagai upacara dan sesaji yang menyangkut adat istiadat serta
kepercayaan dan religi masyarakat.
Tamu biasanya disuguhi sirih pinang dulu dalam bertamu. Hal tersebut merupakaan
suatu kehormatan dan tamu wajib untuk mencobanya. Barulah kopi, teh atau
makanan lain yang disuguhkan setelah makan sirih pinang. Kebiasaan-kebiasaan
memamah sirih pinang selain dalam kehidupan sehari-hari dapat kita temui juga
dalam hal-hal berikut:
1.Hidangan Penghormatan
Hal ini tergambar dalam kebiasaan-kebiasaan menginang bersama, hidangan
penghormatan untuk tamu, hidangan atau sarana pengantar bicara dan lain-lain.
Kebiasaan ini terjadi dalam masyarakat dahulu hingga sampai saat ini pada
masyarakat kota dan pedalaman tidak meninggalkan budaya ini dalam kehidupan
mereka.
2.Acara-acara Adat
Dalam upacara-upacara adat juga sirih pinang tidak bisa ditinggalkan dalam
kehidupan masyarakatnya. Misalnya dalam upacara tiwah, deder kandayu,
karungut, balian, nyangiang, mapas lewu, upacara pisek, pakaja panganten, dan
waktu-waktu lainnya. Kebiasaan tersebut tidak bisa ditinggalkan dalam kehidupan
masyarakat. Ini digunakan untuk mempererat tali persaudaraan masyarakatnya.
Bahkan sirih pinang juga selalu ada pada setiap sesaji yang diberikan bagi arwaharwah nenek moyang dalam sebagian acara seperti diatas.
3.Acara Pertunangan/Perkawinan
Sebelum perkawinan ada upacara yang dikenal dengan pertukaran cincin
(pertunangan). Menyiapkan perlengkapan sirih dan pinang dan perlengkapan
lainnya merupakan suatu kewajiban dan harus ada bagi para tamu dan undangan
yang hadir. Ini merupakan waktu-waktu yang special untuk makan ssirih dan pinang
secara bersama-sama. Begitu juga pada saat perkawinan tiba hal tersebut
merupakan makanan wajib yang harus ada disiapkan untuk para tamu. Seandainya
tidak ada maka ada perasaan yang kurang puas dalam hati dari yang punya
acara/kegiatan.
Jelaslah bahwa budaya menginang pada masyarakat Kalimantan sudah menjadi
budaya yang tidak mengenal umur, ras, pangkat, golongan. Hal tersebut menjadi

kebiasaan yang mengakar kuat dalam masyarakat sehingga dapat mempererat tali
persaudaraan dalam keseharian kehidupan masyarakatnya. Kebiasaan ini harus
tetap dijaga dan dilestaarikan asalkan tidak merugikan orang lain

Anda mungkin juga menyukai